Promise
.
Chapter 1
.
.
KyuMin Gender Swich (GS)
.
Rate : T
Warning : Typo(s) dimana-mana dan tidak sesuai EYD.
Disclaimer : Cerita ini murni ide Saya dan Saya hanya meminjam nama mereka sebagai penyempurna Ff Saya ini. Ingat ini hanya Fiksi belakang. No Plagiat!
Summary : Cho Kyuhyun seorang laki-laki tampan dan berhati dingin yang setia menjaga janjinya, kepada seorang gadis di masa SMP. Akankah Kyuhyun dapat menemukan gadis tersebut dan menepati janjinya?
Autor Note : Ini adalah Ff ketiga Saya yang publis disini. Disini Saya akan memasukan banyak tokoh pembantu dari Boy band maupun dari aktor/aktris lain sehingga saya tidak menuliskan siapa saja pemeran yang ada di FF ini. Mohon maaf jika ada banyak kesalahan di dalamnya. Kritik dan saran membangun sangat diperlukan.
.
.
Happy Reading...
"Tidak ada bintang dilangit. Kenapa malam ini terasa begitu suram," seorang pria tampan tersenyum kecut menatap langit malam yang sepertinya akan turun hujan.
Pria tampan tersebut melangkahkan kakinya kearah tempat tidur dan membaringkan tubuh tinggi dan tegapnya diatas tempat tidur yang lembut dan nyaman. Dalam keheningan, ia terus berpikir bagaimana caranya menenangkan hatinya. Rasa gelisah selalu menggerogoti jiwanya yang sudah kacau balau.
" Apa kau masih mengingatku? Apa kau masih ingat dengan ucapanku delapan tahun yang lalu?" tanyanya entah kepada siapa. "Aku tahu. Sangat tahu kau pasti mengira aku hanya bercanda saat mengatakan itu. Taukah kau, jika aku menganggap itu semua adalah janjiku padamu. Sesulit apapun aku akan mendapatkanmu dan menemukanmu secepatnya,"ucapnya lagi dan diakhiri dengan tersenyum miring.
"CHO KYUHYUN WAKTUNYA MAKAN MALAM NAK!" teriakan keras wanita paruh baya, terdengar begitu jelas dipendengaran seorang Cho Kyuhyun. Pria tampan yang masih nyaman membaringkan tubuhnya diatas tempat tidur tersebut mendengus kesal.
.
.
"Jadi Appa harap kau tidak berbuat ulah saat kami berada di China. Apa kau mendengarkanku Cho Kyuhyun?!"
"Ye, Appa. Akan aku usahakan," jawabnya seadanya dengan wajah datar.
Hankyung mendelik tajam mendengar jawaban tidak meyakinkan dari putra bungsunya. "Appa serius Kyu."
"Aku juga serius Appa. Aku sudah selesai. Terimakasih untuk makanannya," setelah mengucapkan itu, Kyuhyun membungkuk hormat dan pergi dari ruang makan.
Hankyung hanya menatap punggung putranya dengan wajah sedih. Kesendirian dan kurang kasih sayang yang membuat putra bungsunya seperti ini. Sungguh ini juga bukan maunya yang selalu meninggalkan Kyuhyun atau Kibum saat ada pekerjaan diluar negri yang mengharuskan ia dan istrinya menetap dinegeri asing dengan waktu yang cukup lama. Ini semua demi Kibum dan Kyuhyun, agar kedua putra dan putrinya tidak kekurangan materi.
Wanita paruh baya yang masih terlihat awet muda di usianya tersebut menggenggam lembut tangan suaminya. "Hannie, tidak bisakah kita akhiri ini semua. Aku takut kehilangan putar dan putri kita,"
"Tidak bisa Chullie. Sebentar lagi sayang. Hanya sebentar lagi. Bersabarlah, kita tidak akan kehilangan Kibum ataupun Kyuhyun," dengan lembut Hankyung mengecup kening Heechul dengan sayang.
.
.
Kyuhyun dengan ragu mengetuk pintu kamar berwarna putih gading.
Tok
Tok
Tok
"Noona, aku masuk," setelah mengatakan itu Kyuhyun memutar knop pintu dan mulai mendorong pintu bercat putih gading. "Tidak dikunci" batinnya.
