Disclaimer: Assassination Classroom by Yuusei Matsui
Warning: AU, typo, OOC, Sho-ai. Crossdress. Don't Like, Don't Read! ;)
Summary: [Hint!KaruNagi] [Slight!AsaNagi] Nagisa dan Karma hanya melakukan tugas mereka untuk membeli barang untuk persiapan festival sekolah. Ini bukan kencan. Pacaran juga nggak.
Detour © Kiriya Diciannove
Bel pulang sudah berbunyi sekitar 15 menit yang lalu. Kelas 3-E SMP Kunugigaoka yang biasanya berisik karena gesekan senjata atau keributan anak-anak pelajar terdengar hening. Meskipun demikian, masih ada sekitar 7 orang di dalam kelas. Isogai Yuuma, sang ketua kelas. Hiroto Maehara. Yukiko Kanzaki. Rio Nakamura. Kaede Kayano. Nagisa Shiota. Karma Akabane (yang cuman nyantai). Dan Ritsu (dia bukan manusia tapi). Mereka membahas tentang persiapan festival sekolah mereka. Lebih spesifiknya, untuk acara di kelas mereka.
Beberapa teman yang lainnya sudah mendapatkan misi lainnya; semacam mencari ikan di sungai, mencari sayur dari alam di belakang sekolah, sementara sang guru—Koro-sensei terbang ke Samudra Pasifik, sekedar untuk mengecek kedalaman palung Mariana—nggak. Sensei berupa gurita kuning bertentakel itu membantu mencari ikan di laut Indonesia yang terkenal dengan kekayaan alam lautnya. Hati-hati ditangkap menteri kelautan Indonesia, pak guru. Ntar ditenggelemin loh.
"Kita masih membutuhkan beberapa bahan untuk festival." Ujar sang ketua kelas 3E, dia berdehem pelan. "Siapa yang mau membelinya?"
Rio Nakamura, gadis berambut pirang yang tampak ikut membahas kegiatan yang akan dilaksanakan itu mengangkat tangan seraya menolehkan kepalanya, tangan beralih menunjuk. "Karma-kun saja. Dia terlalu santai. Baiknya diberi tugas juga."
Bukan untuk mengajukan diri, pemilik surai pirang malah merekomendasikan orang yang paling berbahaya di kelas. Yang mampu menyelundupkan uang persediaan untuk festival sekolah menjadi berkarung-karung cabe merah.
Tampak Karma sedang duduk dengan kaki naik ke atas meja, dia sedang membaca buku. Sesaat setelah namanya disebut, lelaki itu menoleh pada si blonde. Lelaki itu tersenyum santai, "Eeh… kau yakin ingin memberiku tugas membeli sesuatu? Bagaimana kalau uangnya aku pakai membeli ranjau atau lem super kuat saja. Pasti lebih menarik."
"Karma-kun, jangan begitu, festival ini penting untuk kita kelas 3-E. kau tidak mau kita makin diremehkan kelas 3-A, bukan?" sang ketua kelas menghela napas. Mengelus pelan surai hitamnya yang berantakan. Pusing pala berbi gara-gara memikirkan persiapan untuk kelas 3-E.
"Nagisa, kau temani Karma besok membeli bahan." Tunjuk cewek kuning itu pada anak lelaki berambut biru muda dengan pulpennya. Melemparkan titah dengan begitu mudahnya.
"Hah?" Nagisa yang sedang membawa tumpukkan kertas origami di tangannya menoleh, "Kenapa aku?" Dia menatap ke arah perempuan bermarga Nakamura dengan tatapan kaget dan melas.
Nanti aku dibully Karma-kun bagaimanaaa?!
"Habisnya kau orang pertama yang kulihat waktu menoleh." Ujar si blonde sambil memeletkan lidah. Mata menampilkan wink.
Alasan macam apa itu?! Sayangnya efek meja digebrak tidak terdengar. Bukan gaya Nagisa.
Karma bangkit dari duduknya lalu merangkul bahu Nagisa, "Waah, bukankah ini bagus Nagisa, mereka menyuruh kita kencan. Jangan lupa pakai pakaian yang manis besok," canda Karma mengerling dengan seringai santai khas miliknya.
"Nah, ini list bahan-bahan yang harus kalian beli." Isogai meletakkan note kecil di meja Nagisa.
Nagisa speechless, "Ini bukan kencan."
Bagaimana bisa kamu mengatakan kencan kalau yang jalan sama-sama cowok. Pacaran juga nggak.
XoXo-XoXo-XoXo
Drrrttt…
Ponsel milik Nagisa berdering, lelaki berambut biru yang baru selesai mandi itu meraih ponselnya sambil mengeringkan rambutnya dengan handuk. T-shirt biru sudah dipakai dengan celana pendek bergaris hitam selutut. Cute lah pokoknya.
