.
Romeo VS Juliet
.
.
.
.
Dark Eagle's Eye
Own Project
.
.
.
.
.
Genre:
Romance, Drama, Hurt/ Comfort,
.
.
.
Cast:
Oh Sehun
Lu Han
And other
.
.
Pair:
HunHan
.
.
Rate:
Mature
.
.
Warn:
GS, Typo, DLDR, Messing EYD, Tidak masuk di akal dll.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Luhan Memakai sunglasses miliknya, membersihkan mantelnya dari debu dan melihat keadaan sekitar. Mengerutkan keningnya sebal saat melihat tidak ada siapa pun yang dia cari di sini.
Menarik kopernya, melenggang berjalan tidak memedulikan beberapa tatapan yang dilayangkan kepadanya, setiap langkah menjadi satu sorotan dia menjadi pusat perhatian. Tidak ada yang aneh dari dirinya dia hanya memakai minidress biasa berwarna putih tulang terbuka di beberapa bagian, rambutnya dia cat berwarna pirang dan dia ikat secara asal ke atas, di lehernya melintang sebuah choker berwarna hitam yang tampak begitu menyala di antara kulit putihnya serta rambut pirang pucatnya. Di sisi belakang bahu kirinya terdapat ukiran tato berbentuk bunga dandelion yang beterbangan.
Luhan sedikit menggerutu, mengisi wajahnya dan dengan wajah kesal dia duduk di sebuah kursi. Beberapa kali mengecek jam yang melingkar di tangannya dan berkali-kali pula dia harus mengumpat. Kemana sahabatnya itu, bukankah dia berjanji akan menjemput Luhan tapi mengapa belum sampai juga hingga sekarang?! Astaga tidak tahukah dia bahwa melakukan penerbangan adalah hal paling menyebalkan baginya? Tapi mengapa sahabat yang merangkap sepupu sekaligus sekretarisnya ini tidak mengerti. Yang ingin Luhan lakukan sekarang adalah segera sampai dan merebahkan tubuhnya. Tapi lihat, hingga setengah jam Luhan menunggu tidak datang juga.
Oh astaga! Sebenarnya Baekhyun itu berniat menjemputnya atau tidak sih?! Jika tidak Luhan akan pergi sendiri saja, dan jangan salahkan Luhan bila dia pergi ke sembarang tempat sesuka hatinya dan berakhir membuat kepala perempuan penggila eyeliner itu kalu berasap.
Luhan menggerutu pelan. Kepalanya bertumpu pada tangan yang ia letakan di atas meja. Sepuluh menit belum menampakkan batang hidungnya maka jangan salahkan Luhan jika dia kembali membuat Baekhyun susah.
Sementara itu di tempat lain Baekhyun tengah menahan rasa gelisah. Dia melihat sosok kekasihnya serta sahabat sang kekasih. Yang tengah duduk santai dengan dagu terangkat tangan bersilang— begitu santai, berbanding terbalik dengan Baekhyun yang tengah terburu-buru.
"Jadi apa yang inginkan?!" Ucap Baekhyun kesal pada sosok Sehun— sahabat kekasihnya. "Tidak tahukah kalian aku harus segera menjemput nona muda itu! Apa sebenarnya maksud kalian menarikmu menuju tempat ini?!"
Sementara itu Sehun tidak ambil peduli pada Baekhyun yang sepertinya sudah kesal kepadanya. Sehun malah melipat tangannya di depan dada dan menyilangkan kakinya sok anggun.
"Kau harus membantuku." Perintah Sehun mutlak. "Aku tidak menerima penolakan. Kau harus membantuku, mau tidak mau suka ataupun tidak."
Baekhyun sungguh ingin menarik si kepala besar itu, dia menurut Chanyeol kekasihnya tapi sepertinya dia diam-diam saja. Baekhyun menggeram pelan, sungguh dia tidak mau dibuat susah oleh mahluk menyebalkan satu ini.
"Apa maumu?! Sepenting apa memang hingga kau mau meluangkan waktumu untuk menjegal waktu milikku?"
Sehun tetap berujar santai. Tangannya ia ayunkan dengan gurat menyebalkan, sambil menampilkan senyum bodohnya pria itu mulai berucap.
"Kau tau Mrs. Song?" Tanya Sehun, "bukankah kau kerabatnya, kudengar kau juga yang menjadi asisten penerusnya."
"Lantas ada apa?" sergah Baekhyun cepat.
"Aku hanya ingin menuntut kepada penerus Mrs. Song! Aku tidak mengenal dia siapa, aku sudah menghubunginya dan sulit sekali, kudengar dia tidak ada di Korea tapi ada sebagian kabar yang menyebutkan dia akan segera kembali ke Korea dan segera menggantikan kepemimpinan Mrs. Song dan kau sebagai kerabatnya pasti tahukan?" Sehun mulai menegakkan punggungnya dan menatap Baekhyun dengan tajam.
"Memangnya kenapa? Apa peduliku? Silahkan urus urusanmu sendiri tuan Oh. Dan jangan libatkan aku."
"Kau harus." Ucap Sehun tegas.
"Yeol!"
Baekhyun memekik memanggil nama kekasihnya mencoba meminta bantuan tapi seperti yang sudah dia duga Chanyeol hanya mengangkat bahunya dan tersenyum manis kepadanya. Sialan!
Sehun tersenyum miring. Dia menatap Baekhyun dari atas dampak bawah lalu kemudian berdehem pelan.
"Dengar aku nona Byun. Nona mudamu itu berbuat ulah padaku, jangan hanya karena kursi kepemimpinan pindah kepadanya bukan berarti dia bisa berbuat seenaknya."
Sehun membenarkan ketak duduknya dan mulai serius.
