"Innocence."


Pactum Serva

.::.

Fantasy AU

TMRHP/LVHP, Creature!Harry

I don't own Harry Potter series.

.::.

.

.


Chapter 0: The Beginning


Dikisahkan bahwa dunia ini dipisahkan oleh dinding tak kasat mata yang membagi manusia ke dalam dua sisi berlawanan—kubu cahaya dan kubu kegelapan.

Mereka yang berada di kubu cahaya digambarkan sebagai manusia berhati murni dan lembut, berwelas asih, dan berjiwa ksatria. Kebanyakan dari mereka adalah penyihir berelemen cahaya—atau setidak-tidaknya, netral.

Sebaliknya, orang-orang di kubu kegelapan dipandang sebagai penyihir kejam dan jahat, manusia berelemen kegelapan yang hobi merusak dan membunuh. Mereka mendirikan banyak Faksi Kegelapan yang dipimpin seorang Pangeran Kegelapan dan hidup sembunyi-sembunyi.

Kedua kubu telah berperang sengit selama ratusan tahun untuk mewujudkan dan mempertahankan keinginan masing-masing. Kubu cahaya ingin agar kegelapan ditumpas dari muka bumi, agar sebanyak mungkin manusia terlindungi dari sihir hitam yang jahat.

Di sisi lain, kubu kegelapan merasa muak untuk hidup di bawah bayang-bayang penyihir kubu cahaya. Mereka telah diancam dan ditekan selama bertahun-tahun hanya karena mereka terlahir sebagai penyihir kegelapan, dilarang menggunakan sihir hanya karena afinitas sihir mereka adalah elemen kegelapan, dan mereka menginginkan kebebasan. Seperti kubu cahaya, mereka juga ingin berkuasa dan bebas.

Akan tetapi, dalam semua peperangan hebat di setiap generasinya, kubu cahaya hampir selalu menang. Mereka menang jumlah, sebab tujuh Kerajaan Besar di dunia, entah secara sukarela atau tidak, telah bersumpah untuk mengabdikan diri mereka kepada kubu cahaya. Kerajaan Besar itu adalah Hogwarts, Ilvermony, Castelobruxo, Koldovstoretz, Uagadou, Mahoutokoro, Beauxbatons, dan Durmstrang. Tujuh kerajaan itu lazimnya cukup individualistik, tetapi demi mengalahkan kubu kegelapan, mereka rela menyatukan kekuatan. Faksi kegelapan manapun tak pernah memiliki kesempatan.

Dekade demi dekade berlalu.

Sayangnya, setiap kemenangan yang berhasil diraih kubu cahaya berakhir melambungkan ego mereka tinggi-tinggi. Lambat laun, orang-orang kubu cahaya dikuasai oleh kesombongan dan arogansi. Menjadi haus kuasa, sebab mereka merasa memiliki moral yang paling benar. Memiliki sihir cahaya seterang matahari.

Pada akhirnya, kubu cahaya menaruh atensi mereka pada sekelompok makhluk yang tak pernah mereka perhatikan saat peperangan berkecamuk. Mereka adalah Creature, makhluk berbentuk humanoid maupun non-humanoid yang lebih banyak dianggap sebagai monster atau hewan—mermaid, siren, raksasa, troll, goblin, dan macam-macam lagi. Ketika kubu cahaya sibuk meladeni penyihir kegelapan, para Creature dibiarkan begitu saja untuk hidup berdampingan dengan manusia.

Kini, setelah kubu cahaya merasa kalau tak ada lagi yang bisa menghentikan mereka, para Creature dianggap sebagai tantangan baru. Ancaman besar yang belum kentara, dan harus dibasmi seawal mungkin. Maka, dimulailah penangkapan besar-besaran Creature. Kubu cahaya berdalih bahwa Creature bernaluri buas dan berinsting untuk melukai. Kalau dibiarkan, menurut mereka, Creature hanya akan berakhir menyakiti banyak orang.

Beberapa Creature yang ditangkap segera dieksekusi—kebanyakan adalah yang berpenampilan mengerikan dan tak cukup intelektual. Lebih banyak lagi dari makhluk-makhluk ini lantas dijatuhi dengan apa yang disebut 'hukuman' dan 'rehabilitasi', yang sejatinya adalah perbudakan. Hukuman itu memaksa mereka bekerja demi manusia jika mereka tak mau dieksekusi.

Diskriminasi besar-besaran itu terus melebar dan membesar, bahkan hingga sekarang, sebab kubu cahaya terlalu sibuk berleha-leha di singgasana mereka, tak menyadari kalau apa yang mereka lakukan tidak jauh berbeda dengan penyihir kegelapan. Selama tahun-tahun yang panjang, keadaan memilukan itu tak berubah.

Sampai kemudian, pada suatu hari, lahirlah Harry James Potter. Putra dari Raja dan Ratu Hogwarts—James dan Lily Potter.

Anak yang bertahan hidup untuk mengubah dunia.


Harry James Potter adalah pangeran yang sangat dicintai rakyatnya. Perawakannya kecil, tetapi dia mewarisi rambut hitam acak-acakan James dan mata hijau cerah Lily. Bahkan sejak usianya sekarang, yang tak lebih dari tujuh tahun, ketampanannya sudah tampak.

Harry berbeda dengan putra-putri bangsawan pada umumnya. Hatinya murni dari keburukan dan kelicikan, sebab dia dikelilingi orang-orang yang sangat baik. Pelayan, pekerja kebun, hingga prajurit senior memperlakukannya dengan penuh kasih. Sifatnya yang senang bergaul memudahkannya untuk berteman dengan anak-anak sebayanya, yang entah berada di istana itu sebagai calon prajurit, calon pelayan, atau sekadar mengunjungi kerabat mereka yang bekerja di istana. Berlainan dengan kebanyakan bangsawan, Harry tak memusingkan jabatan dan kemurnian darah, tak segan untuk mendekati rakyat jelata manapun.

Bimbingan James dan Lily Potter berhasil menumbuhkan jiwa ksatria yang sebenar-benarnya di dalam diri Harry. Mereka ingin menjauhkannya dari keangkuhan, sebagaimana penyihir cahaya pada masa ini kebanyakan bersifat. Mereka ingin menjaga Harry sehingga dia tak akan tumbuh menjadi raja licik nan kejam, yang merasa moralnya paling suci dan benar, yang mendiskreditkan manusia-manusia dari kubu, ras, dan kerajaan lain.

Seperti kebanyakan penyihir cahaya pada masa ini.

Di sela-sela pelajaran yang Harry ambil dengan mentor-mentor di istana, Lily akan mengajak Harry pergi keluar istana, membawanya ke tempat-tempat asing nan indah di luar sana—hutan, pegunungan, pantai, padang rumput… Lily kemudian akan menggandeng tangan Harry selagi keduanya berjalan melewati rerumputan tinggi dan bebatuan terjal, tak pernah sekalipun melepaskannya. Kemudian, dia akan menggunakan senjatanya—sebuah trisula—untuk memanggil sesuatu di tempat itu.

Sesuatu… yang sebenarnya berupa makhluk-makhluk eksotis. Kuda seputih salju yang bertanduk, singa dengan rambut semerah api, kucing sehitam malam. Harry teringat dari pelajarannya dengan Profesor Binns bahwa mereka adalah Creature. Makhluk yang bukan manusia, tetapi bukan juga hewan atau tumbuhan.