From: Karma-kun
Subject : [Kencan]
Jangan lupa kencan kita besok. /smirk/ ;)
Nagisa memasang wajah poker face setelah selesai membaca pesan dari Karma.
To: Karma-kun
Subject : [re: kencan]
Ini bukan kencan. -,-
Jangan lupakan bahan-bahan yang harus kita beli.
Pesan terkirim dengan cepat. Kemudian dibalas dengan cepat pula oleh sang teman sekelas.
From: Karma-kun
Jam 9 di dekat halte. Oke. ;p
Jangan terlambat.
Nagisa menghela napas. Oke, berharap saja teman berambut merahnya itu tidak berniat melakukan keisengan yang macam-macam keesokan harinya.
Cklekk.
Pintu kamar lelaki androgini itu terbuka. Refleks membuat Nagisa menoleh dan mendapati ibunya berada di depan pintu. Jantung berdebar lebih cepat karenanya.
"Makan malam sudah siap lho." Ucap sang ibu dengan senyuman manis menghiasi wajahnya.
"Oh, aku akan segera kesana, bu."
"Sedang apa kamu?" Tanya sang ibu.
"Aku hanya membalas pesan, bu. Besok aku akan pergi membeli bahan untuk kegiatan festival sekolah." Jelas Nagisa pada sang ibu yang menatapnya dengan intens. Membuatnya berpikir apa ada yang salah dengan ucapannya atau pakaian yang dipakainya.
"Yakin bukan kencan?" sang ibu memastikan.
"B—bukan kok!" Nagisa menyahut cepat.
Sang ibu mendekati Nagisa. Dia meraih helaian rambut biru Nagisa yang masih basah.
"Rambutmu sudah semakin panjang Nagisa, indah sekali bukan?"
Nagisa mengarahkan pandangannya ke cermin. Dimana terdapat refleksi dirinya dengan sang ibu.
"Uh… kau pikir begitu, bu?"
Sang ibu mengangguk sambil tersenyum manis yang dipastikan akan membuat siapapun yang berada didekatnya akan berhati-hati.
Nagisa melirikkan matanya ke kanan cermin. Sekedar melihat beberapa helaian rambutnya yang dielus sang ibu.
Dia menghela napas pasrah. Semakin pasrah ketika sebuah dress selutut yang hampir senada warna rambut ditujukan sang ibu padanya.
XoXo-XoXo-XoXo
Bosan memperhatikan orang yang berlalu lalang di sepanjang jalan, seorang anak remaja lelaki berambut merah cerah dengan iris berwarna mercury tampak bersandar di dinding sambil melirik jam tangan miliknya. Kaki yang memakai sepatu kets merah hitam mengetuk-ngetuk ke jalanan beraspal.
Jam 09.10.
Lelaki berjaket merah itu nampak menyeringai dengan suasana hati sedang kesal. Temannya terlambat. Tepatnya teman berambut birunya yang bernama Nagisa Shiota. Seseorang yang cukup cute untuk disebut lelaki dan cukup pendek untuk ukuran lelaki sepantarannya. Tapi terakhir kali di cek, pemilik surai light blue itu memang cowok, dia masuk toilet cowok bareng dengan Sugino, bukannya dengan Kataoka ke toilet cewek.
"Baiklah Nagisa-kun, kau terlambat. Baiknya apa yang harus kulakukan padamu? Mengumpankanmu pada para preman… atau menjual fotomu pada om-om pedo…" gumam Karma sambil memikirkan seribu satu keisengan bejat yang terlintas di kepalanya.
Nagisa bergidik. Dia berlari dengan cepat begitu keluar dari mobil sang ibu yang sudah berbaik hati (baca; memaksa) untuk mengantarnya, tidak mempedulikan tatapan orang-orang padanya.
Dia terlambat 10 menit. Sangat kampret, bisa jadi nanti Karma mengumpankannya pada preman agar Karma bisa mengisengi para preman seperti beberapa waktu yang lalu. Atau mungkin menjual fotonya pada om-om pedo di situs online! Yeah, Karma pernah mengancamnya dengan ucapan seperti itu. Dan Nagisa tidak tahu, apakah ucapan cowok merah itu bohong atau tidak, karena cara bicaranya yang selalu santai memang susah ditebak apa maksud sebenarnya.
Mata birunya mendapati Karma sedang bersandar sambil melihat jam. Dengan segera Nagisa melesat kesana. "Maaf, aku terlambat Karma-kun!" napasnya tersengal-sengal.
"Oh, aku sudah memikirkan apa yang akan aku lakukan padamu. Akhirnya kau…" Karma terdiam sejenak, remaja itu tampak speechless. "Nagisa, waktu aku memintamu pakai pakaian yang manis waktu itu hanya bercanda."
