Sorot dingin dari segala penjuru hutan serasa memandanginya. Sorot beku dari sesuatu yang tidak bernyawa. Lebih dari satu. Memerangkapnya dalam gelap malam. Suara tapak kaki di atas tanah gembur beserta patahan ranting hanyalah satu dari sekian banyaknya suara-suara yang tercipta dalam hutan mencekam ini. Suara geseran daun kering. Suara cicitan burung hantu. Suara hewan-hewan melata di sekitar.
Telinganya serasa berdengung. Suara-suara asing itu serasa memenuhi indera pendengarannya. Ia hampir tuli. Ia hampir buta. Ia tak tahu dimana ia berada sekarang. Ia tak tahu mengapa ia bisa sampai di tempat ini. Yang ia tahu, kegelapan dan suasana mencekam yang menyambutnya ini serasa meruntuhkan seluruh tulang-tulang dalam sendinya. Ia ketakutan.
Sejauh manapun ia berlari, suara-suara yang menghampirinya kian mendekat. Sorotan tajam yang serasa melubangi punggungnya terasa semakin dingin dan tajam. Ia tak tahu siapa yang tengah mengintainya. Meski berulang kali ia berputar, merotasikan bola mata kelamnya ke seluruh penjuru hutan, yang ia temukan hanyalah kegelapan. Tapi… tidak, tunggu, bukankah yang bersinar dalam gelap itu adalah sorotan mata seseorang. Jumlahnya banyak sekali. Mematri dirinya seolah-olah ia adalah objek perburuan.
Ia tak mau peduli. Ketakutan menguasai jiwanya. Ia hanya ingin berlari. Berlari, berlari, dan berlari. Menghindari sesuatu yang mungkin tidak akan disukainya. Berlari meski ia pikir percuma. Karena kenyataannya sorot dingin tanpa jiwa itu selalu dapat menemukannya dimanapun. Kini sesuatu yang tak kasat mata seolah menyeringai dari balik semak pepohonan. Mengatakan dalam sebuah isyarat parau, "Aku menemukanmu."
.
.
Naruto © Masashi Kishimoto
Pulau Boneka © Nagisa Yuuki
Warning : FEMALE!SASUKE
.
.
"Liburan?" tanyanya memastikan. Saat ini dua buah tiket liburan eksklusif tengah berada dalam genggaman tangan halusnya. Wanita itu memandang sang suami yang sedang menyesap secangkir kopi pahit tanpa gula dengan nikmat.
"Hm, bukankah semenjak menikah kita belum melaksanakan honeymoon?" katanya, menaruh cangkir kopi itu kembali di atas tatakan. Wajah berseri sang suami yang nampak bersemangat terlihat kian tampan dengan setelan jas mahalnya hari ini.
"Tapi, bukankah kau sangat sibuk akhir-akhir ini?"
"Sibuk bukan berarti tidak ada waktu 'kan, Sayang? Aku hanya berpikir, mungkin kau butuh liburan untuk bisa sedikit melupakan mimpi-mimpi burukmu itu. Kau yang bilang padaku kalau selama lebih dari seminggu ini kau selalu mengalami mimpi buruk yang sama. Kupikir itu karena kau terlalu jenuh berada di rumah ini sendirian."
"Tapi aku tahu kau banyak pekerjaan di kantor."
"Tidak ada salahnya 'kan berlibur bersama? Lagipula masih ada Shikamaru, dan juga kakak ipar yang membantuku mengelola perusahaan," bujuknya halus. Pria bersurai pirang itu berpindah posisi duduknya di sebelah sang istri. Ia rangkulkan lengannya hanya untuk menarik tubuh langsing istrinya mendekat. "Ayolah… kita liburan bersama. Aku sudah meminta izin pada Papa untuk cuti selama dua minggu ke depan."
Wanita bertitle istri pengusaha muda nan sukses itu berpikir sejenak. Memang tidak ada salahnya berlibur bersama. Sejujurnya ia juga merindukan waktu luang sang suami yang selalu saja sibuk selama mereka menikah satu bulan yang lalu. Setidaknya waktu dua minggu yang akan mereka jalani untuk honeymoon akan sangat berkesan untuk memorinya nanti.