Hanya saja, dunia mempersepsikan mereka dengan pandangan berat sebelah. Dalam buku-buku cerita yang dipinjamkan salah satu anak pelayan di istana, Creature disamakan dengan hewan buas. Bahkan, monster.

Walau memang benar kalau sebagian dari mereka memang tergolong sebagai monster, tak memiliki akal dan sangat haus darah, bukan berarti setiap dari mereka demikian, bukan?

Menyaksikan makhluk-makhluk itu berdiri tak jauh dari Lily dengan anggun dan indah, Harry mengerti bahwa semua generalisasi yang digambarkan dalam buku-buku itu salah. Bagaimana bisa dia menyebut makhluk-makhluk indah ini sebagai monster?

Dan juga, Lily memperkenalkan mereka sebagai teman-temannya. Bukan hewan, atau monster, atau sebutan lain apapun yang mengisyaratkan bahwa mereka adalah sesuatu yang berbahaya dan liar.

Terkadang, jika sedang tak berkesempatan untuk mengajak Harry ke tempat yang jauh, Lily akan membawanya untuk berjalan-jalan di dalam perkotaan sambil menyamar. Dia akan memberi Harry pertanyaan macam-macam. Seperti, apakah Harry senang menjumpai adanya daerah kumuh di kota itu, apakah dia akan langsung memenjarakan pencuri yang membawa lari dagangan, apakah dia akan menghukum petugas keamanan yang mengabaikan tugasnya.

Kemudian, hari itu. Mereka sedang melangkah di tengah-tengah lautan manusia seperti biasa, ketika pandangan Harry menangkap sekelebat rerantai dan pakaian berupa serbet kumuh di kejauhan.

Budak. Dan bukan budak biasa. Mereka adalah… Creature, dalam berbagai ras dan bentuk. Mulai dari mereka yang berkaki empat, hingga mereka yang berbentuk manusia kerdil. Harry merasakan kengerian dan ketakutan tiada tara. Kenapa makhluk-makhluk yang biasanya menjadi teman ibunya dirantai seperti itu?

Ketika dia menyuarakan pertanyaan itu, tatapan Lily berubah gelap dan sendu. "Mereka dianggap… jahat oleh Council."

Council. Otak Harry berusaha memunculkan kembali penjelasan dari istilah itu, lagi-lagi dari pelajaran membosankan Profesor Binns. Council adalah badan yang membantu menjalankan pemerintahan kerajaan. Harry tak terlalu menyukai orang-orang di Council, sebab mereka kelihatan kaku dan tidak asyik.

"Mereka belum tentu bersalah, tapi ditangkap dan dihukum. Yang berbahaya, seperti monster…" Lily berhenti sejenak. "Mereka dieksekusi. Dan bagi sisanya yang diberi ampun, inilah hukumannya."

Diperbudak. Entah mana yang lebih baik, dieksekusi atau hidup untuk selamanya menderita dalam perbudakan.

"Kalau mereka belum tentu bersalah, harusnya mereka tidak dihukum, kan?" tanya Harry lagi. Meskipun dia bisa paham kenapa monster mengerikan dieksekusi, dia tidak mengerti kenapa makhluk-makhluk yang terlihat tak berdaya itu ikut dihukum.

Rasanya seolah-olah, dengan terlahir sebagai Creature saja, kau langsung dianggap sebagai monster. Dicurigai dan ditindas.

Serekah senyum muncul pada wajah Lily. "Kalau kau adalah rajanya, apa yang akan kau lakukan?"

"Tentu saja, aku akan menolong mereka!" sahut Harry, hampir tanpa perlu berpikir. "Aku akan membebaskan yang baik, dan menghukum yang ternyata memang jahat."

Lily mengangguk membenarkan. "Benar sekali. Kau akan jadi raja yang hebat, Harry…"

"Aku 'kan ingin membasmi kejahatan di dunia ini," Harry menyeringai. Dari sana, tampaklah kemurnian hatinya. Yang polos. Yang tak ternoda. Yang telah dijaga oleh Lily dan akan terus dijaganya selama dia masih hidup. "Seperti pahlawan-pahlawan yang dulu menang melawan penyihir kegelapan!"

"Itu juga bagus," Lily tertawa. Tangannya yang lembut jatuh di atas kepala Harry, mengelusnya penuh kasih. "Tapi, berjanjilah. Kalau kau mau menghukum orang, pastikan dulu dia benar-benar jahat. Jadi, tidak akan ada yang bernasib sama dengan… para Creature malang ini. Mengerti?"

Pada usia tujuh tahun, Harry cilik percaya bahwa kedamaian dapat terwujud, seperti dongeng-dongeng yang berakhir bahagia. Berkat Lily, dia meyakini bahwa tak ada manusia yang terlahir dengan jahat, dan bahwa tak semua Creature hanya bisa merusak dan membunuh.

Harry memegangi keyakinan itu kuat-kuat dan tak melepaskannya.

Sampai kemudian, Lord Voldemort muncul dan menghancurkan segalanya.


Harry tahu, ketika dia terbangun pagi itu, bahwa ada sesuatu yang salah. Segalanya terlalu sepi. Tak ada pelayan yang membangunkannya. Tak ada Lily yang menegurnya kalau terlambat bangun. Dengan langkah tertahan kantuk, Harry menguap dan bergerak membuka pintunya.

Segalanya memasuki kamar Harry dengan kecepatan penuh.

Bau anyir. Suara pertarungan, ledakan, dan teriakan kesakitan.

Harry melangkah mundur, menyaksikan tubuh-tubuh bergelimpangan di depan kamarnya, dan memuntahkan isi perutnya ke lantai.

Serangan. Ada serangan.

Fokusnya berpindah kepada orangtuanya. James dan Lily. Mereka pasti yang menjadi incaran utama penyerangan, mereka pasti dalam bahaya.

Tidak.

Maka, mengabaikan segala peringatan di dalam kepalanya, Harry berlari menuju ruang singgasana. Melewati tubuh demi tubuh berdarah-darah, melompati genangan dan aliran darah yang membentuk sungai kecil. Melalui jendela, dia melihat sesuatu yang mengerikan di angkasa mendung—asap kehijauan membentuk tengkorak, dengan ular yang keluar dari mulutnya.

Sepasang pintu raksasa dari ruang singgasana dibukanya sekuat tenaga. Harry mematung.

Di depan singgasana adalah tubuh ayahnya yang begeming. Darah mengalir deras dari lehernya. James sudah—ayahnya sudah—

Tidak. Tidak. Tidak—

Harry ingin menjerit, tetapi jeritan lain mendahuluinya.

"Harry!"

Lily.

Harry hampir menangis lega. Ibunya masih hidup.

Hanya saja, tepat sebelum Harry memutuskan untuk berlari menuju pelukan ibunya, sesuatu tertangkap oleh matanya. Genangan darah di sekitar Lily. Di sekitar kedua kakinya yang berdarah.

Lily tak bisa berjalan, tak bisa berlari menyambut pelukan Harry.

"Ah. Lihat siapa yang memutuskan untuk menghadiri pesta berdarah ini."

Suara itu sama sekali asing. Harry baru menyadari kehadiran lain di ruangan itu dan mendongak. Sesosok lelaki berambut hitam, dengan jubah segelap malam, pedang tipis yang tajam, dan mata semerah darah. Wajahnya berkulit pucat, berdeformasi, dan meleleh seperti lilin. Harry tak perlu berpikir lama untuk mengetahui darah siapa yang melumuri pedang si pembunuh. Pembunuh raja.

Pembunuh inilah yang menyerang James dan Lily.