Yeah, walaupun Nagisa terlihat feminim karena rambutnya cukup panjang dan sering diikat dua, Karma tidak menduga kalau Nagisa yang notabene adalah cowok, memakai pakaian cewek di hari yang indah ini. Sebuah dress terusan berwarna toska panjang selutut. Lengan dress hingga siku. Rambut tergerai, dengan hairpin berbentuk bunga. Crossdressing. Greget.
Begitu kanpeki sehingga tidak terlihat sama sekali kalau dia adalah lelaki tulen. Sejak awal postur Nagisa memang mendukung sih, apalagi kalau di dandani seperti ini. Maji kawaii.
Skor 85 dari Karma!
"Aku tahu!" Sahut Nagisa cepat sambil memandang ke arah lain. "Semuanya gara-gara ibuku, dia mendandaniku dan memaksa untuk mengantarku."
Wajah tampak blushing.
"Oh…" Karma hanya ber 'oh' ria. Terkesima beberapa saat.
"Ibuku yang membuatku memakai semua ini." Kesuraman meliputi Nagisa. Aura awan hitam berada di atasnya, seakan membawa kutukan untuknya. "Akan sangat memalukan kalau ada teman kita yang melihatku seperti ini. Rasanya seperti ingin mati karena malu..."
Jepret!
"Karma-kun! Apa yang kamu lakukan?!"
"Eh, apa? Aku hanya memotretmu." Sahut Karma santai sambil memperhatikan foto yang baru saja dia ambil. Nagisa yang manis dan imut. Wajahnya tampak semakin memerah karena malu sekali. Mulai menyaingi merahnya warna cabe kesukaan Karma.
"Jangan melakukan hal itu!" Nagisa menutup wajahnya dengan tangan kiri, tampak putus asa. "Aku tidak tahu dimana harus meletakkan wajahku sekarang."
"Hee~ biarkan saja wajahmu tetap pada tempatnya, kamu terlihat cukup cute kok." sahut Karma dengan seringai yang senantiasa menghiasi wajahnya.
"Karma-kun, mendengar lelaki mengatakan cute pada lelaki lain itu aneh. Jadi hentikan."
"Tidakkah kau pikir kau bisa membantuku mengajak para preman ke sudut gang, kau bisa menggoda mereka, dan kemudian aku akan menyiksa mereka? Aku punya saus cabe super pedas." Tanduk imajiner di kepala Karma tampak jelas di iris azure Nagisa.
"Tidak." Sahut Nagisa cepat. "Kamu lupa niat kita hari ini?"
"Kencan?" Jari telunjuk tangan kanan Karma terangkat.
"Bukan! Tapi membeli barang-barang untuk festival." Sahut Nagisa lelah hati.
Karma tertawa, "Yaah, tidak usah terlalu serius seperti itu."
"Siapa yang bisa tidak kepikiran kalau dalam situasi seperti ini. Bayangkan kalau dirimu yang memakai pakaian cewek seperti ini, Karma-kun."
"Kalau aku crossdress?" Karma tampak berpikir setelah mendengar ucapan Nagisa, "Aku akan menggoda om-om kemudian membuatnya menghabiskan uangnya untukku dan mengirim fotonya bersamaku (yang crossdress) pada istrinya."
"Kau ingin merusak rumah tangga orang?!"
"Haha, tapi sepertinya memang lebih cocok Nagisa yang berpakaian seperti ini." Karma mengerling.
"Sudah kubilang, aku tidak akan senang dipuji seperti itu." Sahut Nagisa kalem, "Hei, bisa kita ke toko pakaian dulu? Kupikir aku bisa membeli pakaian dan berganti…"
"Tidak."
"Huh?" Nagisa berfirasat buruk.
"Bukankah akan lebih menarik seperti ini." sahut Karma dengan seringai yang melebar. "Lihat, bahkan orang-orang tidak akan menyangka kamu adalah laki-laki. Mereka berpikir kamu manis. Bahkan, mungkin mereka akan rela jadi homo demi kamu."
Karma menunjuk beberapa laki-laki yang sepertinya murid SMA, menatap Nagisa dengan penuh minat untuk kenalan.
Horror. Nagisa sweatdrop, sedikit mendekat pada Karma dengan maksud menyembunyikan diri dari tatapan mupeng itu. "Ini membuatku semakin ingin cepat berganti pakaian."
"Santai saja, bukannya lebih nyaman kencan seperti ini? Kita bisa gandengan tangan juga loh. Mau?" Karma menadahkan tangan pada sang sobat yang dia sukai (untuk dibully).
"Duh, harus bilang berapa kali lagi, kita ini ingin membeli barang untuk festival. Bukan kencan."
