chapter 1
THE SILVER KINGDOM
.
.
.
Cast : luhan and other
.
.
.
Gendre : fantasy, adventure, romance, and friendship
.
.
.
warning : genderswitch, abal-abal,typo dan tak jelas
.
.
.
karena kebodohan saya, da ketidaktauan saya, fanfic ini harus di publish ulang karena secara tak sengaja terhapus... aku sampai hampir menangis karenanya... untuk yang udah meluangkan waktu mereview fanfic aku jangan kapok yaaaa... beribu maaf untukmu hiks hiks
Jubah hitam yang melambai di terpa angin, suara nafas halus yang terengah-engah menyamarkan suara detak jantungnya , dia yang sedang memacu kuda untuk berlari di bawah sinar tamaram bulan purnama sesekali menoleh kearah gerombolan wanita dengan jubah perak yang terus berseru memerintahkannya untuk berhenti. Mengigit bibir cemas, gadis itu menyadari tak mungkin bagi dirinya untuk lolos dari situasi ini tapi walaupun begitu ia harus tetap lari, setidaknya dia harus menyelamatkan buah hatinya bagaimana pun caranya. Matanya melirik kearah buntalan mungil dalam gendongannya, bayi yang baru terlahir seminggu yang lalu itu tengah tertidur dengan jari jempol di mulut sama sekali tak terganggu oleh guncangan maupun kebisingan yang terjadi disekitarnya. Gadis itu tersenyum tipis yang tersembunyi oleh kerudung jubahnya.
Suara ringkikan kuda dan seruan seruan dari prajurit istana bersahutan mewarnai malam, di depan sana hutan gelap nan kelam menanti, rasa senang menyusup ke dalam hati. Hutan adalah tempat pelarian terbaik, dengan pohon sebanyak itu para prajurit wanita itu akan kesulitan menemukannya.
" kita akan selamat, sayang " ucapnya senang, ia kemudian menambah laju kudanya menambah jarak yang tadinya hampir menghilang dari si gerombolan pengejar dan menghilang di balik pepohonan lebat.
Warna merah api di mana-mana, mengelilinginya seperti pemburu, membakar dan melahap pepohonan tanpa sisa dan ia berada di tengah terkurung tanpa ada jalan keluar. Ia tak pernah berfikir bahwa memasuki hutan adalah sebuah kesalahan, ia tak menyangka bahwa di bandingkan menyusul memasuki hutan, para prajurit itu memilih jalan untuk membakar hutan ini bersama dirinya. Hawa panas mulai menjalar, udara di penuhi asap lebat, wanita itu bersimpuh memeluk bayinya erat. Ia putus asa, tak ada yang bisa ia lakukan sekarang, suara tangisan dari si kecilpun sama sekali tak memberi ketenangan.
" maaf " isaknya " maafkan aku, yunho "
" maaf untuk apa?"
Wanita itu mendongak dengan mata terbelalak, pria dengan jubah abu-abu yang bediri di hadapannya itu, bagaimana bisa ia menemukannya.
" angin akan menuntunku padamu" pria itu tersenyum, seakan bisa membaca tanda Tanya yang tak terlontar " ingat kata-kata itu?"
Wanita itu tersenyum dan mengangguk bahagia, kemudian melompat dalam pelukan kekasihnya dan tetawa. Momen bahagia itu akan terus berlanjut jika saja si wanita tak merasa aneh dengan kepasifan pria itu yang tak membalas pelukannya. Ia mendongak, menatap intens mencari kejanggalan tetapi tak ia temukan, satu-satunya yang berbeda adalah wajahnya yang lebih pucat dari biasanya, juga bau darah dari musuh yang melekat di tubuh dan pakaiannya. bagamana pun yunho saat ia meninggalkannya untuk lari, sedang bertarung dengan beberapa orang.
" ada apa?" suara juga senyumannya pun sama, mungkin dia hanya sedikit paranoid. Wanita itu menggeleng halus " tak ada, kau hanya sedikit pucat, kau tak apa kan?" tangannya terulur hendak menyentuh sisi wajah si pria tapi pria itu melangkah mundur. Terbelalak, wanita itu menatap dengan tanda Tanya besar " yunho? " tapi hanya kata itu yang lolos dari bibirnya.
