Kuroko no Basket ©Fujimaki Tadatoshi

Story ©Karina Luna

Kuroko Tetsuya itu aku, anggota keenam bayangan SMP Teiko. Ah tidak, sekarang aku adalah anggota klub bola basket yang baru berdiri tahun lalu, SMA Seirin.

Banyak yang bertanya, mengapa aku memasuki sekolah yang klub basketnya baru berdiri? Padahal kemampuanku dibawah rata-rata.

Pemandangan kurang dari setahun lalu lah awal dari semua ini. Permainan yang menyatu dengan teman satu timnya. Kepercayaan tiada batas yang memukau pandangan. Walau akhirnya mereka kalah saat itu. Saat itu juga hatiku mantap memilih, aku akan masuk tim basket SMA Seirin dan membawanya pada kemenangan!

Pertandingan pertama kami adalah pertandingan uji coba melawan SMA Kaijo, tempat salah satu anggota Kiseki no Sedai berada. Namanya Kise Ryouta.

Melihat keakraban Kise dengan tim nya di Kaijo membuatku sedikit senang. Hanya saja, anggapannya masih sama, bahwa kemenangan adalah segalanya. Entah kenapa, itu membuatku keluar dari tim basket SMP Teiko yang terkenal itu.

Pertandingan berlangsung sengit. Kagami-kun yang seharusnya menjadi cahayaku tak bisa berkutik dengan Perfect Copy nya Kise itu. Dengan terpaksa aku harus segera mencari cara untuk tetap bermain dan menjaga kefektifan teknik Misdirection ku.

Ada kejadian tak terduga dimana aku terkena pukulan Kise secara tak sengaja. Sebenarnya kepalaku sudah berdarah, tapi aku ingin sekali tetap bermain. Sayang, tubuhku tidak kuat untuk menahannya.

Yah, akhirnya kami menang dengan selisih tipis. Tapi itu sudah cukup membuktikan pada Kise bahwa prinsipnya itu salah. Ada sebersit perasaan lega, namun tak terlihat dengan wajah datarku ini.

Sepulangnya dari pertandingan, semuanya mengantarku kerumah sakit untuk diperiksa. Tak ada yang mau merayakan kemenangan sebelum mengetahui keadaanku yang sebenarnya.

Pelatih menawarkan diri untuk menemaniku saat diperiksa. Aku menolak, karena hasil pemeriksaannya menurutku sudah jelas. Akhirnya pelatih memilih untuk menungguku diluar ruangan, sedangkan yang lain menunggu di luar rumah sakit.

Bohong jika aku berkata baik-baik saja. Hasil pemeriksaan juga berkata demikian. Aku diminta berhenti bermain basket, kalau tidak keadaanku akan semakin parah.

Bagaimana bisa aku sudah tahu hasilnya? Setengah tahun lalu pemeriksaan yang sama juga mengatakan demikian. Kejadiannya tak jauh beda dengan yang ini. Ya ampun, aku ini lemah sekali ya?

Aku mengangguk pada dokter dan meminta untuk segera pulang. Pelatih segera menyerangku dengan berbagai pertanyaan, tapi aku hanya tersenyum tipis.

"Nanti akan kukatakan setelah kita semua berkumpul diluar"

Pelatih mengangguk. Kami pun segera keluar untuk menemui anggota tim yang lain. Dengan mengacungkan jempolku, aku memberi tanda bahwa tak ada yang harus dikhawatirkan.

Ya, aku memilih untuk tetap bermain basket dengan mereka walau tubuhku hancur sekalipun. Akan kucoba sekuat tenaga untuk menyembunyikan ini dari mereka selama mungkin.

"Yosh! Kita menang!"

Teriakan sorak sorai dari tim basket SMA Seirin memenuhi halaman rumah sakit. Dugaanku benar, mereka akan merayakan kemenangan jika aku baik-baik saja. Mereka ini partner yang baik ya?

Untunglah tak ada yang meminta untuk melihat hasil tesnya. Kalau tidak, perbuatanku ini akan sia-sia.