"Ya, ya, ya. Semakin cepat kita membeli semua bahan. Semakin banyak waktu yang bisa dinikmati nantinya. Untuk menemukan mangsa misalnya. " Karma menarik lengan Nagisa. Membuat sosok biru itu terseret. Karma tidak tahu sih, Nagisa belum berpengalaman memakai heels.
XoXo-XoXo-XoXo
Tadi hari cerah kok. serius deh. Jadi salahkan pada global warming yang tiba-tiba membuat dunia yang disinari mentari berubah menjadi langit gelap, awan hitam dan angin yang bertiup cukup kencang. Atau salahkan saja para manusia yang menjadi penyebab utamanya.
Syukurnya semua barang keperluan sudah selesai dibeli. Mata biru Nagisa menatap ke arah langit. Terkesan melankolis. "Mungkin akan hujan." Bersedekap karena angin memberikan kesan dingin pada tubuhnya. "Oh ya, barang-barangnya bagaimana, Karma-kun?"
"Akan diantar ke sekolah besok siang." Remaja itu berkacak pinggang. Melirik sosok disampingnya sekilas.
Melihat kembali pada kertas berisi pesanan barang-barang yang harus dibeli, Nagisa mengingat-ingat apa saja yang sudah mereka beli sambil bergumam pelan. Berdiri di depan toko yang baru saja mereka masuki. Bersyukur dapat menjaga uang titipan kelas dari tindak penyelewengan dari remaja bermarga Akabane. Bisa kacau acara kelas mereka kalau uang mereka dipakai Karma untuk membeli bahan membuat bom rakitan.
Angin dingin kembali berhembus. Rambutnya yang tergerai dan tertiup angin memberikan kesan manis bagi beberapa orang yang melihatnya. Begitu juga dengan dress pendeknya yang ikut melambai itu kapan kiranya bisa tersingkap sebagai fanservice?
"Nih, pakai." Jaket merah disodorkan oleh sang pemilik pada Nagisa. Membuat empunya iris biru menaikkan alis. Curiga. Seudzon.
"Kamu sehat kan, Karma-kun?" Tumben baik. Jangan-jangan ada udang dibalik bakwan.
"Apa maksudmu, Nagisa. Tentu saja aku sangat sehat. Bukankah sudah tugas lelaki untuk menjaga pasangan kencannya."
Plis deh. Nagisa memasang poker face. "Kalau kau sehat, kau ingat kan kalau aku itu—"
"Aku ingat." Sela Karma, "Jadi bagaimana kalau kau pergi ke Thailand saja. aku akan memesankan tiketnya dengan segera via online." Karma memperlihatkan ponselnya.
"Untuk apa?!"
"Memotong sesuatu mungkin?"
"Tidak perlu. Kalau untuk memotong rambut, aku akan minta tolong pada Akashi nii-san saja."
Nagisa gagal paham. Oke, Karma maklum aja. Lagipula ini salah satu pesona alami Nagisa.
"Siapa Akashi?" Kok kayaknya Karma familiar gitu sama namanya.
"Tetangga tidak jauh dari rumahku. Dia pandai menggunakan gunting. Dan dia adalah kakak yang keren dan pandai main basket."
Karma meletakkan tangan kirinya di atas surai Nagisa, tangan kanan dengan jari telunjuk berada di depan bibir pemilik surai light blue. "Kita sedang kencan, dilarang menyebut nama lelaki lain, Nagisa-kun."
Nagisa ingin menimpuk kepala Karma dengan sandal yang dipakainya karena mendengar ucapan Karma. Dia menghela napas pelan. Tapi dengan setengah hati tetap memakai jaket merah milik Karma. Masalahnya dingin sangat broh. Dia sudah bersin dua kali karena kedinginan. Lagipula, dari seribu satu hal yang dilakukan Karma. Hanya satu dari seribu hal itu yang bermakna kebaikan. Jarang terjadi. Jadi bagusnya ya diterima mumpung ada.
Tunggu dulu, di jaket ini tidak ada bom nya kan?
Atau tempelan nista semacam; tanda panah bertulis [uke minta dibelai] misalnya?
Oke, (sepertinya) aman. Saking manisnya Nagisa, pasti tidak akan ada yang menduga kalau dia lelaki kalau dalam keadaan seperti ini. Kecuali kalau ditelanjangi tentunya. Tingkat cute-nya menjadi naik karena jaket Karma ternyata cukup besar ketika dipakai olehnya.
Kedua tangannya tenggelam, menyisakan sedikit jemari yang ternotis. Dia memandang Karma yang sekarang hanya memakai baju hitam. "Terlalu besar, Karma-kun…"
Klik. Jepret.
Sebuah foto bagus kembali tertangkap kamera Karma. Seringai lebar muncul, tangan mengacungkan jempol.
"Nice pose, Nagisa-kun. Oh ya, bisa kah kau meletakkan kedua tanganmu di pipi, pose ceribel?"
