London, 27 Desember 1995

Musim dingin. Musim salju. Sekalipun malam puncak natal sudah lewat dua hari yang lalu, tapi malam ini tidak surut dari suasana malam natal dua hari yang lalu. Jalanan masih ramai akan hilir mudik pejalan kaki dan kendaraan lainnya.

Seperti di beberapa kota besar di luar negeri, London juga termasuk kota besar yang tidak pernah tidur. Sekalipun jalanan sedikit lenggang, tapi tetap tak menyurutkan ramainya kendaraan umum maupun pribadi.

Di salah satu perempatan jalan, sebuah mobil keluarga yang sedang terhenti karena lampu merah, di dalam mobil tersebut terdapat tiga orang, seorang wanita dan dua laki-laki dan yang satunya terlihat seperti bocah berusia tiga tahun, terlihat sedang merengek dan memaksa dua orang lainnya.

"Dad, ayolah cepat sedikit! Aku ingin cepat-cepat pulang!" bocah berusia tiga tahun tersebut kembali merengek kepada ayahnya yang duduk di belakang kemudi mobil. Sementara lampu merah berganti menjadi hijau, sang ayah kembali menjalankan mobil.

"Sabar son. Sebentar lagi kita sampai rumah." sang ayah menjawab dengan tenang. Meskipun ada raut bingung di wajahnya. Sang ibu juga tidak kalah bingung.

Beberapa jam yang lalu, mereka bertiga sedang berlibur di sebuah penginapan di dekat pantai. Si bocah juga terlihat senang saat tiba di penginapan tersebut. Namun beberapa jam kemudian si bocah tiba-tiba merengek ingin cepat-cepat pulang tanpa alasan yang jelas. Kedua orang tuanya sedikit bingung, kenapa si bocah tiba-tiba ingin pulang. Padahal si bocah terlihat menikmati tempat mereka berlibur.

Karena tak sanggup melawan si bocah, akhirnya mereka menyutujui untuk pulang. Permintaan si bocah menjadi nomor satu rupanya. What a dotting parent.

Namun, saat mereka di tengah perjalanan pulang. Nasib nahas terjadi. Ada sebuah truk besar dari arah berlawanan sedang melaju dan menabrak mobil mereka dengan keras. Jerit kaget dari pejalan kaki tak terelakkan. Sang supir truk yang rupanya dalam posisi mengantuk selama mengemudi berhasil melarikan diri. Sementara beberapa bagian dari mobil keluarga tersebut hancur.

Dan takkan ada yang menyangka kecelakan maut tersebut disadari oleh bocah kecil tersebut. Rupanya si bocah sudah merasakan hal buruk selama di tempat penginapan tadi sehingga ia memaksa kedua orang tuanya untuk pulang.

-000-

Harry Potter (c) J.K Rowling

Warning: AU, no-magic, badass Harry, OOC

This fict is contain many typo and misstypo

Happy Reading

-000-

London, 15 September 2008

September tak seperti biasa. Bulan ini lebih dingin dari sebelumnya. Meskipun hawa dingin yang menusuk, tapi semangat tahun ajaran baru di Hogwarts Academy tidak menyurutkan semangat dari siswa-siswi tahun ajaran baru di sekolah tersebut. Meskipun terlihat beberapa wajah malas dari senior di Hogwarts Academy.

Dengan dimulainya tahun ajaran baru di sekolah Inggris, hari ini menjadi hari yang sibuk. Jalanan kota London juga terlihat sedikit mengalami kemacetan.

"Hosh... Hosh..." terlihat seorang pemuda berambut hitam yang memakai seragam murid sosialisasi Hogwarts Academy sedang berlari sambil terengah-engah. "Haa.. Terlambat... Aku terlambat... ha... haa... "

"Ck. Anak kelas satu cepatlah sedikit. Gerbangnya akan ditutup." seorang senior kelas dua di Hogwarts Academy yang berkulit gelap eksotis berteriak memberikan perintah. Sementara senior lainnya dibantu gatekeeper sekolah menutup gerbang sekolah.

Terlihat beberapa siswa tahun ajaran baru di Hogwarts Academy yang terlambat.

"Wah~ wah~ tahun ajaran baru, pakaian baru, sekolah baru, rekor baru rupanya. Tahun kemarin tidak sebanyak ini yang terlambat. Ini benar-benar rekor baru rupanya." cela senior lainnya.

Di Hogwarts Academy, sosialisasi sekolah menjadi acara tahunan yang wajib bagi siswa-siswi baru. Prefek sekolah beserta beberapa staff pengajar yang bertugas di acara wajib ini- garis bawahi, selalu terlihat gembira. Bagi staff pengajar, gembira melihat wajah-wajah polos siswa tahun ajaran baru. Dan bagi senior yang menjadi prefek, gembira menyiksa- bukan... gembira bisa bersosialisasi dengan siswa baru.

Ada tiga orang prefek yang bertugas di gerbang depan, seperti mengecek atribut siswa baru, juga hal wajib bagi prefek, menanti siswa-siswi yang terlambat. Menjadi senior yang baik hati sangat sulit bagi siswa-siswi Hogwarts Academy rupanya.

"Oke. Tiga belas orang terlambat. Kuharap Koordinator Kedisiplinan tidak mengalami hipertensi hari ini." kata seorang senior cantik berambut pirang sambil memperhatikan daftar siswa tahun ajaran baru.

"Tidak. Dia selalu mengalami hipertensi. Sungguh keajaiban luar biasa kalau hipertensinya sembuh." balas senior yang berkulit gelap.

"Oh. Kalian bertiga, aku tinggal ke ruang staff dulu." pamit sang gatekeeper.

"Ok, sir." balas senior perempuan. "Tapi kuharap kita tidak kehabisan obat hipertensi."

"Dan kalau bisa ruang kesehatan tidak penuh."

