Kenalan
.
Disclaimer: Naruto beserta chara-charanya hanyalah milik Masashi Kishimoto semata.
.
.
'Teman baikku akhirnya menjadi teman biasa. Lalu teman biasa itu berubah menjadi kenalan. Dan ketika sudah sampai batas waktunya, mereka akan melupakanku. Apakah kau juga akan seperti itu?'
.
.
Kelas telah sepi.
Tentu saja.
Siapa juga yang berniat untuk tinggal di kelas di saat akan senja begini?
Begitulah setidaknya isi pikiran Naruto. Niatnya dia ingin sekali meminta bantuan sang wifi sekolah demi sebuah makalah dan juga power point untuk presentasi minggu depan. Namun apalah daya. Bukan dirinya yang melihat laptop melainkan laptop di depannya lah yang melihat dirinya.
Dia melakukan sedikit perengangan demi otot dan juga tubuhnya yang terasa kaku akibat tidur dalam posisi yang tidak nyaman. Ditolehnya ke kanan dan ke kiri sebagai sebuah kebiasaan. Dan kebiasaan itu terarah ke sebuah tas hitam yang masih tergeletak rapi di meja nomor dua dari belakang.
Kalau ditilik,
Tas itu pasti milik seorang siswa.
Otaknya mulai memproses input yang ada dan menyimpulkan kalau seseorang bernama Sasuke Uchiha kemungkinan besar merupakan sang pemilik tas itu. Belum selesai dibicarakan, sang pemilik tas segera masuk ke dalam kelas dan bergegas mengambil tas dalam keadaan terburu-buru. Naruto hanya menaikkan sebelah alisnya.
Oke,
Dia memang baru mengenal yang namanya Sasuke Uchiha karena ini adalah bulan pertama tahun ajaran baru di kelas yang baru. Siswa anggota OSIS, keren, dingin dan seantek 'prestasi' lainnya cukup membuat siswa yang bersangkutan dianggap sebagai seorang 'chick-magnet'.
Yang benar saja.
Namun Naruto memang tidak menyangkal semua itu. Justru dirinya malah bertema baik meskipun cara penyampaiannya membuat anak-anak satu kelas geleng-geleng kepala. Yup, mereka juga mengaku sebagai rival.
"Rapat lagi?" tanya Naruto, Sasuke hanya ber-'hn' ria dan bergegas menuju ke luar kelas diikuti Naruto yang niatnya ingin pulang bareng. Namun sebelum menyusul Sasuke yang sudah ada di koridor, dirinya segera memperlambat langkahnya karena Sasuke terlihat sibuk dengan ponselnya.
Sebenarnya dia tidak ingin melanggar privasi orang. Namun rasa penasarannya telah menang telak darinya.
'Gomen.'
'…..'
'Kau ini.'
'…..'
"Hey, bagaimana kalau akhir pekan?'
'…..'
'Kencanku? Apa-apaan kau ini. Aku masih single.'
'….'
'Kau memang pandai memfitnah orang ya?'
Naruto segera berbalik sambil menutup mulut dengan kedua tangannya rapat-rapat. Sasuke? Kencan? Siapakah cewek yang bisa meluluhkan hati sang pangeran es itu? Muahahaha…. Ini pasti bakalan sangat menarik!
'Kau yakin?'
'….'
Meskipun Naruto tidak bisa mendengar apa yang dikatakan oleh sang lawan bicara, namun Naruto mampu mendengarkan nada khawatir dan penyesalan. Waduh, siapa dia?
'Yang jelas akhir pekan aku akan datang. Dan jangan menolak karena aku juga berhak melakukannya. Oh ya, kau ada dimana? Aku yakin kau sedang berada di luar kamarmu. Mau keluyuran kemana?'
'…'
'Oh ya? Baiklah. Jaga dirimu baik-baik.'
Suara ponsel yang dimatikan pun terdengar. Naruto pun bergerak bak seseorang yang menyusul dari belakang untuk menghindari kecurigaan. Dan dirinya pun berhasil.
Siapa orang yang diajak bicara oleh Sasuke?
Namun pikirannya segera buyar ketika mendapatkan sms dari sang ayah yang memintanya untuk membeli daun bawang dan wortel di supermarket terdekat. Naruto menunjuk ke arah kanan pada Sasuke dan Sasuke hanya mengangguk dan berjalan lurus.
Namun apa mau dikata.
Ternyata dewi fortuna sedang tidak memihak ke arahnya akibat supermarket yang tutup. Naruto segera berjalan menuju ke supermarket yang lebih jauh. Matanya segera berbinar ketika melihat cahaya yang bersinar di sore hari dari sebuah supermarket.