Hal pertama saat memasuki kamar kakaknya adalah kamar bernuansa biru putih. Kamar itu cukup rapih, dan ia melihat seorang wanita cantik dengan pakaian tidur sexy nya yang juga berwarna putih dengan hiasan renda keemasan diujung gaun. Kakak perempuannya tengah duduk nyaman diatas tempat tidur dengan satu buku tebal yang tengah dibaca. Dia adalah Cho Kibum.
"Jika Kedua orang tua itu menyuruhmu agar aku mau makan malam bersama mereka. Katakan saja jika aku tidak sudi satu meja dengan mereka."
Kyuhyun duduk diatas tempat tidur Kibum. Lalu melihat kearah Kibum dan menghela nafasnya sejenak. "Aku datang bukan untuk membujukmu makan. Mereka akan pergi lagi untuk satu tahun,"
Tawa merdu Kibum terdengar begitu nyaring didalam kamar. "Baguslah. Kemana lagi mereka akan pergi. Amerika serikat, Filipina, Spanyol atau ke Jepang?" tanya Kibum dengan sinis.
"Mereka akan pergi ke China. Apakah keputusan mereka pergi lagi membuatmu ingin benar-benar lari dari rumah?" Kibum tersenyum pedih kala melihat adiknya menatapnya dengan tatapan terluka.
Tangan halusnya mengambil beberapa buku novel yang ada disampingnya untuk ia baca. Jari-jari lentik tangannya mengusap sampul buku tersebut dengan gerakan pelan. "Tenanglah adikku sayang, semuanya akan baik-baik saja walau aku tidak ada disampingmu,"
Kyuhyun mendelik tajam mendengar ucapan Kibum dengan nada tenangnya, tanpa tahu jika di lubuk hatinya ia tidak mau Kakak satu-satunya pergi meninggal rumah dan dirinya. Ia mulai gelisah sekarang. "Noona! Aku mohon untuk bertahan dan bersabar lebih lama lagi. Jangan seperti ini. Kau jangan egois Noona. Lalu bagaimana dengan aku?" Protes Kyuhyun tidak terima dengan keputusan Kakaknya.
Tawa Kibum meledak. Ia sangat tahu jika adiknya belum siap ditinggalkan olehnya. "Ahahaha... Kenapa? Kau takut ditinggalkan olehku? Bukankah dulu kau bilang akan lebih baik jika aku pergi bersama kekasihku?"
Kyuhyun menghembuskan nafasnya kesal. Ia merutuki kebodohannya dulu yang mengatakan jika Kibum lebih baik kabur bersama kekasihnya dibandingkan tinggal dengan orang tuanya sendiri. "Bukan seperti itu, Noona tahukan jika aku tidak serius mengatakannya. Jika Noona, sangat ingin pergi dari rumah dan kawin lari bersama Choi Siwon. Lalu aku sendirian disini dengan para Maid. Aku akan mati bosan,"
"Carilah kekasih. Apa Seohyun atau Seulgi tidak ada satupun diantara mereka yang menarik perhatianmu? Mereka cantik, berpendidikan dan sama-sama berasal dari keluarga kaya raya, bagaimana?" tanya Kibum serius, membuat Kyuhyun kesal.
"Bagaimana apanya. Aku tidak suka kedua wanita bertopeng malaikat seperti mereka. Jika sampai Eomma menjodohkanku dengan salah satu dari mereka, aku lebih memilih kabur dari rumah dan mencari jalanku sendiri daripada harus menikah dan tidak bahagia sampai mati. Itu bukan gaya ku." Kibum hanya diam, matanya terus memperhatikan raut wajah Kyuhyun tiba-tuba berubah kaget.
"Hal seperti ini yang tengah kau jalankan bukan Noona? Berjuang mempertahankan hubunganmu bersama Siwon, berjuang sendiri tanpa ada dukungan dari kedua orangtua. Kau wanita yang hebat Noona. Jadi kapan Noona pergi?"
