Yoongi memasangi dasinya sendiri dengan penuh percaya diri dan...menahan kesal. Bagaimana tidak? Sedari tadi putra kecilnya yang masih berusia tujuh tahun itu terus merengek agar dia memberikan izin melalui dengan menandatangani sebuah surat. Tentu saja yoongi tak mengizinkannya. Bagaimana tidak? Melakukan perkemahan bagi siswa yang baru masuk sekolah dasar menurutnya sangat berbahaya. Perkemahan itu dilakukan sebagai sambutan bagi murid baru seperti putranya.
"Appa, jiminnie janji tidak akan nakal."
"Kapan kau pernah menepati janjimu?"
Putra kecilnya tak mampu menjawab dan membuat yoongi tersenyum menang. Ia mengusak rambut putranya dan mengambil kopernya yang berada di ranjangnya.
"Lihat saja! Jiminnie akan pergi bagaimana pun caranya!" Teriaknya dari kamar sang ayah yang begitu sangat menyebalkan.
.
Yoongi merilekskan tubuhnya setelah cukup lama berkutat dengan pekerjaannya dan bahkan sekarang sudah masuk jam makan siang. Biasanya putra kecilnya yang imut itu akan menghampirinya karena sudah waktunya pulang sekolah. Tapi tidak hari ini. Yoongi menghela nafas dan mengambil sebuah bingkai foto yang di dalamnya terdapat potret seorang namja dengan senyum khas yang menampakkan kedua gigi kelincinya. Senyumnya mengembang seketika.
"Kookie, dia sama saja keras kepala sepertimu. Aku kan tidak ingin ada hal buruk terjadi padanya. Tapi lucu juga melihatnya merajuk. Sangat imut. Mungkin aku harus melakukan sesuatu untuknya. Supaya dia tidak pergi."
.
"Aigoo! Keponakan imo yang manis ini kenapa cemberut? Jelek lho." Ujar seokjin sambil meletakkan mangkuk berisi ramen permintaan keponakan tersayangnya itu. Jarak sekolah jimin dan rumah makannya sangat dekat. Biasanya ia akan mengantar jimin seperti biasanya. Tetapi kali ini jimin mengatakan ingin disini saja.
Jimin masih saja cemberut dengan menopang dagu menggunakan kedua tangan mungilnya. Padahal sedapnya bau ramen yang dimasak seokjin tak membuatnya bergeming.
"Hai anak manis!" Kini giliran pamannya yang baru saja datang juga diabaikannya. Ia pun menatap istrinya dengan penuh tanda tanya. Seokjin hanya mengedikkan bahunya.
"Appa jahat! Masa appa tidak mengizinkan jiminnie pergi kemah."
"Kemah? Tentu saja appa tidak mengizinkan sayang. Jimin masih kecil." Seokjin tersenyum lembut dan mengusap rambut jimin dengan sayang.
"Appa dan imo benar. Kalau terjadi apa-apa dengan jimin bagaimana? Appa pasti sedih. Jimin tau kan kalau appa hanya punya jimin saja?" Namjoon mencoba menambahkan.
"Huh! Samcheon dan imo sama saja seperti appa. Lebih baik jiminnie ke tempat eomma saja!" Jimin beranjak dari kursinya dengan kesal dan keluar dari rumah makan tersebut.
"Jiminnie!" Seokjin dan namjoon sudah kelebihan umur untuk menyeimbangi larinya jimin.
"Jimin awas!"
.
Seokjin hampir saja merasa nafasnya akan terhenti. Segelas air yang disodorkan namjoon pun langsung diambil dan diteguknya hingga habis. Ia masih kesulitan mengatur nafasnya. Sementara, bocah kecil penyebab dari semua ini malah menatap kedua orang dewasa dihadapannya dengan bingung.
"Imo tidak apa-apa?"
"Tidak sayang. Jiminnie tidak ada apa-apa kan?"
Jimin menggeleng polos. Seokjin merentangkan tangannya mengisyaratkan jimin untuk menerima pelukannya dan jimin menurutinya. Kini ia sudah duduk dipangkuan seokjin dan mendapat kecupan sayang dipuncak kepalanya.