Ia menilik dua lembar kertas yang bertuliskan Wisata Eksklusif Pulau Xochimilco Kanal yang terletak di Negara Mexico. Suaminya berkata kalau tiket ini ia dapatkan dari seseorang yang mengaku sebagai salah satu rekan bisnisnya di perusahaan. Namun, sayangnya orang itu tidak memberitahu lebih pasti mengenai identitas dirinya. Orang itu mengirimkan dua lembar tiket ini melalui pos, dan menuliskan ucapan-ucapan selamat berbahagia untuk menempuh hidup yang baru. Sepertinya hal itu wajar, karena biasanya seseorang yang memberi hadiah semewah ini enggan mengumbar-umbar identitasnya kepada sang penerima.
"Jadi bagaimana, hm?" desak sang suami yang kini tengah mendekap tubuh istrinya dari samping.
"Naruto."
"Ya, Sasu-chan?"
Balasan sang suami mendapatkan respon sikutan dari sang istri. Pasalnya Sasuke selalu malu jika Naruto menggodanya dengan embel-embel menggelikan seperti itu.
"Kau yakin bisa menemaniku selama dua minggu penuh?"
"Kenapa tidak? Kita berdua tahu kalau kita ini butuh liburan, dan aku butuh honeymoon bersamamu," bisikan nada seduktif di depan telinganya, menimbulkan semburat merah tipis di kedua belah pipi porselen Sasuke. Wanita bertubuh tinggi semampai itu lekas menenggelamkan wajah malunya di dada bidang sang suami.
Naruto terkekeh. Jarang-jarang ia bisa bermesra-mesraan berdua dengan Sasuke. Semenjak mereka resmi menikah, segala urusan kantor yang menyibukkan selalu saja menuaikan jarak antara dirinya dengan Sasuke. Kalau dulu dalam seminggu mereka bisa bertemu 4 sampai 5 kali, kalau sekarang 1 kalipun rasanya sangat sulit. Tinggalah Sasuke yang menunggu kepulangannya seorang diri di rumah ini. Rumah yang telah ia beli satu tahun yang lalu sebelum melamar putri bungsu dari keluarga Uchiha secara formal dan berani di depan seluruh anggota keluarga besarnya. Rasanya kalau mengingat hal itu Naruto selalu tersenyum-senyum sendiri.
"Baik. Ayo kita pergi."
Jawaban Sasuke mengalihkan perhatian Naruto secara tiba-tiba. Bibir penuh sang pria bermarga Namikaze itu mengulum senyum cerah yang menawan.
"Besok kita akan berangkat pagi-pagi sekali. Kak Itachi, Ayah dan Ibu mertua juga sudah mengizinkanku untuk rencana ini. Mereka bilang, mereka ingin hadiahnya berupa cucu darimu. Kak Itachi bahkan sampai mengancam, kalau kita harus berhasil memiliki anak setelah kembali nanti dari pulau itu."
Mendengar nada sumringah yang mengalun dari bibir suaminya, refleks saja Sasuke menyikut perut berotot Naruto dua kali lebih kuat dari yang sebelumnya. Tentu saja ia malu. Bagaimana mungkin Naruto mengiyakan saja syarat memalukan seperti itu. Dasar suami bodoh!
"Sakit, 'Suke…," Naruto merajuk sambil mengelus pelan perutnya yang disikut Sasuke. Tapi ia tetap terkekeh ketika melihat wajah memerah istrinya yang begitu cantik dan manis.
"Dobe!"
"Hm, aku juga mencintaimu, Sayang," goda Naruto yang lagi-lagi mendaratkan kecupan ringan di puncak kepala Sasuke. "Jadi sekarang bisakah kau layani dulu suamimu yang tampan ini?"
Untuk kesekian kalinya Sasuke menyikut perut sixpack Naruto, yang lekas menimbulkan tawa geli dari sang suami.
"Ayolah, aku sudah rindu sekali padamu," bujuknya, menusuk-nusuk pelan pipi merona Sasuke dengan jari telunjuk. "Bukankah tidak buruk jika kita memberikan oleh-oleh pada mereka sebelum kita pergi nanti, hm?"
"Ba-Baka!"
"Hohoho, ayolah Sasu-chan~" Naruto kian gencar menggoda Sasuke. Dia bahkan sudah mengunci pinggang sang istri kemudian menyorongkan wajahnya ke leher jenjang beraroma memabukkan itu.