Kibum tersenyum hangat. Akhirnya adiknya mengerti juga. Inilah pilihan untuk dirinya. Tidak ingin dipaksa menikah dengan orang yang tidak ia cintai. Maka resikonya terlampau amat besar didepan mata. "Aku hanya ingin bahagia. Ingin hidup dan bersanding dengan orang yang begitu mencintaiku dan menerima segala kekuranganku. Bukan karena harta atau status sosial. Saat manusia mati mereka tidak akan membawa status sosial dan harta yang mereka miliki. Mereka mati hanya membawa amalan kebaikan selama hidup didunia. Jadi harta kekayaan, dan status tinggi tidak ada gunanya. Aku akan memberimu kabar kapan aku akan pergi dari rumah ini,"
Kyuhyun bertepuk tangan, begitu kagum dengan ucapan Kibum yang mirip seperti Siwon. Memberi ceramah dan menasehati. " Tiga tahun menjabat sebagai kekasih Choi Siwon, Noona banyak berubah, menjadi lebih religi. Aku yakin kedua mata, kedua orangtua itu akan terbuka lebar jika tahu mereka memiliki putri sehebat dan setegar dirimu,"
"Lalu sekarang apa yang akan kau lakukan Kyu, saat aku pergi bersama Siwon? Kau tidak akan membakar rumah ini kan, karena kesepian atau mungkin karena bosan?"
Kyuhyun mendelik tidak suka. Hey.. Sebenci apapun kepada kedua orang tuanya, dia tidak mungkin mau membakar rumah ini. Bagaimanapun juga rumah ini adalah hasil kerja keras Ayah dan Ibunya. "Apa aku sudah gila sampai harus membakar rumah ini. Seujung kukupun aku tidak sudi menyentuh rumah ini."
Kibum terkikik mendengar jawaban Kyuhyun. "Lalu, kau akan sibuk bekerja di kantor sampai tua begitu?"
Kyuhyun menggeleng pelan. "Saat kau pergi, aku juga akan pergi,"
"Apa?!"
"Aku memiliki janji pada seseorang Noona. Dan aku ingin mencari sesuatu diluar sana, mencari tulang rusukku,"
Kibum tersenyum lembut. Walau ia bingung adiknya memiliki janji dengan seseorang yang tidak pernah Kyuhyun sebutkan namanya. Tapi ia melihat tekad yang kuat dimata adiknya.
"Kau adikku. Aku akan berdoa pada tuhan agar kau selalu dilindungi dan diberi kemudahan disetiap jalanmu yang kau pilih, kau pasti bisa Kyuhyun. Satu hal lagi, carilah seseorang yang mencintaimu dari kekuranganmu, bukan karena harta yang kau punya. Carilah wanita seperti itu Kyu. Kau akan tahu perbedaannya mana yang tulus dari hati dan mana yang hanya sekedar tulus,"
Dengan gerakan cepat Kyuhyun memeluk Kibum dengan sayang. Walau diluar sana mereka berdua selalu bersikap dingin dan berwajah tanpa ekspresi, membuat semua orang menilainya angkuh, tapi jika sudah bersama, dinding es itu hancur. Mereka berdua saling menguatkan dan berbagi kasih sayang yang tidak pernah diberikan oleh kedua orang tuanya.
"Kyu...Hiks,"
"Noona, harus bahagia. Jika si Choi Siwon melukai hati Noona, aku akan menghajarnya sampai mati. Aku akan mencari wanita seperti yang Noona bilang tadi. Karena aku tidak butuh wanita yang mencintai harta dan tampang wajahku yang begitu tampan ini. Mungkin satu berbanding seribu. Tapi aku tidak akan menyerah,"
Kibum tertawa disela-sela tangisnya. Kyuhyun selalu bisa membuatnya nyaman. Sosok adik yang begitu penurut dan patuh kepadanya.
.
.
.
Jemari lentik nan putih seorang gadis manis, dengan lihainya menyusuri setiap botol-botol berbeda ukuran yang berisikan cairan warnawani. Meneliti setiap merk botol yang tersusun rapih.
"Apakah begitu sulit hanya untuk mengecek setiap botol dengan berbagai jenis merek dan ukuran disana. Kau sepertinya sangat begitu betah berdiri disini, tanpa menghiraukan kami yang lelah menunggumu menyelesaikan pekerjaanmu yang begitu lamban dikerjakan." salah satu karyawan wanita menghampiri gadis manis tersebut dengan wajah menahan marah, bahkan setiap kalimat yang ia ucapkan terdengar amat kesal.