"Jiminnie tidak boleh terluka sedikit pun. Mengerti?"
"Iya imo." Jimin mengecup pipi seokjin. "Jimin minta maaf ya imo?"
"Kenapa minta maaf?"
"Jimin kan salah. Jimin udah bikin imo khawatir."
"Iya sayang. Imo memaafkan jimin. Sekarang jimin makan ya?"
Flashback
Jimin berlari keluar dari rumah makan milik seokjin dan seokjin sangat panik begitu melihat ada pengendara sepeda motor yang terjatuh. Namun disaat yang bersamaan, jimin malah tersandung kakinya sendiri. Ia jatuh dengan jarak hanya satu meter dari pengendara motor tersebut.
.
"Selamat pagi anak manis appa." Yoongi membangunkan jimin dengan memberikan kecupan di kedua pipi chubby jimin. Jimin pun duduk dan dibantu olehnya. Kemudian mengusap kedua matanya dengan tangan mungilnya.
"Selamat pagi appa." Jimin mengecup bibir ayahnya dan tersenyum sangat manis hingga membuat matanya yang sipit semakin sipit. Membuat yoongi terpaku sesaat karena jimin mengingatkanya pada seseorang.
"Maaf ya appa tidak mengizinkan jiminnie. Tapi hari ini appa mau mengajak jiminnie. Kemana saja yang jiminnie mau."
"Appa, tapi jiminnie sudah berjanji sama jin imo untuk menginap disana. Boleh ya appa?"
Yoongi sedikit kecewa karena tak bisa menghabiskan waktu bersama putra semata wayangnya yang manis itu. Setidaknya jimin tidak merengek pergi ke perkemahan itupun sudah lebih cukup dari yoongi.
"Baiklah. Jiminnie bersiap-siap ya? Kita akan pergi setelah sarapan."
Jimin mengangguk dan langsung duduk dipangkuan sang ayah. Menyatukan kedua telapak tangannya di depan dada.
"Appa, jimin minta maaf."
Yoongi tersenyum dan meraih kedua tangan mungil jimin lalu mengecupnya secara bergantian.
"Kenapa meminta maaf?"
"Jimin sudah menjadi anak yang nakal dan membuat appa marah."
"Iya sayang."
.
Mereka sudah selesai sarapan dan yoongi sudah mengenakan kaos serta jeans hitam yang membuatnya terlihat seperti anak muda. Bukan duda yang memiliki satu putra manis seperti jimin. Namun saat mereka baru sampai di halaman, mobil milik sepupunya memasuki perkarangannya.
"Yoongi hyung!"
"Namjoon? Jin hyung?"
"Kami akan menjemput jimin." Ujar namjoon yang merupakan sepupunya itu dengan sangat semangat.
Yoongi berlutut dan untuk sedikit menyamakan tingginya dengan jimin. Mengusap rambutnya dengan penuh kasih sayang.
"Jiminnie tidak boleh lupa makan dan jangan lupa minum obatnya ya?"
Jimin mengecup kedua pipi ayahnya. "Iya appa. Jiminnie sayang appa." Jimin berlalu dari hadapan ayahnya dan melambaikan tangan mungilnya sebelum masuk ke dalam mobil namjoon.
.
Mobil yang dikendarai namjoon sampai di sebuah kawasan perkemahan yang sudah ramai oleh guru, orangtua, hingga teman-teman sebaya jimin. Seokjin membangunkan jimin yang tertidur karena perjalanan yang cukup jauh.
"Jiminnie, kita sudah sampai." Seokjin tersenyum melihat jimin yang mengusap kedua matanya kemudian membantu jimin untuk turun dari mobil. Seketika kesadarannya langsung datang begitu saja. Ia begitu mengagumi pemandangan dihadapannya.
"Jiminnie? Kau benar-benar datang?"
"Tae!" Jimin begitu senang dan langsung memeluk sahabatnya itu.
"Jiminnie jangan nakal dan dengar kata gurumu."
"Iya samcheon, imo. Terima kasih sudah mau mengantarkan jiminnie."
"Tae, tolong jaga keponakkan manis samcheon ya?"
