Annyeong~ Long time no see~

Kacang Merah kali ini comeback bawa ff N-centric lho. Pokoknya tokoh utamanya N. Semua tentang N. Soalnya jadi leader kayak N itu ga gampang lho. Dia harus mengesampingkan egonya demi grup. Dia harus bisa bimbing adik-adiknya sebagai leader. Terus dia mah ga neko-neko, dia cuma minta disayang sama semua member. Membernya aja yang suka bully dia, padahal mah sebenernya juga sayang. Ahing~ manis banget deh mereka tuh.

Enjoy!


Mommy Bird © Kacang Merah

DILARANG MENG-COPY SEBAGIAN ATAU KESELURUHAN CERITA

Warning : Lebay, OOC, N-centric, banyak skinship, GS

Pair : Neo (Leo x female-N) dan sedikit Hyuken(Ken x female-Hyuk)


.

.

.

.

"Han Sanghyuk imnida." Sanghyuk membungkukkan badannya di depan pintu apartemen di mana dua gadis dengan tinggi yang hampir sama berdiri berdesakan. Dia menampilkan senyum di bibirnya yang punya bentuk lucu, matanya akan ikut menyipit saat dia tersenyum. Polos dan penurut, kesan pertama yang bisa ditangkap saat pertama kali bertemu dengan Sanghyuk.

"Kwiyeowo~" gumam gadis berkulit tan tidak sengaja.

Sedangkan gadis yang kulitnya lebih putih hanya tersenyum lebar, terlihatlah kedua lesung pipi di wajahnya. Entah kenapa Sanghyuk merasa ada sesuatu yang aneh dibalik senyum lebarnya, seperti rasa lega dan kebebasan?

Sanghyuk menyeret koper dan barang-barang bawaannya ke dalam apartemen saat kedua gadis itu menyuruhnya masuk dan melanjutkan obrolan di dalam. Gadis berkulit tan kembali dari dapur dengan tiga kaleng soda dan meletakkannya di atas meja.

"Kau pasti haus," katanya kemudian dengan nada yang ramah.

"Ne. Kamsahamnida." Sanghyuk membuka soda berkaleng merah tersebut, kemudian mulai menegaknya sedikit-sedikit. Musim panas di Korea memang agak keterlaluan, dia sampai harus menggunakan electric-fan untuk mengipasi dirinya sepanjang perjalanan. Dari Daejeonmenuju Seoul kira-kira memakan waktu sekitar dua jam. Cukup untuk menonton satu film dari ponselnya dan sisanya untuk tidur.

"Aku Cha Hakyeon, 24 tahun. Gadis berlesung pipi ini Lee Hongbin, tiga tahun lebih muda dariku dan dia juga baru saja pindah ke sini lima bulan yang lalu."

"Ah, kalau begitu aku dua tahun lebih muda dari Hongbin-eonni. Aku mahasiswa baru di Dong Ah Institute. Mohon bimbingannya."

"Jinjja? Aku juga mahasiswa di Dong Ah Institute. Wisudaku bulan ini, apa kau bisa datang?" Hongbin berbicara dengan antusias, matanya yang besar akan terlihat bulat dan semakin besar saat dia excited.

"Ne, Eonni. Cukhahaeyo." Sanghyuk menepukkan tangannya pelan dan menampilkan senyum polos itu lagi. Senyum yang bisa membuat dua gadis yang duduk di seberangnya gemas.

"Gomawo," Hongbin tersenyum pada Sanghyuk sekali lagi sebelum meminum jatah sodanya.

"Ehm, Sanghyuk boleh aku memanggilmu 'Hyuk' saja?" kata Hakyeon.

"Ne," jawab Hyuk singkat.

"Hyuk-ah, semoga kau betah tinggal di sini." Hakyeon menutup pembicaraan mereka saat itu dengan senyumnya yang manis dan terlihat ramah. Hyuk tersenyum lagi, tidak terbersit firasat apapun tentang nasibnya di masa depan.


xoxoxo


.

.

.

.