"Iya, acara kali ini kan menginap. Berbeda dengan acara sosialisasi sebelumnya."

Sementara siswa baru yang terlambat sedikit kebingunan dengan senior mereka yang asik ngobrol sendiri, lupa kalau masih mengurus mereka yang terlambat.

"Ok, kalian langsung ke lapangan untuk upacara pembuka, Kak bisa aku minta tolong untuk mengantar mereka ke lapangan dan membuat barisan sendiri?" pinta senior cantik tersebut ke senior yang berambut coklat.

"Ok. Kalian cepat bawa barang-barang kalian dan ikuti aku."

Setelah senior berambut coklat tersebut pergi bersama junior, dua senior lainnya memperhatikan junior-junior mereka dengan tatapan miris di balik wajah angkuh mereka.

"Kau tau Daph, ini sangat merepotkan. Berpura-pura menjadi kaka jahat, tidak memanggil nama masing-masing agar junior kita tidak tau nama kita." ucap senior berkulit gelap tersebut.

"Mau bagaimana lagi, Blaise. Setelah lulusnya senior prefek yang baik hati acara sosialisasi yang menurut senior tahun akhir biasa-biasa saja atau bahkan membosankan, kini berubah menjadi Exciting Event. Sekolah belum pernah mengadakan acara sosialisasi sampai menginap segala kan? Apalagi ini sampai tiga hari dua malam." balas senior cantik yang bernama Daphne tersebut.

"Iya, untung tidak tujuh hari tujuh malam."

"Kau pikir ini acara pemanggilan makhluk gaib? Ah, sudahlah. Aku harus melapor ke Koordinator Kedisiplinan. Bye."

"Aku langsung ke lapangan. Bye."

-000-

Iya, acara sosialisasi tahunan yang diadakan oleh Hogwarts Academy untuk siswa baru- garis bawahi dan pertebal, sedikit berubah. Acara biasa-biasa saja yang biasanya diadakan untuk mengenalkan siswa-siswi baru kepada sekolah tercintah ini dan tanpa menginap, kini berubah menjadi acara mengenal dan menginap di Hogwarts Academy. Entah siapa yang merencanakan acara ini dan entah bagaimana para staff sekolah menerima hasil rapat para prefek. Rupanya ada udang dibalik batu, ada maksud tertentu dibalik berubahnya acara tahunan ini.

Selain itu ada beberapa hal yang berubah untuk berlangsungya acara ini, seperti pembagian Kakak Baik dan Kakak Jahat. Pembagian kelompok untuk peserta sosialisasi, termasuk masak sendiri selama tiga hari ini, mengingat mereka menginap di sekolah, dan beberapa hal lainnya yang sepertinya membuat peserta menderita. Ha ha, kombinasi yang bagus bukan?

Penderitaan dimulai saat mereka menjalani pre-event, dimana yang mereka kira kalau kakak-kakak prefek ini baik hati karena mereka mau menjawab dan menjelaskan maksud dari barang-barang yang akan mereka bawa untuk event ini. Seperti membawa panci, beras, kardus, galon kosong, beberapa barang sebagai syarat untuk event, termasuk barang- atau benda yang kata kakak prefek 'benda misteri'.

Ditambah kenyataan kakak perefek yang bermuka garang saat prefek yang bernama Blaise, Daphne, dan seorang prefek berambut coklat menyambut mereka di depan gerbang sekolah -tentunya nama-nama semua prefek tidak diketahui peserta event-. Menyambut mereka dengan bentakan-bentakan halus untuk berjalan sedikit cepat agar acara pembuka segera dimulai. Padahal semua prefek tahu kalau upacara pembuka dimulai pukul 7 tepat. Nahasnya, peserta sosialisasi diberikan jadwal -disuruh- berada di sekolah sebelum pukul 6 pagi. Bayangkan saja wajah-wajah mengantuk junior kita. Belum -tidak- pernah disuruh bangun pagi sekali, atau masih petang untuk bersiap-siap ke sekolah dengan barang bawaan macam orang pindah. Ha ha, teganya senior kita ini.

Tapi tetap saja ada yang terlambat, bahkan jumlanhya lebih banyak dari tahun-tahun sebelumnya. Sungguh luar biasanya nyali mereka. Oh, tapi junior kita belum tahu siapa Koordinator Kedisiplinan kita kali ini, dan mereka belum tahu ada beberapa acara yang berubah. Mungkin saja mereka mendapatkan informasi dari almnus maupun beberapa senior yang tentunya bukan prefek, mengatakan kalau acara sosialisasi ini acara pengenalan sekolah yang biasa-biasa saja. Ck ck, benar-benar senior kita kali ini.

Tidak hanya itu. Beberapa peserta yang malas mendengarkan pidato- atau ceramah kepala sekolah selama upacara pembuka, malah sibuk meliha-lihat prefek yang bertugas selama event ini. Sekalipun wajah prefek kita ini rupawan tanpa cacat, tapi mereka sedikit bergidik ngeri melihat wajah garang para prefek. Ha ha ha, nice acting.

Walaupun hanya acting saja, diam-diam para prefek tertawa bahagia tentunya disembunyikan di wajah garang mereka. Iya, tertawa bahagia menantikan derita tiga hari dua malam para peserta sosialisasi.

"... dan anak-anakku sekalian, selamat menjalani acara ini." akhirnya Kepala Sekolah selesai berpidato. Terlihat wajah-wajah lega dari peserta maupun panitia acara. Lega karena selesainya pidato Kepala Sekolah yang panjang dan membosankan. Lalu sambutan singkat dari Seksi Acara, dan hal lainnya selama upacara berlangsung. Setelah upacara selesai, Kepala Sekolah dan staff yang ikut serta menjadi panitia event memasuki gedung sekolah. Beberapa prefek mulai ambil alih.