"Iya samcheon." Bahkan taehyung sudah sangat dekat dengan seokjin dan namjoon. Karena terkadang jimin mengajaknya untuk singgah di rumah makan milik mereka. Taehyung salah satu dari sekian anak-anak yang tinggal di panti asuhan. Seokjin tiba-tiba memeluk jimin dengan sangat erat dan menangis.
"Imo menangis ya?"
Seokjin melepas pelukkan dan airmatanya dihapus oleh jimin.
"Imo tidak boleh menangis. Jiminnie akan baik-baik saja kok."
"Janji?"
"Janji!" Jimin mengancungkan jari kelingkingnya yang gemuk itu.
.
Sementara itu, yoongi merasa sangat kesepian di rumah. Yoongi hanya menatap kosong pada foto jungkook yang ada di nakas di sebelah ranjang milik jimin. Fikirannya sedang berkecamuk. Marah, kesal, dan sedih memenuhi otaknya. Hingga membuat airmata mengalir dipipinya.
"Kookie, kau sudah meninggalkanku. Tapi, bukankah kau tidak kesepian disana? Kau sudah bertemu ayah dan ibumu. Apa kau benar-benar akan mengajak jimin juga? Aku mohon! Biarkan dia menemaniku. Cukup satu kali aku kehilangan jimin karena kebodohanku. Tapi jangan membuat aku kehilangan jimin lagi. Dia terlalu berharga untukku. Setidaknya aku bisa menebus kesalahanku padanya."
Yoongi membaringkan tubuhnya di ranjang milik jimin. Mencoba menenangkan fikirannya.
.
Yoongi terbangun saat jam dinding berwarna biru langit yang tergantung di kamar jimin menunjukkan pukul tujuh. Ia tak mampu menahan rasa rindunya hingga memutuskan untuk menyusul jimin.
Kedua alisnya saling bertaut mendapati rumah dihadapannya gelap. Gerbang kecil itu terkunci rapat menandakan pemiliknya sedang tidak ada di rumah.
"Mungkin mereka mengajak jimin jalan-jalan." Hingga yoongi melihat mobil yang sangat dikenalinya berhenti tepat di depan mobilnya.
.
"Namjoonie...bagaimana ini?" Seokjin yang melihat yoongi berdiri di depan gerbang rumahnya begitu panik.
"Tidak ada jalan lain." Namjoon keluar dari mobilnya dan yoongi tampak berbinar karena mengira namjoon akan membawa jimin keluar dari mobil. Tapi yang yoongi dapat hanyalah tatapan serius dari sepupunya itu.
"Dimana jimin? Apa dia tertidur?" Yoongi hendak berlalu namun namjoon menahan bahunya.
"Mau sampai kapan hyung?"
"Apa maksudmu? Aku hanya ingin ikut jimin menginap disini. Dimana dia? Aku sangat merindukannya."
"Mau sampai kapan hyung!"
"Dimana jimin? Katakan! KATAKAN KIM NAMJOON!"
"Dia sedang menjalankan tugas mulianya dari jungkook."
"CEPAT KATAKAN DIMANA?!" Yoongi sudah tersulut emosi dan mencengkram kerah kemeja yang dipakai namjoon. Seokjin yang tidak tahan pun keluar dari mobil dan mencoba melerai pertengkaran antarsaudara itu.
"Yoongi cukup! Kau jangan egois! Kita tidak bisa menahan jimin lebih lama lagi!"
Yoongi melepas cengkramannya dan membuat namjoon mundur selangkah.
"Tidak! Jimin akan tetap bersamaku sampai kapanpun! Apa kalian gila? Membiarkan anak sekecil jimin melakukan hal yang sangat tidak penting itu?"
Tubuh yoongi bergetar dan ia jatuh terduduk. Tidak bisa menerima kenyataan kalau jimin, satu-satunya harta berharga yang ia punya akan pergi. Seokjin juga ikut mendudukkan diri dan menyentuh bahu sempit yoongi.
"Membiarkan jimin terus bertahan juga tak baik untuknya yoongi. Kau pasti mengerti bagaimana tersiksanya dia menahan penyakitnya.
Jimin memang sakit. Jantungnya begitu lemah bahkan sejak ia lahir ke dunia ini. Penyakit yang sama juga diderita oleh jungkook dan itu juga menurun kepada jimin. Tidak jarang jimin harus keluar masuk rumah sakit karena kondisinya.
