Cuma Revisi (bukan update)


Disclaimer : Masasshi Kishimoto


"Aku benci sinar matahari."

Adalah apa yang biasanya kukatakan saat musim panas. Tapi mulai beberapa minggu yang lalu, hampir setiap hari aku mengucapkannya. Meski sekarang bukan musim panas, tapi aku benar-benar ingin benda bulat besar itu sedikit lebih mengerti perasaanku. Atau setidaknya aku ingin ada awan yang melintas di atas kepalaku sampai aku sampai di sekolah.

"Uugghhhh. . . panas."

"Hei, aku tidak kebagian payung pelayan bodoh."

Dan yang membenci bola panas itu bukan hanya aku, tapi juga gadis yang sedang berjalan bersamaku di bawah payung yang sama denganku.

Hanya saja meski sama-sama punya rasa benci pada matahari, rasa benci yang dimilikinya terhadap benda itu jauh lebih besar dariku. Sebab tidak sepertiku yang baru merasa kalau matahari itu sangat menjengkelkan beberapa bulan yang lalu. Gadis ini, Hinata Hyuuga sudah menganggap kalau matahari harusnya tidak ada di dunia ini sejak lahir.

Sebab dia adalah seorang vampire.

Sama sepertiku yang mulai beberapa bulan yang lalu berpindah spesies mengikutinya.

Kami sama-sama vampire, tapi sayangnya level kami jauh berbeda. Dia adalah vampire darah murni, seorang vampire yang sudah jadi vampire sejak lahir. Sedangkan aku adalah vampire turunan, sesuatu yang dijadikan vampire oleh vampire lain.

Di akhir liburan musim panas beberapa bulan yang lalu, harusnya aku sudah mati karena ditabrak Truck-kun. Tapi gadis ini memutuskan untuk membuatku jadi vampire dan menghidupkanku lagi sebagai makhluk yang berbeda ketika aku hampir bertemu dewa yang mungkin akan mengirimku ke dunia lain untuk jadi protagonis OP.

Tunggu dulu, kalau dibilang hidup mungkin kurang tepat sebab pada dasarnya aku yang lama. Manusia bernama Naruto Uzumaki sudah tidak ada lagi, yang ada hanyalah makhluk yang tidak kelihatan di cermin, tidak punya bayangan, alergi sinar matahari, dan yang terakhir. Butuh darah untuk tetap bisa beraktifitas.

Daripada hidup, statusku sekarang mungkin lebih tepat disebut sebaga 'tidak mati'.

Lalu, kenapa vampire seperti kami berjalan-jalan di bawah sinar matahari seperti orang bodoh?. Jawabannya adalah karena kami perlu pergi ke sekolah.

Ya, untuk suatu alasan aku masih pergi ke sekolah meski masa depanku sebagai manusia pada dasarnya sudah tidak ada lagi. Maksudku, memangnya perusahaan mana yang mau memberikan pekerjaan pada seseorang yang bilang 'aku adalah vampire' saat di interview?.

Dengan statusku sekarang, pendidikan sudah tidak lagi terlalu penting.

Hanya saja, gadis ini tidak mau mendengarkan logikaku dan memaksaku untuk tetap pergi ke sekolah seperti murid biasa. Dan sebab dia adalah orang yang membuatku jadi vampire, secara hirarkial dia adalah bosku yang perintahnya tidak bisa kutolak.

Seseorang yang dijadikan vampire oleh vampire lain akan jadi pelayan vampire itu. Gigitan taring dan hisapan seorang vampire pada makhluk lain adalah salah satu bentuk kontrak, jadi meski sebenarnya aku tidak mau. Tanpa sadar aku sudah menandatangani perjanjian tidak menguntungkan yang dia berikan padaku.

Tujuannya menghidupkanku kembali adalah agar dia bisa bersembunyi. Tidak seperti vampire turunan, vampire darah murni punya magic yang sangat besar di dalam tubuhnya yang membuat mereka jadi sesuatu seperti makhluk super. Hanya saja, hal itu adalah sebuah pedang bermata dua.

Di satu sisi, kemampuan mereka bisa dijadikan senjata untuk melindungi diri dan menjatuhkan orang yang ingin bermain-main dengan mereka. Dan di sisi lain, hal itu juga yang memancing seseorang untuk mendekat dan mencari keberadaan mereka.

Sepertinya, di dunia bawah tanah Vampire darah murni itu dianggap punya kelas sama dengan bencana alam. Dengan kata lain, jika mereka mau seseorang seperti Hinata bisa menghancurkan sebuah kota beserta orang-orangnya dengan mudah.

Orang yang pintar akan menjauhinya, orang yang benar-benar kuat akan memastikan kalau dia tidak bertingkah mencurigakan sambil menjaga jarak, dan orang-orang bodoh akan mencoba mendekat untuk mengalahkan gadis itu untuk mendapatkan nama.

Kehidupan di mana dia harus main petak umpet terus-terusan sepertinya tidak terlalu menyenangkan baginya. Oleh sebab itulah, dia memutuskan untuk mencari cara agar bisa membaur dengan manusia biasa.