Freeze beberapa saat, Nagisa mulai memikirkan seribu cara supaya ponsel Karma musnah dari muka bumi.
XoXo-XoXo-XoXo
Sushi dengan vanilla milkshake berada di meja hadapan Nagisa, sementara sosok dihadapannya memesan hamburger dengan jus strawberry. Jam makan siang, berada di café. Duduk berdua. Malah jadi kayak kencan beneran. Nagisa pengen menaplok jidatnya sendiri karena pemikirannya barusan.
"Lho, Nagisa."
Suara keibuan menyapa pendengaran Nagisa. Sangat jelas itu memang ibunya. Nagisa menoleh dengan sedikit canggung.
"Eh, ibu… sedang apa disini?" Sushi yang hampir memasuki mulut dengan sumpit kembali mendarat di piring. Syukur dia belum ganti baju, meskipun sekarang tertutup jaket milik Karma.
"Tadi ibu kebetulan ada janji bertemu teman lama didekat sini. Bukankah kamu sedang mencari barang-barang untuk festival sekolah?" Mata Hiromi mengarah pada Karma yang memakan keripik kentang. "Temanmu?"
"Err—yeah. Sudah selesai kok, bu." Nagisa berdiri, mengeratkan jaketnya. Mata Nagisa melirik gelisah pada sosok di depannya yang tampak santai. "Dia Karma Akabane, tem—"
Karma berdiri, senyum ganteng, dan tampak sopan. Menunduk kepada sang ibunda teman sekelasnya itu. Menyela perkataan Nagisa. "Selamat siang tante, Karma Akabane, sekelas dengan Nagisa. Kami berdua memang bertugas membeli beberapa bahan persiapan festival dan baru saja selesai." Karma menjelaskan panjang lebar. "Oh ya, saya pacar anak tante."
Rahang Nagisa rasanya ingin jatuh seketika. Langsung menoleh pada sang ibu, menakuti ekspresi yang akan dinampakkan sang ibu.
"Ara? Aku belum tahu kalau Nagisa punya pacar sebaik dan sesopan kamu, Karma-kun." Hiromi tersenyum kecil.
Baik? Sopan? Fitnaaahh! Dia itu titisan setan, bu! Ibu gak lihat apa ada dua tanduk di kepalanya?!
Sepertinya ibunya memang sudah menutup mata tentang gendernya yang masih laki-laki di kartu pelajar. Karma juga iseng banget level dewa—setan. Nagisa jadi pengen mewek.
"Biasa aja tante." Karma tersenyum tipis. "Iyakan Nagisa?" Mengerling pada Nagisa.
Najis. Pacaran sama Karma? Mana mungkin!
Emangnya Nagisa gila? Kalau sama cowok, mending juga sama gentleman macam Yuuma Isogai kali!
Emangnya Nagisa masokis yang rela dianiaya, dibully, di BDSM sama Karma?
Emangnya enggak…? Eh.
"G—gitu deh." Nagisa malas cari perkara berlebih dengan dua orang yang greget di dalam hidupnya itu. Takut komentarnya menjadi sesuatu yang salah di mata sang ibu. Atau jadi berbahaya karena Karma.
Beberapa saat tampak sibuk dengan ponsel, sang ibu kemudian menampilkan senyum kepada mereka, "Kalau gitu, ibu duluan ya. Teman ibu sudah menunggu. Tolong jaga Nagisa dengan baik ya, Karma-kun."
"Oke, tante." Karma menyahut sebelum Hiromi berlalu seraya melambaikan tangannya. Sosok dewasa itu menghilang di balik pintu.
Kembali duduk, Karma kembali menikmati keripik kentang yang masih tersisa separuh dengan santai, terkesan tidak begitu peduli dengan apa yang telah terjadi.
Seberapa banyak kebahagiaan pemilik mata azure menjauh karena sering menghela napas di hari ini? Betapa beratnya cobaan ujian kesabaran Nagisa hingga sekarang.
Nanti malam, ibunya tentu akan menginterogasinya tentang Karma.
"Jangan bohong seenaknya semacam itu, Karma-kun," Nagisa memprotes hal yang telah di lakukan Karma.
"Supaya tidak jadi kebohongan, gimana kalau beneran pacaran denganku?" mata tajam Karma menampilkan eyesmile, tangan menumpu dagu. Pose keren.
Mata azure Nagisa memandang fokus pada iris keemasan Karma. Dia mengelus pelipisnya perlahan. "Jangan khilaf, Karma-kun."
Mengingat perut masih berdendang dengan musik keroncongan. Nagisa kembali melahap sushinya. Diluar, gerimis mulai terlihat. Dingin semakin terasa.
"Pulang nih?" terdengar suara Karma dengan backsound suara hujan, menyadarkan Nagisa dari lamunan. Masih siang. Diluar terlihat beberapa orang berlarian untuk sekedar mencari tempat berteduh.
