Cuaca sedikit mendung saat Hyuuga Hinata melangkahkan kaki menuju gerbang desa Konoha. Tampak gumpalan besar awan kumulus yang menaungi daerah di bawahnya, membuat cahaya matahari agak sedikit terhalang.
"Selamat pagi, Hyuuga-san. Anda mau kemana?" penjaga gerbang yang diketahui Hinata bernama Kotetsu itu menghentikan langkahnya.
"M-mengambil be-beberapa tanaman obat, K-kotetsu-san," jelas Hinata sedikit tersenyum. Dirinya memperlihatkan keranjang dari anyaman bambu yang dipegang tangan kanannya.
Kotetsu mengerutkan kening. "Bukankah ada persediaan tanaman obat-obatan pada Sakura?"
"P-persediaannya habis, K-kotetsu-san. K-kau tahu kan ka-kalau banyak ninja yang terluka s-sehabis perang."
Kotetsu mengangguk-angguk mengerti. Dirinya tahu betul kalau perang dunia ninja ke-empat sudah berakhir tadi malam. Pemenangnya tentu saja aliansi lima negara yang dipimpin langsung oleh Sabaku No Gaara, Kazekage muda dari Sunagakure. Ironisnya Sasuke terbunuh oleh sahabatnya sendiri, Uzumaki Naruto yang sekarang sedang dielu-elukan masyarakat Konoha. Kau masih bisa mendengar euforia dari warga Konoha walau kemenangan itu sudah setengah hari berlalu.
Tentu saja banyak ninja yang terluka akibat pertempuran tersebut. Tidak sedikit juga yang tewas. Saking banyaknya ninja yang terluka, tanaman obat-obatan yang sering digunakan ninja medis habis. Sakura dan ninja medis lainnya sedang sibuk mengobati para ninja. Tidak mungkin menyuruh mereka mencari tanaman itu di hutan. Butuh waktu yang lama karena susah ditemukan. Jadilah nona Tsunade meminta tolong pada Hinata untuk mencarikan tanaman tersebut. Apalagi ditambah faktor byakugan milik gadis itu yang semakin hebat.
Kotetsu menimbang-nimbang. Setelah itu dia berkata–
"Silahkan keluar, Hyuuga-san. Semoga beruntung," ujar Kotetsu sembari mempersilahkan Hinata keluar.
Hinata mengangguk pelan. Kemudian Hyuuga pemalu itu seketika melesat menembus belantara hutan setelah mengaktifkan byakugan miliknya.
.
Hidden
Disclaimer : Masashi Kishimoto-san
Warning : Standard warning applied. Dedicated for SHDL
.
Sudah dua jam sejak Hinata melangkahkan kaki keluar dari desa, dan dirinya sudah menemukan cukup banyak tanaman obat. Kaki jenjang milik gadis berumur enam belas tahun itu bergerak lincah melompati satu dahan menuju dahan lain. Iris matanya yang menegang mampu memberinya visualisasi sejauh beberapa kilometer ke depan. Tidak salah bahwa dirinya merupakan salah satu ninja wanita terbaik yang dimiliki Konoha.
Hinata berhenti sebentar, kemudian memandang hamparan tanaman yang menarik perhatiannya. Dirinya menginjakkan kaki ke tanah setelah melihat gerombolan tanaman menjalar tepat di bawah pohon tempatnya berdiri.
'Tampaknya Sakura-san juga memerlukan beberapa daun Ashitaba,' batin gadis bermata lembut itu. Tangannya kemudian memetik beberapa helai daun yang diketahui bernama Ashitaba itu dan memasukkannya ke dalam keranjang anyam yang sudah hampir penuh dengan berbagai macam dedaunan.
Dalam hati, Hinata memuji kebesaran jiwa Sakura. Meskipun gadis bermata emerald itu sudah mengetahui kalau ninja pelarian yang dinantinya sejak tiga tahun lalu berakhir mengenaskan di tangan Uzumaki Naruto –sahabatnya sendiri–, tapi Sakura tetap semangat dan tidak menampakkan kesedihannya sama sekali.
Setelah merasa cukup, dirinya menepuk debu yang menempel pada pakaiannya kemudian beranjak pergi dari tempat tersebut. Kali ini gadis Hyuuga pemalu itu lebih memilih berjalan daripada melompat dari pohon ke pohon.
Setetes air membasahi puncak kepalanya saat dirinya belum jauh berjalan. Hinata menengadahkan kepalanya ke langit. Awan di atas kepalanya kini menggumpal besar dan berubah warna menjadi kelabu. Pertanda buruk.
Tak sampai setengah menit, gerimis berubah menjadi hujan yang mengguyur hutan itu.
Hinata tahu dirinya harus bergegas menemukan tanaman terakhir. Berada di bawah guyuran hujan sederas sekarang bisa membuatnya terbaring sakit selama berminggu-minggu –mengingat sistem imun tubuhnya yang lemah. Dia tidak ingin kembali merepotkan Neji dan Hanabi. Sejak dirinya keluar dari mansion Hyuuga yang megah dan lebih memilih menempati sebuah apartemen kelas menengah ke bawah di jantung desa Konoha, sepupu dan adiknya itu tidak bisa berhenti mengkhawatirkannya.