"Sekarang ambil barang-barang yang diperlukan untuk memasak dan letakkan di depan ketua kelompok, kami akan memeriksanya. Tiga orang dari tiap kelompok membawakan barang-barang lainnya ke gedung yang digunakan sebagai tempat tidur. Bawa semua barang kecuali buku tulis dan pena." salah seorang prefek laki-laki berambut pirang memberikan perintah. Tiga orang peserta dari masing-masing kelompok mulai mengambil barang masing-masing dan barang-barang milik teman sekelompok untuk dipindahkan ke aula untuk tempat tidur didampingi prefek lainnya. Sementara dua orang prefek lain memeriksa barang-barang yang digunakan untuk memasak.

Tak lupa peserta yang terlambat yang hanya membawa buku tulis dan pena karena barang-barang mereka sudah dipindahkan oleh teman-teman sekelompok mereka. Mereka sedikit ketakutan, takut melihat wajah garang senior yang memperhatikan mereka, takut memikirkan apakah akan ada hukuman atau tidak, dan takut takut yang lainnya. Tak lama kemudian teman-teman sekelompok yang memindahkan barang lainnya kembali ke barisan kelompok.

"Karena semua barang selesai diperiksa, Kakak Prefek tolong panggilkan Koordinator Kedisplinan."

"Segera, Kak." balas salah satu prefek, setelah itu menuju ruang panitia untuk memanggil Koordinator Kedisiplinan. Wajah-wajah peserta sosialisasi yang terlambat sedikit pucat membayangkan akan ada hukuman atau tidak mengingat senior mereka mengatakan 'Koordinator Kedisplinan'.

"Mampus aku. Baru masuk sekolah langsung kena hukuman. Semoga saja yang namanya hukuman tidak terjadi. Haa... memangnya siapa juga yang menyuruh membawa barang-barang sebanyak itu? Memangnya kita mau piknik? Pakai bawa panci segala. Mana barang misterinya sulit dicari lagi. Mereka ini mau bersosialisasi atau mau base camp, sih? Ugghh... salahku juga bangun kesiangan. Film Avatar memang tidak bisa kulewatkan."batin salah seorang peserta yang terlambat tadi. Perhatikan saja wajahnya, sudah penuh peluh karena tadi bangun kesiangan, pergi kesekolah mebawa barang yang terlihat seperti orang mau piknik dan tak lupa tatapan pejalan kaki yang melihatnya dengan tatapan aneh, belum lagi upacara pembuka yang memakan waktu lebih dari setengah jam, dan lain-lain yang membuatnya terlihat tidak rapi.

Beberapa saat kemudian prefek yang pergi tadi kembali bersama Koordinator Kedisiplinan yang entah mana orangnya. Karena yang kembali ada lima orang dihitung dengan senior yang pergi tadi. Tiga prefek laki-laki dan dua prefek perempuan. Dan semua prefek di Hogwarts Academy memang good looking. Spertinya mereka berbakat dan pasti lolos tes ajang model muda di Inggris. Bahkan di samping wajah garang yang ditampilkan senior mereka, peserta sosialisasi terpesona dengan good looking face para prefek. Sedikit tidak menyesal rupanya.

Lalu salah seorang prefek yang berambut pirang hampir putih berdiri di depan peserta yang berbasi rapi. Sambil membaca daftar nama peserta dan peserta yang terlambat tadi, dia menatap garang wajah-wajah juniornya.

"Terlambat tiga belas orang. Dan aku melihat ketidak rapian seragam yang kalian pakai. Sesuai aturan, kemeja putih lengan panjang, bawahan celana kain panjang berwarna hitam bukan jeans, dasi hitam, sepatu pantofel hitam bagi laki-laki, putih bagi perempuan, rambut tertata rapi, tidak boleh memakai aksesoris termasuk jam tangan dan memakai sabuk standar siswa sekolah, dan papan nama yang memakai nama baik kalian." katanya mengingatkan peraturan bagi peserta sosialisasi dan tak lupa wajah garangnya namun terlihat tegas. Dan beberapa peserta dapat menyimpulkan kalau prefek yang ini adalah Koordinator Kedisplinan.

"Tiga orang prefek periksa kuku jari mereka. Yang atributnya tidak lengkap dan yang terlambat berbaris menjadi satu." bravo, satu lagi kakak jahat dan peserta sosialisasi belum menemukan senior baik hati rupanya.

Salah seorang prefek cantik berambut coklat mengembang maju kedepan, "Sambil menunggu pemeriksaan aku akan membacakan nama Kakak Pendamping tiap kelompok. Kelompok satu, Gabriel Truman. Kelompok dua, Penelope Clearwater. Kelompok tiga, Robert Hilliard. Kelompok empat, Gemma Farley. Kelompok lima, Balise Zabini. Kelompok enam, Jake Flinton. Kelompok tujuh, Draco Malfoy. Kelompok delapan, Tom Riddle. Kelompok sembilan, Anthony Goldstein. Kelompok sepuluh, Pansy Parkinson. Kelompok sebelas, Percy Weasley. Kelompok dua belas, Ernia Macmillan. Kelompok tiga belas, Hannah Abbott."

"Apa ada yang ketinggalan?" alih-alih mengatakan ketinggalan, menggantikan kata tidak memperhatikan. Dan semua peserta menggelengkan kepala.

"Aku tidak menginginkan gelangan kepala. Aku ingin kalian menjawabna. Apa kalia tidak punya mulut? Apa kalian bisu? Jawab?" bentak senior yang berambut pirang yang dikira Koordinator Kedisiplinan. Wah... wah... membentak dengan murka ya, kak?

"TIDAK, KAK!" balas peserta dengan sedikit berteriak. Sedikit karena mereka ada 156 orang yang tentunya suara mereka bisa lebih keras bila mereka semua berteriak kencang. Ya mau bagaimana lagi, senior mereka yang berambut pirang pucat ini benar-benar mengerikan. Bahkan sampai mengatai mereka bisu. Sungguh jahat bukan?

