My Dear Vampire.
Pairing : Mikaela x Yuu (girl ).
Warning : Ada unsur kekerasan didalamnya. Ceritanya menyimpang dari cerita sesungguhnya.
Enjoy :)
Di atas bukit Akame terdapat sebuah rumah besar bergaya barat yang sudah lama ditingggal pemiliknya. Banyak rumor yang mengatakan kalau kau pergi kesana maka vampir akan muncul dan menghisap darahmu hingga seluruh darah di tubuhmu kering tak bersisa.
Akan tetapi, pada kenyataannya rumor tetaplah sebuah rumor. Banyak orang-orang yang menyangkal rumor itu dan berkata kalau di dunia ini tidak ada makhluk yang bernama vampir. Dan rumah itu terbengkalai karena pemiliknya yang pergi meniggalkan rumah itu begitu saja. Sebuah rumah bernuansa angker yang terpisah dari rumah penduduk lainnya dan jauh dari area pertokoan. Siapa yang mau membelinya? Apalagi dengan rumor yang senantiasa menyertainya. Agen properti manapun pasti kesulitan menemukan orang yang mau membeli rumah itu. Alhasil, rumah itu berubah menjadi salah satu tempat horor di kota yang populer. Siapapun orang di kota ini tahu tentang rumah itu.
Percaya atau tidaknya terhadap rumor itu bukanlah hal yang patut diperdebatkan. Hampir setiap hari aku melewati rumah itu setiap pulang sekolah karena jalan terdekat untuk sampai ke rumahku. Dan setiap kali aku melewati rumah itu aku selalu berdiri selama beberapa lama di depan gerbang rumah itu, memastikan apakah sudah ada orang yang mau menghuni rumah itu. Kalau ada yang bertanya kenapa, hal itu karena aku memiliki memori yang berharga di rumah ini. Singkatnya, sewaktu kecil aku tinggal bersama keluargaku disini. Rumah ini memiliki arti yang besar bagiku. Jadi kalau ada rumor yang mengatakan kalau rumah ini ditelantarkan pemiliknya itu salah besar. Jika saja seluruh anggota keluargaku masih ada, sekarang ini pastilah kami yang sedang menghuni rumah itu. Ya, bila saja mereka semua masih ada di dunia ini.
Dan seperti biasanya hari ini aku kembali melewati rumah itu sepulang sekolah. Aku kembali memandang ke dalam rumah itu dari gerbang.
"Hei nona manis. Ayo bermain denganku. Kita bisa menyantap makanan lezat bersama dan melakukan banyak hal menyenangkan." Tiba-tiba saja dari arah belakangku seorang pemuda bertopi berbicara denganku dengan suara rendah. Entah sejak kapan pemuda itu ada di belakangku akusama sekali tidak merasakan hawa keberadaannya ataupun mendengar langkah kakinya. Rambut pemuda itu menutupi telinganya, wajahnya rupawan dengan mata berwarna kemerahan. Nafasnya terengah-engah, matanya membesar, dan ia memandangku seperti pemangsa yang sedang memandang buruannya.
Kembali ke pembahasan mengenai keberadaan vampir. Apa kalian percaya kalau mereka ada? Kalau ditanya begitu aku pasti akan menjawab dengan lantang. "Tentu saja aku percaya kalau mereka ada, beritahu aku jika kalian bertemu mereka."
Orang biasa pasti akan menganggap aku hanyalah seorang gadis remaja yang penuh dengan khayalan. Tapi pada kenyataannya aku ini bukanlah tipe orang yang bisa berkhayal sesuatu yang bersifat fantasi begitu. Lalu bagaimana aku bisa sangat yakin kalau vampir itu ada? Kalau ditanya kenapa. Karena jika aku bertemu dengan salah satu dari monster penghisap darah itu, hanya satu hal yang ingin kulakukan. Aku akan mengeluarkan pedangku dan mengubah mereka semua menjadi debu.
8 tahun lalu para vampir menyerang keluargaku. Hanya aku yang selamat dari peristiwa itu. Demi membalaskan dendam keluargaku aku pasti akan membunuh semua vampir yang ada di dunia ini.
Dan sepertinya aku tak harus menunggu lama untuk melaksanakan niatku itu. Pemuda di hadapanku ini mengeluarkan suatu bau yang membuatku ingin muntah. Bau darah manusia. Vampir. Aku tersenyum tipis. "Maaf saja, aku tidak tertarik untuk terlibat dengan monster penghisap darah sepertimu. Vampir!"
Trang! Bunyi benda tajam yang saling berbenturan terdengar. Pemuda vampir itu mengeluarkan pisau kecil dari sakunya dan pergi menghindar. Aku berlari dan mengayunkan pedangku ke arah pemuda itu sekali lagi. Sratt!
Pemuda vampir itu berhasil menghindari seranganku. Akan tetapi aku berhasil melukai tangannya. Topi yang dipakainya terlepas, angin menyibakkan rambutnya dan memperlihatkan telinganya yang berbentuk lebih panjang dari telinga manusia pada umunya. Ia mengerang kesakitan, memperlihatkan gigi taringnya yang tajam. Meski hanya bagian tangan sepertinya seranganku terasa menyakitkan baginya.