"Harry, lari dari sini!" Lily menjerit sampai suaranya serak, untuk sekali ini kehilangan ketenangannya. Dengan sisa tenaga yang dimilikinya, dia bergerak di atas lantai, menyeret tubuh dengan kedua tangannya. Kakinya terjulur tak berdaya di belakangnya.

"Bahkan setelah kedua kakimu tak berfungsi lagi…" Tawa dingin bernada tinggi membuat bulu kuduk Harry meremang. "Kau wanita yang cukup keras kepala, Lily Potter."

Kemudian, dengan sangat mengejutkan, Lily menoleh kepada si pembunuh. Untuk memohon. "Jangan Harry. Bunuh aku, tapi jangan Harry! Biarkan dia hidup. Biarkan dia…"

"Aku datang kemari dengan satu tujuan," Si pembunuh membalas tenang selagi dia berjalan lambat-lambat mendekati Lily. "Untuk membunuh James Potter dan Harry Potter. Kau kuberi kesempatan untuk hidup, tetapi kau memilih untuk menghalangiku."

Satu detak panjang menyita napas dari tubuh Harry.

"Lord Voldemort… akan menyingkirkan siapapun yang menghalanginya."

Satu tusukan pada punggung yang menembus jantung mengakhiri segalanya. Warna merah mengalir keluar, menambah volume genangan di sekitar tubuh Lily. Dengan satu tangan terjulur tak berdaya, warna kehidupan memudar dari kedua mata Lily. Tak sempat meraih Harry, tak mampu.

Kali ini, Harry benar-benar berteriak.

Lily.

Ibunya—orang itu membunuh ibunya. Dia telah membunuh James dan Lily.

Ketakutan bercampur dengan syok, lara yang mendalam, dan amarah. Harry menumpahkan semua perasaannya ke dalam tangisan yang memekakkan telinga, menggema dari dinding-dinding tinggi di sekitarnya.

Dan pembunuh—pembunuh dingin itu hanya tertawa.

"Anak yang malang. Kau tak perlu menyaksikan semua ini jika kau tetap bersembunyi," ucapnya. Harry yang sibuk terisak dan gemetar tiba-tiba terangkat, menggeliat-geliut ketika tangan si pembunuh mencekik lehernya kuat-kuat. "Tak apa. Segalanya akan berakhir… Sebentar lagi, kau akan menyusul kedua orangtuamu."

Pedang terhunus, siap mencabik dan menusuk.

Harry memejam, teringat bagaimana James dan Lily terbunuh dengan kejam. Bagaimana Lily mencoba, bahkan di saat-saat terakhirnya, untuk merengkuh dan melindungi Harry.

Tangisannya berubah menjadi jeritan. Panjang dan mengerikan.

"Apa yang kau..." Pembunuh itu mengetahui sesuatu yang ganjil, karena dia segera menghunuskan pedangnya dan membisikkan sebuah mantra—

Dan Harry tak tahu apa yang terjadi setelah itu. Segala sesuatu di sekitarnya meledak. Satu-satunya yang dia tangkap adalah suara denging dalam telinga dan asap debu yang menghalangi mata. Bangunan di sekelilingnya bergetar. Reruntuhan berjatuhan. Segalanya hancur.

Ketika Harry sadarkan diri hari berikutnya, dia mendapati bahwa dirinya baik-baik saja. Hidup dan selamat.

Dia juga mendapati bahwa Voldemort telah meninggalkan bekas luka berbentuk sambaran petir pada dahinya. Sebuah tanda yang tak akan pernah hilang.

Dia belajar dari bisikan para perawatnya yang sedang mengobrol satu sama lain, bahwa pembunuh Raja dan Ratu Hogwarts adalah Lord Voldemort—salah satu Pangeran Kegelapan terkuat dari kubu kegelapan. Dan sekarang, Lord Voldemort masih berada di luar sana, bersiap memberontak bersama Faksi Kegelapan yang dipimpinnya—Death Eater.

"Lord… Voldemort…" Harry mencengkeram selimutnya kuat-kuat. Tanpa ampun. Membayangkan benda itu sebagai jantung dari sosok yang mengambil orangtuanya. "…Tak akan kumaafkan."

Hari itu menjadi hari di mana Pangeran Hogwarts kehilangan sebagian kemurniannya.


Selama sepuluh tahun sejak insiden pembunuhan itu, Harry menghabiskan hari-harinya dengan belajar dan berlatih lebih keras. Menempa diri untuk menjadi prajurit, pemimpin, pangeran, dan kelak raja yang bisa membanggakan James dan Lily.

Ambisinya untuk melindungi rakyat diperkuat dengan keinginannya untuk menghentikan Voldemort. Untuk mengakhiri semua kekacauan yang dibuatnya. Sebab sebelum semua urusannya dengan Voldemort berakhir, Harry merasa seperti tidak akan pernah bisa tidur nyenyak. Tidak sebelum kematian orangtuanya dibayar.

Dalam sepuluh tahun ini, Death Eater dan Voldemort sedang gencar melakukan berbagai serangan. Terkadang, mereka merampok barang-barang yang ada di desa, dan di waktu lain, mereka sekadar mengacau untuk menembakkan Tanda Kegelapan di udara—tanda tengkorak dan ular yang pernah diluncurkan saat pembunuhan James dan Lily. Menyuarakan teror dan ketakutan.

Sebagai sosok yang berwenang memimpin semua legiun di Hogwarts, Harry mengerahkan upaya yang tak kalah besar untuk menghalau Death Eater. Menit demi menit kesibukannya diisi dengan merencanakan strategi, berlatih, belajar, dan lebih banyak berlatih.

Sementara dia disibukkan oleh peperangan, Albus Dumbledore senantiasa berada di sisi Harry untuk membantunya. Dumbledore adalah seorang Regent, pemegang posisi Raja untuk sementara waktu, sebab Harry belum cukup umur untuk mengklaim takhtanya. Sebelum ini, dia adalah seorang Penasihat Besar yang membantu James dalam berbagai bidang. Orang paling dipercaya di istana, yang sudah dianggap kakek sendiri oleh Harry.

Melalui Dumbledore, Harry menemukan bahwa Voldemort menjadi abadi berkat sesuatu yang telah dibuatnya. Horcrux—potongan jiwa-jiwa yang ditanamkan dalam benda-benda tertentu. Berfungsi menambatkan jiwa seseorang pada dunia ini, sehingga dia bisa bangkit dari kematian berapa kalipun. Voldemort tak hanya membuat satu, tetapi tujuh. Jiwanya telah terpotong menjadi delapan bagian. Tujuh Horcrux, dan satu jiwa utama yang sudah sangat termutilasi.

Salah satu di antara ketujuh Horcrux itu adalah Harry. Ada satu kepingan jiwa Voldemort dalam diri Harry, di balik bekas lukanya yang selalu terasa sakit setiap Voldemort merasakan amarah besar. Tak ada yang membenci fakta itu lebih dari Harry sendiri. Sebelum Harry berpikiran untuk mengalahkan Voldemort, mereka harus terlebih dulu menghancurkan semua Horcrux itu. Termasuk Harry sendiri.

Jika mereka benar-benar menginginkan Voldemort binasa, maka Harry harus dibunuh.

Dumbledore memang setuju untuk menghancurkan enam Horcrux yang lain. Namun, yang membuat Harry bingung, dia tak ingin Harry terbunuh. Harry harus hidup, sebab masih ada tugas yang harus dilakukannya sebagai penerus darah kerajaan.