Dengan segera diraihnya gagang pintu dan dengan cepat dia melesat ke bagian sayur-sayuran. Ketika sudah mendapatkan apa yang diinginkan sang ayah, dirinya melirik ke arah bagian minuman. Tiba-tiba saja ponselnya bergetar dan menandakan ada pesan yang masuk. Dengan kecepatan tangan yang luar biasa, tangan kanannya bergerak untuk memijat tuts-tuts yang berjejer rapi sedangkan tangan kirinya berniat untuk mengambil sekaleng pokari. Namun,
Dengan perhatian yang hanya tertuju pada layar ponsel, Naruto tidak menyadari bahwa ada tangan yang lain yang berniat untuk mengambil sekaleng pokari yang sama. Namun dengan baik hati sang pemilik mengalah dan menunggu Naruto untuk mengambil.
Namun yang ditunggu malah tidak merasa. Dirinya malah memilah-milah pokari dengan pandangan fokus ke arah lain. Orang yang berada di depannya menghela napas dan melipat kedua tangannya di depan dada.
"Yosh! Terkirim! Are?"
Naruto hanya bisa cengo ketika melihat siluet yang dikenalnya. Namun karena otak yang kerjanya lebih lambat dari mulutnya, maka sebuah celetukan pun terdengar.
"Teme? Ngapain kau disini? Tadi katanya kau mau pulang dan-"
Sosok itu menghela napas dan membiarkan Naruto untuk menyelesaikan input yang masuk dalam otaknya.
"O-oh, sorry. Aku salah orang. Hehehee…."
Sosok itu memang mirip dengan Sasuke *tanpa gel rambut-menurut Naruto* dan sikapnya pun hampir mirip. Lalu lirik matanya mengarah ke sebuah kaleng pokari sebagai sebuah gesture untuk Naruto.
Menyadari kekeliruannya, Naruto hanya menunduk-nunduk minta maaf sambil cengengesan.
"O-oh… maaf ya. Sungguh."
"Ya."
Setidaknya jawabannya tidak sama dengan si rambut pantat ayam itu. Naruto masih memperhatikan punggung sosok yang menjauhinya.
"Waduh gawat! Sudah jam segini!" ucap Naruto sambil melihat-lihat barang yang dibelinya untuk memastikan apakah tidak ada yang ketinggalan. Dan dengan cepat dirinya menunggu antrian.
"Selamat datang bla bla bla…"
Naruto tidak menggubris apa yang dikatakan oleh sang kasir namun senyum lima jarinya tetap terpancar. Di pikirannya hanyalah pulang dan makan makanan enak dari sang 'ayah'.
Namun pikirannya segera buyar ketika sepasang tangan pucat menaruh sekaleng pokari dan coklat batangan di atas meja kasir tepatnya di sebelahnya. Namun bukan itu yang menarik perhatiaannya.
Sosok di sampingnya memang memakai jaket sehingga bagian lengannya tertutupi. Namun ketika menaruh barang-barang tadi, dia menemukan sebuah strap yang melingkar di pergelangan tangan kanan orang itu.
Iya,
Orang yang mirip dengan Sasuke itu.
Sebuah ingatan tak enak menghampiri kepalanya. Namun segera digubrisnya demi kepentingan mendesak seperti sekarang.
Namun belum sampai Naruto menghilangkan ingatan buruk mengenai ibunya yang dulu pernah mengenakan strap yang sama, matanya tanpa sengaja menangkap sepercik huruf kanji yang tertera disana.
Memang tidak lengkap sih.
Namun justru yang dibacanya malah di bagian yang sangat penting.
Tulisan yang dibaca 'Uchiha' tertera disana.
Uchiha?!
Oh, mungkin saja keluarganya Sasuke. Naruto pun tidak berani berkata apa-apa dan segera bergegas menuju ke pintu keluar. Meninggalkan sosok yang denga polosnya tidak mengetahui kalau dirinya sedang diperhatika oleh orang yang baru saja keluar dari supermarket.
.
.
.
Naruto galau.
Sungguh galau.
Namun dia Cuma orang luar. Yang jelas dia segera menghilangkan keinginan untuk bertanya pada si rambut pantat ayam itu. Namun ketika dirinya menghilangkan keinginan untuk bertanya, justru yang muncul adalah senyuman sang ibu yang sedang sakit parah dan akhirnya meninggalkannya.
Dan sang ibu saat itu juga memakai strap yang sama dengan sosok itu.
Naruto segera melupakan akan hal itu karena kemungkinan besar sang teme tidak mau membahasnya dengan orang lain. Dia paham betul jika berada di posisi yang sama dengan Sasuke. Yang jelas, yang berlalu biarlah berlalu saja.
.
.
.
"Mangkanya… kalau naik sepeda motor itu yang hati-hati dong! Masak sampai nyebur ke empang!"
"Sudah cukup kuliah singkatnya, Naruto. Aku mau tidur!"