Total siswa tahun ajaran baru ada 156 orang, dibagi menjadi 13 kelompok, dan tiap kelompok ada 12 orang dan satu kakak prefek pendamping. Tapi apakah peserta mengetahui siapa kakak pendamping mereka? Hanya tuhan dan panitia saja yang tahu, ha ha ha.

"Kalau begitu peserta yang atributnya yang tidak lengkap tetap di lapangan, dan yang tidak ikut menetap di lapangan segera ke Aula Besar." setidaknya prefek cantik yang bediri di sebelah prefek yang dikira murka tadi sedikit menenangkan mereka. Dan terlihat jumlah siswa yang lalai kali ini lebih banyak dari tahun kemarin. Benar rupanya, rekor baru.

"Segera buat satu barisan." titah Koordinator Kedisiplinan. Dan terlihat tiga orang prefek yang menemani mereka.

"Total tiga puluh dua peserta yang tidak mematuhi aturan. Bukankah kalian sudah mengetahui aturannya saat pre-event? Kurasa waktu tiga hari sebelum masa sosialisasi adalah waktu yang cukup. Lebih. Banyak. Untuk mengatur semua syarat-syarat saat event ini." kata Koordinator Kedisplinan sambil menekan kata cukup-lebih-banyak.

Dan seorang prefek berambut hitam yang tentunya memiliki paras rupawan seperti prefek lainnya, namun terlihat dewasa mulai membuka suara, "Kak~ mereka memang memiliki waktu yang banyak untuk menyiapkan barang yang akan dibawa saat event ini, tapi kasihan mereka kalau dibentak-bentak terus. Kita dulu masih mendingkan? Kita tidak perlu menginap, sementara mereka harus menginap. Harus masak sendiri, apalagi masaknya pakai kayu bakar..."

Prefek tersebut diam sesaat sambil memperhatikan peserta yang mungkin akan di hukum, kemudian melanjutkannya.

"Tapi untung kayu bakar dan minyak gasnya kita yang menyediakan~" lanjutnya dengan nada riang tapi seringai ejekan terpasang di wajahnya.

"Lalu apa sekarang? Menghukum mereka? Acara pengenalan sebentar lagi dimulai. Aku tidak mau mereka terlambat di acara pengenalan." sepertinya prefek cantik tersebut adalah Kakak Baik. Mukjizat sekali.

"Semoga saja Kakak itu tidak seperti senior lainnya yang rupanya jahat semua. Tapi siapa tahu dia baik tapi sebenarnya Kakak Jahat, kan?" batin pemuda berambut hitam yang terlambat tadi.

Terlihat prefek yang berambut pirang diam sebentar untuk berpikir, "Sudah pasti ada hukuman. Kalian yang memakai celana jeans ke kamar ganti, kalian harus memakainya dalam posisi terbalik, bagian dalam diluar. Kak, bisa carikan tali?"

"Untuk apa?" kedua prefek lainnya bertanya balik.

"Untuk mereka makan." Jawab prefek berambut pirang sedikit kesal. "Memangnya untuk apa? Sudah jelaskan untuk mereka pakai. Untuk mereka yang tidak pakai sabuk, dan kurasa tentang kerapian rambut sudah dijelaskan sebelumnya. Bagi laki-laki rambut tidak boleh panjang, tertata rapi dan panjang poni tidak boleh dibawah alis, berlaku juga bagi perempuan. Tapi untuk perempuan yang panjang rambutnya dibawah bahu harus dicepol. Jadi kalau ada yang panjang poninya dibawah alis ikat pakai tali, perempuan yang rambutnya tidak dicepol, gelung dengan tali juga."

Setelah itu si prefek cantik mencari tali untuk diguanakan sebagai pengganti sabuk dan ikat rambut. Sementara prefek laki-laki yang berambut hitam menemani mereka ke kamar ganti untuk memakai celana jeans yang katanya harus-dipakai-yang-baik-dan-benar. Oh~ sungguh brilliant sekali idemu, kak. Si prefek pirang masih di tempat, memperhatikan juniornya, sambil mengecek kerapian mereka. Tiba-tiba pandangannya terhenti di peserta yang berambut hitam. Dia memperhatikan penampilannya.

Kemeja putih bersih yang dimasukkan di celana dengan rapi, cek.

Celana kain bukan jeans berwarna hitam, cek.

Sabuk standar siswa sekolah, cek.

Sepatu pantofel hitam, cek.

Dasi, cek. But wait... Tidak terikat dengan rapi. Jadi dia mendekatinya. Hmm... rambut acak-acakan mirip sangkar burung atau memang tidak disisir. Dan lagi, kacamata kuno. Oh~ wait, wait. Mata hijau cerahnya. Prefek pirang ini memperhatikannya sedikit lama. Sementara yang diperhatikan mulai risih dan memikirkan kalau seniornya ini berniat menghukumnya.

"Hijaunya indah... mirip permata..."

"Kak~ mereka sudah 'memakai seragam yang benar'." tiba-tiba suara seseorang mengintrupsi kegiatan 'memandang permata hijau'.

"Ehem..." sedikit salah tingkah dan mengalihkan pandangannya ke arah peserta lainnya.

"Hm... kau kenapa?"

"Tidak. Mana prefek yang mencari tali tadi?"

"Masih mencari tali... mungkin."

Dia memandang temannya sebentar, lalu kembali kembali memandang peserta sosialisasi yang tadi menyita pandangannya, dan kembali memasang muka garang.

"Kau. Kenapa terlambat?" tanyanya dengan nada dingin dan angkuh. Image Kakak Jahatnya semakin membuat peserta sosialisasi bergidik ngeri, terlebih yang ditanya.