Maka, Dumbledore mengusulkan untuk menangkap Voldemort saat dia lengah dan lemah.

Setelah perencanaan yang lama dan matang, Harry pergi mencari enam Horcrux itu bersama Dumbledore—misi paling berisiko yang hanya perlu dijalani dua orang saja, tanpa perlu mengorbankan lebih banyak orang.

Sementara itu, perlawanan Death Eater kian bertambah sering, insisten, dan brutal. Sebuah serangan di desa dan kota tertentu tak jarang mempertemukan Harry dengan Voldemort. Pembunuh.

Pertarungan Harry dengan Pangeran Kegelapan tidak mudah. Tidak pernah mudah. Perkataan orang-orang benar, bahwa Voldemort adalah salah satu Pangeran Kegelapan terkuat yang pernah ada. Satu hal yang membuat Harry geram adalah bagaimana Voldemort selalu memperlakukannya seperti… mainan.

Meremehkannya.

Voldemort biasanya akan mengajak Harry mengobrol di antara senjata yang beradu, seperti sengaja memberi Harry waktu untuk bernapas.

"Bukankah kau pikir kita mirip, Harry?" Pada sebuah pertarungan, Voldemort bertanya dengan nada berbincang-bincang biasa. Wajahnya tampan, andai kulitnya tak terlihat seperti lilin meleleh. Akibat Horcrux, menurut Dumbledore. "Kita sama-sama kuat. Sama-sama melalui pertarungan besar. Sama-sama yatim piatu—"

"Diam! Kau yang membuatku—kau yang mengambil mereka dariku!" bentak Harry. "Jangan berani-beraninya menyamakan dirimu denganku." Pembunuh. Monster.

Tak ada manusia yang terlahir jahat, kata-kata Lily terngiang sejenak di benak Harry, sebelum terbang entah ke mana. Diusir oleh sebuah amarah membara.

"Kau tahu, Harry, aku berniat untuk membunuhmu karena aku ingin menjadi raja," bisik Voldemort. "Andai kau bukan keturunan James Potter, mungkin aku akan membiarkanmu bergabung dengan Death Eater. Ya, Harry," Voldemort tertawa—tawa dingin yang digunakannya ketika dia membunuh James dan Lily. "Kau memiliki segalanya yang kubutuhkan. Kekuatan, kegigihan, tekad besar… kau akan menjadi prajuritku yang paling hebat."

"Kata siapa aku mau bergabung denganmu?" Harry meludah. "Kau, yang hanya bisa membunuh dan membuat lebih banyak penderitaan?"

"Ah, tentu saja." Voldemort mengulum satu senyuman kecil. Mencemooh. Dalam sekejap, dia sudah berada di depan Harry menggunakan sihirnya. Menangkap rahang Harry sebelum sang pangeran menghindar.

Bekas luka Harry segera saja berdenyut kuat ketika jemari Voldemort merunutnya, hampir-hampir takjub.

"Lepaskan—"

"Kau masih naif, bukan begitu, Harry? Dunia ini tidak sesederhana gelap dan terang. Kubu cahaya—orang-orang suci di sekitarmu—tidak selalu benar." Voldemort memajukan wajahnya, mengamati lekat-lekat ekspresi kesakitan Harry. "Dan suatu saat, kau akan memahami ini dengan cara paling menyakitkan."

Harry tak memiliki tanggapan koheren apapun terhadap kalimat kriptik itu.


Tiga bulan setelah pertemuan terakhirnya dengan Voldemort, seluruh pasukan Death Eater beramai-ramai menyerang istana. Harry menemukan pengkhianat di antara mereka. Beberapa anggota Council sejak awal adalah Death Eater yang menjadi mata-mata dalam istana. Mereka menyediakan jalur aman bagi Death Eater untuk memasuki istana, lalu menutup pintu-pintu dan jendela agar bala bantuan tak bisa masuk.

Orang-orang brengsek licik, batin Harry.

Namun, karena suatu alasan, Harry sudah lebih dari siap untuk bertarung. Kekuatannya didongkrak oleh memori kedua orangtuanya. Oleh James dan Lily yang berusaha melindunginya dengan mengorbankan nyawa. Harry bertekad untuk tidak menyia-nyiakan kehidupan yang telah mereka lindungi. Dia bertekad untuk tidak mengalah.

Pertarungan Harry dengan Voldemort memang sulit. Tetapi Dumbledore yang cerdik mengungkapkan perburuan Horcrux mereka kepada Voldemort, yang seketika dilengahkan oleh keterkejutan dan amarah. Berkat distraksi itu, Voldemort lebih rentan. Lebih lengah.

Hari itu, mereka berhasil membawa Pangeran Kegelapan jatuh dan menangkapnya.

Seisi Kerajaan Hogwarts merayakan kemenangan mereka semalaman. Mereka bersulang dan berpesta demi Harry James Potter, pahlawan Hogwarts yang berhasil menjaga kerajaan mereka dari Lord Voldemort. Mereka tak berhenti menyorak.

Berjayalah, Anak yang Bertahan Hidup. Hidup Anak yang Terpilih.

XOXO

Cornelius Fudge, pria yang menjabat sebagai Kepala Council pada masa itu, mewakili keinginan sebagian besar rakyat untuk mengeksekusi Voldemort. Dumbledore, di sisi lain, tahu bahwa membiarkan Voldemort dieksekusi akan membocorkan kenyataan yang ada kepada Pangeran Kegelapan itu—bahwa salah satu Horcrux-nya masih ada.

Masih berdetak dalam diri Harry.

Setidak-tidaknya, Harry rasa, bekas luka di dahinya tak pernah lagi terasa sakit. Peperangannya dengan Voldemort telah berakhir.

Pada akhirnya, melalui perundingan penuh perdebatan dengan anggota Council, Dumbledore berhasil membujuk Fudge untuk menahan Voldemort seumur hidup.

Sebulan telah berlalu sejak Voldemort tertangkap. Anggota Death Eater tercerai berai. Sebagian besar tertangkap, sebagian lagi melarikan diri dan bersembunyi. Harry dan para Auror—petugas yang berkewajiban untuk menjaga keamanan dan menegakkan hukum—disibukkan dengan upaya pencarian dan penangkapan Death Eater yang tersisa.

Walau keadaan terlihat baik-baik saja sekarang, Harry paham betul kalau mereka tak boleh cepat puas. Setelah Voldemort, akan ada lagi Pangeran Kegelapan yang muncul. Mungkin sama kuatnya, atau bahkan lebih kuat. Sebelum itu terjadi, mereka harus menyiapkan diri. Kegelapan harus ditumpas.

Ketika tak disibukkan dengan urusan kerajaan, Harry menyempatkan dirinya untuk membantu Auror dengan misi-misi mereka. Akibat pertarungan dengan Death Eater, jumlah prajurit dan Auror menipis, sehingga mereka mengapresiasi bantuan dari manapun.

Yang jelas, Harry akan berusaha sebisa mungkin untuk menjaga agar semua teror yang pernah Voldemort buat tak terulang kembali.

XOXO

Hari itu, Harry terbangun dengan badan luar biasa pegal dan sendi-sendi kaku.

Mungkin karena terlalu banyak begadang, pikir Harry.

Dia berangkat pagi-pagi menuju kantor Council yang bertingkat-tingkat tingginya. Tujuannya adalah kantor Rufus Scrimgeour, Kepala Divisi Penegakan Hukum di Council. Harry tak pernah menyukai Council dan kebanyakan orangnya dari dulu, tetapi apa boleh buat. Ketika dia beranjak dewasa, kontak dan koordinasi dengan mereka tak bisa terhindarkan lagi.