Pemuda vampir itu menjilat tangannya yang bercucuran darah sambil tersenyum. "Wah wah... hari ini aku kurang beruntung rupanya. Mangsaku seorang pemburu vampir. Kalau begini terus aku bisa mati. Tapi asal kau tahu, hari ini juga bukan hari keberuntunganmu, nona pemburu." Kemudian ia menjentikkan jarinya dan seketika, di sekelilingku vampir-vampir lainnya bermunculan. Jumlahnya sekitar 8 orang. Ternyata pemuda vampir itu tidak sendiri.
"Habisi dia!" Teriak si pemuda vampir.
Vampir-vampir lainnya mulai menyerangku. Aku memang kalah jumlah, tapi hal itu tidak akan mengalahku. Akan kubunuh mereka semua vampir menjadi debu meski aku harus mati untuk itu.
Aku mengayunkan pedangku dengan cepat. Seranganku berhasil mengenai leher salah satu dari vampir itu, memenggalnya, dan mengubahnya menjadi debu. Kemudian aku menendang vampir lainnya dan menusukkan pedangku ke arah jantungnya. Suara erangan yang keras terdengar ketika vampir itu berubah menjadi debu. Melihat dua orang vampir menjadi debu vampir-vampir lainnya mundur perlahan.
"Heh...ternyata kau hebat juga nona pemburu. Kalian semua! Serang gadis itu bersa.."
Sang pemuda vampir tak melanjutkan kata-katanya. Sebuah pedang menembus tubuhnya, perlahan ia berubah menjadi debu. Dan wajah pemilik pedang itu tak asing bagiku.
"Kau bodoh dan mudah ditebak seperti biasa ya. Yuu."
"Guren!"
Guren Ichinose, kepala pasukan pemburu vampir di kota ini. Artinya, ia adalah laki-laki yang bertanggung jawab atas pemusnahan para vampir di kota ini. Laki-laki ini adalah atasanku. Dan menurut daftar keluarga, dia adalah ayah angkatku.
Dari kejauhan aku bisa melihat mobil yang biasa digunakan pasukan Guren untuk berkeliling kota. Bersamaan dengan kemunculan Guren para pemburu vampir lainnya muncul dan menghabisi vampir yang tersisa. Meskipun Guren adalah pemburu vampir terkuat di kota ini ia tidak pernah pergi sendirian. Dalam waktu singkat para vampir itu berubah menjadi debu. Aku menghampiri Guren dan mengayunkan tinjuku.
"Kau menghilang selama 10 hari tanpa meninggalkan pesan apapun. Tapi kenapa kau ada disini, Guren?!"
Guren menahan tinjuku dengan tangan kanannya. Sejak dulu tak pernah sekalipun seranganku mengenainya. "Kami mendengar laporan beberapa orang gadis yang menghilang akhir-akhir ini. Karena itu kami pergi mengecek berbagai tempat, dan salah satu tempat yang masuk dalam daftar pemeriksaan kami adalah tempat ini. Bertemu denganmu yang hampir terbunuh karena dikepung para vampir disini adalah sebuah kebetulan."
"Yang benar saja! Kau tahu kalau aku selalu melewati jalan ini. Kalau kau tidak datang sekalipun aku pasti akan melenyapkan para vampir itu!"
Plakk!"Dinginkan kepalamu! Kau bukan bagian dari pasukan pemburu vampir!"
Tamparan Guren di pipiku terasa menyakitkan. Meskipun terhadap seorang gadis, laki-laki ini tidak menahan diri sedikitpun. "Kalau begitu masukkan aku ke pasukan pemburu vampirmu Guren bodoh!"
"Tidak mau. Sudah kukatakan berkali-kali aku tak akan memasukkanmu ke dalam pasukanku atau pasukan manapun." Kata Guren dengan nada mengejek.
"Kenapa?!" Tanyaku tak terima. "Bukankah kau sudah lihat sendiri kemampuanku?! Aku berhasil mengalahkan beberapa vampir itu seorang diri. Lagipula orang yang melatihku untuk itu adalah dirimu sendiri. Karena itu kenapa kau tidak memperbolehkan aku bergabung dengan pasukanmu?!"
Guren melengos. "Dengar. Entah sudah berapa kali aku mendapat laporan dari gurumu kalau kau bermalas-malasan di kelas. Nilaimu jelek, pembawa onar, sikapmu tidak seperti seorang gadis, ditambah lagi kau tidak punya teman seorangpun. Aku tahu kau kuat dan aku memaklumi kebodohanmu, tapi aku tidak butuh orang yang tidak bisa diajak bekerja sama di pasukanku."
"Teman tidak dibutuhkan dalam mengalahkan vampir!"
Bletak! Kali ini Guren menjitakiku. "Aku palin benci kalau anak bodoh sepertimu mengacau di pasukanku. Lagipula lagi-lagi kau mengambil pedang di gudang senjata tanpa izin dariku. Ditambah lagi kau membawa pedang itu ke sekolah dengan menyamarkannya menjadi pedang kendo. Kau beruntung tak satupun guru yang menyadari hal itu. Tapi kalau polisi menangkapmu karena membawa senjata, aku tak akan menebusmu mengerti?!"
"Itu karena kau tidak memberiku senjata apapun!"
"Karena menurutku kau belum siap untuk itu! Pokoknya aku tak akan memberimu izin memegang senjata sebelum kau punya seorang teman. Kalau kau punya teman maka kau boleh memperkenalkannya padaku."
"Ha?! Kalau cuma teman aku juga punya!"
"Heh...kalau begitu perkenalkan dia padaku."
" .. Sudah lama aku tidak bertemu dengannya. Aku bahkan tidak tahu dimana dia berada sekarang."