Yunho tergagap, mencoba menghindari tatapan dari wanita di hadapannya " maaf jae, tubuhku penuh dengan darah sekarang, aku tak ingin kau dan juga bayi kita menjadi kotor"
Wanita itu mengeryit, ia mengeratkan pelukannya pada si bayi yang entah kapan telah tidur kembali. Jelas ada yang tak beres di sini " yunho, aku tadi memelukmu, kenapa baru mengelak sekarang? " Tanyanya. Dan lagi kondisinya jauh lebih buruk dari pria itu, tubuhnya penuh lumpur juga beberapa luka bakar lalu mengapa pria itu sangat mementingkan tentang kebersihan sekarang, dan juga mengapa darah yang tadinya ia pikir darah musuh yang melekat di jubah yunho kini semakin banyak dan menetes membentuk genangan darah di tanah tempat pria itu berpijak .
Menyadari sesuatu yang mungkin terjadi tapi ia abaikan, wanita itu melangkah mendekat " kau terluka " di setiap pertarungan selalu ada kemungkinan seseorang untuk terluka, tapi sejak yunho muncul, ia tak pernah berani memikirkannya karena yunho bukanlah orang yang mudah di lukai.
" maaf " membenarkan dugaan sang gadis, yunho tak menghindar ataupun mengelak lagi saat sisi wajahnya tersentuh tangan halus itu dan ia tau apa yang akan terjadi setelah ini. Karena itulah ia memejamkan mata saat mendengar suara pekikan terkejut jae. Saat ia membuka mata, tangisan jae adalah hal pertama yang ia lihat, dengan tangan yang menggengam serpihan Kristal biru yang perlahan di terbangkan angin.
" hyuna, bunuh diri " bisik yunho pelan
" tidak " jae menggeleng, tak ingin mendengar kata menyakitkan itu
" kau tau apa yang akan terjadi selanjutnya, benar?"
" hentikan, aku tak tau apapun"
" jae, lihat aku"
" tidak mau"
" aku tak punya banyak waktu, biarkan aku melihat wajahmu juga anakku"
Tangisan jae pecah menyaingi suara bayinya yang kembali menangis, membiarkan dirinya jatuh dalam pelukan dingin pria yang di cintainya.
" kita tau, hal seperti ini akan terjadi bukan " yunho berkata dengan halus " tapi kita tetap menempuh jalan ini" pandangan yunho jatuh pada manusia mini yang tengah menangis "demi dirinya" jae menganngguk.
" aku kemari untuk menyelamatkan kalian "
" bukan kalian, cukup dia saja" jae menatap yunho lembut. " aku tetap di sini bersamamu"
" jae?"
"aku tak akan meninggalkanmu" jae berkeras
" dan meninggalkannya?"
" orang orang di hutan kabut akan menyayanginya, kirim dia ke sana"
" tidak bisa" yunho menggeleng " selama dia masih di negeri ini , dia tak akan pernah aman" di mendongak, bulan purnama perlahan berubah warna, bulan darah akan segera terjadi, yunho tersenyum di tengah serpihan tubuhnya yang mulai berserakan. Ia kemudian menatap wanita cantik yang setia menatapnya dengan cemas, yunho yakin gadis ini sekuat tenaga menahan tangisan karena melihat kondisi tubuhnya saat ini.
Ia melangkah mendekat, menempatkan kecupan singkat mulai dari kening, hidung, kemudian bibir dan berlanjut ke si bayi. " aku tau tempat di mana kalian akan aman dari ancaman kerajaan"
" hanya dia" jae memperingatkan dan yunho tak berusaha untuk menyanggah, hanya tersenyum lemah. Menutup mata, ia menyebut suatu tempat dan mananamkannya dalam hati. Setelah itu tanpa peringatan, ia kembali melingkupi jae dalam dekapannya sedangkan wanita itu tak mengerti dengan apa yang terjadi.
