First Love

(In The Middle Of Crowded)

Luhan : tak seorangpun tahu betapa aku sangat mencintainya.

-Cerita dimulai (Rain)-

Hujan semakin deras ketika kuletakkan notebookku di atas meja yang berjejer di bawah kanopi minimarket. Percikan air kadang masih terjatuh mengenai lengan kemeja seragamku.

Kecuali telapak tanganku yang menggenggam cup coffe latte, semua terasa dingin.

Sudah lebih dari sebulan sejak kejadian itu berlalu. Hidupku masih sama. Sekolah kemudian menghabiskan waktu di rumah dan bermain bersama teman-teman. Hanya saja perubahan sikap mama yang berlebihan membuatku merasa bingung. Ia tak sedikitpun menunjukkan kesedihan ataupun rasa kehilangan. Ia tersenyum lebih banyak, lebih sering mengajakku pergi jalan-jalan. Dulu ia jarang mengajakku makan di luar, tapi sekarang hampir setiap malam mama mengeluarkan mobilnya yang hampir tak pernah dipakai kemanapun kecuali ke tempat yang jauh, hanya sekedar untuk mengajakku ke bioskop.

Ponselku berdering, sebuah pesan dari mama. Ia bilang akan segera datang sepuluh menit lagi. Aku tak menjawabnya, kemudian meletakkan ponsel itu diatas meja tepat di samping nootbookku.

Aku kembali menikmati hujan. Semoga mama tidak menjemputku dengan skuter jadul miliknya yang katanya berumur hampir sama dengan umurku. Aku tidak membenci hujan, tapi aku tidak menyukai basah-basah dengan seragam lengkap, tas beserta buku-buku di dalamnya, tidak, aku sangat tidak menyukai itu.

"Shitt! Cewe sialan!"

Aku terlonjak ketika suara umpatan keras terdengar beriringan dengan decit kursi tepat disampingku.

Aku menatap horror seorang pelajar cowo sama sepertiku, dengan dandanan badboynya. Telinga kirinya terpasang anting-anting, blazer sekolahnya hanya tersampir di pundak kirinya, kemejanya sudah awut-awutan serat dasi yang tidak terpasang secara sempurna.

Percikan kopinya mengenai nootbookku. Astaga, ada apa dengan orang ini.

"Aiss, brengsek!" umpatan-umpatannya masih berlanjut. "Jalang. Makan tu sahabatku sendiri. Dasar! Aiss aku bisa gila!"

"Co..cogiyeo," aku memberanikan diri untuk memanggilnya. Mau atau tidak, nootbookku harus diselamatkan.

"Apaa!" Astaga, ya Tuhan. Orang ini benar-benar tidak bisa berbicara halus.

"i,,itu, nootbookku." Cicitku ketakutan.

"Aiss, apa peduliku, aku butuh pelampiasan!"

Aku berniat untuk mengambil nootbookku dengan tangan gemetar, namun kejadian selanjutnya membuatku terpaku. Seluruh tubuhku tak bisa digerakkan.

CHUP !

mau lanjut komen yes!