"Yang seperti itu tidak masuk hitungan."
"Yang penting teman bukan?!"
"Jika teman yang kau makhsud itu teman khayalanmu aku tak akan mengakuinya. Setelah ini aku akan memeriksa tempat lain. Kau pulanglah ke rumah. Aku akan pulang besok malam. Dan satu lagi, pedangmu kusita. Sebagai gantinya ambil ini."
Guren melemparkan sesuatu padaku. Sebuah stun gun. "Apa ini?! Aku tidak bisa membunuh vampir dengan ini."
"Memang tidak, tapi setidaknya itu bisa mengusir para laki-laki mesum atau pencopet. Wajah dan stylemu tidak buruk, selama mereka tidak mengenalmu kurasa akan ada banyak orang jahat yang mendekatimu. Kalau itu terjadi, sekalipun polisi menangkapmu karena membuat mereka babak belur aku pasti akan menebusmu. Satu hal lagi, karena aku ini ayah angkatmu bisa tidak kau berhenti menyebutku bodoh dan semacamnya. Itu sama sekali tidak manis. Kau bisa memanggilku P-A-P-A. " Kata Guren dengan nada mengejek.
"Tidak sudi!"
"Dah! Sampaikan salamku pada teman khayalanmu itu. Jadilah anak manis dan tunggu di rumah." Kata Guren sebelum memasuki mobil.
"Mika bukan teman khayalan!" Teriakku membalas perkataannya. Aku tidak berbohong soal keberadaan temanku Mika. Usiaku sudah 16 tahun. Terlalu tua untuk mengkhayalkan keberadaan seorang teman khayalan. Mika adalah anak laki-laki yang dulu tinggal dekat dengan rumahku. Pertamakali aku bertemu dengannya Mika sedang menangis karena dijahili anak-anak lain. Saat itu aku langsung berlari menolongnya dan mengusir anak lainnya. Sejak saat itu kemanapun aku pergi Mika selalu mengikutiku seperti anak ayam. Karena sifatku ini aku mengalami kesulitan untuk berteman dengan yang lain. Bagiku Mika adalah teman pertamaku. Tapi 8 tahun lalu keluarga Mika memutuskan pindah ke daerah lain. Seminggu setelah keluarga Mika pergi, para vampir menyerang keluargaku. Waktu berlalu sejak saat itu. Sejak Mika meninggalkan kota ini aku tidak mendapat surat ataupun kabar apapun darinya.
...
Meskipun Guren sudah melarangku melewati daerah itu seorang diri aku tetap memilih melewati bukit Akame ketika pulang sekolah. Bukannya aku sombong atau cari gara-gara dengan melewati tempat yang kerap didatangi vampir itu tanpa senjata. Tapi aku punya alasan kuat kenapa aku harus melihat rumah itu. 8 tahun lalu aku membuat janji pada Mika, teman pertamaku.
"Yuu chan, aku pasti tidak akan pernah melupakan Yuu chan. Suatu hari nanti aku pasti kembali kesini dan menjemput Yuu chan. Karena itu berjanjilah kalau Yuu chan juga akan menugguku disini. Janji ya..."
Aku sudah berjanji akan menuggu Mika disini. Orang lain mungkin berfikir kalau aku ini bodoh karena masih saja mempercayai janji itu. Tapi entah kenapa, walaupun Mika tidak pernah menghubungiku. Aku percaya kalau ia tidak melupakan janjinya itu karena kami berdua adalah teman yang saling menyayangi satu sama lain.
Seperti biasanya aku berdiri di depan gerbang rumah itu. Aku melihat ke arah halaman dan jendela rumah itu. Tidak ada yang berubah. Tak ada tanda-tanda kehadiran seorang pun disana. Aku melengos. Mungkin hari ini pun tak akan ada yang terjadi. Aku berbalik dan beranjak pergi dari rumah itu. Semilir angin sore berhembus kencang. Aku bisa mencium aroma musim gugur disana. Angin itu menyibak rambut panjangku dan membuat pandanganku sedikit terhalang sebentar.
"Yuu chan?"
Dari arah belakang aku mendengar seseorang memanggil namaku. Sudah lama tidak ada orang yang memanggilku dengan panggilan itu. Karena tak memiliki teman dekat, kebanyakan orang memanggilku dengan nama keluargaku. Hyakuya atau Ichinose, nama keluarga Guren. Tentu saja aku lebih suka kalau mereka memanggilku Hyakuya. Aku akan marah kalau ada orang yang memanggilku Ichinose. Bukannya aku membenci Guren atau apa. Hanya saja aku tidak ingin membuang begitu saja nama keluargaku. Aku tidak ingin orang lain lupa kalau aku adalah anak dari keluarga Hyakuya.
Aku menoleh ke arah sumber suara itu. Seorang pemuda berambut pirang bermata biru menatapku dengan eksresi haru. Wajahnya tidak terlihat asing dimataku. Aku mencoba mengingat-ingat siapa pemuda di hadapanku ini.
"Ini benar-benar Yu chan?" Tanya pemuda itu.
Aku mengangguk. "Ya. Aku Yu. Maaf, kalau boleh tahu siapa kamu?"
Pemuda itu berlari memelukku. "Yuu chan... Yuu chan..Kau masih hidup..."
Saat melihat wajah pemuda itu dari dekat aku semakin yakin kalau aku memang mengenalnya. Dan sikapnya mengingatkanku kepada seseorang. "Mika..?"