Saat bulan total telah berubah warna, angin mulai bertiup dengan kencang bergemuruh, api di sekelilingnya membesar dan berputar kemudian serpihan tubuh yunho yang kini bertebaran mengelilingi tubuh mereka. Merasa ada yang aneh dengan pria itu, jae berupaya melepasnya tapi gagal.
" yunho, apa yang terjadi?" pria itu terdiam tak membalas kata katanya. Cemas, gadis itu semakin meronta, menghiraukan kenyataan bahwa yunho sedang terluka tapi dia bahkan tak bisa menggeser tubuhnya sendiri seincipun.
" maaf jae" yunho berbisik, nafasnya sangat lemah bahkan hampir tak terasa " aku hanya bisa menemanimu sampai di sini"
Jae belum sempat membalas saat tubuh yunho kemudian bersinar sangat terang hingga mengaburkan segala objek di sekitarnya dan ia reflex menutup mata.
" aku mencitaimu" adalah kata yang di bisikkan yunho selanjutnya yang kemudian menyadarkan jae bahwa ini adalah perpisahan. Karena itu, jae berusaha untuk membuka mata tapi tertutup oleh telapak tangan kasar dan pecah, yunho menghalangi pandangannya.
" yunho, aku…" ucapannya tertelan saat yunho kembali memberinya kecupan di bibir dan itu berlangsung lama hingga perlahan menghilang tersapu angin.
"LUHAAN"
Terkejut dengan seruan beribu oktaf, luhan gadis remaja berumur 17 tahun itu terbangun dengan kondisi telinga berdengung. Menatap sengit kearah seorang gadis seumurannya yang berdiri bersedekap di samping ranjangnya, Tersangka utama atas teriakan menggelegar tadi pastilah sepupunya ini.
" Tak perlu berteriak sekeras itu baekhyung-ah " menggosok-gosok telinga yang hampir tuli, luhan menguap kemudian beranjak dari ranjang menuju kamar mandi" kau bisa membuat para tetangga terganggu dengan suaramu yang tak main-main itu "
Baekhyung cemberut " jika aku tak melakukan itu, kau tak akan bangun dan tetap bertahan dengan mimpi aneh yang selalu membuatmu menangis setiap terbangun" luhan menghentikan langkah, mematung tepat di ambang pintu kamar mandi. Yang di katakan baekhyung adalah benar, entah sejak kapan tapi telah lama, dirinya selalu bermimpikan hal yang sama. Berkali kali hingga ia menghafal setiap hal yang terjadi hanya saja orang-orang yang terlibat, ia tak pernah mengetahuinya sebab wajah mereka tertutupi jubah. Mimpi yang terasa sangat nyata hingga jika saja luhan percaya akan reingkarnasi, ia akan berfikir bahwa gadis di dalam mimpinya adalah dirinya di masa lalu. Tetapi luhan sama sekali tak percaya akan hal semacam itu dan berupaya agar tak percaya.
Saat menoleh, luhan melihat baekhyung masih di sana, di tempat yang sama menatapnya dengan tatapan yang luhan yakini sebagai kekhawatiran, ia tersenyum dan mengedipkan mata " Berita baiknya adalah aku tak memimpikan hal itu lagi malam ini ". Ucapnya yang jelas adalah sebuah kebohongan
Baekhyung menghela nafas setelah luhan menghilang di balik pintu " dasar bodoh, apa dia pikir bisa membohongiku dengan mata merah sembab seperti itu " bisiknya. kemudian beranjak pergi, dalam pikiranya, membantu wanita paruh baya yang saat ini tengah menyiapkan sarapan untuk mereka lebih bermakna di banding menunggu luhan yang dapat di pastikan memakan banyak waktu.
Butuh waktu setengah jam bagi luhan untuk menyelesaikan kegiatan bersiap ke sekolahnya dan kemudian ikut bergabung di meja makan hanya untuk mendapati baekhyung kembali menatapnya sengit yang luhan yakini sebagai bentuk protes karena terlalu lama menunggu, luhan hanya menanggapinya dengan senyuman, ia menempatkan satu kecupan di pipi wanita paruh baya beserta ucapan selamat pagi dan juga berniat menempatkan satu untuk baekhyung sebagai permintaan maaf tapi gadis yang dengan mode ngambeknya menghindar sehingga hanya mendapatkannya di kepala sisi kiri.