Petualangan pun berlanjut. Di tengah perjalanan aku bertemu Kise yang sepertinya sadar akan kesalahannya.

"Kurokocchi, apa kau baik-baik saja -ssu?" Katanya polos. Mungkin dibuat-buat, tapi rasa kekhawatiran benar-benar tergambar dalam raut wajahnya.

"Aku baik-baik saja, Kise-kun."

Hari yang membahagiakan ini berakhir dengan kolaborasi Street Ball antara aku, Kise-kun, dan Kagami-kun. Setelah sekian lama, sensasi yang kurasakan berbeda saat bermain dengan Kise-kun yang ini. Kise-kun yang prinsipnya telah kuruntuhkan.

Hari terus berlanjut, tak ada yang aneh dengan kesehatanku. Pelatih memutuskan untuk mengikutkan kami dalam kejuaraan Inter High musim panas ini. Pertandingan demi pertandingan kami lewati, sampai pada saatnya kami berhadapan dengan shooter nomor 1 Kiseki no Sedai, Midorima Shintarou. Penembak 3 point yang jangkauannya seluruh area lapangan basket.

Sejujurnya aku beberapa kali meninggalkan bangku cadangan menuju kamar mandi. Kesehatanku sepertinya memburuk, apalagi pertandingan kali ini melawan dua raja dalam waktu sehari.

Apa yang kulakukan disana? Membersihkan darah yang keluar dari hidung sebelum ada yang tahu. Setelah itu, aku bertanding seperti biasa, walaupun sakit di kepalaku ini rasanya tak tertahankan.

Tak lama, kami berhadapan dengan anggota Kiseki no Sedai yang lain. Pemilik Formless Shoot, Aomine Daiki, yang sekarang bersekolah di Akademi Too. Hari itu aku berjuang sangat keras, dan hari itu pula adalah kekalahan pertama kami di Inter High tahun ini.

Keadaan semakin kacau. Rasa frustasi sempat menguasaiku hingga operanku selalu meleset. Rasa sesal karena tak dapat membawa tim ini pada kemenangan, juga tak bisa mengalahkan prinsip Aomine-kun sudah membuatku hancur. Dan sekarang, Kagami-kun pun menjauh, mulai berdiri sendiri dan mengabaikan timnya.

Sambil menahan sakit yang sesekali datang, aku mencari cara agar kemampuanku berkembang. Aku tahu, suatu hari nanti kemampuan ini akan jadi penghambat.

Tak lupa aku menuliskan semua kejadian hari ini, juga masa-masa di SMP Teiko. Menurut dokter, tak lama lagi aku akan mulai kehilangan ingatan sedikit demi sedikit.

Musim dingin, waktunya Winter Cup. Sebenarnya aku sudah didesak untuk tidak bermain basket lagi, walaupun cuma sekali.

"Musim dingin tidak baik bagi kesehatanmu. Berhentilah bermain basket atau hidupmu takkan bertahan lama."

"Baik, akan saya pertimbangkan. Terima kasih. Saya mohon pamit."

Pertandingan berjalan mulus, sampai kami menghadapi Aomine-kun lagi. Syukurlah, Kagami-kun berkembang cepat hingga bisa memasuki Zone. Dan yang lebih menggembirakan, pemicu Zone Kagami-kun adalah semangat bertempur untuk timnya. Dengan begitu aku yakin Kagami-kun takkan meninggalkan timnya.

"Dasar, berdiri saja harus dibantu. Entah siapa yang sebenarnya menang." Kata Aomine-kun kepadaku yang sedang terkulai lemas dibopong Kagami-kun. Ya, pada akhirnya dia kalah.

Aku mengikuti pertandingan hingga menit terakhir. Sungguh berat, entah berapa lama lagi aku akan terus hidup.

Aku bersyukur bisa membawa orang yang kuat untuk bertanding dengan Aomine-kun. Itu adalah salah satu harapanku sebelum hidupku berakhir. Harapanku saat masih SMP, dimana Aomine-kun mulai terpuruk.