Harry mengetuk pintu kantor Scrimgeour, lalu melangkah masuk setelah seseorang mempersilakan. Di balik sebuah meja kantor di seberang ruangan adalah pria dengan wajah bercodet-codet dan rambut panjang mengembang seperti singa.

"Ah. Selamat pagi, Pangeran," Scrimgeour berdiri dari kursinya dan membungkuk dengan gerakan kaku. Harry segera saja tahu bahwa gestur itu tak dilakukan secara tulus. Kebanyakan orang Council memang demikian. Barangkali tak sudi menaruh hormat kepada seseorang yang mereka anggap anak-anak. "Tepat waktu seperti biasa."

Lebih awal dari perjanjian, sebetulnya. Harry hanya ingin agar pertemuannya dengan Scrimgeour berakhir secepat mungkin.

"Selamat pagi. Langsung saja, kalau begitu," tukas Harry. Sikap seperti itu mungkin akan membuatnya dipecat kalau dia jadi rakyat biasa. "Anda meminta bantuan untuk sebuah misi?"

"Kalau Pangeran sedang terburu-buru, maka saya juga akan berbicara tanpa basa-basi." Scrimgeour tersenyum mengejek dan duduk kembali. Dia membuka laci dan menyerahkan selembar kertas kepada Harry. "Desa Silkwall, tak jauh dari ibukota. Warga mulai resah dengan aktivitas makhluk-makhluk di sana."

"Manusia serigala," bisik Harry, menangkap baris demi baris penjelasan dalam lembar itu. "Apakah mereka pernah menyerang desa itu?"

"Belum, tetapi lama-lama pasti akan." Scrimgeour melambaikan tangannya sambil lalu. "Dengan segala kerendahan hati, saya memohon bantuan Anda untuk menangani manusia serigala itu sebelum mereka menjadi merepotkan, Pangeran."

Kedua belah bibir Harry tertekan kuat, menahan cibiran. Kata-kata Scrimgeour tak lebih dari pemanis belaka. "Dan yang kau maksud dengan menangani adalah?"

"Bukankah sudah jelas?" Scrimgeour menaikkan sebelah alisnya dan menumpukan dagu pada kedua tangannya yang tertaut. "Jika mereka tidak dibunuh, mereka akan jadi ancaman di kemudian hari."

Dibunuh?

Genggaman Harry pada kertas itu mengencang. Samar-samar, dia teringat akan Remus Lupin, salah satu sahabat akrab ayahnya, yang terinfeksi virus lycanthropy sehingga dirinya turut berubah menjadi manusia serigala. Di luar kehendaknya.

"Perintah untuk pembasmian ini terlalu tergesa-gesa. Bagaimana kalau manusia serigala itu adalah orang-orang yang… terinfeksi? Bukankah mereka seharusnya diamankan—"

"Permisi atas kelancangan saya," Scrimgeour menyela. "Menurut saya, kita tak perlu repot-repot… mengamankan mereka. Andai mereka memang benar manusia serigala yang terinfeksi, mereka tentu sama ganasnya dengan manusia serigala lain, Pangeran."

"Tapi manusia yang terinfeksi biasanya tidak menjadi manusia serigala karena mereka ingin." Harry menelan ludahnya. "Apakah kita tidak akan memberikan mereka kesempatan? Untuk menjadi manusia?"

Scrimgeour memamerkan sebuah senyuman yang tak mencapai matanya. "Pangeran, tidakkah Anda tahu? Sekali seseorang menjadi Creature, mereka akan tetap menjadi Creature. Sisi liar dan hewaniah itu tak akan bisa ditinggalkan begitu saja."

Rahang Harry mengencang. Jadi, inikah yang selama ini dirasakan Lily? Ketidakberdayaan sekaligus frustrasi, ketika penyihir di sekitarnya sama sekali tak mau berhenti untuk merenungi perbuatan mereka?

Tentu saja mereka tidak merenung, pikir Harry, sebab mereka terlalu sibuk mementingkan keselamatan mereka sendiri.

"Apakah selama ini Anda sekalian menggunakan cara yang sama?" tanya Harry dingin. "Berapa banyak Creature yang sudah Anda bunuh?"

Pasti banyak. Terlampau banyak. Harry belum memegang penuh kendali pemerintahan karena usianya belum mencukupi, tetapi sebentar lagi. Sebentar lagi, dia akan meluruskan keadaan. Demi mewujudkan keinginan Lily. Demi menolong Creature yang tidak bersalah.

Tatapan Scrimgeour seolah berbicara, sungguh Pangeran yang sangat naif. "Suatu saat, Anda akan mengerti, Pangeran, bahwa membiarkan makhluk-makhluk buas itu hidup sama saja dengan membiarkan ancaman besar berlalu."

Kertas di tangan Harry digebrakkan di atas meja. Penolakan lantang. "Aku tidak bisa mengambil misi ini."

XOXO

Harry berjalan keluar dari kantor Scrimgeour dengan batin berkecamuk. Dia tak bisa melupakan bagaimana Scrimgeour menertawakannya dalam diam, bagaimana ekspresinya saat dia menyerahkan misi lain yang lebih mudah kepada Harry.

Dan, kata-katanya ketika sebelum Harry pergi.

"Sebagai seseorang yang mengalahkan Voldemort, tidak saya sangka kalau Anda akan jadi begini… lemah lembut."

Si sialan itu, Harry menggeram. Setelah Harry menjadi raja nanti, akan dia pastikan bahwa orang-orang seperti Cornelius Fudge dan Scrimgeour tak memegang jabatan tinggi.

Langkah Harry membawanya cepat-cepat pergi dari bangunan Council menuju kawasan ibukota. Tujuannya adalah sebuah café kecil yang menjadi tempat langganannya, sekaligus tempatnya berjanji bertemu dengan kedua sahabatnya.

Pada meja-meja payung di depan café, dua orang yang sangat dikenalinya melambai dari kejauhan. Lelaki di sebelah kanan berambut kemerahan dan berwajah jerawatan. Siapapun yang melihat seragam merahnya akan segera paham kalau dia adalah anggota Legiun Gryffindor. Dia adalah Ron Weasley, sahabat pertama Harry.

Ron, seperti biasa, mengucapkan sesuatu kepada sosok Harry yang mendekat sambil mengunyah, dan perbuatan itu membuahkan satu senggolan dari perempuan di sebelahnya. Si perempuan memiliki rambut cokelat tebal dan memakai seragam hitam-putih yang biasa dikenakan asisten mentor di istana. Namanya Hermione Granger, seorang peneliti di dalam tim yang dipimpin Profesor McGonagall.

"Kau terlambat, Pangeran," kata Ron setelah menelan makanannya. "Dan lagi, wajahmu kusut sekali. Kenapa? Scrimgeour bertingkah menyebalkan lagi?"

"Lebih dari menyebalkan kali ini," keluh Harry, yang segera mengambil tempat duduk di dekat Ron. "Dia menyuruhku melaksanakan misi pembantaian."

"Pembantaian apa, lebih tepatnya?" tanya Hermione ngeri.

"Manusia serigala," Harry menjawab pelan.

"Mereka menyuruh kalian membunuh manusia serigala?" Kepala bersurai tebal Hermione menggeleng-geleng dan sebuah kerutan menyambangi dahinya. Gadis itu memang selalu baik hati, selalu peduli dengan Creature yang dianggap rendahan. "Tapi bagaimana kalau mereka… kau tahu, seperti Profesor Remus Lupin?"