"Ujan-ujanan gini?" Nagisa balik bertanya. "Kalau kamu mau, duluan saja, Karma-kun."
"Ah, tidak seru, Nagisa." Karma menyahut malas. "Masih terlalu awal. Jadi ayo bersenang-senang~"
XoXo-XoXo-XoXo
Berdiri berdua di depan pintu café, menuju keluar café. Nagisa menoleh, "Mau kemana?"
"Ya kencan kan?"
Kata-kata nyebelin itu lagi.
"Mumpung hari libur, harus dinikmati dengan bersenang-senang Nagisa."
Nagisa mengangkat tangan kanannya setinggi telinganya. Interupsi. "Kalau untuk iseng. Aku tidak ikut."
Karma masih menatap Nagisa dengan tenang. Tapi Nagisa tahu jelas, sosok yang lebih tinggi darinya itu sedang memikirkan sesuatu (yang sepertinya berbahaya).
"Atau merayu om-om." Lanjut Nagisa sambil menggeleng. Tangan menyilang.
Netra remaja yang memakai baju kaos hitam lengan panjang itu beralih ke depan. Hujan masih lebat. Awan mendung masih berada di langit kota Kunugigaoka.
Hari libur seperti ini, lebih menyenangkan kalau dihabiskan dengan tidur di kasur yang hangat. Bermalas-malasan. Tapi pergi berjalan-jalan dengan Nagisa (terutama dalam situasi seperti ini) juga tidak kalah menyenangkan. Sudah lama mereka tidak menghabiskan waktu untuk sekedar hang out bersama.
"Baiklah, untuk hari ini mari kita bermain saja."
"Bermain?" Nagisa memastikan defenisi bermain seperti apa yang dimaksudkan oleh Karma.
"Ya main, seperti dulu. Seperti yang sering kita lakukan."
Senyuman kali ini tampak tulus dari Karma. Atau mungkin karena penglihatan Nagisa sedikit buram karena efek tempias air hujan masuk mata.
Berhadapan dengan Nagisa, Karma menarik resleting jaket merah yang dipakai Nagisa hingga atas. Memastikan jaket itu melindungi dress yang dipakai sobat secara terpaksa. Tentu saja itu membuat Nagisa menaikkan satu alisnya.
"Kita akan menembus hujan ke seberang sana lho. Apa kamu mau pakaian kamu terlihat jelas karena basah? Aku sih tidak masalah."
"Aku kan cowok." Ujar Nagisa. Basah ya gak masalah. Pikir Nagisa.
"Iya, cowok yang lagi pakai baju cewek. Dandan juga seperti cewek. Om pedo bakal terbuai kok lihat kamu begitu. Dia pasti mau bayar kamu mahal untuk sekedar pamerin paha." sahut Karma sambil memasangkan hoodie jaket ke kepala Nagisa. "Terus apa guna aku meminjamkan jaket kalau tidak digunakan dengan baik."
Nagisa mendadak jadi terharu. Karma kesambet apaan, mendadak jadi baik. Apa mungkin jus strawberry tadi ada sianida di dalamnya?
XoXo-XoXo-XoXo
Dua tiket dari hasil ngantri lebih seperempat jam berada di tangan Nagisa, penuh perjuangan karena bokong hampir di grepe anak sma yang baris di belakangnya. Perlu waktu lima menit sebelum akhirnya Karma yang antri di depannya mau menjadi berada di belakangnya. Anak SMA di belakang langsung keluar dari antrian dengan muka pucat, entah diapain Karma. Selain itu, pemilik surai merah itu bikin modus dengan cara mendaratkan dagu dibahu kanan Nagisa dan merangkul bahu kiri Nagisa. Pengantri lain sih pastinya berpikir mereka pasangan anak remaja cute-innocent, romantis dan bikin jeles. Padahal penat sudah menyapa bahu Nagisa. Pegal karena berdiri pakai heels. Karma berat.
Nagisa ikhlas dibegitukan demi nonton film movie terfavoritnya—Sonic Ninja—untuk yang kesekian kalinya. Kali ini dibayarin Karma. Jankenpon untuk menentukan siapa yang membeli popcorn dan soda. Karma mengangguk dan berucap oke karena kekalahan telak; tangan mengeluarkan gunting, sedang Nagisa mengeluarkan batu.
Nagisa hanya perlu waspada, entah soda atau popcorn yang diberi bubuk deterjen ampuh penghilang noda dalam sekali kucek oleh Karma.
Popcorn porsi besar kali ini rasa karamel manis. Soda medium dengan rasa yang normal. Ditambah sepaket nachos dan kentang goreng. Tempat duduk yang strategis, film yang ditonton juga memang Sonic Ninja. Sesekali melirik Karma yang menonton film sambil mengunyah popcorn mereka. Cowok androgini itu masih menyimpan sedikit rasa seudzon di dalam hati.