Tibalah saatnya kami melawan SMA Yosen. Kesehatanku semakin memburuk namun masih bisa kutahan. Permainan basketku tidaklah berubah. Hanya saja, ingatanku mulai menghilang satu persatu.

Kami menang. Kami berhasil meruntuhkan Murasakibara-kun, sekaligus menyadarkannya tentang menyukai basket. Bahkan, dia bisa masuk Zone karena itu.

"Kagami-kun, bisa bicara sebentar?"

"Hooh..."

"Aku sangat marah sekarang."

"Hah?!"

Aku membicarakan tentang persaudaraan Kagami-kun dan Himuro-kun. Yah, mungkin setelah ini mereka berbaikan, lebih baik seperti itu.

Rasanya seperti mimpi, kami berhasil menuju babak final. Melawan SMA Rakuzan, yang memiliki kapten Kiseki no Sedai, Akashi Seijuurou.

Dari awal aku sudah berniat untuk bermain penuh, tetapi tak bisa dilakukan. Walau begitu, ini benar-benar menguras tenaga dan pikiran. Syukurlah kondisiku tidak seburuk yang kupikirkan.

Rasanya seperti mimpi setelah melihat Akashi-kun yang dulu telah kembali. Sekaligus mengajarkan padanya bagaimana rasa kekalahan.

Ya, kami menang. Kami berhasil menjadi no 1 di Jepang! Mengangkat piala juara dengan penuh kebanggan! Bahkan Ogiwara-kun ikut menyaksikan, dan ia kembali ke dunia basket.

Aku meminta ijin untuk pulang duluan. Untunglah tak ada yang curiga. Mereka tenggelam dalam perasaan bahagia.

Sampai di rumah, aku berbaring dan berteriak sekencang yang kubisa. Biasa kulakukan untuk meredam rasa sakit yang menyerang di kepala. Bagaimanapun juga, menahannya dari akhir pertandingan sampai ke rumah itu sungguh menyusahkan.

Setelah merasa lebih baik, kubuka catatan yang berisi ingatanku. Sepertinya ada yang terlupakan dari Akashi-kun.

Akashi-kun adalah putra orang kaya yang dituntut untuk selalu menang.

Bagaimana nasib Akashi-kun setelah kekalahan ini ya?

Hari demi hari berlalu cepat. Aku sering absen dari sekolah.

"Oi Kuroko, kenapa kau sering absen?" Tanya Kagami-kun dengan pandangan menyelidik.

"Kenapa? Aku merasa tidak enak badan, itu saja." Kujawab dengan nada datar seperti biasa.

"Jangan bohong!"

"Tidak, aku berkata yang sebenarnya."

"Kalau begitu setiap kali kau absen akan kutelepon, ingat itu!"

"Eh? Untuk apa?"

"Y..ya..., memastikan keadaanmu." Jawab Kagami-kun malu-malu.

"Baik! Tapi, jika kusuruh berhenti maka berhentilah, Kagami-kun." Balasku tersenyum.

"Hoh! Aku mengerti!" Kata Kagami-kun dengan senyuman lebar, persis saat dia mengatakan ingin mengalahkan Kiseki no Sedai.

Kagami's POV

Kiyoshi-senpai berangkat menuju Amerika, diantar oleh para senpai. Ya ampun, aku melupakannya lagi.

Sementara Furihata dkk berbincang mengenai latihan. Mereka mengira akan bisa libur latihan hari ini. Saat itu juga kapten muncul dari belakang dan meninju mereka. Tapi, ada yang aneh.

"Kau tidak jadi ke Amerika... er... desu!"

"Oh, Kagami ya? Entahlah, perasaanku tidak enak jadi aku batalkan saja."

Yaampun, orang ini santai sekali, sampai membatalkan rencana seperti itu. Apa dia tak mau pulih?

"He?!" Balasku dan anggota kelas 1 yang lain.

"Dia ini tiba-tiba minta pulang. Dasar, apa dia tidak mau sembuh?" Hyuuga-senpai membalas dengan pandangan sinis pada Kiyoshi-senpai.