"Uh... busnya tadi... macet..." jawabnya sedikit ragu sambil berusaha tidak menatap seniornya itu. "Mampus aku. Tidak mungkin aku bilang bangun kesiangan. Apalagi wajahnya mengerikan seperti itu. Pokoknya Safety First."

Wah~ Sepertinya junior kita kali ini sedikit licik.

"Kenapa kau ragu menjawabnya? Apa kau berbohong? Jawab yang benar." sekalipun tidak membentak, tapi kata-katanya terdengar kasar.

"Tidak. Aku tidak bohong. Busnya tadi memang macet. Hari ini kan tahun ajaran baru di selurug Inggris, jadi busnya sesak dan macet. Apalagi oom-oom pekerja kantor juga tidak mau mengalah dan rebutan tempat duduk." jawabnya dengan polos- berani dan kini ia juga berani menatap balik seniornya yang memasang muka garang.

"Kau berani sekali kawan..." batin peserta lainnya yang memperhatiakn mereka berdua dan ada yang mendengarkan saja karena tidak berani melihat seniornya yang garang-garang.

"Ha ha ha~ bocah menarik. Sepertinya dia berani dengannya. Teman seangkatannya saja tidak berani berbuat seperti itu dengannya, apalagi setelah dia menjadi prefek dan menjabat sebagai Koordinator Kedisplinan seluruh penghuni sekolah tidak berani seperti itu dengannya, yah~ kecuali beberapa orang termasuk keluarganya sih. Semoga kau selamat, boy." batin senior berambut hitam itu, sedikit miris melihat juniornya itu.

"Oke, aku tidak mau membahas bus yang tidak salah apa-apa. Tapi kenapa kau tidak rapi? Kau tidak menyisir rambutmu? Rambutmu sedikit panjang, dan aturannya rambut laki-laki harus tertata dan terpotong rapi. Dasimu juga tidak terpasang dengan rapi. Perlihatkan kukumu?"

"Demi sempak bolongnya superman, mentang-mentang dia koordinator kedisplinan bisa seenaknya saja. Huh, awas saja nanti, kalau acara bodoh ini selesai aku pastikan aku akan selalu melanggar aturan sekolah. Oho ho ho pastinya aku akan mencari sekutu yang bisa ku ajak untuk membuat onar di sekolah. Tunggu saja, Kakak~"batinnya berjanji sambil menyerahkan tangannya, tentu saja kuku-kukunya terpotong dengan rapi. Dan seniornya memeriksa kukunya.

"Maaf lama. Aku bawa talinya." prefek cantik itu akhirnya kembali dengan membawa banyak sekali tali. Dibantu oleh prefek yang berambut hitam, mereka mulai membagi tali-tali itu ke peserta sosialisasi untuk dipasang sebagai sabuk maupun sebagai ikat rambut.

"Uhm.. rambutku memang seperti ini sejak lahir, dan aku alergi gel rambut jadi aku tidak berani pakai." katanya dengan nada polos yang dibuat-buat, "Ow~ aku memang tidak mau pakai gel rambut. Itu malah membuat rambutku jadi kaku mirip sapu ijuk. Mentang-mentang rambutnya licin seperti habis disetrika saja."

"Oh, alergi gel rambut? Jangan berbohong lagi atau aku benar-benar menumpahkan gel rambut ke kepala pitakmu itu."

"Aku tidak berbohong." jawabnya sedikit kesal dan melawan. Memang siapa yang tidak kesal dipanggil kepala pitak?

"Huh, baru masa sosialisasi juga sudah berani dengan kakak kelas. Apa orang tuamu tidak mengajarimu sopan santun dengan orang yang lebih tua darimu? Terlebih lagi baru kau kenal?" katanya lalu beranjak dari posisinya dan memeriksa peserta lainnya.

"Ugh... menyebalkan sekali dia ini. Kalau aku bikin ulah pasti masuk rekor sekolah kan? Kata Kakak Prefek yang di gerbang tadi, tahun ini rekor sekolah, karena banyak yang melanggar aturan. Siapa tahu tahun ajaran kali ini bisa banyak rekor baru." batinnya sambil menyeringai dalam hati dan otaknya sudah mulai merancang rencana-rencana kejahatan- ups... keonaran.

"Oh, dasimu kurang rapi. Bisa kau perbaiki?" tanya prefek cantik yang sudah selesai dengan kegiatannya tadi.

"Maaf, kak. Aku belum pernah pakai dasi, jadi aku tidak bisa membuat simpul dasi yang rapi." jawabnya memelas. Tentu saja hanya acting.

"Kalau begitu perhatikan." dan prefek cantik itu mengajarinya memasang simpul dasi yang benar dan rapi. Sementara peserta lainnya memandangnya dengan iri. Pada akhirnya ada juga yang benar-benar kakak baik, bukan kakak baik jadi-jadian. Sementara dua prefek lainnya memandang mereka tanpa ekspresi.

"Kalau sudah selesai cepat ke Aula Besar." titah prefek berambut hitam.

-000-

Sementara di Aula Besar yang tengah berlangsung acara pengenalan oleh seorang staff pengajar berlangsung cukup baik. Tak diduga acara pengenalan sekolah cukup lama sekali, memakan waktu tiga jam dan itu sudah cukup membuat peserta menguap lebar karena kebosanan dan mengantuk. Tentu saja bagaimana tidak mengantuk, bangun sangat pagi bahkan ayam saja belum berkokok dengan indahnya.

Setelah acara pengenalan selesai. Para peserta disuruh mengambil alat dapur yang dibawa mereka yang tentunya sebagai salah satu syarat untuk acara ini. Bagaimana bukan syarat, kalau barangnya tertinggal atau terlupakan satu saja mereka pasti tidak bisa makan. Malang nasibmu, nak.