"Aku tahu. Makanya aku menolak misi itu." Helaan napas Harry berat dan panjang. "Jadi, dia memberiku misi yang, kata dia, lebih mudah."

Ron terkekeh masam. "Kalau aku jadi kau, aku pasti sudah menonjoknya."

"Kalau kau melakukan itu, kau akan dipecat," Hermione mengingatkannya, lalu berpaling lagi kepada Harry. "Jadi, kapan kau akan pergi menjalani misi ini?"

Harry menggumam setengah sadar. "Nanti, tengah malam. Kita diharuskan untuk menangkap salah satu Faksi Kegelapan yang lolos dari kejaran Auror. Namanya… Dark Carnation, atau apalah."

"Nanti malam?" Ron berhenti dan batal menggigit ayamnya. "Ya sudah. Paling tidak, bukan besok."

"Memangnya ada apa besok?"

"Kau tidak ingat?" Hermione menepuk-nepuk bagian atas lengan Harry dengan senyuman lebar. "Besok adalah hari ulang tahunmu, Pangeran."

"Oh, wow. Ulang tahunku?" Harry mengerutkan dahi. Astaga. Orang-orang Council dan peperangan dengan Death Eater membuatnya lupa. "Aku hampir tidak ingat."

"Baiklah. Kalau begitu, kita pastikan agar misi bodoh ini selesai dengan cepat, sehingga besok pagi kita bisa pulang untuk merayakan ulang tahun Harry." Ron nyengir lebar sekali sampai-sampai Harry takut wajahnya terasa sakit. "Bagaimanapun juga, kau besok berusia delapan belas, kan? Usiamu sudah cukup jadi Raja."

Benar sekali. Itu adalah satu-satunya alasan mengapa Harry begitu tidak sabar untuk segera berusia delapan belas. Untungnya, Voldemort berhasil menjadi distraksi besar sehingga hari-harinya berlalu cepat.

"Yeah. Sebentar lagi, aku bisa punya kekuasaan, dan orang-orang itu tidak akan meremehkanku lagi." Membayangkan wajah-wajah kesal Fudge dan Scrimgeour saat Harry menggunakan salah satu kekuasaannya sebagai raja berhasil membuahkan seringai lebar. "Ngomong-ngomong, di mana Ginny?"

Ginny adalah adik perempuan Ron, anak bungsu keluarga Weasley. Dia berambut merah seperti Ron dan sama-sama berada di Legiun Gryffindor. Dari semua perempuan yang ditemui Harry, Ginny adalah satu-satunya yang mungkin akan dia lirik untuk dijadikan Ratu.

Mungkin.

Ini hanya rasa naksir yang tidak berarti, tambah Harry. Dia tak akan punya waktu untuk hal-hal seperti pacaran.

"Ada urusan dengan temannya." Ron mengedikkan bahu. "Aku baru mau memberitahumu itu, jadi dia tidak bisa ikut di misi nanti malam."

Ah. Sayang sekali. Harry mengangguk, berusaha menyembunyikan kekecewaannya sebaik mungkin. Biasanya, kehadiran Ginny di dalam misi-misinya berhasil menjadi penyemangat baginya untuk berjuang lebih keras.

Jadilah, malam itu, Harry pergi menjalani misi itu bersama regu yang disebut Tim Khusus. Tim kecil-kecilan itu terdiri dari prajurit-prajurit Gryffindor yang dipilih Harry untuk menjalani misi bersamanya. Harry mengambil anggotanya dari Gryffindor karena legiun itu lebih mudah dijangkau—bermarkas di ibukota dan bagian utara kerajaan, sedangkan ketiga legiun lainnya bertempat di timur, selatan, dan barat.

Jumlah anggota yang berangkat menjalani setiap misi berbeda-beda. Terkadang, anggota satu akan menggantikan anggota lain yang izin. Bukan masalah, sebab tim itu non-resmi, dan seorang pangeran bebas untuk memilih orang-orang kepercayaannya sendiri.

Mereka sedang mendirikan tenda, di tempat yang tak jauh dari gua tempat Faksi Kegelapan incaran mereka bersembunyi. Harry dan prajurit-prajurit pilihannya melingkar di sekitar api unggun untuk merumuskan rencana.

Seamus Finnigan, Dean Thomas, Cormac McLaggen, Alicia Spinnet, Angelina Johnson, dan Ron. Harry mengabsen mereka satu demi satu untuk memastikan.

Semuanya tengah terlarut dalam perdebatan untuk memutuskan cara terbaik menyergap markas buronan. Sementara Harry mendengarkan mereka dengan atentif dan menimbang-nimbang segala usulan, dia merasakan lagi sensasi pegal dan tak nyaman dari otot, tulang, dan sendinya. Ramuan yang tadi dia minum tak mempan.

"Pangeran?" Alicia Spinnet memanggil dari seberang Harry, membuatnya tersentak. "Anda tidak apa-apa?"

"Huh?"

"Anda tampak… pucat," Angelina Johnson menambahkan dengan kedua alis tertekuk. "Kalau Anda merasa kurang baikan—"

"Tidak, tidak. Aku baik-baik saja," Harry buru-buru menjawab. Sensasi pegal ini memang muncul secara konstan, tetapi tidak begitu menyakitkan. Seharusnya, Harry bisa bertarung seperti biasa.

"Yakin begitu, Pangeran?" Cormac McLaggen bertanya dengan nada dipanjang-panjangkan. Harry sebenarnya tak terlalui menyukai McLaggen, tetapi tak ada prajurit lain setangguh dia yang bisa mengisi posisi kosong. "Karena begitu kami memulai penyergapan, kami tak akan bisa melindungi Anda—"

"Dia bisa melindungi diri sendiri, kan?" Dean Thomas, prajurit berkulit gelap dan berambut hitam, berceletuk enteng. "Pangeran tidak lemah."

"Tetap saja, kalau dia terluka, kita yang akan disalahkan." Seorang anak berkulit pucat di sebelah Dean—Seamus Finnigan—menambahkan dengan ragu.

"Tidakkah kalian ingat? Dia ini berkali-kali melawan Voldemort dan berhasil hidup!" Ron menepuk bahu Harry keras-keras. Sepuluh tahun yang lalu, dia pasti akan dimarahi orang-orang jika melakukan itu, tetapi semua orang tahu sekarang kalau Ron adalah orang terdekat Harry. "Setidaknya, percayalah kepada Harry."

Harry tersenyum tipis. Rasanya beribu terima kasih tak cukup untuk mengungkapkan perasaan leganya saat ini. Ron tak pernah luput hadir menemani Harry dalam misi apapun—kecuali saat dia sakit—dan dialah yang selalu melindungi Harry dari cerocosan orang-orang seperti McLaggen.

"Jadi, sudah diputuskan, ya?" Harry menegakkan punggungnya. Jika mereka tak segera bertindak, musuh akan menyadari posisi mereka. Harry berharap, misi ini akan selesai sebelum fajar tiba. "Bersiaplah, kalian semua. Setelah ini, kita akan—"

Di kejauhan, jam-jam dalam kota berdentang dua belas kali. Menandakan datangnya tengah malam. Mengumumkan pergantian hari.