"Ahaha..., maaf Hyuuga."

" 'Maaf' apanya?!"

"Em..., apa tidak masalah?" Tanyaku.

"Untungnya dia bisa meminta biaya pengobatannya sekali lagi." Hyuuga-senpai mendadak emosi.

"Be...begitu ya?"

"Ngomong-ngomong, dimana Kuroko?" Koganei-senpai mulai menyadari bahwa Kuroko tidak ada.

"Oh, tadi dia pergi untuk mengambil foto ulang tahunnya pada Momoi. Biar aku yang menyusulnya."

Ternyata di ruang ganti Kuroko tidak ada. Apa aku tidak menyadari kehadirannya lagi ya?

Aku berkeliling di ruang ganti. Muncul ide jahil untuk membuka loker milik Kuroko. Ah, foto ulang tahunnya sudah tertempel disana, disamping foto kemenangan kami di Winter Cup.

Tunggu, itu berarti tadi dia sudah kemari? Kulihat ada secarik kertas di kursi dalam ruang ganti.

Maaf semuanya, aku terpaksa pulang terlebih dahulu.

He?! Tumben sekali... Jadi aku segera kembali ke tempat latihan dan melaporkan ini pada kapten.

"Kapten, aku menemukan ini di ruang ganti."

"Tung- APAA?! KUROKO MEMBOLOS?!"

"Tumben sekali. Mungkin dia punya alasan tertentu? Perasaanku tidak enak." Kiyoshi-senpai angkat bicara.

"Daritadi perasaanmu kan sudah tidak enak, Kiyoshi." Hyuuga-senpai menghela nafas.

Dan aku pun teringat sesuatu.

"Sebenarnya, belakangan ini Kuroko sering tidak masuk karena sakit."

"Apa?! Jangan-jangan hari ini juga?! Oi Kagami, kau tahu alamat rumahnya?"

"I... iya."

"Ayo kita kesana! Tidak usah menelepon! Kalau kita menelepon mungkin ia tidak akan mengijinkan!"

"Baik!"

Semua anggota tim ikut. Kami menuju ke rumah Kuroko cepat-cepat. Bahkan pelatih menyuruh kami berlari untuk mengganti latihan hari ini. Ya ampun...

Tok tok...

"Hoi Kuroko! Buka pintunya! Kau didalam kan?"

Sepuluh menit, tak ada respon. Tapi kami tak mau pergi.

Cklek...

"Maaf Kagami-kun, tadi aku tertidur."

"Tertidur apanya?! Kau terlihat pucat!"

"Oh, aku hanya kelelahan makanya aku tertidur."

"Pembohong!"

Aku mengayunkan tanganku untuk menjitaknya. Saat itu pula kami tersadar, Kuroko benar-benar sakit sampai-sampai tak bisa menahan jitakan ringan seperti itu. Dia terjatuh. Bahkan jariku merasakan bahwa suhu badannya sangat panas. Keringat dingin mengucur di pelipisnya.

"Oi Kagami, kau terlalu keras." Kata Hyuuga-senpai.

"Tidak kok! Tadi itu benar-benar jitakanku yang paling lemah! Dan juga..., kau panas sekali, Kuroko!"

"Tidak, Hyuuga-senpai, tadi aku cuma kaget." Kuroko masih mencari alasan rupanya.

"Kau bodoh ya? Kagami! Segera bawa dia ke kamarnya!" Pelatih mengambil tindakan cepat.

"Uh, baik!"

Aku segera membopong Kuroko menuju kamarnya. Merasakan tenaganya untuk berdiri hampir tidak ada. Apa dia baik-baik saja?

"Oi Kuroko! Kau tadi bersusah payah berjalan untuk membuka pintu saat kami datang tadi kan?" Tanyaku berbisik.

Ya, kurasa waktu sepuluh menit itu hanya digunakan Kuroko untuk membuka pintu, mengingat tenaganya yang selemah ini.

"Ah? Tidak kok."

"Pembohong!" Aku menjitaknya sekali lagi.