"Na —Nnnh! Naruto!"
Bibir Naruto mengecupi permukaan kulit mulus Sasuke yang selembut dan sekenyal marsmallow. Ia menyeringai puas melihat reaksi Sasuke yang begitu polos akan sentuhannya.
"Should we start now?"
Sasuke tidak bisa membalas nada ajakan itu karena ia terlalu kewalahan menahan rangsangan di sekujur tubuhnya. Suami pirangnya ini benar-benar kelewat mesum. Lihatlah tangan-tangan lihai yang mempreteli pakaiannya, benar-benar profesional sekali. Sasuke sampai tidak sadar kalau Naruto tengah menanggalkan seluruh pertahan diri yang ia miliki. Sekarang ia hanya mampu pasrah ketika dirinya digotong menuju kamar. Bibirnya dibungkam dengan sebentuk ciuman panjang yang terasa panas membakar birahinya. Naruto selalu tahu bagaimana caranya membuat ia tenggelam sampai tak mampu lagi untuk naik ke permukaan.
Mungkin besok mereka takkan berangkat pagi-pagi sekali, tapi mungkin saja hari sudah akan menjelang petang ketika mereka terbangun nanti.
.
Mereka sampai di Bandara Internasional Benito Juarez pada pukul 15.23 waktu Mexico. Melakukan perjalanan via udara selama 8 jam lebih, tentunya membuat tubuh mereka serasa pegal dan linu. Sasuke bahkan sampai mengalami jet lag karena tak terbiasa dengan perbedaan waktu antara Jepang dan Mexico. Beruntung ada Naruto yang selalu setia terjaga selama berada di sampingnya, namun meski begitu sisa mabuk perjalanan yang melelahkan ini masihlah ada.
Sasuke mengedarkan pandangannya ke sekitar bandara. Banyak orang-orang asing yang berlalu lalang dengan bahasa yang tidak dapat ia mengerti. Namun sebagian ia bisa menangkap beberapa orang turis berbicara dalam bahasa Inggris, selebihnya ia tak tahu menahu mengenai bahasa Spanyol. Sasuke masih menggandeng erat lengan Naruto yang berjalan di sebelahnya sembari mendorong beberapa koper bawaannya bersama Sasuke.
"Setelah ini kita akan kemana?" Sasuke memutuskan untuk bertanya. Ia melakukan hal itu hanya untuk sekedar mengusir rasa kantuk dan mual yang mendera kepala dan lambungnya.
Naruto menoleh sejenak dengan mematri senyuman tipis yang begitu disukainya. "Ke dermaga. Setahuku rute menuju pulau Xochimilco sekitar 17 mill dari sini."
"Kira-kira berapa jam lagi kita akan sampai?" rengek Sasuke manja. Rasa lelah yang mendera jiwa raganya hampir tak tertahankan. Tetapi Naruto yang seolah mengerti mulai mengusap halus lengan Sasuke yang masih menggandengnya.
"Sabar ya. Mungkin sekitar 3 atau 4 jam. Nanti di perjalanan menuju dermaga, kau boleh tidur sepuasmu. Aku akan membangunkanmu setelah kita sampai nanti."
Sasuke mengangguk pasrah dan memutuskan untuk menutup rapat bibirnya saja.
"Kau lapar? Sejak di pesawat tadi aku tidak melihatmu makan. Apa kau baik-baik saja?"
"Aku hanya mengantuk, Naru."
"Ya, baiklah. Sebaiknya kita cari taksi secepatnya agar kau bisa tidur sejenak."
Lagi-lagi Sasuke hanya mengangguk. Mulutnya mulai menguap lebar ketika mereka berhasil keluar dari bandara. Sasuke hanya memperhatikan suaminya yang sedang menyetop taksi, lalu memasukan koper-koper bawaan mereka ke dalam bagasi, setelah itu ia membiarkan Naruto menggiringnya memasuki kursi penumpang di taksi itu. Yang Sasuke inginkan sekarang hanyalah tidur. Dan pelukan posesif suaminya adalah tempat terbaik untuk dirinya melepaskan seluruh perasaan lelah dan letih yang membelenggunya selama berjam-jam dalam pesawat.
Setibanya mereka di dekat dermaga, barulah Naruto membangunkannya diiringi sebuah ciuman yang mendarat di bibir mungilnya.