"Aku mohon jangan..."
.
Jimin bersama rekan seperjuangannya yaitu taehyung menghampiri gurunya yang tengah sibuk menata peralatan makan untuk acara makan malam. Tampaknya guru itu belum menyadari kedua muridnya hingga saat ia akan mengambil piring yang kurang. Kebetulan barang itu ada di dekat tempat jimin dan taehyung berdiri.
"Selamat malam. Kalian membutuhkan sesuatu?" Guru manis dihadapan mereka menatap kedua muridnya bergantian.
"Tidak ssaem. Oh iya, perkenalkan. Nama saya Min Jimin dan teman saya Kim Taehyung."
"Nama kamu jimin? Nama ssaem juga jimin. Park Jimin. Kamu sangat mirip seperti ssaem masih kecil." Gurunya mengusap rambut jimin dan mengalirkan perasaan hangat dalam diri guru tersebut. Jimin tersenyum sangat manis.
"Ssaem, jiminnie ingin memberikan sesuatu." Kini taehyung mulai berbicara. Guru itu menatap jimin yang membawa kotak berwarna biru langit dengan pita berwarna biru tua. Jimin pun memberikan kotak tersebut dan di terima dengan baik oleh gurunya.
"Ayo dibuka ssaem."
"Baiklah. Terima kasih jimin, taehyung."
Gurunya membuka kotak tersebut dan membuatnya mematung sesaat. Sebuah foto yang sangat tidak asing baginya. Dia remaja manis yang mengenakan seragam sma. Yang satu tersenyum dan begitu manis dengan eyesmile, dan yang satu lagi karena gigi kelincinya. Ia mengambil selembar kertas yang terlihat cukup usang dan membukanya di dalam kotak tersebut.
Untuk sahabatku Park Jimin,
Maafkan aku. Aku begitu egois karena menginginkan yoongi bersamaku. Aku merasa menjadi orang yang beruntung dan jahat disaat yang bersamaan. Aku sudah menghancurkan hubungan kalian dan kau bahkan pergi entah kemana. Aku sangat merindukanmu. Sungguh sangat. Saat ini, aku tengah mengandung janin yang berusia empat bulan. Awalnya aku tidak percaya. Tapi aku merasa menjadi seseorang yang spesial. Sekarang aku tengah mengusapnya sambil menulis surat ini. Aku tidak tau kapan kau akan membacanya. Mungkin saja aku sudah tidak berada di dunia ini lagi. Kau tau kan penyakitku? Bisa saja aku tidak akan bisa bertahan setelah melahirkan malaikat kecilku. Seandainya aku bisa bertemu denganmu dan menitipkannya padamu jiminnie. Bukankah kita saling berjanji akan menjaga anak kita nanti. Oh ya, aku ingin menamainya dengan namamu. Boleh kan? Aku ingin sekali dia memiliki pipi yang chubby dan eyesmile yang menawan sepertimu. Sangat manis bukan? Aku harap pipimu tidak merona. Lalu, kalau aku boleh egois lagi, aku ingin kau kembali pada yoongi. Aku sangat tau kalau hal ini sangat tidak mungkin. Tapi aku mohon jiminnie. Aku tau kalau kalian masih saling mencintai satu sama lain. Aku sangat sangat yakin, cepat atau lambat kalian akan kembali bersatu. Maafkan aku yang membuat kalian berpisah seperti ini. Aku sangat menyesal. Salam dari sahabat yang selalu menyayangimu, Jeon Jungkook.
Jimin menangis saat melihat gurunya menangis. Taehyung yang berada di sebelahnya pun mencoba menenangkannya. Gurunya jatuh berlutut dan meletakkan kotak itu dengan sangat hati-hati. Kemudian tatapannya kembali pada jimin.
"Jimin..." Ia merasa menyebut dan melihat dirinya sendiri. Tanpa basa basi ia memeluk jimin begitu erat. "Kookie, aku akan menjaga malaikat kecilmu ini. Aku janji."
"S-ssaem...s-sakit..."