Hongbin sudah tau resiko pekerjaannya. Menjadi model berarti memiliki jadwal bekerja yang tidak menentu, selain itu dia harus benar-benar memperhatikan tubuh dan wajahnya. Kalau ditanya, sebenarnya model bukan cita-citanya. Dulu saat dia masih kecil, cita-citanya adalah menjadi dokter hewan, namun setelah jatuh cinta dengan dunia fotografi dan mulai belajar secara otodidak Hongbin memutuskan untuk menjadi fotografer saja. Hakyeon menyuruhnya untuk ikut audisi pemilihan model, dan Hakyeon mengatakan berkali-kali dia yakin seratus persen Hongbin akan lolos audisi. Dan di sinilah dia sekarang dengan pekerjaannya. Memiliki tinggi mencapai 170 sentimeter, kulit seputih mutiara, disempurnakan lagi dengan wajah cantik dan lesung pipi yang menggemaskan, siapa yang tidak terpesona dengannya. Bahkan pertama kali Hongbin datang ke apartemen ini Hakyeon sempat mengira Hongbin salah alamat, Hakyeon bilang stasiun tv itu di seberang apartemen ini. Hongbin sukses melongo, kemudian tertawa keras sampai terbungkuk-bungkuk.

"Bin-ah."

Panjang umur, dia baru saja teringat pertemuan pertamanya dengan Hakyeon dan langsung mendengar suaranya yang keras itu. Dia menarik selimut dan menenggelamkan seluruh tubuhnya mencoba untuk pura-pura tidur. Eonni-nya itu biasanya akan memanggilnya atau Sanghyuk hanya untuk menyuruh mereka melakukan sesuatu. Biar kali ini Sanghyuk saja yang akan dimanfaatkan oleh Hakyeon-eomma.

'Cklek'

Hongbin mendengar suara pintu kamarnya terbuka.

"Yah! Bin-ah. Aku tahu kau tidak tidur. Cepat keluar! Aku bawa pizza. Palli!"

Umurnya belum menginjak tigapuluh tahun tapi nada bicaranya sudah seperti ajhumma. Hongbin membebaskan dirinya dari selimut. Matanya berbinar-binar menatap Hakyeon yang berdiri di depan pintu kamarnya.

"Pizza? Jinjja?" Hongbin bertanya dengan suara yang lucu.

"Iya. Cepat keluar sebelum Hyuk menyedot habis semuanya─" Hongbin turun dari ranjangnya secepat kilat melewati Hakyeon yang masih berdiri di pintu kamarnya. "─Yah! Kenapa kalian berdua ini suka pura-pura tidur kalau kupanggil, hah?" omel Hakyeon disertai tepukan gemas pada bokong Hongbin.

"Eonni, jangan suka pegang sembarangan!" teriak Hongbin dari ruang tv. Ternyata Sanghyuk sudah memasukkan satu slice pizza ke dalam mulutnya dan sekarang dia mengambil potongan kedua. Magnae mereka ini memang selalu makan paling banyak.

"Wae? Kalian ini menggemaskan aku tidak bisa tidak menyentuh kalian sehari saja. Ya 'kan, Hyuk-ah?" Tiba-tiba Hakyeon sudah berada di ruang tv dan memberikan backhug pada Sanghyuk yang masih asyik mengunyah. Sanghyuk yang tubuhnya paling tinggi dan paling berisi diantara mereka bertiga berontak dari kedua lengan Hakyeon yang memeluk pinggangnya namun, bukannya melonggar pelukan Hakyeon malah semakin erat dan dia bertingkah seolah-olah akan mencium pipi Sanghyuk.

"Aaaak. Bin-eonni tolong aku."

Hongbin yang akan beranjak kabur setelah mengambil satu slice pizza di tangannya terhenti karena Hakyeon dengan gesit memeluk pinggangnya dari belakang dan menyandarkan dagunya di bahu Hongbin. Gantian sekarang Hongbin yang mencoba melepaskan diri.

"Yah! Kenapa aku?"

"Kalian ini, memangnya hanya Jaehwan dan Wonshik yang boleh memeluk seperti ini?"

"Ne!" jawab Hongbin dan Sanghyuk serempak.

Hakyeon cemberut, kecewa dengan jawaban kedua adik-adiknya, lalu kemudian wajahnya menyeringai mencurigakan.

"Yah, ngomong-ngomong apakah mereka berdua 'hot'?" tanya Hakyeon seraya berbisik.

Hongbin memberikan tatapan mematikan pada kepala yang masih bersandar di bahunya. "Eonni, jangan mulai lagi."

"Kenapa eonni selalu menanyakan hal-hal seperti itu?" tanya Sanghyuk dengan mulutnya yang penuh pizza.

"Apa mereka memuaskan?" tanya Hakyeon lagi dengan cengiran lebarnya.