"Perhatian, waktu memasak selama 90 menit. Kayu bakar dan minyak gas sudah disediakan oleh panitia. Dua orang dari tiap kelompok mengambil minyak gas dari panitia. Satu orang dari tiap kelompok mencuci beras yang sudah dibagikan oleh panitia. Sisanya membantu menyiapkan yang lainnya. Paham?"

"Paham, kak!" peserta sedikit semangat karena sebentar lagi jam makan, tapi ada juga yang malas menjawab karena harus memasak sendiri apalagi memasak dengan cara kuno.

Menunya adalah sardine kaleng, telur mentah yang akan direbus, mie instan dan tentunya nasi. Bagi peserta sosialisasi sardine kaleng, telur yang akan direbus dan memasak mie instan tidak masalah. Tapi nasi, mereka belum pernah memasak nasi. Terlebih lagi kebanyakan murid di Hogwarts Academy adalah dari keluarga bangsawan. Astaga mau diatruh dimana muka mereka, putra-putri dari keluarga bangsawan memasak nasi dengan cara kuno. Masa' mau ditaruh dipantat? Ada-ada saja senior mereka kali ini.

"Kalau begitu cepatlah bekerja. Dan ingat kalian satu kelompok, jadi harus kerja secara kompak. Ini kalian lakukan agar kalian bisa mandiri."

"Mandiri apanya? Tapi aku sih sudah biasa memasak, jadi no problem. He he, bandel-bandel begini masakanku enak lho kak~" batin peserta berambut hitam acak-acakan yang terlambat tadi. Dan semua peserta sudah mulai bekerja.

Beberapa sudah mulai berkenalan dan mengakrabkan diri dengan teman sekelompoknya masing-masing. Namun ada juga yang mengobrol dengan kelompok lain. Para prefek yang menjadi panitia juga ikut membantu membuat api untuk memasak, diantaranya ada yang sibuk memotret kegiatan ini. Seksi dokumentasi tugasnya mengabdikan tiap moment selama acara berlangsung, kan? Dan beberapa senior ada yang bercanda dengan senior maupun junior mereka. Oh~ tapi tidak lama lagi mereka pasti menjadi garang lagi.

"Hai, namaku Ron. Ronald Weasley. Kita sama-sama terlambat tadi. Siapa namamu?" tanya seorang pemuda berambut merah yang diketahui bernama Ronald Weasley. Kepada pemuda berambut hitam acak-acakan yang ternyata teman sekelompoknya.

"Hei, aku Harry. Harry Potter. Kita memang terlambat tadi." jawab pemuda berambut hitam acak-acakan tersebut.

"Hei, Harry. Kau tahu, aku benar-benar salut kepadamu tadi karena kau berani dengan kakak kelas yang berambut pirang pucat tadi. Aku saja tidak seberani itu begitu dia bentak-bentak seperti tadi."

"Iya, nyalimu kuat rupanya." peserta lain ikut bergabung dengan percakapan mereka. "Aku Seamus. Seamus Finnigan."

"Hai Seamus. Tapi asal kalian tahu, dia tidak menakutkan ataupun mengerikan dia menyebalkan. Seolah-olah dia yang berkuasa di sini. Kita juga belum tahu siapa Ketua Prefek, kan? Aku sempat berpikir kalau dia menggunakan kuasanya sebagai pengganti Ketua Prefek." jawab Harry.

"Iya, aku juga sempat berpikir begitu." Ron mengatakannya sambil melihat para prefek yang membaur dengan peserta maupun sesama prefek.

"Tapi kita juga belum tahu siapa prefek pendamping kita. Aku Dean Thomas." timpal peserta lain sambil memandang teman sekelompoknya satu persatu. Tiga orang tadi memandangnya seolah membenarkan kata-katanya.

"Benar sejak tadi semua prefek hanya memanggil 'kakak' saja. Tapi aku tau satu prefek." ketiganya memandang Ron penuh antusias. "Kakakku pendamping kelompok sebelas, Percy Weasley. Dia hanya memberitahuku kalau aku harus bersikap seolah-olah aku tidak mengenalnya."

"..."

"Itu saja Ron?" tanya Harry begitu Ron selesai bicara.

"Itu saja, aku dan dia tidak begitu akrab dengan saudara-saudaraku yang lainnya."

"..." keempatnya diam lagi. "Saudara-saudaraku yang lain?"

"Oh, tapi aku juga tahu beberapa prefek disini." seorang gadis yang tentunya satu kelompok dengan mereka ikut ngobrol.

"Hm?" keempatnya menoleh kearah gadis itu.

"Aku Astoria Greengrass. Panggila saja Astoria."

"Jadi Astoria... bagaimana bisa kau tahu beberapa dari mereka?"

"Kakakku juga prefek di sini. Tapi dia bukan pendamping kelompok. Kakakku Daphne yang kalian temui di gerbang tadi. Blaise Zabini, yang bersama kakakku di gerbang tadi juga pendamping kelompok lima. Pansy Parkinson, temannya kakakku, pendamping kelompok sepuluh. Dan..." Astoria diam sejenak sambil memandang teman-temannya, juga dua orang teman sekelompok yang ikut mendengarkan.

"Dan?" Harry dan Ron mengulangnya.

"Dan Koordinator Kedisplinan. Draco Malfoy. Pendamping kelompok kita. Dia pernah ke rumahku, kerja kelompok dengan kakakku. Tapi aku belum pernah berbicara dengannya. Kurasa dia bukan orang yang bisa diajak santai. Aku lumayan akrab dengan dua orang lainnya."

"Apa kakakmu juga mengatakan hal yang sama? Berpura-pura tidak saling kenal."

"Iya, dia juga mengatakan itu. Katanya ini hanya salah satu permainan dari prefek. Tapi tidak mau memberitahuku permainan apa." kata Astoria sambil mengehla napas.

"Sepertinya para prefek punya banyak kejutan untuk kita." bisik Harry sambil mengedarkan pandangan ke prefek yang berada di lapangan.