XoXo-XoXo-XoXo
Senapan berada ditangan Nagisa, begitupula dengan Karma, senyum beringas terlihat di wajah Karma. Dengan sombong, Karma berucap, "Kita bunuh mereka semua, Nagisa."
Dan dentuman tembakan senjata beruntun terdengar. Poin awal yang berupa angka kosong atas musuh berupa mayat hidup yang berhasil dikalahkan Karma meningkat dengan cepat hingga mencapai ribuan. Mata lurus kearah layar. Begitu pula dengan sang partner yang membantunya.
Nagisa jadi bingung, kenapa mereka sekarang malah bermain di game center?
Masih dengan jaket hoodie yang menutup kepala, Nagisa mengikuti arahan Karma yang seenaknya, hingga nyawa karakternya hampir k.o. sementara milik Karma masih penuh. Orang ini memang masih Karma yang biasanya.
Tapi di dalam hati, Nagisa menikmatinya sih. Nggak, bukan tentang kencan. Tapi hang out. Jangan menyalah pahamkan makna kedua kata itu.
XoXo-XoXo-XoXo
Okajima hanya berniat membeli majalah. Iya, majalah yang bisa membangkitkan hasrat. Berniat pulang ketika tiba-tiba hujan turun dan menggagalkan niatnya untuk segera membaca majalah itu di kamar. Lalu, kebetulan bertemu dengan teman-temannya yang lain. Terasaka and the gang. Maksudnya Terasaka, Itona, Hazama, Muramatsu dan Taisei. Dan yang terakhir, Rio Nakamura yang baru saja keluar dari toko pakaian. Tapi sepertinya tadi Okajima sekilas melihat ada makhluk kuning bertentakel lewat kayaknya.
Dunia itu memang sempit.
"Halah, muka-muka ini lagi yang dilihat." Ucap Rio sambil berface palm. "Bosen. Oplas ke Korea sana." Tunjuknya pada Terasaka.
"Hahh?!" wajah sangar Terasaka terlihat jelas. Membuat orang lewat menyingkir secepat mungkin.
Baru saling menyapa, tiba-tiba mata Okajima mendapati sosok merah yang familiar, tangan menunjuk kearah sana. "Woi, itu bukannya Karma?"
"Hah? Mana?" Rio menyahut. Mengedarkan pandangan. Menunjukkan ekspresi terkejut ketika mendapati Karma bersama dengan seseorang yang tidak diketahui siapa karena wajahnya tertutup tudung jaket. "Karma sialan, disuruh membeli persiapan untuk festival, malah main-main dengan orang lain." Rio hampir melabrak Karma kalau saja tidak ditahan oleh Okajima.
"Jangan gegabah!" seru Okajima, Muramatsu dan Taisei.
"Lepaskan! Dia harus diberikan pelajaran!" ujar Rio.
"Dia lebih pintar, mau diberi pelajaran apa?" Itona berkomentar.
"Bukan dalam artian seperti itu." Terasaka menanggapi ucapan Itona.
"Kamu sih gak masalah Nakamura-san, kalau kami dianiaya Karma setelahnya dan hanya tinggal nama bagaimana? Aku bahkan belum membaca majalah yang baru kubeli!" seru Okajima. Diiyakan oleh Muramatsu dan Taisei.
Nakamura tampak tidak begitu peduli dengan hal itu, "Anak itu pasti membiarkan Nagisa mengurus barang-barang yang dibeli sendirian, sedangkan dia sibuk kencan dengan anak perempuan—"
Hening seketika. Mereka saling berpandangan beberapa saat. Detik berganti jadi menit. Eh? Karma yang itu, sedang kencan dengan cewek? Bukannya itu mustahil?!
Dengan segera, semuanya mengintip. Memperhatikan kedua orang yang berada di tempat permainan menembak.
"Aku tidak tahu kalau Karma punya pacar." Hazama ikut bersembunyi, memperhatikan ke depan. Mereka memperhatikan sosok bersenjata disebelah Karma. Gadis itu lebih pendek dari Karma, dengan dress berwarna toska selutut. Heels putih. Jaket kebesaran yang dipakai sosok gadis itu menutupi dengan baik. Wajah tidak terlihat karena tersembunyi dibalik hoodie jaket. Tapi kakinya putih mulus, bray.
"Aku juga tidak menyangka. Mungkin cewek itu diancam oleh Karma." Taisei ikut berargumen, tangan mengelus dagu ala detektif handal.
"Itu… yang dipakai gadis itu jaket milik Karma kan? Apa Karma itu bisa baik juga terhadap cewek?" Muramatsu terbelalak.
"Anjay. Setan kayak gitu bisa punya pacar?" Terasaka tampak tidak terima.