Satu-satunya wanita dewasa di tempat itu tertawa pelan menyaksikan drama yang berlangsung secara live di hadapannya, hal ini selalu terjadi setiap hari hingga hampir jadi kebiasaan dan menjadi hambar jika tak terjadi.
Princess lulu adalah julukan luhan di sekolahnya, mewarisi wajah rupawan sang ibu, luhan secara diam-diam telah menjadi primadona seantereo sekolah, dan menjadi rahasia umum bahwa gadis itu telah menolak banyak agensi yang menginginkannya sebagai bintang. Tapi selama 17 tahun hidupnya luhan tak pernah sekalipun menerima pengakuan cinta dan bahkan tak mengetahui bahwa hampir semua teman pria dari junior high school memasuki sekolah yang sama dengannya demi mengejarnya.
Alasanya adalah karena luhan benci pria, satu-satunya pria yang pernah ia biarkan berada di sekitarnya hanyalah haraboji dari baekhyung. Bagi luhan pria itu adalah binatang buas berbahaya yang tak boleh di dekati. Tak ada yang mengetahui alasan mengapa luhan menanggap pria adalah virus, yang mereka tau hanyalah luhan mulai belajar bela diri demi menjauhi mereka. Dan bagi baekhyung prisip luhan yang seperti itu sangat merepotkan, karena luhan akan menjadi binatang buas itu sendiri jika mendapatinya bermesraan dengan seorang pria.
" kau yakin ini tak masalah?, uhmmm maksudku, luhan akan menghajarku jika mengetahuai ini"
Baekhyung menggulirkan pandangan bosan, inilah maksudnya mengapa prisip luhan sangat merepotkan. Pria-pria yang mengencaninya bahkan tak berani untuk hanya sekedar mengajaknya pulang bersama dan harus selalu dirinya yang kehilangan harga diri karena terlalu banyak mengajak kesana-kemari hanya untuk di tolak dengan alasan yang sama kemudian putus dengan alasan yang sama pula yakni luhan.
" jika tak ingin pulang bersamaku, katakan saja" meskipun demikian, baekhyung tak lantas membenci sepupunya itu " Jangan menjadikan luhan eonni sebagai alasan" bagaimanapun luhan adalah satu dari dua keluarganya yang tersisa.
Mengetahui bagaimana buruknya baekhyung jika marah, taehyung menempuh jalan aman. Bukan tanpa alasan mengapa baekhyung di sebut sebagai satu-satunya manusia yang bisa bertahan di samping luhan tanpa lebaman, itu karena baekhyung juga menguasai beberapa tekhnik bela diri yang di ajarkan oleh luhan - sebagai pertahanan diri- katanya. Karena itu taehyung menuruti saja keinginan dari kekasihnya untuk pulang bersama yang kemudian melenceng kearah bioskop, kemudian ke taman bermain dan kembali ke rencana awal yakni mengantar baekhyung pulang tepat pukul 8 malam.
Taehyung, pria itu menelan ludah kasar saat menemukan luhan telah berada di teras depan duduk menyilang kaki santai di temani secangkir coklat panas juga sebuah novel karangan novelis ternama, kacamata putih bertengger manis di hidungnya. Mengabaikan sepenuhnya eksistansi sepasang remaja di hadapannya. Berhubung, sepertinya luhan sengaja menutup jalur masuk dengan menempatkan kursinya tepat di depan pintu apartemen tak memberi celah bagi baekhyung untuk berlari memasuki kamar dan menghindar dari amukan luhan, sadang taehyung sekuat tenaga menahan diri agar tak lari dan melukai harga dirinya sendiri.
" aku tak pernah tau bahwa kelas kalian selesai satelah malam menjelang " setelah berdiam cukup lama, hingga membuat pegal kedua remaja yang di biarkan berdiri begitu saja. Luhan akhirnya bersuara setelah bacaan novelnya selesai.