"Iya, kurasa. Lebih baik kita kembali bekerja. Aku ingin cepat-cepat makan. Lapar sekali." akhirnya Ron menghentikan kegiatan 'ada apa dengan prefek'.

"Tapi sungguh... aku belum pernah masak dengan cara seperti ini. Bagaimana kalau nasinya gosong." kata teman sekelompok lainnya.

"Aku saja yang masak nasinya."

"Memang kau bisa masak Harry?"

"Setiap hari aku masak." kata Harry dengan wajah biasa saja. Dan mulai ambil alih dengan panci yang berisi beras, tentu berasnya sudah di cuci. Berbeda dengan teman-temannya yang belum pernah memasak.

"Uwah... calon bapak rumah tangga."Batin teman-teman kelompoknya.

"Kau tahu Harry. Aku saja belum pernah memasak, walaupun aku perempuan." kata salah satu teman kelompoknya yang memandang Harry dengan tatapan iri. Laki-laki saja bisa memasak nasi, apalagi memasak dengan cara tradisional, masa' dia yang perempuan tidak bisa masak?

-000-

90 menit sudah terlewat. Tinggal menunggu ijin dari prefek untuk diperbolehkan makan.

Terlihat wajah-wajah suram dari peserta sosialisasi. Kenapa suram? Karena masakan mereka gagal. Kecuali sardine kaleng yang tinggal dipanaskan saja. Telur rebus yang hanya matang sebagian. Mie instan yang matangya lumayan. Dan nasi yang dimasak dengan cara tradisional... gosong. Kecuali untuk kelompoknya Harry. Nasi di kelompok Harry tidak gosong.

"Harry kau hebat. Nasi kita tidak gosong. Matangnya juga sempurna." kata teman-teman sekelompoknya dengan wajah berterima kasih begitu melihat hasil masakan Harry, membandingkannya dengan nasi masakan kelompok lain yang gosong semua.

"Benar-benar calon bapak rumah tangga." Tambahan di batin mereka.

"Aku 'kan sudah bilang kalau aku masak setiap hari."

"Apa semua sudah berkumpul dan sudah siap?" teriak salah satu prefek sambil memandang semua kelompok.

"Sudah, kak!" jawab semua peserta dengan semangat. Semangat karena bisa makan. Walaupun sedikit enggan karena makan nasi gosong.

"Kalau begitu silahkan makan dan bersihkan jika sudah selesai."

Dan semua peserta mulai makan. Terlihat juga beberapa prefek yang ikut... atau mungkin mengganggu mereka untuk ikut makan. Berpura-pura belum sarapan dan minta makan kepada mereka. Ha ha ha, ada udang dibalik batu rupanya.

Setelah mereka selesai makan dan membersihkan semuanya. Peserta diberi waktu sampai jam 6 sore untuk bersantai dan membersihkan diri. Dan menyuruh mereka segera berkumpul di Aula Besar pukul 6.30 sore.

"Semua sudah berkumpul?" tanya seorang prefek.

"Sudah kak!"

"Kakak prefek tolong bagikan roti dan air mineral kepada mereka. Ada empat bungkus roti dan dua botol air mineral. Jadi kalian harus berbagi dengan teman sekelompok kalian. Waktunya sampai pukul tujuh tepat. Kalu begitu silahkan."

Beberapa prefek mulai membagikan roti dan air mineral. Dan sisa roti dan air mineral tentunya dikonsumsi oleh prefek. Sayang kalau dibagikan ke peserta. Para prefek juga masih lapar. Namanya juga big event.

Begitu pukul tujuh tepat. Prefek memulai acara selanjutnya. Mereka melakukan beberapa permainan, katanya agar peserta tidak penat dan stres. Sekalipun permainan penangkal stres, tetap saja ada hukuman bagi kelompok yang kalah. Dan permainan selesai pukul 9.30. Sebelum peserta diijinkan pergi tidur, mereka diberi tugas membuat surat cinta untuk kakak prefek. Syaratnya cukup tulis isi surat cintanya, bisa juga puisi cinta. Tidak usah menulis nama pengirim di suratnya. Tapi harus jelas ditujukan kepada siapa, dan itu harus kakak prefek.

Dan mereka disuruh bangun pukul 2 dini hari. Permainan mengunggu lagi rupanya.

-000-

Harry's PoV

"Ugh... pakai acara surat cinta segala. Memangnya kenapa kalau tidak menulis surat cinta. Hukuman?" Ron mengeluh karena harus menulis surat cinta. Dia mengeluh terus sejak memasuki aula untuk tempat tidur peserta laki-laki.

Aku juga berpikir begitu, apakah ada hukuman kalau tidak menulis surat cinta? Aku juga belum pernah menulis surat cinta. Apalagi harus ditujukan kepada kakak prefek. Lalu aku harus menulis kepada siapa?

"Ron."

"Apa?"

"Kita tidak perlu menulis nama kita, kan? Kita juga tidak tau nama prefek." Oke, aku mulai memikirkan ide jail, karena aku sendiri tidak tahu harus menulis kepada siapa. Cinta dengan kakak prefek? Hell no. Kenal saja tidak, apalagi harus menulis surat cinta. Terlebih lagi mereka kerjaannya bentak-bentak terus.

"Iya, sih. Memangnya kenapa?"

"Mengarang saja."

Ron diam sejenak, "Brilliant, Harry. Kenapa tidak terpikirkan olehku. Baiklah aku mulai mengarang."

"Aku juga akan mengarang indah untuk kakak prefek tercinta kita."