"Kita sudah sampai, Sayang."
"Bisakah kita makan dulu? Setelah bangun tidur aku jadi lapar."
Naruto tertawa kecil menanggapi ucapan manja istrinya. Dia segera mengajak Sasuke memasuki restauran kecil di pinggir dermaga. Ia memang tidak tahu banyak mengenai makanan khas orang-orang Mexico, tetapi bukan berarti ia tidak tahu makanan sederhana seperti ikan dan sebagainya bukan? Jadi, Naruto memilih memesan makanan yang cukup familiar untuk mereka makan daripada harus mencoba sesuatu yang belum tentu akan disukai lidah istrinya.
"Sudah kenyang? Bibirmu belepotan saus, 'Suke," Naruto meledeknya sedikit sambil berusaha menggapai tissue untuk membersihkan sisa saus di sudut bibir Sasuke.
"Ish, tidak perlu berbicara sekeras itu 'kan? Aku 'kan jadi malu, Dobe."
"Kenapa? Tidak akan ada yang mengerti bahasa kita disini."
"Tapi tetap saja kau menarik perhatian banyak orang."
"Biarkan saja. Mungkin mereka iri dengan kemesraan kita," tanggap Naruto cuek. Dia mendekatkan wajahnya untuk sekedar mengecup sudut bibir Sasuke. "Nah, sudah selesai."
"Setelah ini kita akan kemana?" tanya Sasuke penasaran. Naruto lagi-lagi tertawa sambil mengacak puncak kepalanya.
"Sepertinya kau sudah penasaran sekali. Mungkin saat sampai disana nanti, hari sudah beranjak sangat larut. Apa kau tidak takut?"
"Kenapa aku harus takut?" tantang Sasuke, "masih ada kau disisiku."
"Kalau kita berpencar bagaimana?"
"Bilang saja kau ingin mengerjaiku," Sasuke mencubit pinggangnya sambil memasang wajah cemberut. Naruto lagi-lagi tak bisa menahan rasa gemas atas sikap manis yang diperlihatkan istri sahnya ini.
"Cubitanmu itu masih saja luar biasa. Apa tenagamu sekarang sudah terisi penuh? Baiklah, sebaiknya kau menyimpannya untuk di ranjang nanti."
Spontan saja wajah Sasuke memerah sampai ke telinga. Wanita yang dulunya bermarga Uchiha itu lagi-lagi melancarkan cubitan ganasnya di pinggang Naruto. "Dasar baka dobe!"
Suara tawa serak Naruto entah mengapa terdengar begitu seksi. Tanpa terasa semburat merah di wajah Sasuke kian pekat ketika menyadarinya. Ia sangat suka ketika Naruto menanggalkan seluruh sikap kepemimpinan dan jas mahalnya. Karena yang ia sukai dari sosok suaminya adalah Naruto yang santai namun tetap trendy. Seperti sekarang ini.
"Sebentar, aku akan bertanya pada seseorang mengenai rute tujuan kita."
"Memangnya mereka mengerti bahasa Inggris?"
"Kita tidak akan tahu sebelum mencobanya, Sayang."
Setelah mengatakannya Naruto segera melesat menghampiri penduduk terdekat di sekitar dermaga. Namun sayangnya orang itu tidak mengerti dengan apa yang ia katakan, dan orang yang ia tanyai justru mengatakan sesuatu menggunakan bahasa Spanyol yang tidak dimengerti oleh Naruto.
"Uh, You can't speak english?" tanya Naruto sekali lagi kepada orang asing itu.
"No entiendo lo que está diciendo."
Desahan kecewa terdengar dari bibir penuh Naruto. Ia hanya memberikan gestur membungkuk lalu menghampiri orang lain yang ia lihat sedang terduduk santai di pinggir dermaga.
"Excuse me, can I ask you something?"
Orang yang ditanyai olehnya lagi-lagi hanya menatap bingung wajahnya. Orang ini sedikit lebih tua dari orang pertama yang ia tanyai, dan Naruto seperti sudah dapat menebak kalau pria inipun pasti tidak akan mengerti akan bahasanya.
"You know the location of the island of dolls?"
Lagi. Orang itu tidak menyahut atau bahkan bersuara.