"Ya ini aku Mika. Aku sangat senang kau baik-baik saja Yu chan." Pemuda itu tersenyum. Melihat senyumannya mengingatkanku pada Mika di masa kecil. Pemuda ini benar-benar Mika yang kukenal.
Tanpa kusadari air mata mulai keluar dari kedua mataku, aku membalas pelukan Mika. "Mika..."
Pelukan Mika semakin erat. Ia berbisik ditelingaku. "Aku tak akan pernah meninggalkanmu lagi Yu chan. Tidak akan pernah."
Meskipun aku merasa bersalah pada Guren karena melanggar perintahnya, hari ini aku bersyukur karena aku melakukannya. Berkat itu aku bisa bertemu dengan orang yang berharga bagiku.
Aku mengelus kepala Mika dengan lembut. "Selamat datang kembali, Mika."
...
Mika datang ke kota ini seorang diri. Ia bercerita padaku ketika usianya 10 tahun kedua orang tuanya bertengkar hebat dan bercerai. Ibu Mika menikah dengan laki-laki lain dan ayah Mika menghilang entah kemana. Laki-laki yang dinikahi ibu Mika tidak menyukai Mika dan akhirnya mereka mengirim Mika ke panti asuhan.
"Banyak hal yang terjadi dan aku baru bisa mengirim surat padamu sebulan setelah kepindahanku. Tetapi setiap surat yang kukirimkan kepadamu selalu kembali kepadaku. Pengantar surat berkata kalau alamat rumahmu sudah tidak dipakai lagi. Berkali-kali aku mencoba tapi hasilnya tetap sama. Sampai suatu hari aku menemukan koran yang memuat berita keluargamu dibunuh. Dan namamu juga dimuat disana. Karena itu aku pikir kau sudah mati. Aku begitu bahagia bisa bertemu denganmu lagi, Yu chan." Cerita Mika.
Mika menyandarkan kepalanya pada pundakku. Kami berdua duduk di ruangan tamu rumah yang dulu pernah kutinggali bersama keluargaku. Entah bagaimana caranya, Mika memiliki kunci rumah itu. Debu memenuhi seluruh ruangan, Mika menyikap kain penutup sofa dan membersihkannya sehingga kami bisa duduk disana.
"Kau tahu, aku selalu menunggu di depan rumah itu. Aku percaya kalau Mika pasti akan menepati janjinya. Guren selalu berkata kalau menuggumu adalah hal bodoh. Tapi syukurlah aku tetap memilih percaya padamu."
"Siapa itu Guren?" Tanya Mika penasaran. Ekspresi wajahnya berubah.
"Dia ayah angkatku. Kata-katanya menyebalkan dan dia suka main kekerasan, tapi ia bukan orang jahat. Ia sangat perhatian pada anak buahnya dan selama ini ia sudah berbaik hati padaku dalam banyak hal."
Mika kembali tersenyum. "Syukurlah kalau begitu. Sepertinya dia ayah yang baik."
"Begitulah. Tapi laki-laki itu sering mengejekku karena tidak mempunyai teman. Dan dia tidak percaya kalau Mika benar-benar ada. Karena itu, bagaimana kalau kau datang ke rumahku malam ini? Guren pasti terkejut begitu melihat klau aku benar-benar punya teman."
"Teman ya..." Ucap Mika pelan. Wajahnya terlihat sedikit kecewa. Aku tidak mengerti kenapa, aku tidak merasa mengucapkan sesuatu yang salah.
"Kenapa, Mika?"
Mika menggeleng dan tersenyum. "Bukan apa-apa."
"Sungguh?"
"Sungguh. Aku hanya menyayangkan karena hari ini aku tidak bisa pergi ke rumahmu. Ada beberapa hal yang harus kuurus terlebih dahulu."
"Baiklah, aku mengerti."
"Langit sudah gelap. Bukankah sudah waktunya untuk pulang?"
Aku melihat jam tanganku. Jam 8.30 malam. "Wah! Hari ini Guren ada di rumah. Dia pasti akan memarahiku habis-habisan karena pulang terlambat."
"Aku akan mengantarmu." Kata Mika menawarkan diri.
"Tidak perlu. Setelah ini Mika masih punya banyak hal yang harus diurus bukan? Rumahku hanya 10 menit berjalan kaki dari sini. Dan satu lagi, meskipun Mika laki-laki tapi sebaiknya kau menyelesaikan semua urusanmu sebelum lewat tengah malam. Daerah di sekitar sini cukup berbahaya saat malam hari. Kalau begitu aku pergi dulu." Kataku sambil berlari menuju pintu.
"Tunggu, Yuu chan."
"Ya?"
Mika melepas jaketnya dan memakaikannya padaku. "Pakailah. Udaranya cukup dingin, jangan sampai kamu masuk angin."
"Te..terimakasih."
Mika meraih kedua tanganku dan mencium keningku. "Sampai jumpa besok, Yuu chan. Berhati-hatilah di jalan." Katanya sambil tersenyum.
Aku terkejut bukan main. Kening dan pipiku teras panas. "Ja...jangan bercanda begitu, Mika...Aku tidak akan memaafkanmu kalau kau melakukan hal ini lagi. Se...Selamat malam, Sampai jumpa besok." Kataku gelagapan.