"Walah… kayak beruang bunting aja. Woy bangun woy!"
"Ogah! Aku kan pasien. Pasien itu harus istirahat dudul! Sana pergi! Dasar kulit duren!"
"UAPA?! Kau ini enggak ada syukur-syukurnya ya! Gini-gini sepupumu ini mau jenguk kamu di tengah kesibukan yang ada! Woy! Jangan tidur woy!"
Naruto tida habis pikir. Niatnya ingin menjenguk sang sepupu jauhnya yang bernama Karin dengan maksud baik malah jadinya adu mulut tidak mutu satu sama lain. Dengan segera dinaikkannya selimut untuk menutupi tubuh sang sepupu yang kakinya mengalami cedera akibat menaiki sepeda motor secara sembrono.
"Oke! Aku pulang! Cepetan sembuh ya! Dan jangan nyebur ke empang lagi!" ucap Naruto yang dibarengi dengan death-glare dari sang sepupu.
Dengan menghela napas panjang, matanya secara tidak sengaja menemukan siluet yang dkenalnya. Yah, kali ini Naruto yakin kalau sosok yang didepannya adalah teman sekelasnya, Sasuke Uchiha.
"Woy teme! Wah… enggak nyangka ketemu kamu disini!" ucap Naruto sambil berlari melewati para suster dengan gerakan yang cukup lincah. Ternyata mengikuti ekskul basket ada gunanya juga di lingkungan luar.
Sasuke pun berhenti dan menunggu Naruto dengan cara memperlambat langkahnya. Ketika menunggu Naruto yang bergerak meliuk-liuk kesana kemari, matanya menoleh ke kanan dan menemukan orang yang dia cari.
"O-"
"Biar kutebak, kau keluyuran lagi?"
"Apa salahnya? Kan masih dalam areal rumah sakit?"
"Hah…."
"Kenapa? Salah?!"
"…."
Tiba-tiba saja Naruto menepuk bahu Sasuke yang saat itu sedang adu pandangan. Namun Naruto sendiri tidak menyadari kalau dirinya telah berjasa sebagai sang 'ice-breaker' disini. Matanya terarah pada lawan bicara Sasuke dan dengan percaya diri diarahkannya sang jari telunjuk ke depan. Yah, ke sosok yang pernah ditemuinya di supermarket itu.
"Kau kan yang…"
Tanpa pikir panjang lagi, Sasuke bersandar di dinding sambil melipat kedua tangan di depan dada.
"Kenalkan, ini Naruto dan Dobe, dia Sai."
Sosok itu hanya terdiam dengan mulut terbuka sedikit lalu segera mengatup. Namun yang terjadi selanjutnya adalah senyum palsu dan terlalu lebar bak rubah muncul diiringi oleh uluran tangan ke arah Naruto.
"Hajimemashite. Boku wa Sai desu."
"A-aa… ano…"
"Aku saudaranya Sasuke."
Sasuke? Bukankah saudaranya Sasuke itu Cuma Itachi yang sudah kuliah itu? Kok ada satu lagi ya? Ah mungkin saja dia adalah saudara jauhnya Sasuke. Begitulah isi pemikiran Naruto kala itu.
"Oo…. Gitu ya? Selisih berapa tahun emangnya? Kau kok terlihat hampir sama ya?"
Dengan polosnya dan senyumannya, Sai membalas sambil memiringkan kepalanya ke kiri sebelum melirik jahil ke arah Sasuke yang sudah tahu maksudnya.
"Entahlah, pokoknya enggak sampai tahunan kok."
"Ooohhh… gitu ya? Pantesan kok kelihatan seumuran ya? Emangnya selisih beberapa bulan?"
"Enggak sampai bulanan kok selisihnya."
Sasuke yang agak gusar dengan Sai yang terus mempermainkan Naruto segera memecah aura tebak-tebakan yang dibangun oleh dua orang yang berada disebelahnya.
"Kami kembar."
Naruto hanya menganga sambil melihat ke arah Sasuke dan kemudian ke arah Sai yang tersenyum. Hal itu terus berulang-ulang hingga lehernya terasa kaku.
"HA?!"
"suaramu kebesaran," komen Sasuke. Dengan sekali gerakan dia segera menuju ke arah tempat duduk yang tersedia di pinggiran. Sai yang mengetahui maksud dari Sasuke segera mengikutinya dan duduk di sampingnya. Naruto sendiri malah berkacak pinggang di depan Sai dan Sasuke yang duduk bersebelahan.
Matanya menerawang dan berusaha untuk menemukan kemiripan diantara keduanya. Hal yang paling mencolok adalah kulit Sai yang kelewat putih. Namun matanya segera terarah pada strap di pergelangan tangan Sai. Mungkinkah?