"Err, Te-shu-i-lo," Naruto mengeja alamat yang tercantum dalam lembaran tiket wisata itu. "You know the route to go there?" Gestur canggung mulai meresapi tiap susunan tulang yang ada di tubuhnya. "I mean, route to go Teshuilo."
Lama-lama Naruto mulai frustasi. Seandainya ia mengetahui sedikit bahasa Spanyol, mungkin kejadiannya tidak akan sesulit ini. Ia menoleh ke arah Sasuke berada. Istri tercintanya itu ternyata sedang tertawa. Dasar istri durhaka! Lihat saja nanti di atas ranjang! dendam Naruto dalam hati.
"Bagaimana, Dobe?"
"Haah, jangan tanya padaku, Teme," Naruto menghampirinya dengan lesu. Kebiasaan Naruto jika sedang frustasi ia akan membenamkan wajahnya di leher Sasuke. Naruto pernah bilang, hanya dengan menghirup aroma tubuh Sasuke saja rasanya ia sudah tenang.
"Mungkin sebaiknya kau mentranslate rute tujuan kita ke dalam bahasa Spanyol," saran Sasuke pelan, yang segera membuat badan Naruto berdiri tegak dan menepuk keras dahinya sendiri.
"Astaga! Kenapa tidak terpikirkan olehku."
"Itu karena kau dobe," dengus Sasuke malas dengan aksen memutar mata yang cukup elegan.
"Ya, ya, ya, kalau begitu tunggu sebentar. Nama tempat yang akan kita tuju itu bernama, 'Island of Dolls' yang artinya adalah, 'Pulau Boneka' jika kita mentranslatenya maka akan menjadi…," Naruto mengotak-atik aplikasi google dari layar smartphone-nya. Setelah mendapatkan apa yang ia inginkan, seulas senyum kepuasan tersungging di bibirnya yang semerah darah. "La Isla de las Munecas?" ejanya agak terbata.
"Kenapa?"
"Namanya terdengar jadi aneh."
"Itu karena kita tidak terbiasa mendengarnya dalam bahasa asing, Dobe."
Naruto tertawa geli sembari mengacak surai hitam panjang Sasuke yang tertiup angin dermaga. Sebelum Sasuke sempat mencubit pinggang suaminya, seseorang asing yang tiba-tiba saja datang lekas menarik lengan Naruto kemudian berbicara dalam bahasa Spanyol. Sontak saja Sasuke dan Naruto terkejut, terlebih Sasuke yang langsung bersembunyi di balik punggung Naruto.
"Ir! No ir allí! que va a morir!" kata kakek-kakek yang sempat ditanyai Naruto sebelumnya. Ia tidak menyangka kalau pria tua yang terduduk agak jauh di pinggir dermaga tadi mendengar ucapannya dalam bahasa Spanyol.
"Sorry, could you release my hand?"
"No! No vaya allí usted podría morir!"
"I don't understand what you are saying," kata Naruto lagi yang berusaha melepaskan cengkeraman tangan si pria tua. Sasuke yang ada di belakangnya juga turut membantu melepaskan cengkeraman itu dengan wajah panik.
"Maldito serás. Usted va a morir. No ir allí! Va a matar!"
Pria tua itu masih saja berteriak setelah Naruto berhasil melepaskan diri dan menarik Sasuke menjauh dari tempat itu.
"Dia pasti orang gila," terka Sasuke terengah setelah Naruto berhenti mengajaknya berlari.
"Mungkin," sahut Naruto yang juga ikut terengah.
"Aku lelah, Naru…," rengek Sasuke, melepaskan seluruh bobot tubuhnya di bahu Naruto.
"Maaf ya, rencana honeymoon kita jadi berantakan seperti ini," ucap Naruto sesal sembari menciumi puncak kepala Sasuke.
"Hn, aku sudah terbiasa menanggung kebodohanmu sejak kita berpacaran dulu."
Sahutan sarkas Sasuke membuahkan sebuah tawa geli di bibir Naruto. "Aku juga sudah cukup terbiasa dengan ucapan pedasmu itu, Sasu~"
Dengan kesal Sasuke mencubit kuat pinggang Naruto sampai mendesiskan rintihan keras dari bibir suami pirangnya.
"Permisi, apa kalian turis yang ingin menyebrang ke pulau boneka?" tanya seseorang yang lekas mendapatkan perhatian dari Naruto dan Sasuke. Pria itu masih terlihat begitu muda dan tampan. Dari cara ia berbicara bahasa Jepang dengan fasih serta ciri-ciri fisiknya yang seperti orang Jepang, rupanya mulai disadari oleh Naruto.