Aku berlari dan meninggal kan rumah itu dalam sekejab. Dari kejauhan kulihat Mika masih memandangiku yang sudah berjalan jauh dari rumah itu. Meski sudah kukatakan kalau aku akan baik-baik saja tapi Mika masih saja khawatiran. Ia tidak pernah berubah. Mika yang kukenal benar-benar sudah kembali ke sisiku. Memikirkan hal itu, tanpa sadar aku berlari sambil tersenyum. Hari ini benar-benar sangat menyenangkan. Tapi entah kenapa rasanya aku seperti melupakan sesuatu.
Saat sampai di rumah aku mendapati Guren menungguku dengan memasang ekspresi super seram. Para anak buahnya juga ada disana, mereka nampak ketakutan melihat ekspresi Guren yang sedang marah.
"Jadi, siapa yang mengajarkanmu untuk pulang semalam ini nona kecil?!" Kata Guren dengan nada mengancam.
Aku duduk bersimpuh. Saat ini aku seratus persen bersalah. Guren akan semakin melarangku masuk ke pasukannya, dan kemungkinan buruknya dia akan memotong uang sakuku. Aku melirik perlahan menatap matanya. Seram!
"Aku terlambat karena bertemu temanku."
Guren berdecak. "Kebohongan macam apa itu, kau tidak punya teman."
Kata-kata dan cara bicara Guren semakin kejam. Jika tidak mencari cara untuk meredakan amarahnya habislah aku. "Aku punya. Namanya Mika, ia anak laki-laki seusiaku. Ia sangat tampan dan baik hati. Lihat! Ia mencium keningku dan memberikan jaketnya agar aku tidak kedinginan. Sekarang aku benar-benar punya seorang teman. Sesuai perjanjian, aku akan memperkenalkannya padamu lain waktu dan kau harus membiarkanku bergabung dengan pasukanmu."
Menceritakan hal yang bisa mendapat pujian dari Guren pasti akan membantu meredakan amarahnya. Aku yakin telah melakukan hal yang benar, tapi para anak buah Guren menatapku seperti mengatakan kalau aku mengatakan hal yang tidak seharusnya kukatakan.
Guren terdiam sebentar. Kemudian dia tersenyum, bukan senyum yang menyenangkan. Tapi senyum bengis yang hanya kulihat kalau ia benar-benar marah. "Apa kau mendengar perkataanku waktu itu anak bodoh?! Aku menyuruhmu mencari teman, bukan pacar! Di saat orang lain mengkhawatirkanmu kau malah bermain rumah-rumahan dengan laki-laki penggoda itu hah?! Tidak ada uang saku untukmu bulan ini! Dan aku melarangmu keluar rumah selama seminggu! Anak buahku akan mengawasimu agar kau tidak bisa lari!"
"Tunggu sebentar! Mika bukan laki-laki penggoda! Dan jangan memotong uang sakuku sesuka hatimu Guren bodoh! Lagipula kau berniat mengurungku selama seminggu di rumah? Bagaimana dengan sekolah hah?!"
"Kenapa kau mempermasalahkan tentang sekolah padahal selama ini kau hanya main-main saja?! Kau pasti ingin bertemu dengan laki-laki penggoda itu lagi bukan?! Jangan harap! Renungkan perbuatanmu di rumah selama seminggu anak bodoh!"
Malam itu Guren menjitakiku, menjewerku, dan memarahiku habis-habisan. Aku yang tidak terima di perlakukan seperti itu balik melawan. Dan kami berdua terus bertengkar sampai para anak buah Guren berhasil memisahkan dan menenangkan kami berdua.
...
Guren benar-benar memegang kata-katanya. Sejak malam itu sudah 2 hari lamanya aku berdiam diri dirumah. Wali kelasku datang ke rumah setiap sore mengantar bahan pembelajaran dan mengajariku selama beberapa jam. Murid biasa tak akan mendapat perlakuan semacam ini. Tapi dengan kekuasaan Guren atas kota ini membuat hal itu menjadi sebuah hal yang wajar. Semua kebutuhanku dipenuhi hingga aku tak lagi memiliki alasan untuk pergi keluar rumah. Guren bahkan menugaskan beberapa orang anak buahnya untuk berjaga di sekitar rumah. Ia benar-benar marah.
Sebetulnya bukan hal sulit untuk melewati penjagaan ini. Tapi jika aku nekat melakukannya Guren akan semakin marah dan hukumanku akan semakin berat. Terkurung di rumah selama seminggu bukanlah hal yang berat bagiku. Tapi satu hal yang kusayangkan adalah aku tak bisa menemui Mika. Aku berjanji padanya untuk menemuinya lagi, tapi janji itu tak bisa kulaksanakan karena aku terkurung di rumah. Mungkin saja Mika mengkhawatirkanku saat ini, tapi kurasa hal itu hanyalah pemikiranku saja. Baru dua hari berlalu sejak kami bertemu. Kurasa Mika akan memaklumi hal itu.
Hari beranjak malam, dan bulan mulai menampakkan dirinya. Aku memandang keluar jendela sambil menghela nafas, aku merasa sangat bosan.
"Yuu chan..."
Aku mendengar suara Mika memanggilku. Tapi itu tidak mungkin, Mika belum pernah sekalipun pergi ke rumahku danguren tak mungkin mengizinkannya masuk.
"Yuu chan.."
Suara itu semakin jelas. Aku menoleh ke arah bawah dan mendapati Mika berdiri di sana sambil tersenyum padaku. Aku mengedip-ngedipkan mata berulang kali tak percaya. Tapi berapakalipun aku melakukannya Mika masih berdiri disana. Mika benar-benar datang ke rumahku.