Baekhyung adalah yang pertama kali merespon, gadis yang tak pernah absen dari eye linear itu menggaruk tengkuk canggung " aku mampir ke toko buku dan kebetulan bertemu taehyung di sana, karena khawatir dia mengusulkan untuk mengantarku pulang " dustanya, memberi sikutan pada taehyung, baekhyung meminta pembenaran yang langsung di tanggapi dengan anggukan antusias dari taehyung.
Luhan melirik sekilas " benarkah ? " tanyanya. Baekhyung kemudian mengangguk dengan senyuman merekah. Luhan bersmirk ria " tapi anehnya aku berada di sana sejam yang lalu dan tak melihat keberadaan kalian di manapun"
Baekhyung menelan ludah khawatir, seperti biasa, luhan tak pernah mudah di bohongi. " b-baiklah, sebenarnya kami berjalan-jalan sebentar di taman" luhan menatap dengan alis terangkat, meminta baekhyung mengatakan segalanya. " kami juga ke bioskop " dan pada akhirnya baekhyung harus mengakui semuanya. " dia adalah pacarku " ucapnya dengan mata terpejam rapat.
Luhan beralih menatap satu-satunya pria di antara mereka yang sama sekali tak berani bersitatap dengannya. Berdiri, ia memberi ruang pada baekhyung untuk lewat tapi gadis itu tetap bertahan di sana.
" kau, pulanglah " luhan berucap dingin, baekhyung menghela nafas lega, setidaknya taehyung bisa pulang tanpa lebaman " dan jangan kembali lagi, aku tak ingin melihatmu berada di sekitar baekhyung lagi "
Baekhyung terbelalak " luhan eonni "
Menghiraukan teriakan baekhyung, luhan mendekati pria itu dan berbisik " kau tau apa yang akan terjadi jika kau mengabaikan peringatanku" taehyung mengangguk
Tersulut emosi, baekhyung menendang kursi yang tadinya menjadi alas duduk luhan hingga membentur dinding, matanya nyalang menatap tepat kearah luhan. Beberapa tetangga apartemen yang mendengar adanya keributan segera muncul dari pintu masing masing.
" hentikan sikap menyebalkanmu itu eonni," luhan menatap baekhyung datar, kejadian seperti ini telah sering terjadi sehingga tanpa mencoba menanggapi, luhan membiarkan baekhyung marah hingga mengumpat ke arahnya sebelum kemudian memasuki apartemen dengan salam pintu yang di banting menggema.
Luhan menghela nafas lelah, sesungguhnya ia juga tak ingin menekan baekhyung seperti ini, tetapi baekhyung benar-benar tak tertolong dalam memilih pria yang ia kencani. Bukan tanpa alasan luhan mencegah gadis itu berpacaran dengan sembarang pria karena lebih dari siapapun semua pria yang telah luhan singkirkan dari hidup baekhyung, 100% mendekati baekhyung hanya untuk mendekati dirinya.
" sampai kapan kalian ingin bermain seperti ini"
" kami akan berhenti mengganggunya jika kau menerima tawaran kami" suara pria yang tadinya gemetaran kini bersuara setenang air danau. Luhan berdecak dan berbalik, menatap nyalang pria yang tengah menatapnya dengan sinar mata yang licik sembari mengulurkan selembar kartu nama berwarna hijau.
" tidak terima kasih, sebaiknya hentikan permainan konyol kalian ini sebelum aku melaporkannya sebagai tindak terorisme"
Pria di hadapannya tertawa tertahan yang terdengar menjijikkan, mengulang-ulang kata menarik kemudian beranjak pergi setelah sebelumnya mengatakan akan kembali.