Tapi setidaknya dia tidak terlalu sedih, mengingat masih ada juga orang yang mengkhawatirkan gadis merepotkan sepertinya.
Tak pikir panjang, dirinya berlari cepat di bawah guyuran hujan setelah memusatkan cakra ke telapak kaki.
.
Hinata tahu dirinya selalu dirundung kesialan. Sejak masih bayi hingga sebesar sekarang, dirinya tidak bisa jauh-jauh dari hal-hal sial. Mungkin faktor itu jugalah yang membuat seorang Hyuuga Hiashi tega membuang putri sulungnya itu.
Tetapi hari ini Tuhan mungkin berpihak padanya. Tak sampai setengah kilometer dari tempatnya mengambil daun Ashitaba tadi, dirinya sudah menemukan tanaman obat terakhir.
Dengan semangat, gadis Hyuuga itu berlari semakin cepat menuju lembah tempat tanaman Torigabuto itu tumbuh. Sepengetahuannya, tanaman itu mempunyai racun. Tapi dengan kemampuan ninja medis Konoha, racun itu bisa diubah menjadi obat yang sangat ampuh dalam menghentikan pendarahan tingkat akut.
Beberapa kali dirinya menginjak genangan air, membuat celana yang dikenakannya setengah basah dan berlumpur. Rambut panjang sepinggangnya kini sudah kaku akibat terpaan air hujan serta angin yang kencang.
Setelah sampai, gadis Hyuuga itu berjongkok dan mulai memetik beberapa tangkai Torigabuto beracun itu dengan hati-hati. Dengan sigap pula dirinya memasukkan tanaman itu ke keranjang bambu di tangan kirinya. Beberapa kali Hinata mengelap butir-butir air hujan yang menjatuhi wajahnya tanpa ampun.
Setelah merasa cukup, mungkin Hinata akan memutar badannya dan kembali ke Konoha jika tidak melihat genangan darah di tanah yang meluncur bebas dari atas bukit, dibawa oleh aliran air hujan yang jatuh ke bumi. Matanya membelalak sempurna melihat cairan merah pekat itu mengalir menuju lembah tempatnya berada sekarang dan menggenangi kakinya –sebagian lain meresap ke dalam tanah.
Rupanya Tuhan belum betul-betul menghilangkan kesialan Hinata secara total.
Iris lavender itu memandang ke atas bukit dengan byakugan yang dinonaktifkan. Ada sesuatu. Pasti ada sesuatu. Pasti ada sesuatu yang terluka di atas sana.
Dirinya hanya bisa berharap itu darah kijang atau binatang lain yang terluka.
Jangan. Tolong jangan darah manusia. Hinata tidak bisa membayangkan bagaimana jadinya kalau dia menemukan manusia yang terbaring luka atau bahkan tidak bernyawa di atas sana. Dia bukan ninja medis seperti Haruno Sakura yang bisa menolong orang yang sekarat dengan pengendalian cakra yang rumit. Dia hanyalah seorang Hyuuga Hinata.
Perlahan tapi pasti, Hinata melangkahkan kaki menuju ke atas bukit. Tanah yang basah dan becek lumayan mempersulitnya untuk sampai ke atas. Beberapa kali dirinya jatuh kembali ke bawah. Tapi Hinata tidak menyerah. Rasa keingintahuannya menguasai diri pewaris Hyuuga itu dan mengalahkan rasa takutnya sekarang.
Dan tentu saja perjuangan itu membuahkan hasil.
Iris lavender itu menangkap sesuatu –mungkin seseorang yang tengah terbaring di tanah. Kepalanya menengadah ke langit yang semakin ganas menjatuhkan puluhan ribu butiran air. Darahnya yang belum kering mengalir deras dari sebuah lubang di dada kirinya.
Ragu-ragu, Hinata mendekati orang tersebut.
"M-maaf, j-jangan tidur di sini. A-anda bisa sakit," ujarnya pelan dan ragu. Tidak ada sahutan sama sekali.
"A-apakah anda terluka?" kali ini Hinata memberanikan diri melangkah maju. Sekali lagi rasa penasaran gadis Indigo itu mengalahkan rasa takut di hatinya.
Orang itu tidak bergeming. Rambut hitamnya yang menutupi wajah membuat Hinata sulit menentukan siapa sebenarnya orang itu.
Hinata memutuskan untuk mencari tahu siapa orang itu. Setelah merasa cukup dekat, Hyuuga Heiress itu berjongkok di sebelah kiri tubuh misterius itu. Mata Hinata kembali membulat sempurna menyadari jantung orang itu yang masih berdetak. Namun detaknya sangat lemah. Dadanya naik turun dengan sangat lambat dan perlahan.
'Orang ini sedang sekarat,' pikirnya.
Ragu-ragu, gadis Indigo itu menjulurkan tangannya dan menyingkap rambut hitam yang menutupi wajah tubuh itu.
Dan lagi-lagi Hinata membelalak.
"T-tidak mungkin!"
.
To Be Continued
.
a/n : Happy SHDL minna ^_^
Fic ini kemungkinan hanya dua atau tiga chapter. Dan setiap chapter tidak terlalu panjang. Entah kenapa saya merasa para readers aka bosan membaca fiksi yang terlalu panjang :D
Okedeh, REVIEW please! Kritik dan flame dihalalkan.
Jangan jadi silent readers ya XD