"Mika? Bagaimana..."Aku menutup mulutku. Suara yang kukeluarkan terlalu besar dan kalau para anak buah Guren melihat Mika disana mereka pasti akan segera mengusirnya. Aku tidak ingin hal itu terjadi.
Aku berlari mengambil kertas dan pena kemudian menuliskan sesuatu disana. Kemudian aku melemparkannya ke luar jendela. Aku menuliskan pada Mika bagaimana kondisiku saat ini dan meminta maaf karena mungkin aku tidak bisa keluar menemuinya.
Mika merentangkan kedua tangannya. "Jika begitu bagaimana kalau begini saja. Kemarilah Yuu chan. Aku akan menangkapmu." Katanya.
"Tapi..."
"Tidak apa-apa, percayalah padaku."
Sebenarnya bukan masalah bagiku melompat dari lantai dua, malah bisa dibilang kalau ini adalah hal yang biasa kulakukan kalau ingin menyelinap keluar rumah. Tapi entah kenapa aku tidak ingin Mika mengetahui kalau aku biasa melakukan hal seperti ini.
Aku melompat ke luar jendela dan Mika dengan sigap menangkapku. Aku sudah memasang kuda-kuda kalau-kalau Mika kesulitan menangkapku. Tapi ternyata ia menangkapku dengan mudah dan saat ini ia menggendongku seperti seorang putri. Posisi ini membuatku sangat malu. Aku bisa melihat wajah Mika dari dekat dan ia tersenyum seperti biasanya. Dan lagi-lagi pipiku terasa panas.
"Tu..turunkan aku, Mika."
"Kenapa? Yuu chan tidak suka digendong dengan cara ini?"
"Po...pokoknya turunkan aku." Kataku sambil meronta. Meski kelihatan enggan Mika akhirnya menurunkanku. "Kenapa kamu bisa ada disini Mika? Bagaimana kamu bisa tahu dimana rumahku?"
"Aku menanyakan ke beberapa orang mengenai ayah angkatmu dan aku segera mengetahui dimana rumahmu. Karena kamu tidak datang setelah hari itu aku sedikit khawatir dan memutuskan pergi menjemputmu."
"Menjemputku? Aku sedang bertengkar dengan Guren. Ia sangat marah dan melarangku keluar rumah. Karena itu aku tidak bisa keluar rumah untuk saat ini. Maaf karena tidak bisa menemuimu beberapa hari ini. Tapi aku sangat senang kamu datang kesini." Kataku.
Mika menggenggam kedua tanganku. "Yuu chan, ayo pergi dari tempat ini. Aku akan melindungimu dari para manusia itu."
Aku terkejut mendengar perkataan Mika yang tiba-tiba. Sesaat aku pikir ia sedang bercanda, tapi sinar mata Mika menunjukkan kalau ia benar-benar serius dengan perkataannya. "Apa makhsudmu Mika? Melindungiku dari para manusia? Aku tidak merasa ada manusia yang sedang mengincarku."
"Jika kamu terus berada disini mereka akan memanfaatkanmu."
"Apa makhsudmu Mika? Aku tidak mengerti perkataanmu. Siapa yang akan memanfaatkanku?"
"Akan kujelaskan hal itu nanti. Yang penting sekarang kita harus pergi dari tempat ini." Kata Mika sambil menarik tanganku.
"Tu..tunggu Mika..."
Crash! "Menjauh darinya Vampir!" Guren datang tiba-tiba, ia mengayunkan pedangnya dengan cepat ke arah Mika dan melukai punggungnya. Mika yang terluka mundur beberapa langkah.
Melihat Mika terluka sangat parah membuatku panik."Apa yang kau lakukan Guren?! Hentikan!" Teriakku. Aku berdiri di depan Mika, menghalangi Guren agar tidak lagi menyerang Mika.
"Aku tahu kau tidak punya teman. Tapi tidak kusangka kalau kau akan mulai berteman dengan musuh." Kata Guren dengan nada marah. Ia menggenggam pedangnya semakin erat, memasang kuda-kuda bertarung, dan mengaktifkan kekuatan iblis di pedangnya.
"Mika bukan musuh! Ia temanku!"
"Yang ada dihadapanmu saat ini adalah medan perang Yuu, minggir!"
"Harus berapa kali kukatakan padamu Mika bukan musuh!"
"Semua vampir di dunia ini adalah musuh tanpa terkecuali! Vampir adalah musuh alami pemburu vampir, kau harusnya sudah mengerti itu Yuu!"
"Apa yang kamu bicarakan Guran bodoh?! Mika bukan vampir!"
Guren berdecak kesal. "Heh...Ternyata kemampuanmu masih sangat payah sampai-sampai tidak bisa membedakan manusia dan vampir. Coba lihat orang yang sedang kau lindungi itu. Tidak akan ada manusia yang bertahan setelah terkena serangan semacam itu."
"...Eh?" Aku membalikkan badan dan memandang ke arah Mika yang kini telah berdiri di belakangku. Meski baru saja terkena sabetan pedang ia terlihat baik-baik saja.
Mika menepuk pundakku dan berjalan ke depanku. Ia memandangku sambil tersenyum kecut. Aku bisa melihat punggung Mika yang baru saja terkena sabetan pedang Guren. Tetapi punggung Mika sama sekali tidak meninggalkan bekas luka apapun. Luka-luka tersebut menghilang seperti sihir. Dan di dunia ini hanya satu makhluk yang mempunyai kemampuan penyembuhan seperti itu. Vampir.