Dan cara itu adalah dengan membuang menabungkan sebagian magic yang dia miliki di tempat lain. Hal itu akan membuat level magicnya turun derastis dan keberadaannya tidak bisa dideteksi dengan mudah. Lalu, ketika dia sedang butuh celengan untuk dia gunakan menyimpan sebagian aset supranaturalnya. Dia menemukanku yang hampir tergeletak di pinggir jalan seperti mainan rusak.

Memutuskan untuk menggunakanku saja jauh lebih mudah daripada repot-repot mencari korban baru, dia menyembuhkan lukaku lalu menggigit leherku dari belakang.

Dengan begitu, sampailah kami pada situasi sekarang.

"Jangan melamun, dan jangan menjauh dariku! Aku tidak kebagian payungnya."

Ketika kau mendengar kata 'bersembunyi' hal pertama yang kau bayangkan mungkin adalah 'tidak bergerak' dan 'di dalam ruangan'. Tapi cara bersembunyi yang paling efektif adalah membaurkan sesuatu dengan sesuatu yang lain.

Jika kau ingin menyembunyikan sebuah jerami, cari tumpukan jerami dan taruh jeramimu di sana. Jika kau ingin menyembunyikan sebuah daun, taruh benda itu di tengah hutan. Dengan menggunakan logika itu, Hinata memutuskan menyamar jadi murid SMA dan membaur dengan mereka jauh lebih efektif daripada mendekam di rumahku yang sekarang hanya milikku seorang karena kedua orang tuaku sudah tidak ada lagi.

Meski cara pikirnya kedengaran logis, tapi aku agak tidak yakin kalau hal itu akan efektif.

Kenapa?.

"Apa jarak kita tidak terlalu dekat?."

Daripada dekat, malah bisa dibilang kalau di antara kami berdua sama sekali tidak ada yang namanya jarak. Sebab kami berdua berjalan di bawah payung sambil menempel pada satu sama lain.

"Apanya yang terlalu dekat? Aku malah merasa kalau kita masih kurang dekat! Payungmu terlalu kecil."

Hal inilah yang membuatku merasa kalau rencananya sama sekali tidak efektif.

Strategi untuk membaur adalah cara untuk membuat seseorang tidak memperhatikanmu secara khusus, dengan kata lain sebuah cara untuk membuat seseorang tidak kelihatan menonjol. Tapi tindakannya saat ini sangat jauh dari apapun yang bisa disebut normal, biasa, dan tidak menarik perhatian.

"Kenapa Naruto? Mukamu kelihatan agak pucat? Apa kau butuh energi tambahan?."

"Daripada kekurangan energi, aku malah merasa kalau ada terlalu banyak energi negatif yang dipancarkan padaku."

"Energi negatif? Bukankah itu baik untuk kesehatan."

Yang mereka pancarkan bukan ion negatif.

Yang kumaksud adalah tatapan tajam yang sepertinya berisi kutukan 'mati saja kau' dari murid-murid lain yang sama-sama sedang berjalan menuju sekolah.

Dari reaksinya, aku paham kalau mungkin Hinata sudah biasa jadi bahan perhatian. Dengan penampilannya, aku sama sekali tidak akan kaget kalau setiap hari ada banyak pasang mata yang mencoba melihat ke arahnya.

Postur tubuh yang panjang lebar dan tingginya semuanya pas, lekukan tubuh yang bentuknya penuh seni, kulit putih yang kelihatannya masih semulus bayi, rambut sepunggung terang yang rasanya seperti bercahaya di bawah sinar matahari, bentuk wajah yang aku yakin masih bisa disebut cantik dengan standar benua manapun.

Di lihat dari manapun, kecantikannya sudah ada di level selebriti. Jadi tentu saja tidak aneh kalau keberadaannya mengundang perhatian.

Sendirian dia sudah bisa mengundang banyak perhatian, tapi dengan bersamaku perhatian yang ditujukan ke arah kami jadi beberapa kali lipat dari seharusnya. Dan alasannya adalah bukan sesuatu yang ingin kudengar dari siapapun termasuk diriku sendiri.

Maksudku, aku yakin kalau mereka semua sedang berpikir 'kenapa gadis cantik sepertinya senang sekali menempel pada serangga?' atau sesuatu yang mirip. Dan aku tidak bisa menyalahkan mereka sebab mungkin, kalau aku ada di posisi mereka aku juga akan berpikir hal yang sama.

Sayangnya posisiku tidak di sana tapi di sini.

"Naruto, Aku paham kau ingin berlama-lama berjalan bersamaku! Tapi aku sudah kepanasan! Jadi jalanlah lebih cepat!"

Sepertinya karena terlalu fokus memperhatikan orang-orang di sekitarku yang menembakan kutukan-kutukan padaku, tanpa sadar kecepatan jalanku jadi menurun. Membuat bosku sedang menempelkan sebagian besar badannya padaku jadi merasa marah.

"Hey Hinata, bagaimana kalau kita cari jalan pintas?."

"Sepertinya kau lupa kalau rumah kita ada di jalur yang sama dengan jalan panjang lurus menuju sekolah! Dan sekarang kau mengajakku mencari jalan pintas? Apa kau idiot?."