"Maafkan aku," hanya itu yang mampu gadis manis tersebut ucapkan. Kepalanya menunduk takut dengan rasa bersalah. Sesekali tangan kanannya membenarkan letak kaca matanya, yang sedikit bergeser tidak nyaman.
Karyawan cantik bernama Hana tersebut tersenyum sinis. Terlalu sering ia mendengar kata 'maaf' dari karyawan baru didepannya ini, membuat emosinya kembali membuncah.
"Kau tahu, karena ulahmu. Aku tidak bisa pulang tepat waktu. Apa dengan maafmu bisa mengembalikan waktu yang terbuang! Tidak akan Lee Sungmin?!"
"Sekali lagi aku minta maaf. Aku janji akan bekerja keras dan mengingat setiap produk yang ada di toko ini. Maafkan aku," dengan suara nyaris bergetar Sungmin terus menundukkan kepalanya takut.
"Kau memang bodoh sekali. Sudah hampir lima bulan bekerja disini kenapa masih sering keliru dan salah. Cepat selesaikan pekerjaanmu, sebelum semua karyawan disini mengulitimu dan bos marah-marah kepada kami!" perintahnya dengan luapan emosi, lalu pergi begitu saja meninggalkan Sungmin.
Sungmin mulai mengambil kertas dan mencatat setiap botol yang tersisa didalam rak. Tangan mulusnya bergetar samar saat ia mulai menulis setiap huruf dan angka. Tidak ada isakan atau airmata diwajahnya, yang ada hanya bibir bawah yang ia gigit.
Sungmin memang sudah lima bulan bekerja sebagai karyawan di toko milik pamannya Lee Yoochun. Tapi yang harus mereka tahu sungmin bekerja tidak dalam satu toko saja. Sungmin sering dipindah-pindahkan ketoko yang berbeda setiap minggunya, dari toko tas, baju dan toko botol parfum. Wajar saja jika ia tidak hapal. Karena ia juga jarang ditepatkan ditoko parfum.
.
.
"Hana. Sudah aku bilang jangan memarahinya. Kau lupa dia itu keponakan Bos kita. Jika ketahuan kau membully-nya, aku tidak yakin kau akan bekerja esok hari disini," ucap seorang pria berusia 27 tahun, yang mencoba menasehati Hana.
"Senior Kim, diam saja. Bukannya senior juga sering membully-nya juga saat aku dapat libur dari Bos. Senior pikir aku tidak tahu apa," sahut Hana dengan senyum miringnya.
Alih-alih menasehati gagal sudah. Jika sudah ketahuan ia bisa apa. "Jangan dibahas lagi. Lakukan apa yang kau mau. Tapi jika kau tertangkap basah sedang membully nya jangan membawa namaku,"
Kim Youngsuk meneguk ludahnya lamat. Ia lupa jika gadis muda didepannya ini begitu berbahaya dan sangat licik.
"Senior tenang saja. Aku hanya terlalu kesal, setiap dia ditugaskan disini kita selalu pulang telat. Malam ini aku ada kencan. Sial sekali!" umpatnya tidak terima.
Youngsuk tertawa mendengar umpatan Hana. "Padahal dia punya empat mata tapi kenapa sering salah mengambil botol. Selain itu dia juga terlalu lemah lembut, aku jadi gemas melihat gayanya itu," komentar Youngsuk membuat karyawan yang ada disana ikut tertawa,
Hana yang tidak mengerti apa yang dimaksud Youngsuk mengernyit bingung. "Empat mata?"
"kau membuat kesal saja Hana. Tentu saja dua mata lainnya itu kaca mata yang digunakan Sungmin," jelas Park Minjie dengan ketus.
Sungmin menggeleng pelan mendengar ucapan ketiga karyawan yang membicarakannya tadi. Dengan tubuh bergetar, ia melangkah mundur. Niatnya ingin memberikan hasil laporannya urung. 'Aku rasa ini sudah lebih dari cukup. Aku tidak tahan lagi,' batinnya menangis.
*Promise*
manik foxy jernihnya menatap dua tas besar yang masih berada didepannya dengan pikiran yang melayang. "Maafkan aku Eomma. Sungguh aku sudah tidak kuat lagi," gumamnya pada dirinya sendiri, setelah itu ia segera membawa kedua tasnya keluar dari kamarnya, bersiap menemui paman dan bibinya untuk berpamitan pulang.