"9 tahun lalu segerombolan vampir menyerang sekolahku dan mereka membawaku yang sedang sekarat kepada ratu vampir. Sejak hari itu aku berubah menjadi monster yang sangat Yuu chan benci. Tetapi, meski Yuu chan membenciku aku akan selalu melindunginya. Dan hal itu tetap tidak berubah hingga saat ini." Mika menoleh kepadaku sambil tersenyum sekali lagi. Kemudian ia kembali menghadap Guren dan menggigit tangannya sendiri, aku bisa melihat gigi taring miliknya, darah dari tangannya keluar membentuk sebuah pedang merah. Melihat hal itu aku terduduk lemas. Kepalaku penuh dengan banyak hal. Mika benar-benar seorang vampir.
"Akhirnya kau menunjukkan jati dirimu sesungguhnya, Vampir." Kata Guren sinis.
Guren dan Mika mulai menyerang satu sama lain. Keduanya bertarung seimbang. Tetapi pengalaman bertarung yang lebih unggul membuat Guren berhasil menyudutkan Mika perlahan. Mika mundur perlahan. Matanya bersinar kemerahan.
"Aku tidak akan membiarkanmu memanfaatkan Yuu chan! Kembalikan Yuu chan!" Teriak Mika dengan nada marah. Meskipun aku adalah teman masa kecilnya aku tak pernah melihat ekspresi seperti itu di wajah Mika, wajah kemarahan dan kesedihan yang begitu dalam. Aku terpaku melihat pertarungan mereka berdua. Siapa yang harus kubela sekarang? Berbagai fakta baru memenuhi kepalaku. Apa yang harus kulakukan untuk menghentikan mereka berdua?
Guren menyerang Mika tanpa ampun. Gerakannya yang terlatih mampu menyudutkan Mika yang menurutku, ia memiliki kemampuan bertarung setara dengan pemburu vampir profesional. Setelah beberapa saat Guren berhasil membuat pedang dalam genggaman Mika terlepas. Pedang itu terhempas jauh ke sudut halaman. Guren tersenyum sadis. Ia bersiap menghunuskan pedangnya ke arah Mika.
Mika!
Pikiranku kosong saat melihat Guren hampir menusuk Mika dengan pedangnya. Kakiku bergerak dengan sendirinya, aku berlari dan berdiri di depan Mika, mencoba melindunginya.
Guren tersentak saat melihatku yang tiba-tiba berlari ke depan Mika. Ia mencoba menarik pedangnya agar tak mengenaiku, tapi usaha itu sedikit terlambat dan sabetan pedangnya mengenai bahuku.
"Yuu chan!" Mika berteriak dengan nada shock, ia berlari menangkapku yang mulai roboh. Gurenpun nampak tak kalah kaget, ia menjatuhkan pedang di tangannya, sesuatu yang tidak akan dilakukan seorang pemburu vampir profesional sepertinya saat berada di medan pertempuran.
Luka yang ditimbulkan sabetan pedang Guren tidaklah parah, tetapi kekuatan iblis yang mengelilingi pedang itu masuk ke dalam darahku. Kekuatan iblis bukanlah sesuatu yang akan membunuh manusia begitu saja seperti yang terjadi pada para vampir, namun hal itu tetap merupakan racun berbahaya yang mampu melumpuhkan indra seorang manusia untuk beberapa lama. Tergantung ketahanan fisik dari manusia tersebut, kekuatan iblis dapat menjadi racun yang mematikan fungsi organ dalam seseorang.
Aku jatuh tersungkur. Seluruh tubuhku seperti kehilangan kemampuan untuk bergerak. Aku mencoba membuka mataku perlahan dan mendapati Mika yang mendekapku dengan wajah super panik. "Yuu chan! Yuu chan! Buka matamu!" Mika memanggil-manggil namaku dengan panik.
"Mi..ka...kamu baik..baik saja..?"
"Yuu chan!" Melihatku membuka mata membuatnya terlihat sangat lega. Ia memelukku sambil menitikkan air mata. "Aku..aku hanya ingin melindungimu...aku hanya ingin kamu bisa hidup bahagia layaknya gadis biasa. Hanya itu satu-satunya keinginanku di dunia ini...karena itu, jika terjadi sesuatu padamu semua ini tak akan ada artinya lagi..."
Aku membelai kepala Mika dengan lembut, berusaha menghentikan tangisnya. Vampir ataupun manusia Mika tetaplah Mika. Laki-laki yang ada dihadapanku ini memanglah Mika yang dulu kukenal.
Tiba-tiba aku seperti merasakan sengatan listik di seluruh tubuhku. Kekuatan iblis mulai menampakkan efeknya. Tubuhku mulai meronta kesakitan. Mika yang panik mencari cara untuk menyembuhkanku. Ia melukai tangannya lagi dan mencoba meminumkan darahnya padaku. Mungkin ia berfikir kalau darah dari seorang vampir akan dapat menyembuhkanku. Atau mungkin juga ia berfikir untuk mengubahku menjadi vampir.
"Aku tidak tahu apa tujuanmu melakukan itu, tapi jika kau mengubah Yuu menjadi vampir aku terpaksa membunuh kalian berdua. Lepaskan Yuu dan pergi dari sini, vampir!" Guren mengarahkan pedangnya tepat ke leher Mika dan berbicara dengan nada mengancam. Wajahnya seolah menunjukkan kalau ia benar-benar akan melaksanakan seluruh perkataannya itu jika Mika tidak melaksanakan perintahnya.