Namun Naruto tidak mau membahas tentang hal itu. Dia tahu dan kemungkinan besar Sai dirawat di ruang khusus dikarenakan penyakitnya yang telah akut ataupun kronis. Dan kembar?
"Wajahmu merusak pemandangan, Dobe."
"Urusai! Heh Teme! Kau kok bisa punya kembaran sih? Kok ga pernah cerita?! Aku tidak tahu kalau kau punya kembaran! Keren…."
"Apanya yang keren?" tanya Sai. Sasuke hanya memainkan ponselnya. Namun Naruto tahu kalau mata sang raven terus mengawasi Sai. Diam-diam Naruto jadi ingat di film-film kalau anak kembar itu sesuatu banget.
"Ya keren aja gitu. Ne ne… apa kalian punya telepati gitu? Ya kayak ngerasa hal yang sama?"
"Hm? Maksudnya gimana?"
Sasuke menoleh ke arah jam dinding dan bangkit dari duduknya. Lalu dengan gestur yang tidak Naruto mengerti, Sai sepertinya merespon maksdu dari Sasuke. Namun entah karena apa Sai malah sibuk mengalihkan perhatiannya ke Naruto.
"Sudah waktunya. Apa kau tidak dicari?"
Dicari?
Dan muncullah seorang suster paruh baya yang terengah-engah akibat berlari. Suster itu hanya menunjukkan sikap kesal yang akhirnya luluh ketika Sai berdiri dan melambaikan tangan ke arah Naruto dan Sasuke. Sasuke sendiri hanya menghela napas.
"Haaduuh… Sai-kun, huft. Ternyata kau disini. Sudah waktunya minum obat. Apakah kau tidak ingin pulang liburan nanti? Oh ada Sasuke-kun rupanya… ne, bukankah Sai-kun ingin di rumah ketika Sasuke-kun liburan musim panas?"
Sai tidak begitu merespon perkataan sang suster dan hanya mengalihkan pembicaraan. Naruto sempat melihat mata Sasuke melembut sepersekian detik dan kembali ke posisinya semula. Naruto merasa ikut prihatin.
Entah kenapa dia merasakan kalau Sai akan berakhir sama dengan ibunya yang meninggalkannya tiga tahun yang lalu. Menyisakan sang ayah yang mengurusnya dan membiayainya.
Naruto menggelengkan kepalanya kuat-kuat.
"Awas lepas!" ucap Sai dengan muka polos yang dibuat-buat. Membuat Naruto sejenak melupakan pemikiran jeleknya. Sasuke hanya mendengus geli. Namun Naruto mulai kepikiran mengenai para fangirling yang sibuk banjir nosebleed jika melihat Sasuke yang sedang tersenyum.
Ya ampun,
Naruto tidak tahu harus berbuat apa. Apakah bersyukur ataukah merasa priceless?
Pada akhirnya Naruto dan Sasuke mengikuti Sai dna sang suster yang menuju ke gedung yang berbeda. Naruto sendiri tidak merasa asing akan keadaan ruangan yang cukup membuat Sasuke agak tertegun.
.
.
.
"Ano saa… ibuku dulu pernah sakit. Waktu itu aku masih SMP. Aku tidak tahu penyakitnya apa yang jelas ibuku dulu pernah dirawat di gedung yang suasananya sama dengan tempat Sai. Dia juga pernah memakai strap yang sama juga kok," ucap Naruto sambil melipat kedua sikunya di belakang kepalanya sambil berjalan di sebelah Sasuke. Usut punya usut, Naruto menyadari akan isi pikiran Sasuke yang menyatakan kalau dirinya begitu penasaran akan Naruto yang familiar akan gedung yang ditempati Sai.
Sasuke hanya melirik sebentar ke arah Naruto. Hal itu tidak luput dari perhatian Naruto.
"Dia sudah tidak ada lagi. Yang jelas, sekarang aku tinggal bersama sang ayah."
Sasuke tidak membalas kalimat Naruto.
Dan Naruto memakluminya.
.
.
.
To be continued.
Author's note:
Yup, setelah meninggalkan FFn selama beberapa periode, akhirnya Kasumi balik lagi nih. Entah kenapa ketika guling-guling di Kasur akhirnya dapet nih inspirasi. Niatannya bikin one-shoot tapi ternyata kejauhan dari standart Kasumi (Standartnya Kasumi itu kalau one-shoot itu konfliknya sudah mulai muncul maksimal di sekitar 2000 kata (?)) dan akhirnya Kasumi jadikan chapter-an aja soalnya sampai kesini masih termasuk dalam orientasi (?).
Gimana? Review?
Oh ya, Kasumi sebenernya bingung juga sih ini maunya jadi friendship Narusai apa romance Narusai. Ada masukan?
Jaa ne…