"Jiminnie!" Panggil taehyung dengan sangat panik mengetahui temannya sedang kesakitan. Gurunya pun tampak panik. Jimin terlihat begitu pucat dan keringat dingin sudah mengalir.
"Taehyung, panggil dokter!"
Cepat-cepat gurunya membawa jimin ke dalam tenda dan membaringkannya. Memberikan nafas buatan dan menekan-nekan dada jimin sambil menunggu dokter yang sengaja disiapkan untuk keadaan darurat seperti ini dipanggil oleh taehyung.
"S-ssaem..."
"Iya sayang. Katakan! Kau mau apa?" Ujar gurunya sambil mengusap rambut jimin dengan sayang.
"K-kembali...p-pada...a-ap-p-pa...a-aku...m-mohon..."
"Ada apa jimin?"
"Hoseok! Tolong anak ini! Cepat!"
Dokter yang bernama hoseok itu segera menolong jimin yang terlihat menahan sakit didadanya dan kesulitan bernafas.
"Dokter tolong jimin! Dia sakit jantung!"
"Sakit jantung?" Tanya gurunya yang tidak bisa mempercayai apa yang didengarnya. "Lalu kenapa dia diizinkan datang?"
"Jimin ingin bertemu dengan ssaem hiks... dan memberikan kotak tadi di sekolah. Tapi...hiks ssaem selalu sibuk. Jadi jimin ingin mencoba disini. Jimin bilang dia ingin melaksanakan tugas dari eommanya ssaem." Taehyung berkata dengan terisak dan dipeluk oleh gurunya.
Kookie, kenapa kau melakukan ini? Kasihan anakmu.
"Dokter, tolong jimin. Tae tidak mau jimin sakit."
"Tenanglah sayang. Jimin akan baik-baik saja."
.
Yoongi mengendarai mobil dengan kecepatan yang sangat tinggi. Kecepatannya makin bertambah saat sudah memasuki jalan menuju perkemahan dan berhenti dengan debu yang beterbangan karena bergesekan dengan bannya. Ia langsung keluar dari mobil dan mencari jimin diantara keramaian itu.
"Ssaem, apa anda melihat murid yang bernama jimin?"
"Jimin? Ah! Tadi dokter dipanggil karena anak yang bernama jimin. Sepertinya mereka ada di tenda utama itu."
"Terima kasih ssaem." Namjoon harus mengucapkan terima kasih karena yoongi tidak sempat mengucapkannya. Mereka bertiga sampai di sebuah tenda yang dimaksud. Seketika yoongi terpaku pada namja yang tengah memeluk seorang murid yang sedang menangis yang tak lain adalah taehyung. Namjoon segera menghampiri taehyung. Guru yang baru saja melepaskan pelukkan itu melihat yoongi yang terpaku. Ada guncangan hebat pada diri mereka masing-masing.
"Yoongi..."/"Jimin..."
Namun yoongi segera fokus pada putranya yang sedang kesakitan.
"Jiminnie, ini appa sayang..."
"A-ap-p-pa...j-jiminie...b-berhasil...eomma...p-pasti bangga k-kan?"
"Dia harus segera di bawa ke rumah sakit." Ujar dokter itu final. Tanpa berfikir panjang yoongi segera menggendong jimin keluar dari tenda itu.
"Samcheon! Imo! Tae ikut!"
"Tidak sayang. Tae harus disini. Jimin akan baik-baik saja."
"Tapi..."
Seokjin mengecup kening taehyung dan tersenyum sesaat sebelum pergi. Jimin segera memeluk dokter tersebut yang tak lain adalah calon suaminya.
"Hoseok...dia..."
Hoseok tak mengerti dia siapa yang dimaksud jimin. "Ayo kita menyusul mereka. Taehyung, ayo."
.
"A-ap-pa...j-jiminnie...mau...tidur..."
"Tidak sayang. Jiminnie tidak boleh tidur. Jiminnie harus menemani appa. Jiminnie sayang appa kan?"
Jimin mengangguk lemah dan samar. Yoongi menatap jimin yang berada dalam dekapannya dengan mata yang berkabut karena airmata. Ia mengecup dahi jimin berkali-kali.
"Jiminnie harus bertahan demi appa."
"S-sakit...appa..."