"Jika aku tidak melakukannya Yuu chan akan mati."
"Darah vampirmu tak akan berefek apapun pada Yuu, tapi aku bisa menyembuhkan Yuu. Aku akan menyembuhkannya jika kau pergi dari sini"
"Heh...jadi kau akan membiarkanku pergi begitu saja? Kata-kata dari seseorang yang mencoba memanfaatkan Yuu chan tak akan pernah kupercaya."
"Asal tahu saja, aku tidak membunuhmu kali ini karena Yuu hampir mati untuk melindungimu. Jangan sia-siakan pengorbanannya itu, vampir. Jika kau benar-benar menganggap Yuu adalah orang yang berharga , pastinya kau tidak ingin mengubahnya menjadi seekor monster bukan?"
Sepertinya, perkataan Guren berhasil membuat Mika mengurungkan niatnya. Ia melepaskan pelukannya dariku dan mundur perlahan. "Aku tak akan menyerah. Aku pasti kembali untuk menjemputmu, Yuu chan." Kata Mika sebelum menghilang.
Setelah Mika pergi Guren menggendongku seperti seorang putri dan membawaku pergi dari situ. "Apapun yang kau katakan aku tetap akan membunuh vampir itu. Hubungan kalian sudah putus sejak anak itu berubah menjadi vampir. Kalau selanjutnya kau menghalangiku lagi aku akan mengurungmu di ruang bawah tanah, Yuu."
"Jangan bunuh Mika...Guren bodoh..." Kataku lemah.
"Kau bercanda? Aku tidak tahu seperti apa hubunganmu dengan vampir itu. Tapi aku tak akan pernah menyerahkan putriku satu-satunya pada seorang vampir." Kata Guren tanpa keraguan sedikitpun.
Setelah mendengar kata-katanya itu semua menjadi gelap dan aku pun kehilangan kesadaran.
...
Aku tertidur selama seminggu. Saat terbangun aku melihat anak buah Guren berada di sampingku. Sepertinya Guren memerintahkan anak buahnya untuk bergantian menjagaku. Kamar tempatku dirawat dipenuhi alat penangkal vampir. Saat melihat keluar jendelapun aku melihat beberapa orang pemburu vampir berjaga di sekitar rumah sakit tempatku di rawat. Aku tahu rumah sakit ini. Pemiliknya merupakan pemburu vampir senior sekaligus kenalan Guren. Itu artinya seluruh rumah sakit ini merupakan benteng yang sempurna untuk melindungi diri dari vampir. Aku hampir tak percaya kalau Guren melakukan semua ini hanya untuk mencegah Mika bertemu denganku.
"Sepertinya kamu ini benar-benar putri kesayangan pemimpin. Tapi agak mengejutkan melihat laki-laki itu sampai berbuat sejauh ini untuk menghalau seorang vampir mengambil putri tersayangnya." Kata Hiragi. Gadis berambut ungu ini adalah seorang anak buah Guren yang berusia sama denganku. Selama ini aku jarang melihatnya bersama Guren. Tapi sepertinya ialah orang yang ditugaskan Guren untuk menjagaku. Meski orang yang menjaga ruanganku bergantian, Hiragi adalah orang yang paling sering mengunjungi kamarku.
"Aku tidak tahu soal itu, mungkin saja Guren hanya tidak ingin merasa kalah?"
Hiragi tertawa jahil setelah mendengar tanggapanku. "Aku meragukan hal itu loh...hihihi..."
"Lu..lupakan soal itu! Ada hal yang ingin kutanyakan padamu"
"Hm?"
"Apa kamu tahu cara untuk mengembalikan manusia yang berubah menjadi vampir?"
Hiragi terdiam sebentar. "Sejauh yang kutahu tidak ada. Lagipula sejak awal sangat jarang ada manusia yang berubah menjadi vampir. Karena vampir biasa tidak bisa melakukan hal itu. Jadi belum ada seorang pun yang meneliti mengenai hal itu."
"Begitu?..." Kataku pelan. Mika berubah menjadi vampir bukan atas keinginannya sendiri. Mika yang sekarang terlihat membenci vampir maupun manusia. Jika saja aku bisa mengembalikan Mika menjadi manusia, mungkin ia bisa hidup seperti kebanyakan anak laki-laki seusianya dan berhenti membenci manusia.
"Aku sudah mendengar keseleuruhan ceritamu dari Guren. Lalu apa yang akan kamu laksanakan selanjutnya?"
"Itu sudah pasti bukan? Aku akan menyelamatkan Mika!" Kataku tegas.
Aku ingin memberikan semua yang bisa kulakukan untuk mengembalikan kebahagiaan orang yang sangat berarti bagiku. Musuh ataupun teman aku pasti akan menyelamatkanmu, Mika.
...
Di sebuah rumah tua Mika duduk di pojok ruangan sambil memandangi selembar foto ditangannya. Pandangan matanya memancarkan kesedihan yang begitu mendalam.
"Yuu chan...Aku pasti akan menyelamatkanmu. Kamu adalah satu-satunya orang yang paling berharga bagiku di dunia ini. Aku tak akan menyerahkanmu pada siapapun. Setiap detik, setiap menit yang berlalu membuat perasaan itu semakin dalam di hatiku. Apapun yang terjadi aku pasti akan menyelamatkanmu, Yuu chan. Meskipun aku harus mati untuk itu."
...