Bertepatan dengan semua itu, Harry jatuh terduduk sambil berteriak panjang ketika otot-ototnya berkelojotan, perutnya bergejolak, dan dadanya seperti terbakar. Semua organ tubuhnya seakan memberontak, masing-masing mengirimkan rasa sakit yang membuat Harry hampir gila. Samar-samar, dia mendegar seseorang memanggil-manggil namanya.

Tidak.

Sakit.

Sakit sekali.

Rasanya seolah ribuan pisau sedang menusuk badannya, dan secara bersamaan mengoyak setiap jengkal kulitnya. Harry takut jika pita suaranya bisa putus dengan seberapa kuatnya dia berteriak. Dia hanya bisa melihat warna gelap, hanya bisa mendengar suara seraknya sendiri, dan hanya bisa merasakan penderitaan.

Selanjutnya, rasa sakit itu mengumpul—tidak, bertambah intens—pada bagian punggungnya.

Dengan satu teriakan keras, sebuah selubung sihir keunguan mengelilingi dirinya. Intensitasnya besar, kekuatannya meletup-letup, dan Harry dibuat bergidik ketika dia menyadari bahwa sihir itu adalah sihir kegelapan. Siapa yang melakukannya? Dari mana munculnya?

Dari dirinya sendiri?

Tetapi semua pertanyaannya terlempar jauh-jauh ketika Harry merasa kulit punggungnya robek, darah terciprat keluar, dan otot-ototnya mengejang hebat untuk membuka jalan keluar bagi sesuatu.

Dan, dengan tidak terduga-duga, segalanya berakhir begitu saja. Penderitaannya hilang, selubung sihir menyurut, dan kesadaran Harry perlahan-lahan terkumpul kembali.

Kepalanya terasa berat. Berat sekali. Bagian di mana punggungnya terluka, entah karena apa, masih berkedut nyeri. Di tempat yang sama pula, Harry merasakan sesuatu yang berat. Sebuah beban baru. Dia belum punya energi untuk mencari tahu sebabnya.

Tadi itu, barusan, apa yang sebenarnya terjadi…?

Sebuah jerit ketakutan seorang perempuan berhasil mengembalikan sedikit fokus Harry. Di seberang sana, beberapa kaki dari tempatnya berdiri adalah teman-temannya… yang masing-masing sedang berusaha berdiri, tampak seperti baru dilemparkan oleh sesuatu.

Harry tersentak. Sihirnya. Selubung sihir yang barusan muncul di sekitar tubuhnya menerbangkan mereka.

"Tidak mungkin." Alicia menutup mulutnya dengan mata membeliak. Harry tidak mengerti mengapa dia menatapnya seperti itu. "Tidak…"

Faktanya, setiap dari teman-temannya memasang wajah ngeri yang sama. Bahkan Ron. Kenapa mereka melihatnya seperti itu? Apakah rasa sakit tadi memang mencincang tubuhnya menjadi potongan kecil?

Kemudian, McLaggen memecahkan keheningan yang ganjil itu dengan menarik pedang dari sarungnya. Matanya berkilat-kilat, penuh rasa takut dan juga amarah.

"Kau! Brengsek!" teriaknya. "Dasar pengkhianat! Jadi selama ini, kau—"

"McLaggen, turunkan senjatamu!" bentak Ron. "Kita tak tahu apa yang terjadi—"

"Kau bisa lihat dengan mata kepalamu sendiri, kan, Weasley?" McLaggen menggeram. "Bagaimana sihir kegelapan muncul di sekitarnya? Bagaimana dia berubah menjadi… Creature bersayap ini?"

Apa… katanya?

Kepala Harry tertunduk. Pandangan nanarnya jatuh di atas bajunya yang terkoyak, dan pada… sepasang sayap hitam. Yang muncul dari punggung bawahnya.

Bohong. Tidak mungkin.

Jadi, itulah kenapa punggungnya terasa…

Sakit. Berat. Aneh. Sakitsakitsakit—

Mulutnya membuka untuk berteriak, tetapi yang muncul hanyalah suara parau yang memilukan.

Dirinya… Creature? Bagaimana mungkin?

Realisasi dan penyangkalan menggempurnya tanpa ampun. Harry tersengal hebat di tempatnya berdiri, dadanya naik-turun dengan begitu cepat. Begitu cepat dia bernapas hingga tulang-tulang rusuknya terasa sakit.

Atau… apakah sejatinya, rasa sakit itu datang karena wujud barunya?

Segalanya menjadi jelas sekarang. Bahkan sejak berhari-hari yang lalu, semua buktinya telah ada. Rasa linu dan pegal yang terus Harry rasakan, tak peduli walau dia meminum obat dan disembuhkan oleh penyembuh paling berbakat sekalipun—

Tidak mungkin—tidak. Tidak. Tidak.

"Dia jelas-jelas tak tahu apa yang terjadi," Angelina berbisik dari tempatnya berdiri.

"Tapi, Creature?" Seamus bertanya skeptis. "Calon raja kita adalah… Creature?"

"Kau tidak dengar Angelina? Harry tidak tahu apa-apa—"

Mulut Harry membuka untuk berteriak. Yang keluar bukan suara parau memilukan seperti yang diekspektasi Harry, tetapi—

Satu empasan sihir. Dorongan kekuatan tak kasat. Bersama teriakan itu, Harry mengeluarkan gelombang sihir besar yang berhasil melemparkan teman-temannya ke segala arah.

Sejurus kemudian, kesadaran akan apa yang baru saja dilakukan Harry hampir membuatnya muntah.

Tidak!

Harry membungkam mulut dengan kedua tangannya, matanya membeliak liar. "Aku… tidak…"

Bagaimana itu terjadi? Dia tidak bermaksud—

"Sialan!" McLaggen meraung marah dan segera berdiri dengan kaki gemetar. "Sudah kuduga, kau membohongi kami! Pengkhianat busuk! Kau menyembunyikan jati dirimu sebagai Creature dan diam-diam berniat menjadikan kami makananmu, pasti begitu, kan!?"

Kebencian dalam wajah McLaggen hampir sama kuatnya dengan gelombang sihir barusan. Harry beringsut mundur, untuk sekali ini saja tak mampu membalas dengan kalimat apapun.

Dia bingung. Dia takut. Dia tak tahu apa-apa—

"Kalau kau menjadi Raja, mau kau apakan rakyat jelata, brengsek—"

"Diam, McLaggen!"

"Buka matamu, Weasley! Dia Creature—Creature Kegelapan! Jelas-jelas dia mengeluarkan sihir kegelapan tadi dan melemparkan kita semua. Pada akhirnya, dia juga akan memangsamu!" Sambil berusaha menopang tubuh dengan kaki gemetar, McLaggen berkata dengan punggung menegak. Tenang dan mematikan. "Semuanya… tangkap dia."

Keempat temannya yang lain bergeming. Saling pandang dalam diam, sama-sama larut dalam keraguan seperti semua orang yang ada di sana.

"Tangkap dia, sebelum dia melukai lebih banyak orang!"

Keempat orang itu, dengan sangat enggan, mengangguk. Sepakat untuk melakukan sesuatu.

Sepakat menuruti McLaggen, sebab mereka menakuti Harry.

Teriakan Ron bagai tak pernah singgah di telinga mereka. Keempatnya bergerak sigap untuk memposisikan diri di sekitar Harry. Masing-masing mengeluarkan senjata dan mengarahkannya kepada Harry. Masing-masing tampak… marah, takut, dan sedih.

Kenapa? Harry menggigiti bibir bawahnya. Kenapa semua ini terjadi?

Kenapa mereka tak mau percaya kepadanya?