Mengarang sih mengarang. Tapi aku harus mengarang apa? Aku kan belum pernah menulis surat cinta. Oh, aku ada ide bagus. Aku bisa berpura-pura menjadi perempuan. Menjadi adik kelas perempuan yang jatuh cinta dengan kakak prefek. Dan sekarang aku tau tujuanku siapa. Prefek Kedisplinan yang kata Astoria namanya Draco Malfoy. Alih-alih menulis surat cinta, aku menulis surat benci. Ha ha ha, tunggu saja surat cinta dari adik kelasmu ini. Semoga kau senang, kakak. Memangnya siapa yang tidak kesal kalau kau bentak-bentak terus?

"Oke, aku selesai. Kau sudah selesai, Ron?"

"Ron?" begitu aku sudah menyimpan surat cintaku, aku melihat Ron yang sudah terlelap. Pantas saja dia tidak menjawab. Ya sudah, aku ikut tidur. Besok harus bangun jam 2 pagi. Hell, mereka mau apa menyurh kita bangun jam 2 pagi.

-000-

Sayup-sayup aku mendengar prefek yang berteriak-teriak menyuruh peserta bangun dan segera pergi ke lapangan. Apa mereka bisa tidak berteriak-teriak setiap saat? Semoga saja mereka tidak cepat tua dan darah tinggi.

"Semua sudah berkumpul?" seorang perefek lagi-lagi menanyakan hal yang sama, lagi-lagi kami juga menjawabnya dengan jawaban yang sama. Sedikit malas juga, hell aku belum puas tidur. Dan kulihat prefek yang berkumpul lebih banyak daripada acara-acara sebelumnya.

"Sekarang duduk melingkar dan kumpulkan surat cinta kalian." sepertinya mereka memang benar-benar ada niat tertentu. Tapi aku tidak tau kenapa mereka menyuruh untuk tidak menamai surat cinta itu. Beberapa prefek terlihat memilah-milah surat cinta. Aku merasa sedikit tidak enak. Kutolehkan pandanganku ke Ron yang duduk di sebelahku. Raut wajahnya sedikit ketakutan meskipun dia masih mengantuk.

"Ron, memang kau menulis untuk siapa? Kenapa wajahmu seperti itu?"

"Tidak ada, Harry. Hanya... aku takut kalau mereka menyuruh kita membacakan surat cinta itu. Aku kan hanya asal-asalan saja menulisnya." jawab Ron masih memperhatikan para prefek yang masih memilah surat.

"Oh... oke. Lalu tujuan suratmu?"

Ron menoleh kepadaku, "Kau ingat prefek perempuan yang mencari tali tadi pagi... yang bersama prefek kedisiplinan tadi?"

Aku hanya menganggukan kepala.

"Begitu aku menemukan prefek yang sedikit baik hati, aku langsung menulis untuknya. Semoga saja tidak ada yang menyadarinya."

"Ya, semoga saja." jawabku sedikit menyutuji perkataan Ron. Karena aku punya firasat buruk, kalau para prefek pasti menyuruh kita untuk membacakan surat cinta itu.

Dan dugaan Ron benar. Ada beberapa surat yang akan dibacakan. Hanya beberapa saja. Karena sisanya diamankan oleh prefek lain. Seorang prefek terlihat membacakan isi salah satu surat yang dipilih tadi. Menanyakan siapa yang menulisnya dan menyuruhnya maju. Terlihat seorang gadis maju kedepan. Terlihat dari sikapnya dia sangat gugup. Dan benar, para prefek menyuruhnya untuk membacakan surat cinta itu di depan kakak prefek yang menjadi tujuan surat cinta itu. Begitu seorang prefek yang diinginkan gadis itu maju, terlihat beberapa prefek menyoraki mereka berdua.

Total sudah tujuh surat dibaca. Semua isi akhir surat itu adalah 'apakah kakak mau menerima cintaku?' dan semua dibalas dengan 'maaf kakak menolak'. Dan kulihat tinggal satu surat lagi. Entah aku jadi semakin gugup dan merasa tidak nyaman. Seorang prefek berambut pirang pucat maju kedepan. Draco Malfoy, yang kata Astoria adalah pendamping kelompok kita dan prefek kedisiplinan. Dia maju kedepan, berdiri di tengah-tengah kami dan membacakan isi surat itu dengan suara lantangnya yang sedikit keras. Terlihat semua prefek menyorakinya saat dia membacakan isi surat itu, tak lupa kikikan, tawa dan senyum geli terlontar oleh para prefek dan peserta sosialisasi. Katakan ini hanya perasaanku saja atau apa karena aku mendeteksi adanya sinyal bahaya dari wajahnya terlihat marah itu. Ketika dia selesai membacakan isi surat itu, sorakan nakal dari prefek semakin keras.

"Yang menulis surat ini... cepat kemari."

Merlin, itu suratku yang memang kutujukan untuknya, aku juga menuliskan beberapa kalimat yang mencirikan fisiknya. Puja kerang ajaib, kau luar biasa sekali.

-000-

To be continue

-000-

Afterwords

Hai~ hai~ Shandy here!

He he he senang bisa nulis ff lagi, ng~... ini akun baru saya, sebenarnya udah lama kenal ffn, since 2011 Oho ho ho~

Tapi karena saya sibuk sekolah dan urusan ini-itu jadinya akun lama gak keurus, lupa email, dan lupa password, nasibmu T.T

Setelah jadwal sekolah sedikit longgar akhirnya saya bikin akun baru dan cerita baru, dan kali ini saya catat semua akun saya di micros#ft exel biar gak lupa gitu~

Kali ini saya membuka akun baru saya dengan ff Drarry yang sudah melekat dihati saya #awawaw
Kenapa Harry OOC dan badass? Karena saya kepikiran 'badass Harry pasti yahut', alhasil jadilah ff geje ini

Saya mohon maaf bila ada kesamaan di ff ini dengan ff lain, karena terbentuknya ff ini murni dari ide geje saya (_ _)

Eniwei, semoga ff saya kali ini layak baca dan nantikan chap selanjutnya (^_^)/