"Kau orang Jepang?" selidik Naruto yang masih mendekap Sasuke di dadanya.
"Ya, namaku Utakatta. Aku lahir di Sapporo tapi aku besar di Mexico."
Kedua pasangan itu mengangguk serempak. Utakatta pun kembali melanjutkan ucapannya. "Kebetulan aku bekerja di Pulau Teshuilo yang tak lain adalah Pulau Boneka yang sedang kalian tuju. Jika tidak keberatan mungkin aku bisa mengantar kalian kesana."
Mata Naruto berbinar cerah. Akhirnya ia bisa bertemu dengan seseorang yang bisa mengantarkannya ke tempat tujuannya. Selain hari sudah mulai larut gelap, ia juga sudah lelah seperti halnya Sasuke sekarang.
"Apa kami tidak akan merepotkan?" tanya Naruto sungkan.
Utakatta tergelak sejenak, terkesan elegan seperti halnya Sasuke ketika sedang tertawa. "Tentu saja tidak. Aku juga kebetulan ingin kembali kesana setelah berbelanja bahan-bahan bulanan di pasar."
Sedikit aneh memang. Kenapa berbelanja di hari selarut ini. Tetapi Naruto tidak ingin terlalu memikirkannya. Bisa jadi memang sudah menjadi kebiasaan warga-warga di daerah ini untuk berbelanja bahan makanan ketika menjelang sore sampai malam. Setelah itu Utakatta menggiring mereka menuju gondola terdekat yang menjadi kepunyaan tempatnya bekerja. Gondola itu bentuknya seperti perahu hanya saja bentuknya lebih tradisional.
Ketika menaiki gondola yang sedikit berguncang karena beban baru, Naruto memegangi tubuh istrinya kuat-kuat. Ia takut Sasuke bisa tergelincir dan jatuh ke dalam kanal yang airnya pastilah sangat dingin di waktu malam hari. Setelahnya mereka terus berbincang-bincang dengan Utakatta selama di perjalanan menuju Pulau Boneka. Utakatta juga mengatakan perjalanan menuju kesana akan memakan waktu sekitar 60 menit lamanya.
Setibanya mereka di pinggiran kanal tempat yang mereka tuju, hari ternyata semakin larut, jam khusus yang Naruto bawa dari Jepang rupanya sudah menunjukan angka 21.54 pm. Ditambah lagi Sasuke sudah mengantuk dan menguap berkali-kali di dadanya.
"Bienvenido a la isla de las muñecas!" seru Utakatta ramah dalam bahasa Spanyolnya yang fasih.
Naruto hanya tersenyum canggung mendapati penyambutan ramah dari Utakatta dan beberapa orang asing yang berasal dari pulau ini. Ia mulai berdiri lalu menuntun Sasuke menuruni gondola. Keduanya memberi salam pada para pria wanita yang menyambutnya dengan seulas senyum ringan.
"Kalian berdua tidak perlu sungkan. Jika ada yang ingin ditanyakan pada kami silahkan saja. Orang-orang disini sebagian juga berasal dari Jepang, jadi tentunya mereka akan mengerti bahasa kalian."
"Ya, terima kasih," ungkap Naruto sambil membalas senyuman orang-orang yang menyambutnya di pinggir kanal. Dia memperhatikan wajah-wajah baru yang ia temui. Ada 2 orang wanita dan juga 2 orang pria. Satu diantara kedua pria itu ada yang sudah tua. Utakatta bilang beliau bernama Shimura Danzou. Suatu hal yang cukup mengagetkan untuk Naruto dan Sasuke. Pasalnya wajah pria tua itu tidak terlihat seperti orang Jepang, mungkin karena beliau sudah terlalu lama berada di Mexico.
Naruto membiarkan para wanita dan salah seorang pria itu membawakan barang-barangnya dan Sasuke, sementara mereka mulai mengikuti Danzou yang menggiring mereka memasuki hutan pulau. Namun, baru beberapa langkah mereka memasuki area hutan, Naruto dan Sasuke lekas terkejut. Apa yang tersuguhkan oleh seisi alam hutan ini benar-benar membuat mereka merinding.