Aku bukan idiot, tapi aku paham kalau tidak ada jalur yang lebih pendek dari jalan yang kami gunakan sekarang. Usulku untuk mencari jalan pintas sama saja dengan memberitahukannya untuk mencari jalan memutar.

Aku paham hal itu. Tapi, apa maksudmu dengan 'rumah kita', tempat itu adalah rumahku. Kau hanya numpang di sana. Jadi tolong jangan seenaknya mengklaim tempat itu sebagai milikmu.

"Aku tahu, tapi tatapan orang-orang di sini rasanya agak menyakitkan."

"Aku tidak peduli!."

Aku sudah mengira dia akan mengatakan hal itu. Tapi untuk suatu alasan mendengar tebakanku tepat sasaran rasanya agak menyakitkan.

"Jangan begitu, kau membutuhkanku kan? Menjaga keadaan propertimu tetap bagus itu penting."

"Yang kubutuhkan hanya kau agar tidak mati, yang lainnya aku tidak peduli! Selain itu jangan mencoba memberiku perintah! Kau masih ingat siapa bosnya kan?."

Tentu saja aku tidak lupa. Sebab keberadaanku di dunia ini bergantung padanya. Jika dia mati aku juga akan mati karena kontrak yang mengikat kami. Selain itu, dia juga pada dasarnya adalah orang yang punya hak atas nyawaku. Jika dia memberiku perintah untuk mati, aku tidak punya pilihan kecuali menuruti perintahnya dan membunuh diriku sendiri.

Dia memang membutuhkanku, tapi aku jauh lebih membutuhkannya.

"Kau benar-benar kejam."

"Mau bagaimana lagi, aku kan vampire."

Sekarang aku mulai ragu kalau masih bisa hidup di dunia ini adalah sesuatu yang perlu kusyukuri. Kalau saat itu aku tetap mati, mungkin saja aku tidak akan ada di bawah tirani ratu malam ini. Atau, kalau misalkan aku harus tetap jadi anak buah seorang vampire, setidaknya aku ingin vampire kecil imut yang lebih suka tidur di dalam bayanganku untuk jadi bosku.

"Apa-apaan wajahmu itu? Kau punya masalah denganku?."

Banyak, tapi tentu saja aku tidak akan mengatakannya.

"Hah. . . . setelah ratusan tahun hidup, ini pertama kalinya aku mendapatkan pelayan yang tidak kompeten seperti ini."

"Ngomong-ngomong pelayan yang kau anggap kompeten itu seperti apa?."

"Yang bertingkah seperti anjing penurut tanpa harus kupaksa."

Daripada pelayan mereka lebih kedengaran seperti peliharaan.

"Tunggu dulu! Aku punya ide."

Apapun ide yang dia sedang pikiran, aku punya firasat kalau hal itu tidak akan membawa kabar baik bagiku.

"Biarkan aku membawa payungnya."

"Ha?."

"Berikan payungmu padaku!."

"Kenapa?"

"Jangan banyak tanya! Apa kau perlu kuberi kalung dan kusuruh duduk?."

"Aku bukan pria setengah siluman anjing!."

"Kalau begitu, atas nama Hinata Hyuuga! Dan dengan segel kontrak yang terjalin dengan Naruto Uzumaki, aku memerintahkanmu! Berikan payungmu padaku."

"Sejak kapan kita berebut Holy Grail!?."

Vampire ini terlalu banyak menonton anime!.

Dia menjulurkan tangannya padaku, dan aku yang tidak punya pilihan lain kecuali menurut akhirnya memberikan payungku padanya. Setelah itu.

"Tunggu duluu!."

Dia berlari sambil membawa benda itu.

"Kau masih ingat kalau aku ini juga vampire kan? Kau masih ingat kan?."

Vampire akan terbakar ketika tubuh mereka terpapar sinar matahari, hanya saja vampire tidak hidup selama ratusan tahun di dunia tanpa melakukan apapun. Mereka juga berinovasi dan membuat countermeasure untuk mengatasi masalah dasar mereka.

Sama seperti manusia yang membuat lampu untuk mengusir kegelapan, vampire juga membuat sesuatu yang bisa mereka gunakan untuk mengatasi sinar cahaya. Ah. . . tapi meski aku menyebutnya sebagai inovasi, benda yang kumaksud hanyalah sebuah krim anti UV universal yang mengurangi efek sinar matahari.

"Kau tidak akan mati, tenang saja."

Hanya saja, tetap saja sinar matahari langsung tetap saja masih berbahaya bagi vampire sepertiku. Aku bahkan bisa dengan jelas merasakan HP dan MPku dikuras seperti jemuran yang sedang digantung di bawah terik matahari.

"Jangan bercanda! Aku benar-benar merasa sekarat! Jangan tinggalkan akuuuu. . . . ."

Setelah mendengar permintaan penuh keputus-asaan dari mulutku, dia berhenti bergerak lalu membalikan tubuhnya.

"Kalau begitu kejar aku."

Tanpa memberikan harapan macam apapun sambil memasang senyum cerah menawan yang harusnya sama sekali tidak cocok untuk makhluk malam sepertinya.