.
.
"Sungmin kenapa terlalu buru-buru begini. Tidakkah kau pikirkan lagi keputusanmu ini sayang. Ini terlalu mendadak," tanya Lee Yoochun mencoba membujuk Sungmin agar tidak berhenti bekerja di tempatnya.
Sungmin mengulas senyum manis dan hangat kearah paman dan bibinya. "Maaf paman, tapi aku ingin membantu ibuku. Terimakasih atas kebaikan paman dan bibi selama aku disini. Maaf selalu merepotkan kalian berdua,"
"Bilang saja jika kau tidak betah kerja disini Sungmin," sahut Junsu cepat.
Sungmin bungkam mendengarnya. Namun detik berikutnya ia kembali tersenyum. "Tidak bibi. Aku betah kerja disini. Sungmin hanya ingin berhenti," ucap Sungmin dengan suara bergetar dan wajah yang mulai memerah ingin menangis.
"Baiklah jika itu sudah menjadi keputusanmu. Paman tidak bisa memaksamu Minnie,"
Sungmin tersenyum bahagia mendengarnya. "Terimakasih paman. terimakasih, aku tidak akan pernah lupa dengan kebaikan paman dan bibi,"
.
.
Dengan perasaan lega dan bebas Sungmin melangkahkan kakinya dengan senang. Senyum amat menawan terus terpantri indah diwajah manisnya. Ia tidak pernah menyesal meninggalkan pulau Jeju. Kerinduan kepada keluarganya jauh lebih besar dan berharga dibandingkan dengan harta apapun didunia ini.
Sungmin mengedarkan pandangannya, mencari bis jurusan Seoul. Saat menemukan bis tersebut Sungmin langsung menarik dua tas koper yang ia bawa, dan mulai masuk kedalam bis.
"Ternyata masih sepi penumpang," monolognya pelan saat sudah ada didalam bis. Lalu mulai mencari tempat duduk yang nyaman untuknya.
Sudah hampir lima menit berlalu namun bis yang akan membawanya pulang tidak juga siap berangkat. Mungkin menunggu bis penuh dengan penumpang. "Aku pulang ke Ilsan. Itu berarti dua atau tiga kali naik Bis," ucapnya pelan sambil memikirkan bagaimana caranya ia pulang dengan selamat dan tepat waktu.
Karena merasa bosan, Sungmin mengambil ponselnya dan mulai bermain game.
.
.
.
"Separuh tabungan yang kumiliki sudah aku ambil. Ini cukup untuk lima bulan. Perbekalan pun sudah siap. Tinggal menunggu Bis menuju Mokpo datang," ucap pria tampan yang kini sibuk mencari masker untuk menutupi separuh wajah tampannya. Setelah menemukan maskernya ia segera memakainya.
Pria tampan tersebut, terus memperhatikan seorang gadis yang memakai kaca mata berwarna pink yang duduk disampingnya. Sepertinya terlalu sibuk mencari masker membuat ia tidak tahu jika ada orang lain yang datang dan duduk disampingnya.
"Apa bis menuju Mokpo sudah lewat?" tanya gadis itu dengan wajah cemas.
"Belum. Aku sudah menunggu disini 10 menit yang lalu tapi bis itu belum datang. Kau mau ke Mokpo juga?"
"Sebenarnya aku akan pergi ke Ilsan. Namun mendadak ada urusan, aku tidak jadi pergi kesana,"
"Oh, siapa namamu?"
Gadis berkacamata tersebut memandang pria di depannya dengan bingung namun penuh minat.
"Sungmin. Namaku Lee Sungmin,"
Pria tersebut tersenyum misterius dibalik maskernya. "Sungmin, nama yang indah. Namaku Kyuhyun. Cho Kyuhyun, senang bertemu denganmu Sungmin,"
Keduanya saling berjabat tangan. Namun Sungmin terdiam. Merasa tidak asing dengan nama tersebut.
"Apa kita pernah bertemu Kyuhyun-ssi?" tanya Sungmin penasaran.
"Tidak. Aku bahkan baru mengenalmu dua menit yang lalu. Kenapa?"