Kenapa dirinya tak bisa mengatakan apapun untuk membuat mereka mengerti?

Dia juga tak tahu apa yang terjadi, jadi kenapa mereka memandanginya seperti itu!?

Kedua mata Harry memanas, terpejam kuat, seakan dengan demikian dia bisa mencegah jatuhnya air mata.

Sebenarnya… siapa yang lebih pantas disebut pengkhianat?

Kalian juga sama saja.

Harry tertunduk dalam-dalam, membuka mulutnya lagi, dan berteriak.

Dengan satu lagi gelombang kekuatan yang diciptakan suaranya, dia menyaksikan tubuh teman-temannya yang terempas dan tergores kecamuk sihirnya, lalu berakhir menghantam pepohonan dan tanah.

Harry tidak peduli lagi.

Ditelan kemarahan, kebingungan, dan rasa takut, Harry membalikkan badan dan ber-Apparate pergi dari sana. Tanpa sekalipun menoleh dan melihat teman-temannya untuk yang terakhir kali.

Suara Lord Voldemort menggema dengan penuh ejekan di dalam benaknya.

"Dunia ini tidak sesederhana gelap dan terang. Kubu cahaya—orang-orang suci di sekitarmu—tidak selalu benar. Dan suatu saat, kau akan memahami ini dengan cara paling menyakitkan."

Keesokan harinya, cerita dari kejadian itu tersebar ke seluruh penjuru negeri. Semua media menggambarkan Harry sebagai pengkhianat. Si Pangeran Monster yang tega melukai teman-temannya dan meninggalkan mereka di tengah hutan.

Dan itu adalah hari di mana seorang Harry James Potter, sang pangeran yang terbuang, memilih untuk mengubah dunia.

Seperti yang dicita-citakan Lily sejak dulu.


To be continued


Edited (2/4/19): Lupa menambahkan detail penting berupa bekas luka Harry... orz.

AN #1: Oke, setelah nonton anime Overlord, saya ingin membayangkan Harry kalo punya sayap seperti karakter Albedo… minus tanduk. Dan jadilah fanfik ini.

Saya sudah ngetik sampai Chapter 9, tapi seluruhnya masih sangat mentah dan banyak typo. Bakal segera di-update kalau sudah diedit.

AN #2: Di awal-awal, wajah Voldie kurang lebih sama seperti ketika dia mendaftar posisi pengajar DADA di canon. Belum botak tapi wajahnya mengerikan. Tapi setelah ini, dia… bakal tampan kok. :) Dan ga seperti di Carpe Noctem, dia muncul sekitar dua-tiga chapter ke depan. Kalian akan banyak ketemu Voldie di sini.

AN #3: Saya mungkin ga akan menyelami masalah politiknya dalam-dalam. Penjelasan Council saya maksudkan sebagai gambaran kalau di kerajaan ada pemerintahan, ada divisi-divisi, ada Auror, dll dll. Tapi untuk detailnya… err. Sekali lagi, tidak akan saya selami, untuk saat ini.

Yang ingin saya eksplor adalah sisi fantasy dari cerita ini. Jadi, jika ada yang mengharapkan sensasi-sensasi serius dan epic dari Game of Throne, emmm… cerita ini bukan yang dicari. /bows

AN #4: Akan ada beberapa spell dari HP Series, seperti contohnya Apparition di chapter ini.

Penjelasan bagi yang membutuhkannya ^_^

1. Terdapat dua kubu di dunia, yaitu kubu cahaya dan kubu kegelapan. Seperti namanya, kubu cahaya berisi penyihir cahaya, dan kubu kegelapan berisi penyihir kegelapan. Mereka berperang dan berseteru sejak lama sekali.

2. Faksi Kegelapan: kelompok-kelompok penyihir kegelapan, kebanyakan ofensif dan memberontak, tapi sebagian kecil hanya memiliki tujuan untuk bersembunyi. Salah satu Faksi Kegelapan adalah Death Eater.

3. Pangeran Kegelapan: julukan bagi penyihir kegelapan terkuat, biasanya mereka memimpin Faksi Kegelapan.

4. Tujuh Kerajaan Besar: Dari yang terbesar hingga terkecil: Hogwarts, Ilvermony, Durmstrang, Beauxbatons, Mahoutokoro, Koldovstoretz, Uagadou, Castelobruxo. Semuanya, entah terpaksa atau sukarela, telah menyatakan loyalitas mereka kepada kubu cahaya (walau sebagian cenderung lebih netral dan longgar dalam urusan 'Dark Wizard' dan Creature).

5. Di dunia, terdapat tiga tipe makhluk (selain hewan/tumbuhan):

-Muggle, manusia tanpa kekuatan dan sihir.

-Penyihir, manusia dengan kekuatan dan sihir.

-Creature, makhluk setengah manusia atau non-manusia yang memiliki sihir. Dibagi menjadi 3 kelas: Being, Beast, dan Spirit (seperti di HP Series asli, penjelasan lebih lanjut akan ada di chapter-chapter mendatang).
Sebagian besar Creature memiliki kecerdasan dan berkekuatan besar, sebagian lagi buas dan berbahaya. (Tapi tak jarang ada Creature yang nalurinya cukup damai, seperti peri rumah, unicorn, dan Creature yang dikisahkan 'berteman' dengan Lily.) Sebelumnya, mereka dibiarkan hidup berdampingan dengan manusia. Untuk saat ini, mereka yang dianggap membahayakan langsung dihukum mati. Yang tidak dihukum mati mendapat hukuman sebagai budak.

6. Kerajaan Hogwarts: kerajaan terbesar di kubu cahaya dengan populasi terbanyak. Dikepalai Raja. Posisi tertinggi kedua dipegang Penasihat Besar, penasihat yang membantu Raja dalam berbagai bidang. Apabila calon Raja yang terpilih belum cukup usia, maka kerajaan akan dipegang oleh seorang Regent.

7. Council adalah badan pemerintahan yang membantu Raja dan Penasihat Besar menjalankan pemerintahan, memberikan konsultasi, debat, atau saran dalam masalah ekonomi, hukum, dan lain-lain. Badan ini terdapat di setiap kerajaan dan dikepalai oleh seorang Kepala Council. Mereka berkoordinasi dengan Council kerajaan lain.

Council dari Hogwarts sendiri terletak di ibukota Hogwarts dan dikepalai Cornelius Fudge. Terdapat beberapa divisi di dalamnya, dan terdapat 10 lantai bangunan kantor. Saat ini, divisi yang diketahui di cerita baru Divisi Penegakan Hukum, dikepalai Rufus Scrimgeour.

Note: saya terinspirasi dari istilah asli di HP Series, yaitu Wizards' Council, badan yang berdiri sebelum dirombak jadi Ministry of Magic.

8. Empat Legiun Hogwarts. Hogwarts memiliki empat legiun besar yang markasnya tersebar di sepenjuru Hogwarts, yang seluruhnya secara resmi dipimpin oleh Raja. Keempat legiun itu adalah Gryffindor (bermarkas di ibukota dan utara Hogwarts), Ravenclaw (bermarkas di barat), Hufflepuff (bermarkas di selatan), dan Slytherin (bermarkas di timur). Setiap legiun memiliki spesialitas masing-masing dan markas masing-masing.

9. Gryffindor. Legiun terkuat dengan jumlah prajurit paling banyak. Mereka memiliki spesialitas dalam peperangan sehingga dapat dikatakan yang terkuat di antara keempat legiun lain.

Thanks for reading!