"Sakit, Kagami-kun."

"Biar kau mengerti untuk tidak berbohong lagi padaku!"

"Oh? Baiklah."

Setelah membaringkan Kuroko di kasurnya, semua anggota tim pun masuk. Aku pun mulai bertanya secara terang-terangan.

"Tadi kau mengambil foto ke Momoi bukan?"

"Iya."

"Bahkan kau sudah kembali ke ruang ganti untuk merekatkan foto itu. Kenapa tiba-tiba kau jadi selemah ini dalam waktu sesingkat itu, ha?"

"Entahlah, aku hanya merasa tidak enak badan."

"Hanya, katamu?! Bahkan kau sudah berulang kali tidak masuk sekolah karena sakit. Katakan yang sebenarnya!"

"Aku hanya tidak sehat karena ini musim dingin, itu saja."

"Ya ampun, kau ini!"

Aku benar-benar kesal sekarang. Apa Kuroko harus berbohong sampai seperti ini?

"Mengingat keadaan Kuroko-kun yang seperti ini, harus ada diantara kita yang menjaganya sampai sembuh! Kuroko-kun, kau memilih siapa?" Tanya pelatih.

"Siapapun asal bukan Kagami-kun."

"Tung- HEEE?! KENAPA?!" Aku angkat bicara.

"Kau saja tidak merawat rumahmu, bagaimana kau bisa merawatku?"

"A...ah, benar juga."

"Bagaimana kalau aku saja? Kakek nenekku sudah ada yang menjaga kan?" Kiyoshi-senpai menawarkan diri.

"Baiklah."

Kiyoshi's POV

Semuanya sudah pergi, kini saatnya aku bertanya pada Kuroko. Pasti ada sesuatu sampai-sampai dia menyembunyikannya sekuat tenaga.

"Hei Kuroko..., sebenarnya kau sakit apa?"

"Hanya demam biasa."

Kemudian ia berbalik, membelakangiku. Menutupi seluruh tubuhnya dengan selimut. Kulihat dia bergetar hebat, seperti menahan sesuatu.

"Kuroko, kalau kau ingin melakukan sesuatu jangan ditaha-"

"AAAAA"

Kata-kataku terputus oleh teriakan Kuroko. Tubuhnya bergetar hebat. Rasa sakitnya itu seperti tak tertahankan.

"Kuroko! Kau kenapa?!"

Yang ditanya masih berteriak kencang, menggeliat didalam selimut. Dua menit, tiga menit, lima menit, akhirnya dia berhenti berteriak. Ia membuka selimutnya dan perlahan berbalik menghadapku. Wajahnya pucat dipenuhi keringat dingin dan air mata kesakitan.

"Kalau tidak kuat jangan di paksakan."

Namun Kuroko malah memaksakan diri untuk duduk. Sambil kubantu, ia perlahan beranjak dari posisi tidur ke posisi duduk bersandar pada dinding.

"Maaf, senpai. Kali ini aku tak bisa menahannya."

Kuroko memasang ekspresi penuh rasa bersalah. Wajah pucatnya itu semakin menjadi, membuatku merasa iba.

"Seharusnya kau bilang dari awal, Kuroko. Kalau begini terus kau akan segera kubawa ke rumah sakit."

"Maafkan aku, jika aku bilang dari awal mungkin kita takkan pernah bermain basket bersama. Dan juga, tolong jangan bawa aku ke rumah sakit apapun yang terjadi. Dan juga, jangan beritahu yang lain."

Kuroko menunduk, seakan menyembunyikan wajahnya yang pucat itu.

"Tunggu, kau sudah sakit sejak pertama kali masuk Seirin?"

Aku mencoba tenang. Kusembunyikan kekhawatiranku, kalau tidak mungkin Kuroko takkan mau memberitahu.

"Sejak masih di Teiko." Kuroko menjawabnya dengan ragu-ragu. Apa dia tak percaya padaku?