"Mungkin cewek itu mata batinnya udah tertutup. Atau mungkin dia maso level pro." Ujar Rio seraya mengeluarkan ponsel dari saku sweaternya.
Klik. Jepret.
Potret dua sosok yang bersenang-senang telah berada di galeri ponsel gadis berambut blonde. Yakin deh, besok heboh di sekolah.
Sedikit menyeringai dengan apa yang dia dapati dengan mata merahnya. Karma meletakkan senapan mainannya. Membuat Nagisa heran, dia hampir menoleh kalau saja pipinya tidak ditahan oleh kedua tangan Karma.
"Ada apa, Karma-kun?"
Mendekatkan wajahnya, jarak sejengkal dari wajah Nagisa, memberikan kesan salah paham untuk teman-temannya diluar sana karena posisi yang ambigu. Karma tertawa dalam hati. "Aku sudah bosan. Kita cari permainan lain." Menarik sosok itu menjauh dari tempatnya sekarang. Dalam sekejap menghilang dari keramaian.
"Kampret, ngapain tuh Karma? Wajah mepet-mepet gitu." seru Terasaka hampir kalap. Ditenangkan oleh Itona.
"Jangan terlalu menampakkan kejonesanmu, Terasaka."
Segera, hasrat beberapa anak murid kelas 3-E untuk menstalker bangkit. Mencoba mengikuti kemana dua pasangan itu menghilang. Namun apa dikata, belok kiri kanan, berputar dan kembali ke tempat semula. Hasilnya nihil. Karma Akabane dan sang pacar (pernyataan sepihak dari Rio dan yang lain) telah menghilang begitu saja.
"Aku tidak bisa menemukan mereka," ucap Itona mengedarkan pandangan dan tampak tertarik dengan permainan mobil-mobilan.
"Aku penasaran dengan anak perempuan yang bersama Karma ituu!" ujar Okajima. "Cantik deh kayaknya, mana kakinya putih mulus gitu."
"Anak perempuan itu pasti kena santet atau guna-guna dari Karma." Komentar Hazama kalem.
Muramatsu melipat tangannya, "Mainan Karma sih bukan boneka santet. Dia mainnya pisau sama cabe."
Memperhatikan foto yang ada di galeri Rio, mereka semua hanya bisa memasang wajah penasaran. Cewek itu gak ada mukanya bro—nggak kelihatan maksudnya.
"Apa mungkin kita mengenal cewek berjaket ini?" ucap Rio sambil memandang wajah teman-temannya bergantian. Yang lain hanya menggeleng pelan.
Dia Nagisa loh, padahal.
XoXo-XoXo-XoXo
Nagisa terpisah dengan Karma di keramaian mall yang mereka masuki beberapa waktu lalu. Rintik-rintik hujan tidak selebat tadi, meskipun masih turun membasahi bumi terlihat diluar. Melihat kanan kiri untuk menemukan sosok berambut merah namun nihil. Mungkin Nagisa pulang duluan saja.
Bruk.
Menabrak seseorang karena dia mundur beberapa langkah tanpa melihat-lihat. Tangan sang penabrak menahan bahunya agar tidak terjatuh dari belakang.
"Maaf." Iris azure bertukar pandang dengan iris violet. Ucapan lembut Nagisa sampai pada indra pendengaran orang yang ditabrak. Mata Nagisa membulat. "Asano-kun?!"
"Hm?" mengerutkan alis, Gakushuu mencoba mengenali sosok perempuan manis berjaket di depannya. Tunggu dulu. Seingatnya sosok ini bukan perempuan. Apa ini anak sudah operasi jenis kelamin gitu? "Nagisa Shiota, anak kelas 3-E."
"Bukan! Kau salah orang, permisi!" Nagisa berniat kabur dengan cepat, namun tudung jaket ditarik oleh Gakushuu.
Menampilkan helai light blue yang tergerai dengan jepit rambut bermotif bunga. Anak remaja bermarga Asano itu melepaskan tangannya dari hoodie jaket. Dengan segera Nagisa kembali memakai tudung jaket. Mampus, terlihat oleh anak kepsek dengan keadaan seperti ini.
'Karma-kun, help.'
Nagisa-kun, jangan minta tolong sama setan.
XoXo-XoXo-XoXo
[TBC]
XoXo-XoXo-XoXo
A/N: Halo, salam kenal, Kiriya desu! FF pertama di fandom Ansatsu Kyoushitsu. Semoga ada yang berminat untuk membaca dan berkomentar. Saran dan kritik diterima. Maaf kalau rada ooc. :'))
[1] Akashi; Akashi Seijuuru dari anime Kuroko no Basket.
[2] Jankenpon: hompimpa; suit Jepang
Kalimantan Tengah, 25/02/2016
-Kiriya-
Mind to review? :)
