Pemburuan Target
Alphonse dan Edward pergi melanjutkan perjalanannya masing-masing setelah mengalahkan Homunculus. Saya terlalu sedih untuk membayangkan kisah berdua berakhir. Jadi, inilah kisah mereka yang kiranya belum berakhir. Selamat menikmati.
"Satu usikan kaki salah, gagal lah semuanya." May menahan napas sambil menatap targetnya dari kejauhan. "Satu salah langkah, dia akan kabur." Bisik pikirannya pada jiwanya. Ia menunggu saat yang tepat. Satu detik. Dua detik. Tiga detik. Target terlihat lengah. Ia mengangkat tangannya. Dari semak-semak di seberang pandangnya, terlihat melompat seseorang berpakaian hitam. Tanpa suara, targetnya bergerak ke arahnya. Ia melesat dengan cepat. Terlalu cepat May belum bisa mengantisipasi gerakannya. Targetnya menukik, mencolek punggungnya. "Ah, hei!" May kehilangan kontrolnya. Ia terjatuh. Sosok hitam pun menyusul sang target mendekatinya. Tangan May menahannya namun tak sengaja ia menyadari telah mengaktifkan jebakannya yang ia siapkan untuk sang target yang sekarang telah kabur. Sebuah jaring meluncur dari rindang pepohonam dan terjatuh memeluk sosok berpakaian hitam. "Aah Maaaay..." May mengangkat alis dan melengkungkannya. "Tuan Alphonseee! Tuan Alphonse! Anda tidak apa-apa?" May buru-buru melepaskan jaring dari sosok berpakaian hitam, yang ternyata, menarik bibirnya ramah. "Iya, aku baik-baik saja, May. Dia kabur, ya? Ayo cepat kita kejar."
May mengangguk. Ia dan sosok berpakaian hitam, yang ia panggil Tuan Alphonse, berlari ke arah kaburnya sang target. Mereka berlari sambil menghindari batang pepohonan dan menyingkap semak belukar. Mereka susah payah keluar dari pagar batang-batang bambu dan melihat punggung seorang pria tua di depan rawa. Sang pria membalik badan. May melihat di tangan sang pria betengger sesuatu. Sesuatu! "Aah... itu dia!"
Sang pria memelototkan matanya, seperti bangkit dari lamunannya. "Tuan Putri May. Apa yang membawa Anda kemari?" Pria itu mengalihkan matanya ke arah sosok berpakaian hitam. "Oh, dan Tuan Alphonse. Perkenalkan, saya Wen Zheng." Sang pria tua tersenyum. Alphonse membalas senyumannya. "Um, maaf kakek, apakah yang di tangan kakek itu baru saja kakek temukan?"
"Eh, teman kecil ini? Ya, dia arahku baru saja ketika aku akan memancing. Ia memakan umpanku.
Pasti dia lapar. Hahaha."
May langsung mendekati kakek Wen Zheng. "Kakek, teman kecil ini telah kami cari sedari tadi, bolehkah kami mengambilnya?"
Sang kakek menaikkan alisnya
"Oh? Karena itu kalian berdua kotor dan berkeringat? Hahaha, lain kali cari cara yang lebih tepat untuk menangkap seekor burung. Untung kakek tua ini masih gagah dan tegap.
Hahaha." May tersenyum ramah. Sang kakek memberikan unggas cokelat perkasa di tangannya kepada May. Bertukar salam perpisahan, May dan Alphonse berjalan meninggalkan Hutan Bambu Hitam.
"Sepertinya aku masih harus belajar banyak untuk menjadi seorang putri yang bisa diandalkan ya, Tuan Alphonse." May tersenyum. "Iya May, kita masih punya banyak waktu. Kau pasti bisa menjadi putri yang hebat, dengan caramu sendiri. Aku tahu kau bisa. Aku bisa melihat kerja kerasmu."
Mendengar kata-kata Alphonse, May menghentakkan kakinya, berjalan lebih kencang dan lebih penuh tenaga. "Iya, aku akan bekerja keras, Tuan Alphonse. Ayo, Tuan Alphonse, kita harus bergegas menyerahkan angsa yang terlalu lincah ini kepada Chen sebelum dia kabur lagi."
Alphonse mengembangkan bibirnya. "Hahaha. Iya May."
Disclaimer: Harus pake ya? Ga nyangka bakalan pake istilah ini. Istilah bahasa Indonesianya apa yaa? Yah, pokoknya ini bukan tulisan Hiromu Arakawa.