"Selama itu juga kau menahannya? Jadi selama ini..., bermain basket membuat keadaanmu memburuk? Harusnya kau bilang dari dulu, Kuroko! Kami takkan membiarkan kau kesakitan seperti ini!"

Kali ini aku serius. Bahkan sejujurnya aku ingin marah.

"Kalau begitu aku takkan pernah bermain basket dengan kalian." Kata Kuroko bersikeras. "Maaf, bolehkah aku tidur sekarang?"

"Tentu."

Ia berbalik, menutupi seluruh tubuhnya dengan selimut lagi. Samar-samar terdengar suara tangisan.

'Kenapa aku selemah ini?'

Kira-kira itu yang ia katakan. Menyadari ia sudah tidur, aku segera mengambil buku catatan yang ada di meja kamar.

Aku ingin bermain bersama mereka, Seirin, sampai saat terakhir. Permainan yang penuh dengan kerjasama tim dan saling percaya. Andaikan Kiseki no Sedai bisa mengerti.

Ini catatannya saat masih di Teiko. Jadi alasan dia bergabung karena hal ini?

Semua hal yang ia ketahui tentang Kiseki no Sedai ia tulis disini. Tak ketinggalan alasannya keluar dari tim basket Teiko. Selain karena ia benci basket saat itu, juga karena kesehatannya. Sayangnya dia tak menulis tentang penyakit apa yang ia derita.

Semua kekagumannya tentang satu persatu anggota tim basket Seirin ia tuliskan. Bahkan seluk beluk kami pun ada. Kemampuan observasinya memang luar biasa.

"Kuroko, kau begitu mengagumi kami, khususnya Kagami ya?"

Aku menelepon Kagami untuk menjaga Kuroko, sementara aku pergi sebentar mengambil barang-barangku. Nampaknya penyakit Kuroko sangat parah dan aku harus menginap.

Kagami's POV

Huh, aku harus kembali lagi? Tapi tak masalah sih. Aku ingin tahu lebih banyak tentang Kuroko. Jujur saja aku kagum padanya.

"Kagami-kun, kenapa kau disini?"

"Whoa! Sejak kapan kau bangun?"

"Baru saja. Ngomong-ngomong aku sudah mengatakan agar kau tidak menjagaku."

"Sebentar kok. Kiyoshi-senpai mengambil barang-barangnya dulu. Ia mau menginap."

"Oh."

Kalau dilihat lagi, wajahnya lebih pucat. Bahkan dalam waktu kurang dari sehari area disekitar matanya sudah gelap. Aku segera menyentuh kening Kuroko untuk memeriksa suhu badannya. Panas sekali.

"Hentikan, Kagami-kun. Tanganmu dingin."

"Bukan tanganku yang dingin tapi suhu badanmu yang terlalu panas! Apa kau mau kuantar ke rumah sakit?"

"Tidak, terimakasih."

Dia berbalik dan bersembunyi dalam selimut. Apa-apaan itu?

"Pokoknya aku akan terus mengunjungimu, ingat itu."

Tak lama kemudian Kiyoshi-senpai kembali, dan mengakhiri pertemuanku dengan Kuroko.

Kiyoshi's POV

Hari-hari berlalu. Sudah seminggu sejak hari itu tetapi Kuroko tidak membaik, justru sebaliknya. Aku mulai cemas dan ingin membawanya ke rumah sakit, namun ia terus meronta, menolak tawaranku.

Disaat yang lain sedang datang menjenguk Kuroko, inilah kesempatanku untuk keluar. Tak jauh dari rumah Kuroko ada Ogiwara yang sedang menuju ke rumah sahabatnya itu.

"Oh hai, Ogiwara ya? Ingin mengunjungi Kuroko?"

"Iya, sudah lama aku tidak bertemu dengannya. Kalau tidak salah kau itu kakak kelasnya kan? Em..., Kiyoshi Teppei?"

"Wah, jadi malu. Ternyata ada yang mengingatku. Ngomong-ngomong, jangan kaget kalau di rumah Kuroko banyak orang."

"Kenapa?"

"Kuroko sedang sakit. Apa kau tahu dia sakit apa?"