Sungmin menggeleng pelan. "Tidak. Aku hanya ingat seseorang saja. Mungkin karena margamu sama dengan orang itu,"
"Oh," sahut Kyuhyun seadanya. Namun mata tajam bak elang tersebut terus memperhatikan Sungmin dengan intens. Bahkan tanpa Sungmin tahu Kyuhyun tengah menyeringai.
.
.
.
Sedangkan ditempat lain, seorang wanita paruh baya tengah cemas dan jengkel dengan sikap suaminya yang bersikap biasa-biasa saja. "Sungmin akan merasa kecewa dan sedih dengan keputusanmu. Kenapa kau menyuruhnya pergi ke Mokpo? Bagaimana jika ia berpikir kita mengusirnya?"
Kangin menatap istrinya lembut. "Aku tahu. Tapi ini untuk kebaikan Sungmin. Dia akan tidur dimana, rumah kita sedang direnovasi. Kau lupa jika disini tidak ada tempat lagi. Tidak ada salahnya mengirim Sungmin kerumah Donghae, saudaranya sendiri,"
Leeteuk menatap Kangin dengan wajah pasrah, ia tahu semua yang dikatakan suaminya memang benar adanya. "Baiklah. Tapi setelah rumah kita selesai direnovasi, aku ingin kau pergi menjemput Sungmin dirumah Donghae. Aku bahkan khawatir Sungmin berkeliaran diluar sana. Bagaimana jika ia tersesat di perjalanan menuju Mokpo?" suara Leeteuk mulai bergetar ingin menangis. Dengan lembut Kangin memeluk erat tubuh istrinya.
"Aku yakin Sungmin bisa. Dia sudah dewasa,"
.
.
.
Malam semakin larut, namun tempat yang Sungmin tuju belum juga sampai. Suhu didalam bis tersebut mulai terasa begitu dingin. Ia ingin segera sampai dirumah saudaranya- Donghae, menikmati secangkir susu vanila hangat dan beberapa makanan manis.
Sungmin melirik pria yang duduk disampingnya. Kyuhyun duduk dengan nyaman dan ponsel yang terus menyala. Pria itu masih setia menggunakan masker untuk menutupi wajahnya, ia semakin penasaran bagaimana wajah asli sosok itu. Namun seolah takdir tidak mengijinkannya, mata pria tersebut kini dihalangi kaca mata hitam. Walau dalam keadaan seperti itu Sungmin yakin Kyuhyun adalah pria yang tampan. 'Hidungnya mancung. Apa dia seorang artis?' Batinnya bertanya-tanya.
Tidak mau terus memperhatikan wajah orang yang baru dikenalnya, Sungmin membuka kacamatanya. Menutup sejenak matanya dan menikmati udara dingin yang ada didalam bis. Tanpa Sungmin sadari Kyuhyun memperhatikannya tanpa berkedip. Tanpa sadar seringai halus tersungging indah diwajah tampannya.
"Sungmin-ssi,"
Sungmin membuka matanya pelan, lalu menoleh kearah Kyuhyun. "Ada apa?"
"Aku tidak melihatmu makan. Aku punya dua roti dan dua air mineral. Aku bisa membaginya denganmu,"
"Terimakasih, tapi maaf aku..-"
"Apa kau sedang menolak tawaran baik dariku. Aku ikhlas membaginya denganmu. Aku tidak suka ditolak, jadi makanlah," Kyuhyun memotong ucapan Sungmin dan memberikan satu bungkus roti rasa strawberry dan satu botol air mineral yang masih utuh.
Sungmin merasa tidak enak dengan kebaikan Kyuhyun. Mau tidak mau dia harus memakan pemberian pria baik tersebut.
"Terimakasih Kyuhyun-ssi,"
"Sama-sama. Oh iya... Bisakah kau hanya memanggilku dengan sebutan Kyuhyun saja. Panggilan yang terdengar nyaman. Dan aku akan memanggil mu Sungmin,"
"Tapi... Baiklah Kyuhyun. Terimakasih dengan roti dan air mineralnya," balas Sungmin pasrah dan tersenyum begitu manis. "Kau tidak memakan rotinya?" tanyanya.
"Aku sudah memakan banyak roti hari ini. Masih terasa kenyang," jawab Kyuhyun seadanya.
Sungmin hanya mengangguk mengerti. Tangan mulusnya mulai membuka bungkus plastik roti tersebut dan mengigit kecil rotinya.