"EONNI!" teriak Hongbin dan Sanghyuk secara bersamaan. Hakyeon tertawa mendengar teriakan tersebut, puas sekali rasanya menggoda mereka dengan pertanyaan-pertanyaan menjurus semacam itu.


xoxoxo


.

.

.

.

"Eonni, bekalku sudah siap?" Sanghyuk berjalan ke ruang tv dengan setelan kemeja lengan panjang dan celana jeans yang melekat pas di kakinya. Dia membenarkan letak ranselnya, tangannya dengan terampil memasang arloji di pergelangan tangan kiri.

"Aigoo, Hyuk-ah kenapa kau sudah sebesar ini? Rasanya baru kemarin kau datang ke sini sebagai mahasiswa baru. Rambutmu masih hitam, senyummu polos, dan tinggimu hanya setelingaku." Hakyeon yang sedang menonton televisi berdecak kagum memandang Sanghyuk yang entah sejak kapan telah menjelma menjadi sesosok gadis cantik.

"Eonni, cara bicaramu seperti ajhumma. Itu tiga tahun yang lalu, wajar kalau penampilanku sudah berubah. Lagipula aku ini sudah semester akhir, Eonni."

"Iya, aku tahu, Hyuk-ah. Kau sudah duapuluh satu tahun." Hakyeon menghela napas bangga seolah-olah dialah yang telah membesarkan Sanghyuk selama ini dengan tangannya sendiri.

Hyuk memutar bola matanya malas, sepertinya Eonni-nya ini memang terlalu banyak menonton drama di televisi. Sanghyuk kemudian melirik arloji di tangannya, setengah jam lagi kelasnya akan dimulai dan waktunya tidak banyak dia harus naik bus untuk sampai di Dong Ah Institute. "Eonni, bekalku?" kata Sanghyuk tidak sabar.

Hakyeon akhirnya menghampiri Sanghyuk yang sedang mengikat tali sepatunya di depan pintu apartemen mereka, dengan bekal yang sudah terbungkus rapi di tangannya. Sandwich isi daging tanpa keju─makanan kesukaan Sanghyuk. Sanghyuk memasukkan bekal yang sudah disiapkan eonni-nya itu ke dalam ransel dan bersiap-siap pergi, sebelum suara familiar itu memanggilnya.

"Hyuk-ah." Hakyeon merentangkan tangannya lebar-lebar, siap menerima pelukan dari gadis yang lima tahun lebih muda darinya itu.

Sanghyuk tidak bergeming dari tempatnya.

"Kau tidak mau memberi pelukan kepada eonni kesayanganmu?"

"Aniyo. Eonni kesayanganku Hongbin-eonni," kata Sanghyuk dengan santai. Ekspresi wajah Hakyeon yang berbinar-binar berubah jadi masam.

"YAH! Cepat Hyuk-ah aku mulai pegal."

"Tutup matamu, Eonni."

"Sirheo, nanti kau kabur kan? Aku sudah tau rencanamu, Anak nakal."

Sanghyuk menghela napas lelah, kenapa dia harus tinggal bersama ajhumma yang sangat menyukai skinship ini? Kenapa tidak dari dulu diia mencari apartemen lain?

"Baiklah, turunkan tangan eonni. Aku yang akan memelukmu."

Hakyeon tersenyum senang, dia menurunkan tangannya yang memang sudah pegal. Sanghyuk mendekatinya, dia bersiap menerima pelukan dari tangan Sanghyuk, tapi yang dilakukan Sanghyuk hanya berjalan memutari tubuhnya kemudian secepat kilat dia berlari ke arah pintu keluar.

"Annyeonghi gyeseyo." Sanghyuk memberikan hand kiss ke arah Hakyeon yang berwajah kesal sebelum menutup pintu.

"Aish, jinjja anak nakal itu─"

"Eonni, aku berangkat─" Hongbin yang berjalan ke arah pintu keluar tidak menyadari keberadaan Hakyeon karena masih sibuk memasukkan payung ke dalam tasnya.

"Hongbin-ah."

"Eo! Mwoya?!" Hongbin yang kaget karena tiba-tiba ada sosok Hakyeon di depannya membulatkan matanya yang sudah besar. Hakyeon melebarkan kedua tangannya, ada senyum lebar di wajahnya. Kali ini dia tidak akan membiarkan Hongbin lolos sebelum memeluknya.


xoxoxo


.

.

.

.