Seokjin tak mampu lagi menahan tangisnya dan namjoon hanya bisa meneteskan airmata dengan tetap fokus menyetir. Untunglah mereka menemukan rumah sakit yang cukup dekat dan yoongi langsung keluar dari mobil.
.
Hoseok memarkirkan mobilnya tepat di belakang mobil yang dikendarai yoongi dan taehyung lebih dulu keluar.
"Jiminnie! Jiminnie...hiks..." Seokjin menahan taehyung dengan memeluknya begitu erat. Sementara itu yoongi duduk di lantai dan bersandar pada dinding yang berada di samping pintu ruang UGD. Ia menjambak surai hitamnya dengan kasar.
"Hampiri dia." Titah hoseok karena tak tahan melihat tatapan calon istrinya tertuju pada yoongi.
"T-tapi..."
"Jangan fikirkan aku. Pergilah." Hoseok tersenyum walaupun hatinya begitu sakit.
Jimin melangkah mendekati yoongi dengan sangat gugup. Jari-jarinya saling bertautan saat ia semakin dekat dengan yoongi. Perlahan ia duduk di samping yoongi dan perlahan menyandarkan kepala yoongi dibahunya. Jantungnya semakin berdetak cepat dan pipinya merona. Suasana di luar UGD begitu hening bahkan yoongi tertidur karena kelelahan. Lalu, pintu ruangan terbuka dan tampak seorang dokter yang membuka masker yang dipakainya. Yoongi yang menyadarinya cepat-cepat beranjak.
"Bagaimana anak saya dokter?"
"Saya minta maaf. Pasien tidak merespon apapun. Tidak ada jalan lain selain...merelakannya." Ujar dokter itu dengan sangat berat. Bahkan ia tak mampu menatap yoongi.
"Tidak!" Yoongi tidak bisa menerima kenyataan yang didengarnya dan ia menerobos masuk ke ruangan yang sangat steril itu. Di sana putranya sudah tak lagi memakai alat bantu kehidupan. "Hei! Apa yang kalian lakukan? Pasangkan itu semua! Anak saya membutuhkannya."
Perawat tersebut menulikan pendengaran mereka dan menutupi seluruh tubuh kaku jimin dengan selimut. Yoongi menyibak selimut itu dengan kasar dan merengkuh tubuh jimin dalam pelukannya.
"Bangun sayang! Jiminnie harus bangun! Jiminnie! MIN JIMIN!"
"Appa, eomma bilang jiminnie harus bertemu orang yang bernama park jimin."
"Appa, eomma bilang jiminnie harus menyatukan appa dengan orang itu."
"Appa, ternyata orang itu guru di sekolah baru jiminnie."
"Appa, jiminnie harus melakukannya."
Yoongi menangis keras mengingat semua yang pernah dikatakan jimin yang selalu ia anggap sebagai fantasi anak-anak. Kini sungguh ia menyesalinya. Membiarkan jimin melakukan tugas ini sendirian.
"Maafkan appa..."
.
Yoongi hanya berdiri menatapi makam lama dan baru itu bergantian. Semua orang yang menghadiri pemakaman sudah pulang. Sementara namjoon yang seokjin setia menantikan yoongi.
"Kookie, kau sudah membawa jimin bersamamu. Jika aku berfikir kau egois, maka aku lebih egois darimu. Aku memaksa jimin untuk tetap bersamaku sementara dia harus menahan sakit sepanjang hidupnya. Maaf karena aku tidak bisa menjadi suami dan ayah yang baik untuk kalian. Tapi satu hal yang harus kalian ingat, aku sudah menyiapkan satu ruang yang tidak akan diusik oleh siapapun. Ruang spesial untuk kalian. Berbahagialah disana. Aku berjanji akan berbahagia juga disini." Yoongi menghela nafas dan berlalu dari sana. Hingga tatapannya terkunci pada seseorang.
"Jimin..."
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
END
Beneran udah END! Tapi bakalan ada sequel kalau readers mau.
Btw, ff ini terinspirasi dari sebuah film lho. Coba deh ditebak dan tulis di kotak review. Hehe...
Sorry udah bikin satnight para readers penuh dengan kebaperan.
Sekian dan terima kasih.