Sungmin sibuk dengan makanannya dan Kyuhyun yang sibuk memperhatikannya.
.
.
.
Sungmin mematung ditempatnya. Pintu rumah keluarga Donghae tertutup rapat. Seperti tidak ada penghuninya. Tiga jam yang lalu ia sudah sampai di Mokpo, dengan waktu satu jam Sungmin tiba dirumah saudaranya. Ia sungguh tidak mengerti, saudaranya tidak ada dirumah, melainkan pergi keluar negri dua jam yang lalu. Pemberitahuan yang telat dan mengecewakan.
"Hae... hiks... Eomma aku takut hiks.." isaknya seraya berjongkok didepan pintu.
Sungmin bingung, ingin menghubungi ayahnya dan berkata apa yang tengah terjadi, tapi ia takut memicu pertengkaran antara ayahnya dan ayah Donghae yang telat memberi kabar. Tidak lama kemudian ponselnya bergetar dan berdering, pertanda ada telpon yang masuk. Sungmin langsung mengangkat panggilan telpon tersebut tanpa melihat nama yang tertera di layar ponselnya.
"Hallo hiks.." isak Sungmin sambil menjawab telpon, dengan kasar ia menghapus linangan airmata yang membasahi pipi bulatnya.
"Hallo Sungmin. Kau baik-baik saja? Apa yang terjadi, kenapa kau menangis?"
Sungmin langsung melihat layar ponselnya, disana ada nama Kyuhyun sebagai penelepon.
"Kyu-Hyun hiks..."
"Ya. Ini aku. Sekarang katakan kau ada dimana? Kau jangan berpikir buruk dulu. Aku bukan orang jahat Sungmin. Aku ingin membantumu,"
Sungmin terdiam, tidak tahu harus berbuat apa. Perasaannya mulai takut sekarang. Bukan karena ucapan Kyuhyun tapi suasana pedesaan yang mulai terasa mencekam, begitu sepi dan gelap karena pencahayaan lampu yang kurang memadai.
GUUK GUUK!
Suara anjing terdengar begitu jelas dan menakutkan. Bulu kuduknya meremang. Sungmin sudah menangis dengan tubuh bergetar takut. Mata berairnya mengedarkan pandangan ke sudut semak-semak dan pohon. Tidak ada anjing disana. Namun suara itu terdengar begitu jelas dan keras.
"Sungmin! Itu suara anjing, kau ada dimana sebenarnya?" suara Kyuhyun terdengar cemas.
"Kyu... hiks... Kau masih disana kan.. Jangan matikan telponnya hiks... aku takut.." dengan berani, Sungmin berlari secepat yang ia bisa meninggalkan rumah Donghae. Ia terus berlari tanpa menoleh kebelakang, suara anjing yang menggonggong keras, seperti tengah mengejarnya. Bahkan Sungmin meninggalkan kedua tas besarnya didepan pintu rumah Donghae.
"Tenang Sungmin dan terus fokus berlari. Aku akan bernyanyi. Kau hanya perlu mendengarkan nyanyianku, itu bisa mengalihkan ketakutanmu," sahut Kyuhyun dengan suara lembut. Pria tampan tersebut tahu jika Sungmin tengah berlari, terdengar dengan jelas dari hentakan kaki Sungmin yang berlari dan nafas yang memburu dari gadis tersebut.
"Kyuhyun... hiks..."
"Ya, kau-"
"A-aku... Aku ter- tersesat hiks.."
.
.
.
.
.
.
To Be Contiune
.
.
.
Annyeong...
Hai hai saya kembali dengan ff baru. Semoga Chapter awal ini tidak mengecewakan dan mungkin kalian masih bingung dengan cerita ini. Iya kan? Dan satu hal lagi cerita ini diambil pengalaman seseorang. Saya harap kalian tidak kecewa karena ff ini akan sedikit telat update (Seandainya).
Mianhae jika di Ff ini masih banyak kekurangannya dan terimakasih untuk para readers sekalian yang masih mau men review FF ini. Saran membangun serta keritik selalu Saya terima dan Saya berusaha untuk memperbaikinya, untuk kalian semua jangan sungkan, terutama Typo, silahkan koreksi bila perlu.
See U... :-)