Sesuai dengan nama pulau ini. Pulau Boneka. Yang artinya pulau terpencil ini memiliki suatu keterikatan dengan boneka. Karena di sepanjang hutan dan sekitaran pulau terdapat ribuan boneka yang diikat menggantung di pepohonan atau ranting-ranting yang menyerupai seperti hiasan natal.
"Naru…," bisik Sasuke parau. Wanita bertubuh semampai ini rupanya cukup ketakutan melihat suasana hutan pulau. Ia mengeratkan genggamannya terhadap lengan Naruto sembari mendekatkan dirinya di pelukan sang suami.
Utakatta yang menyadari hal itu hanya tersenyum ganjil. Namun, senyuman itu berubah menjadi lebih ramah ketika Naruto berpaling ke arahnya. "Inilah alasan mengapa pulau ini dijuluki Pulau Boneka."
"Apakah ini bagian dari sebuah tradisi atau mungkin ritual tertentu?" tanya Naruto penasaran. Tangannya sibuk mengusap punggung Sasuke yang bergetar karena merasakan udara dingin yang berhembus di sekitar hutan.
"Mungkin bisa juga dikatakan begitu. Awalnya para pendahulu kami menggantung boneka-boneka itu untuk menolak bala. Konon dulunya ada seorang gadis kecil yang meninggal di hulu kanal ini. Arwah gadis itu rupanya bergentayangan. Tak jarang para penduduk disini mendengar suara rintihan atau bahkan isakan tangisnya di setiap malam hari. Tapi terkadang arwah gadis itu juga bernyanyi, tertawa, dan memanggil siapapun yang lewat dari atas air, serta berjalan dengan menyeret dan menggaruk-garuk diluar gubuk para penduduk, dan yang lebih mengerikan lagi dia juga pernah mengetuk jendela dan menangis meraung-raung ketika tidak ada yang membukakannya. Hal itu cukup mengganggu ketentraman para warga. Lalu seolah tak cukup sampai disitu, terkadang hantu gadis itu menampakkan dirinya di pohon atau di atas air kanal ini. Dia melayang dan memanggil siapapun yang dapat melihat sosoknya."
Cerita Utakatta rupanya semakin membuat Sasuke ketakutan. Jika ia tahu tempat wisata mereka berbulan madu adalah pulau menyeramkan ini, Sasuke pasti akan berpikir dua kali untuk datang kesini.
"Suatu hari salah seorang pemuka yang cukup disegani di pulau ini menggantung satu buah boneka sebagai tumbal sesaji untuk arwah gadis itu. Tapi rupanya satu boneka tidaklah cukup untuk menangkal gangguan hantu si gadis, jadilah para warga berbondong-bondong menggantung boneka-boneka ini di segala penjuru hutan. Dulunya jumlah boneka di pulau ini masih bisa terhitung oleh jari, tapi karena semakin lama boneka-boneka itu akan termakan oleh alam dan hancur, jadi kami mempersembahkan boneka yang baru setiap harinya."
Naruto speechless mendengarkan kisah menyeramkan itu dari mulut Utakatta. "Wow, legenda yang cukup mengerikan. Jadi setiap harinya kalian akan membeli sebuah boneka baru untuk bahan persembahan?"
Utakatta tersenyum namun tidak mengiyakan tebakan itu. Ia rasa tanpa ia jelaskan Naruto pasti sudah tahu mengenai hal itu.
"Sasuke? Kau tidak apa-apa?" bisik Naruto yang mulai merasakan kalau tubuh istrinya kian dingin dan gemetar.
"Aku takut, dan… lelah."
"Mungkin karena kita mendatangi pulau ini disaat malam hari jadi terasa begitu menyeramkan. Cobalah kau mengelilingi pulau ini disaat pagi atau siang hari. Aku yakin pandanganmu akan berbeda dengan sekarang ini."
Sasuke mendongak lalu mengangguk. Membiarkan Naruto mengecup tulang hidungnya secara singkat. Ia baru saja akan berpikir positif mengenai pulau ini, tetapi sesuatu yang berakar dan tampak bergerak mencekal langkahnya hingga ia tersandung jatuh.
"Ah!"
"Sasu-chan, hati-hati!" pekik Naruto kaget yang dengan refleks menahan tubuh Sasuke yang nyaris jatuh.