Menghela nafas lelah, gadis remaja itu kemudian menyusul masuk setelah terlebih dahulu membereskan kekacauan yang baru saja di ciptakan baekhyung, hal pertama yang harus ia lakukan adalah mencari cara agar baekhyung tak lagi marah padanya. Namun, saat melalui ruang tengah, entah bagaimana luhan merasa suatu perasaan aneh menyentak perasaannya hingga membuatnya bernafas tertahan, luhan tak tau apa persisnya tapi ia merasa bahwa 'perasaan itu' memanggil, meminta dan memohon untuk di selamatkan. Seperti tertarik oleh tali tak kasat mata, luhan melangkah tanpa tau arah tujuan hanya melangkah mengikuti di mana perasaan itu membawanya. Berjalan melewati kamar baekhyung juga kamarnya sendiri. Terus berjalan hingga berhenti tepat di depan pintu bercat coklat milik ibunya. Perasaan itu semakin menguat mencekik dan menggerogotinya, dan luhan merasa familiar akan kondisi ini, perasaan ini sama persis dengan perasaan yang ia miliki saat sedang bermimpi.
Perlahan dan pelan, luhan membuka pintu berbahan kayu itu. Beruntunglah karena ibunya sedang lembur dan tak akan kembali sebelum tengah malam, karena tak berbeda jauh dengan luhan, sang ibu tak begitu menyukai jika seseorang mengacak acak kamarnya. Mungkin karena hal itulah luhan bahkan tak menyadari bahwa kamar milik ibunya di dominasi oleh warna perak dan abu-abu di saat wanita yang melahirkannya itu mengaku menyukai warna lautan.
'angin akan menuntunku padamu'
Luhan tersentak dan menoleh ke segala arah mencari suara halus yang seperti berbisik padanya, perasaan itu kembali dan semakin kuat. Rasa pusing dan mual menyerang menyebabkan luhan limbung dan hampir terjatuh jika tak segera bertahan pada gagang lemari di samping ranjang, tetapi entah ketidak beruntungan luhan sedang berlangsung atau sumpah serapah baekhyung menjadi nyata, lemari pakaian itu dalam keadaan tak terkunci dan menyebabkan beberapa isinya yang ternyata berupa gulungan-gulungan kertas berlomba lomba keluar dan menimpa gadis malang yang sedang bersimpuh di lantai.
Meringis pelan, luhan menyingkirkan segala kertas -entah berisi apa- yang seking banyaknya menimbun tubuhnya hingga pinggang. Mengeryit heran, luhan meraih satu kertas terdekat dan mengamatinya, ia menyadari, kertas itu bukanlah lembaran kerja. Lembaran kerja tak mungkin di biarkan tergulung dan terikat pita seperti ini. Termakan rasa penasaran, gadis bermata indah bak rusa itu membuka dan mengamati kertas yang ternyata berisi sebuah lukisan yang sangat indah. Untuk sesaat, luhan terpana, lukisan itu terasa sangat hidup. Lukisan tentang sebuah desa damai yang seluruh penduduknya adalah petani, sebuah pemandangan desa yang sejahtera. Luhan bahkan tak tau jika ternyata ibunya adalah pelukis handal.
Sebelum menutupnya, luhan menyadari bahwa di setiap gulungan memiliki dua kertas, karena itulah, luhan kembali membuka lukisan yang berada di bawah lukisan pertama, dan kembali terpana, bukan karena lukisan itu indah seperti yang sebelumnya, tetapi justru mengerikan. Lukisan itu masih mengambil tema yang sama yakni sebuah desa yang dominan penduduknya adalah petani tetapi yang berbeda adalah semua pria yang berada dalam lukisan itu di gambarkan sebagai budak yang melayani para wanita. Merasa ada yang aneh, luhan membuka semua lukisan yang ada, dan benar dugaannya, semua lukisan itu bertajuk dua sisi yakni kebahagiaan juga penderitaan tetapi hanya kaum prialah yang mengalami, di lukisan kedua, sangat terlihat jelas bahwa kaum pria mengalami diskriminasi dan menjadi budak. Luhan tak mengerti, apa maksud ibunya melukis gambar seperti ini. Terlebih salah satu lukisan berisikan pemandangan hutan yang selalu ia mimpikan saat hutan itu masih utuh dan berwarna hijau hingga saat hutan itu kering setelah terbakar.