"Woonie, gwaenchana?"

"Gwaenchana─uhuk uhuk."

"Ani. Kau tidak baik-baik saja, bagaimana kau bisa bilang begitu, hah?" ada nada kesal yang terdengar dari gadis berkulit eksotis itu membuat orang di seberang telepon terkekeh. Entah kenapa Taekwoon selalu menganggap Hakyeon yang sedang kesal itu lucu.

"Jangan tertawa! Kau ada schedule hari ini?"

"Eobseo, aku hanya ada latihan sore ini, aku akan ikut musical bulan depan."

"Ya, aku tahu. Postermu sudah tersebar di internet. Batalkan saja latihanmu sore ini, kau butuh istirahat."

"Tapi Hakyeon vokalku─"

"Tidak ada tapi-tapian, Sayang. Flu itu bukan penyakit sepele untuk penyanyi profesional sepertimu. Kau mau terus sakit begitu sampai musikalmu dimulai?"

Taekwoon tidak membalas perkataan Hakyeon yang akan menjadi sangat panjang jika sudah mengomel, dia sibuk menjauhkan ponselnya dan mulai batuk-batuk lagi, sayangnya Hakyeon bisa mendengarnya dari seberang sana.

"Tuh kan, kau masih mau keras kepala?"

"Ah, kau cerewet sekali, Yeonni." Suara Taekwoon yang lembut terdengar berbeda karena flu yang menyumbat hidungnya.

"Aish─kau benar-benar menyebalkan. Jangan ke mana-mana aku akan ke sana."

"Bukannya kau ada kelas hari ini?"

"Eobseo. Muridku tidak masuk hari ini."

"Bukannya kau ada latihan untuk acara di Busan?"

"Masih ada dancer lain yang bisa menggantikanku, Woonie."

"Ah, ke salon?" Taekwoon sepertinya sedang mencari-cari alasan agar Hakyeon tidak mendatangi apartemennya.

"Cukup, Woonie. Aku tidak ada jadwal hari ini, jangan mencari-cari alasan untuk melarikan diri. Kau mau kubawakan apa?"

"Latte."

"Andwae!" Selanjutnya Hakyeon mengomel panjang sekali sampai rasanya Taekwoon ingin membuang ponselnya ke luar jendela kamarnya dari lantai 15. Kenapa dia bisa jatuh cinta dengan gadis cerewet seperti Hakyeon?


xoxoxo


.

.

.

.

Taekwoon masih betah membungkus tubuhnya dengan selimut tebal walaupun telinganya mendengar bahwa ada orang yang membuka password apartemennya dan berhasil masuk ke dalam. Pasti Hakyeon. Siapa lagi orang lain yang tahu password apartemennya kecuali gadis itu. Dia tidak punya niat sedikitpun untuk menyambut gadis itu di depan pintu kamarnya, tangannya malah menarik selimut tebal itu semakin tinggi membungkus tubuhnya sampai ujung kepala. Suhu tubuhnya naik, tenggorokannya sakit, hidungnya mampet dan pusing yang menyerang kepalanya membuatnya semakin malas untuk bergerak. Oh, dia baru ingat kalau sejak pagi tubuhnya belum dimasuki makanan apapun. Pantas saja kalau perutnya kini keroncongan, tepat saat Hakyeon membuka pintu kamarnya.

"Woonie, tidur?"

Gumpalan besar selimut itu kemudian bergerak sedikit, sedikit sekali hanya sampai sepasang mata sipit berhasil mengintip ke arah pintu kamar yang terbuka. Hakyeon berjalan mendekati ranjang ukuran besar itu kemudian menyibak selimut yang menutupi lelaki bermata sipit itu. Hakyeon menyisir rambut Taekwoon ke belakang, dia bisa merasakan suhu tubuh Taekwoon yang hangat dari dahinya. Kemudian gadis yang rambut hitamnya sudah berganti warna menjadi campuran ungu pastel dan abu-abu itu berdecak.

"Lihat, kau bahkan tidak bisa apa-apa sekarang."

Taekwoon ingin menyanggah kalimat Hakyeon tapi, yang keluar dari mulutnya malah suara batuk yang gatal sekali di tenggorokannya. Benar-benar menyedihkan. Hakyeon membantu Taekwoon untuk duduk bersandar di kepala ranjang.

"Kau sudah makan?"

Taekwoon menggeleng. "Baegopha," rengek Taekwoon dengan suara lemnbutnya.