Sasuke seperti tercengang akan sesuatu. Kepalanya menengok kesana kemari seperti mencari sesuatu yang sudah menghadang langkah kakinya sampai nyaris terjatuh. Tapi sayangnya tidak ada apapun yang sekiranya dapat membuatnya tersandung seperti tadi.
"Kau tidak apa-apa? Apa kau terluka? Katakan padaku bagian mana yang sakit?" cerca Naruto cemas. Kejadian ini rupanya membuat beberapa orang penduduk yang menyambut kedatangan mereka berhenti lalu ikut menoleh ke belakang.
"Ada apa, Naruto? Sasuke?" tanya Utakatta heran.
"Sasuke terjatuh," jawab Naruto sekenanya yang masih terfokus meneliti lutut kaki Sasuke.
"Na-Naru," panggil Sasuke lirih dengan tangan yang gemetar dan terasa dingin di kulit Naruto. Perhatian wanita itu nampak tidak fokus. Pupil matanya hanya menatap kosong potongan-potongan tubuh boneka yang tergantung di ranting pepohonan hutan.
Samar-samar Sasuke seperti mendengar suara cekikikan dari dalam boneka usang yang sudah rusak karena termakan waktu. Penggalan-penggalan kepala, bagian tubuh yang terlepas, wajah tanpa mata yang menatap kosong. Semua itu tidak luput dari perhatian Sasuke. Sejak awal dirinya menginjakan kaki di pulau ini, ia merasakan sesuatu yang tidak nyaman menghinggapi seluruh pulau boneka ini. Suasana dan hawa mencekam yang ia rasakan begitu mirip dengan adegan mimpi buruknya selama seminggu belakangan.
"Suke," sentuhan tangan hangat Naruto yang membungkus wajah porselennya berhasil menarik kesadaran Sasuke ke dunia nyata. Mata wanita berambut sekelam jelaga itu berkedip beberapa kali karena merasa sedikit berbayang dan tidak fokus. "Kau kenapa?" Suara cemas Naruto, membuat sesuatu yang ada di hati Sasuke terenyuh.
"Aku…," Sasuke melirik kumpulan boneka-boneka itu lagi. Pemandangan yang tersaji tetap sama. Yaitu, boneka-boneka usang yang telah termakan waktu dan bersatu dengan alam liar. Sasuke bergidik ketika mendapati sebuah boneka yang dipenuhi serangga bersayap seperti mendiami tubuhnya sebagai sarang. "Aku… aku tidak apa-apa. Kepalaku sedikit pusing."
"Kau bisa berjalan?" Naruto mencoba memastikan. Melihat Sasuke yang mengangguk lemah, tentu saja ia cukup sangsi dengan kebenaran hal itu.
Sebenarnya Sasuke memang tidak berbohong. Ia masih sanggup berjalan meskipun tungkai kakinya serasa lemas tidak bertenaga. Tetapi ketika ia baru berjalan beberapa langkah, Naruto sudah lebih dulu cekatan mengangkat tubuhnya.
"Kau lelah. Beristiratlah," katanya lembut disertai kecupan di pelipis mata Sasuke. Setelahnya ia meneruskan perjalanan kembali setelah sebelumnya ia mengucapkan maaf karena sudah membuat yang lain menunggu dan cemas.
Satu hal yang tidak disadari oleh Naruto. Pria yang bernama Shimura Danzou sempat menyeringai di tengah kegelapan malam. Dan di sudut hutan yang dipenuhi bangkai boneka, terdapat sesuatu yang bergerak di atas tanah.
.
.
Tbc
.
.
Ini req temen ane yang namanya Soul And Me. Maaf ya beb baru bisa dibuatin sekarang ffnya. Dan maaf juga karena pairnya NFS. Setelah ane pikir2 dan pertimbangkan, fic ini bakal lebih masuk akal kalo jadi straight. Hehehe... Semoga dirimu tidak kecewa padaku ya beb *tear
Soal kamu yang ngidam mpreg. Tenang aja nanti ane buatin fic mpreg yang sedih2 galau. Ane udah kepikiran plot itu lumayan lama, tapi mungkin baru sempet diketik sekarang mumpung lagi libur. Yousha! Pokoknya ditunggu aja fic mpreg oneshootnya, terus kelanjutan fic ini juga ya beb. Hehehe...