Terlalu banyak kenapa dalam otaknya, luhan merasa sakit di kepalanya semakin menjadi. Iapun mulai menggulung dan merapikan segala kekacauan yang ia perbuat dan mengenai tanda Tanya yang berputar di otaknya, luhan memutuskan untuk menanyakannya secara langsung nantinya. Secara hati-hati luhan merapikan segala lukisan itu kembali ke lemari, cukup kerepotan karena banyaknya gulungan kertas itu mulai tak muat dan berdesakan untuk keluar kembali. Mencoba untuk memaksa, luhan secara tak sengaja justru menjatuhkan 1 kotak berukuran sedang berbentuk persegi panjang yang sejak tadi berdiam di sudut terdalam lemari.
Luhan berdecak jengkel " apa lagi sekarang" umpatnya, dan dengan berat hati mengangkat kotak berbahan dasar kayu yang cukup berat itu untuk di kembalikan di tempat asal. Tetapi karena mengangkat sisi yag salah, luhan justru mengangkatnya terbalik dan menyebabkan segala isi di kotak itu ikut bergabung dengan kertas yang bahkan belum selesai ia bereskan. Luhan mencak-mencak dan menggaruk kepala frustasi, tak habis pikir bagaimana bisa ibunya menyimpan sebuah gaun using di dalam kotak. Merasa sangat frustasi, luhan tanpa pikir panjang menendang keras gaun perak tua yang tergeletak pasrah di hadapannya hingga terpental ke sudut ruangan dan bergema, luhan mengeryit bingung bergantian memandangi pucuk kakinya dan gaun yang baru saja di tendangnya. Gaun tak seharusnya sekeras itu hingga mampu membuat kakinya terasa sakit dan lagi bagaimana bisa gaun itu menimbulkan gema yang kuat sedangkan gaun hanya terbuat dari kain yang ringan.
Sedikit tertatih, luhan mendekati tempat di mana gaun itu tergeletak, kemudian menariknya dan kini yang terlihat adalah sebuah buntalan hitam panjang. Semakin penasaran luhan secara tak sabar meraih buntalan tersebut dan membukanya hanya untuk kembali terkejut karena eksistansi dari sebuah pedang dengan sarung berukiran sulur-sulur perak dan emas. Sebuah pedang yang luhan yakini pernah ia lihat sebelumnya tapi tak mengingat kapan dan dimana tepatnya. Mengamatinya lamat-lamat, luhan menyusuri setip sulur yang tertera. Sulur-sulur itu tak berpola, hanya saling melilit bak akar tumbuhan hingga saat mata luhan tertuju pada sebuah Kristal biru berukuran sederhana yang tertanam apik di kepala pedang tempat di mana sulur-sulur itu berpusat.
Luhan membelalak saat rentetan mimipi-mimpi itu terulang seperti kaset rusak. Bulan purnama, suara ringkikan kuda,jubah perak, hutan dingin, hutan terbakar, api, kabut asap, suara tangisan bayi, jubah abu-abu, Kristal biru dan bulan darah.
'maaf jae, aku hanya bisa menemanimu sampai di sini'
Ucapan maaf dari seorang pria
' aku mencintaimu'
Dan ungkapan cinta.
Luhan melangkah mundur, menjatuhkan pedang di tangannya hingga menimbulkan debamam, menutup telinga frustasi, luhan tak dapat menahannya lagi dan berteriak sekuat yang ia bisa. Rasa sakit itu menusuk tepat padanya, seperti nyata luhan seolah merasakan secara langsung penderitaan itu. Rasanya sangat sakit hingga ia merasa ingin mati, air mata yang bercucuran tak lantas membuat suara luhan menghilang, sedang di luar sana baekhyung sedang berusaha membuka pintu yang entah bagaimana bisa terkunci.
Jatuh berlutut, luhan meneriakkan satu nama –
" YUNHO"
Bersamaan dengan pintu yang terbuka dan –
" LUHAN"
Teriakan ibunya.
.
.
.
REVIEW PLEASE
.
.
.
T B C