Hakyeon membuka tas yang sejak tadi dia letakan di dekat kakinya, mengeluarkan mangkuk sterofoam yang berisi bubur hangat dengan potongan daging kecil-kecil di atasnya. Kemudian dia menyendokkan bubur yang masih mengepulkan asap itu dan mengarahkan sendoknya ke bibir Taekwoon yang tipis. Taekwoon menghentikan sendok itu dengan telapak tangannya.

"Aku bisa makan sendiri."

"Ani, biar aku saja. Kau pegang saja ini." Hakyeon memaksa tangan Taekwoon untuk memegang botol minuman yang punya sedotan di atasnya. Taekwoon memperhatikan benda di tangannya, itu mengingatkannya dengan botol minumannya saat masih sekolah dasar.

"Yah! Kau memperlakukanku seperti anak kecil."

"Begitukah?" tanya Hakyeon sambil memasukkan sesendok bubur tersebut ke mulut Taekwoon. Kali ini tidak ada penolakan dari lelaki itu.

"Kau memperlakukan Wonshik, Jaehwan, Hongbin dan terutama Sanghyuk seperti itu juga."

Hakyeon tersenyum tipis sebelum menyendokkan kembali bubur tersebut ke mulut Taekwoon.

"Kenapa kau jadi secerewet ini? Lagipula kau masih cukup imut di umurmu yang sudah duapuluh enam tahun ini." Hakyeon mengusap belakang leher Taekwoon berkali-kali saat mengatakannya.

Taekwoon menaikkan kedua alisnya, "Aku? Kau lupa kalau dulu Hyuk sempat takut padaku?" ada suara tawa yang terselip saat Taekwoon mengatakannya.

Hakyeon ikut tertawa, dia tidak mungkin lupa saat itu. Sanghyuk tidak mau keluar kamar saat Taekwoon berkunjung ke apartemen mereka. Anak itu bahkan tidak pernah mau menatap mata Taekwoon saat menyapanya. Hakyeon pernah bertanya kenapa pada Sanghyuk yang waktu itu masih sangat polos, katanya mata Taekwoon terlalu mengintimidasi dan itu mengingatkannya dengan pembunuh berdarah dingin yang ada di film-film thriller. Hakyeon tertawa sangat keras saat itu sampai air matanya keluar dan perutnya sakit. Andai saja Sanghyuk tahu kalau Taekwoon punya hati yang sangat lembut dan sedikit pemalu.

"Sekarang dia bahkan yang paling manja padamu, kan?"

"Dia selalu bertingkah sok dewasa. Imut," kata Taekwoon pelan.

"Yah! Aku tidak suka kau memuji perempuan lain di depanku." Hakyeon memukul lengan lelaki yang sedang flu itu main-main, Taekwoon tahu Hakyeon percaya padanya.

"Hongbin juga cantik, Wonshik beruntung."

Hakyeon meletakkan sendok di dalam mangkuk, dia menghela napas pendek, kemudian dengan wajah kesal yang dibuat-buat dia mendekatkan wajahnya pada wajah Taekwoon yang sibuk mengunyah makanan di mulutnya.

"Jadi, kau mau bilang aku jelek?"

"Tidak." Taekwoon meminum air putih dari botol yang dibilangnya kekanakan itu.

"Atau kau mau bilang kau tidak seberuntung Wonshik dan Jaehwan?"

Taekwoon mengelus pipi Hakyeon menggunakan jari telunjuknya. "Kau manis, baik pada semua orang─"

Kemudian telapak tangan Taekwoon turun ke pundak gadis yang hari ini menggunakan t-shirt lengan pendek, telapak tangan Taekwoon yang besar dengan jari lentik itu terus turun ke pinggang Hakyeon yang ramping dengan pinggul yang penuh kemudian berhenti di sana. "─kau juga seksi dan aku bersyukur memilikimu."

Hakyeon tersenyum lebar lalu dia mengedipkan sebelah matanya.


xoxoxo


.

.

.

.

Hakyeon bersandar pada sofa ruang tv Taekwoon sendirian, jarinya sibuk mengganti channel tv satu-persatu. Tidak ada acara yang menarik. Hari ini bukan giliran drama kesukaannya yang tayang, akhirnya dia menyerah dan membiarkan layar kotak itu menayangkan home shopping. Dia menjatuhkan tubuhnya berbaring di sofa empuk itu, lantas mengambil ponselnya dari dalam saku. Mengetik sesuatu di grup 'katalk'nya bersama Hongbin dan Hyuk. Kemudian tertawa kecil saat membaca balasan dari adik-adiknya itu.