"Tidak, dia tidak pernah bilang padaku."

Aku menceritakan semua yang kutahu dari buku catatan Kuroko. Janji yang sebelumnya kubuat terpaksa aku langgar. Ogiwara adalah sahabat Kuroko. Mungkin lebih tepat memberitahunya terlebih dahulu sebelum Kagami.

"Kenapa? Kuroko..., seperti ini?"

Ogiwara terlihat shock. Tapi aku berusaha menenangkannya. Kuajak dia ke rumah Kuroko, dengan syarat harus bertingkah seolah tak tahu apa-apa selama tim Seirin masih disana.

"Kuroko, ada yang datang mengunjungimu."

"O..., Ogiwara-kun?!"

Kuroko berusaha bangkit menyambut temannya itu. Ekspresi bahagia terlukis jelas diatas wajahnya yang penuh derita itu.

Mereka berbicara banyak hal, seakan tak ada apapun yang terjadi. Sepertinya Kagami iri jadi aku menyenggolnya. Pada akhirnya dia hanya salah tingkah menanggapiku.

"Nah, kami pulang dulu. Ogiwara-kun tidak pulang?" Kata Riko.

"Tidak, aku masih ingin disini sebentar lagi."

Setelah memastikan mereka semua keluar, Ogiwara mulai berbicara secara serius. Untunglah aku diijinkan disini.

"Kuroko, kenapa kau memaksakan diri bermain basket padahal keadaanmu seperti ini?"

Raut wajahnya sangat serius, hampir tidak ada bedanya dengan rasa marah. Sementara Kuroko memandangku dengan ekspresi kaget. Aku menunduk.

"Maafkan aku."

"Kau mengingatku dengan baik kan?"

"Sebenarnya..., tidak begitu baik. Maaf, Ogiwara-kun."

Aku menghela nafas. Semoga saja Kuroko cepat sembuh.

Esoknya setelah sarapan, Kuroko ingin berlatih basket. Tentu saja kularang.

"Kiyoshi-senpai, hari ini aku merasa lebih baik. Bolehkah aku ikut latihan lagi?"

"Sudahlah Kuroko, kau tak boleh bermain lagi. Lagipula ini kan hari libur, jadi tak masalah jika kau tidak ikut."

"Tidak, aku akan... ikut... latihan."

Dia berusaha berdiri. Memang, akhirnya berhasil, bahkan dia melompat-lompat untuk membuktikannya.

"Baiklah, 2 menit saja."

Aku menelepon Kagami untuk membantu membopong Kuroko menuju sekolah. Kami dibagi menjadi 2 tim secara acak.

Apa tidak ada yang bertanya? Tentu ada. Untunglah dengan tekadnya, Kuroko berhasil merebut simpati mereka. Bahkan tanpa memberitahu yang sebenarnya.

Pada awalnya pass Kuroko benar-benar kacau, bahkan Kagami tak bisa menangkapnya. Namun itu hanya sementara. Pass selanjutnya benar-benar sempurna, seperti punya Akashi saat di final Winter Cup. Begitu nyamannya sampai Koga pun yakin bahwa tembakannya masuk.

Dua menit yang dijanjikan berlalu, pelatih memutuskan menghentikan pertandingan sementara. Ternyata benar dugaanku, batas Kuroko hanya sampai disini. Lagi-lagi dia berjalan sempoyongan bahkan lebih parah dibandingkan saat melawan Akademi Too.

Kali ini aku dan Kagami lah yang menopang tubuhnya. Mengantarnya menuju bangku cadangan.

"Hoi Kuroko, kau lihat saja disini dan lihatlah kemenanganku!"

"Baik, Kagami-kun."

Senyuman manis terlukis di wajahnya. Dia sudah berubah.

Tanpa diduga-duga ada seseorang yang sangat menarik perhatian, mengamati latihan kami. Bahkan ia terang-terangan menampakkan dirinya di pintu. Pemilik rambut merah selain Kagami itu meminta izin untuk masuk.