"Yeonni?"

"Kenapa ke sini? Harusnya kau tidur di kamar."

"Aku bosan." Hakyeon kemudian mendudukkan dirinya, memberi ruang bagi lelaki yang sudah mengganti bajunya menjadi piyama tidur berwarna merah maroon yang berbahan lembut. Padahal Hakyeon sengaja meninggalkannya sendirian di kamar agar lelaki yang sedang flu itu bisa istirahat dan tidur, toh Hakyeon sudah memberinya obat. Hakyeon menepuk ruang kosong di sebelahnya, mengisyaratkan Taekwoon untuk ikut duduk di sampingnya. Tanpa diperintah Taekwoon menidurkan kepalanya yang terasa berat di pangkuan Hakyeon.

Hakyeon menyamankan duduknya, menyisir rambut lelaki berkulit pucat itu dengan jari-jemarinya. "Kepalamu masih pusing?" tanyanya dengan nada khawatir.

"Eum." Taekwoon bergumam singkat sambil menutup matanya, mencoba untuk tidur di pangkuan gadis dengan celana pendek itu.

"Mau kubuatkan teh hangat?" tawar Hakyeon.

"Gwaenchana."

"Tenggorokanmu masih sakit? Kau harus banyak minum, Woonie."

Tidak menanggapi saran dari gadisnya, Taekwoon malah balik bertanya. "Kau besok ada kelas kan?"

"Iya, besok aku bisa berangkat dari sini."

"Kau butuh istirahat. Kalau kau di sini nanti kau sibuk mengurusiku."

"Aku baik-baik saja, yang penting kau sembuh dulu, Sayang." Hakyeon mengecup dahi Taekwoon cepat.

"Aku tidak mengizinkanmu menginap."

"Sejak kapan aku butuh izinmu untuk menginap?"

"Pulanglah, Yeonni." Taekwoon berbicara dengan suara lembutnya yang terdengar bindeng.

"Wae? Kau tidak suka aku di sini?"

"Aku hanya tidak mau kau kelelahan, nanti malah jadi kau yang sakit."

"Bagaimana denganmu kalau aku pulang?"

"Aku baik-baik saja."

"Kau bahkan tidak bisa melakukan apa-apa sebelum aku datang."

"Sekarang aku sudah merasa lebih baik, suhu tubuhku sudah mulai normal."

"Kau yakin?"

Taekwoon menganggukkan kepalanya mantap.


xoxoxo


.

.

.

.

"Yeoboseyo? Taek-oppa?"

"Hongbin-ah? Wae?"

"Apa Hakyeon-eonni masih di sana?"

"Dia sudah pulang sejak setengah jam yang lalu. Kenapa?"

"Tidak apa-apa, tapi ini sudah larut sekali. Apa eonni bilang mau pergi ke tempat lain sebelum pulang?"

"Aniya."

"Kukira eonni menginap seperti biasanya. Kudengar oppa sakit?"

"Flu biasa. Aku menyuruhnya tidak menginap. Sudah hubungi ponselnya?"

"Tidak aktif. Terakhir kali eonni menulis di grup 'katalk' sekitar dua jam yang lalu."

"Aku akan mencarinya di sekitar sini."

"Gwaenchana, oppa istirahat saja. Biar aku dan Hyuk yang─"

"Hajima! Kalian jangan ke mana-mana mungkin saja Hakyeon memang datang terlambat. Lagipula ini sudah sangat larut, aku tidak mau terjadi apa-apa pada kalian."

"Jangan pergi sendirian oppa sedang sakit."

"Akan kuhubungi Jaehwan." Perasaan Taekwoon tidak enak, jangan-jangan sesuatu yang buruk terjadi pada Hakyeon.


xoxo TO BE CONTINUED xoxo


Kira-kira Hakyeon ke mana yaa?

Ini akan aku bagi jadi 2 chapter, dan kabar baiknya chapter 2nya sudah rampung ditulis. YEAAAY~

dan chapter 2nya akan aku publish, tergantung dari jumlah review yang masuk.

Hayolo~ makanya jangan jadi silent reader. XD

Aku butuh cheerleader untuk semangat mengedit. Sampai ketemu di chap 2.

Annyeong~ Bye~