"Permisi, bolehkah aku masuk?" Tanyanya penuh wibawa. Tunggu, dia berkata "permisi"? Jadi inilah Akashi yang sebenarnya?

"Oh... ho..., silahkan." Hanya Hyuuga yang mampu berkata.

"Ada apa, Akashi-kun?"

"Kuroko, dan semua anggota tim basket Seirin, aku meminta maaf atas diriku yang lancang ini. Selamat atas kemenangan kalian." Kapten Rakuzan ini membungkuk dengan anggun. Sementara kami hanya bisa terperangah.

"Tung- Apa-apan dengan permintaan maafmu itu?!"

Yah, kecuali anak yang satu ini takkan terpengaruh dengan sikap Akashi. Akashi mengabaikan pertanyaan itu. Yah, sepertinya dia juga punya segudang rahasia.

"Kuroko, ada apa? Kau terlihat tidak sehat."

Akashi duduk tepat disamping Kuroko. Ekspresi dan nada bicaranya benar-benar tulus.

"Hoi, kau benar-benar mengabaikanku?!"

Huh, Kagami masih saja berisik seperti itu.

"Maafkan aku, itu sesuatu yang tidak bisa kujawab."

Lalu ia berbalik menghadap Kuroko lagi. "Kuantar kau ke rumah sakit sekarang. Kau tak boleh menolak."

Kami pun sama-sama berbisik, "Ini baru Akashi yang sebenarnya..."

Eh? Tunggu. Rumah sakit... katanya? Aku menoleh ke arah Kuroko, sementara ia hanya menunduk pasrah.

Ternyata orang ini sudah merencanakan sebuah reuni. Semua anggota Kiseki no Sedai sekarang berkumpul disini, termasuk Momoi. Astaga, aneh sekali tempat ini dijadikan tempat reuni dari sekolah lain.

"Kuroko, Kagami, Aomine, kalian ikut ke mobilku. Yang lain tolong mengikuti dengan bus. Soal biaya biar aku yang menanggung."

Whoa, apa benar? Dia mau membayarkan biaya bus? Dan juga..., kenapa harus Kagami dan Aomine?

"APA KAU BILANG?!" Kagami dan Aomine berteriak bersamaan.

"Akashi-kun, bolehkah Kiyoshi-senpai ikut dengan mobilmu?"

"Tentu." Tetapi Akashi malah memandang Kagami dan Aomine dengan pandangan menakutkan ala Emperor Eye nya..., disaat seperti ini?!

"Akashicchi jahat-ssu, Aominecchi diajak sedangkan aku tidak -ssu."

Tendangan Aomine pun melayang tepat ke muka Kise.

"Ini lebih baik daripada satu kendaraan dengan Aomine -nodayo."

Tiba-tiba Kuroko tertawa keras sampai meneteskan air mata. Tumben sekali.

"Maaf semuanya, aku hanya tidak bisa menahannya, bwahaha..."

"Jangan-jangan kau tertular virus Takao -nanodayo"

"Tidak, ini sudah lama sekali jadi aku merasa bernostalgia. Terimakasih sudah mengingatkan masa-masa itu."

Sudah kuduga, Kuroko baru saja mendapatkan ingatannya yang hilang saat masih berada di Teiko.

Suasana didalam mobil Akashi tegang sekali. Disamping Aomine dan Kagami yang tidak mau saling menatap, aku juga merasa aneh dengan situasi ini.

"Hoi Kagami, Kuroko kenapa?"

"Entahlah, nanti saja ceritanya."

Kagami dan Aomine nampak berbisik.

"Kuroko, kenapa kau meminta agar Kiyoshi-san ikut? "

Kali ini Akashi yang angkat bicara. Aku hanya bisa menelan ludah.

"Kalau ada Kiyoshi-senpai rasanya nyaman."

Akhirnya aku bisa bernafas lega.

Sekitar satu jam kemudian kami sampai di rumah sakit. Saat pemeriksaan, hanya aku, Kuroko, dan Akashi yang ikut masuk. Akankah rahasia Kuroko terbongkar?