"Memang dalam dunia bisnis ini aku dan Mrs. Song bisa dikatakan tidak begitu akur. Kami saling bersaing dan bahkan kami mendeklarasikan diri sebagai rival abadi." Sehun dian sebentar. Menghela nafas mengingat pertarungan- serta perdebatan konyol antara dia dan Jihyo— Mrs. Song, rasa sesak tiba-tiba memenuhi rongga dadanya. "Tapi meski hubungan kami seperti itu, jauh, sejujurnya ada sebuah ikatan kecil di antara kita."
Sehun tersenyum sebentar kemudian melanjutkan ucapannya lagi. "Meski dia menyebalkan dan terkadang memang gila tapi aku begitu mengaguminya, aku sudah menganggap dia sebagai ibu keduaku, dan dia juga sudah menganggapku sebagai putranya. Memang hubungan kami tidak sehat, hanya bersisi pertengkaran dan perdebatan tapi kami menjalin sebuah tali tak kasat mata di atas sana."
"Kami berdua membeli sebuah kedai kecil di tengah kota dan mengelolanya bersama. Memang tidak ada keuntungan yang signifikan bahkan itu hanyalah sebuah kedai minuman biasa, tapi kami menjalin hubungan kekeluargaan dengannya di sana. Hanya dengan membahas kedai kecil itulah aku merasakan ikatan yang kuat bersamanya. Kami memang saling diam tanpa mengungkapkan masalah kami, namun kami saling mengerti dan mencoba menghibur dengan cara kami masing-masing."
"Dan sekarang!" Sehun lalu mengepalkan tangannya dan memukul meja. "Setelah Mrs. Song wafat, dengan seenaknya penerusnya merombak semuanya, dia memutuskan secara sepihak hubungan kerja sama atas nama kedai minuman itu! Tanpa persetujuan, tanpa negosiasi tanpa ada konfirmasi. Langsung memutus secara sepihak! Meski Mrs. Song sudah tidak ada tapi aku tidak ingin memutus hubungan itu, aku menghargai hubungan yang mengikat di antara kami, dan aku ingin tetap menjalin kerja sama itu untuk menghargai hubungan kami. Dan aku ingin menuntut atas perbuatan semena-mena milik penerus Mrs. Song."
"Lantas apa hubungannya denganku Oh Sehun!" Baekhyun berteriak kesal.
"Kau harus membantuku bertemu dengan dia secara langsung, bertatap muka tanpa ada perantara lain!" Tegas Sehun. "Dia sangat sulit untuk ditemui dan menutup diri. Dan aku ingin kau mempertemukan kami, secepatnya."
"Apa?" tanya Baekhyun tidak percaya setengah menahan kesal. "Bahkan dia baru kembali ke negara ini hari ini, detik ini tepat di mana aku di tahan olehmu! Kau tahu perangainya bagaimana? Dia tidak akan mau dan tidak akan pernah mau menemuimu, terlebih hanya karena masalah seperti ini."
"Aku tidak mau tahu. Aku harus bertemu!" Sehun berdiri, dia laku tersenyum menyeringai. "Ah bagaimana jika aku menemuinya saat dia sedang di bandara saja. Aku hanya perlu bertemu dan berbicara tidak akan lama. Bagaimana?"
"Kau gila!" Bentak Baekhyun. "Aku tidak mau! Lagipula dia tidak akan setuju jika harus bertemu hari ini."
"Memang siapa yang ingin meminta persetujuannya? Aku hanya perlu bertemu dan berbicara, mudah bukan? Lagi pula aku tidak menjamin dia akan memiliki waktu dan ingin bertemu denganku di lain hari. Jadi supaya cepat dan langsung pada intinya, bawa aku menemui dia tepat saat kepulangannya hari ini."
Baekhyun bingung harus berbuat seperti apa, dia melirik Chanyeol dan menatapnya meminta pertolongan, tapi Chanyeol hanya menggeleng pelan saja. Ah sial!
"Baiklah! Aku akan membawamu menemuinya saat ini, tapi jangan salahkan aku jika dia menolak mentah-mentah kehadiranmu! Jangan libatkan aku dan jangan manfaatkan aku lagi! Silahkan pikirkan jalan keluarnya sendiri!"
Sehun tersenyum puas. "Oke, setuju!"
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Kembali pada Luhan, wanita usia dua puluh empat tahun itu masih duduk menunggu. Karena kesal menunggu dia berdiri dan menyeret koper miliknya sendiri.
Luhan lalu merogoh ponselnya, belum sampai dia mengaktifkan kembali satu tepukan terarah di bahunya. Luhan berbalik dan menemukan satu sosok perempuan yang tersenyum lebar kepadanya.
"Maafkan aku!" serunya tanpa rasa bersalah. Luhan mengerutkan dahinya dan bersiap-siap memarahi sahabatnya.
"Kemana saja?!" kesal Luhan pada Baekhyun. "Kau tahu, aku paling benci menunggu. Dan kau malah membuatku menunggu, terlebih di tempat ramai dan setelah melakukan penerbangan! Senang sekali kau membuatku susah." Decaknya sinis.
"Hey, jangan berlebihan!" balas Baekhyun kesal. "Kau hanya menunggu empat puluh menit setelah pesawat landing, dan jangan berbicara seolah-olah kau menunggu seharian di sini."
Baekhyun menghembuskan nafasnya kesal. Satu wanita ini memang menyebalkan selalu melihat sesuatu dari segi rumitnya orang lain. Ingin saja membuat orang lain repot. Jika bukan karena pria Oh itu dan kekasihnya yang menahan Baekhyun untuk membawa Luhan ke hadapan mereka sudah pasti Baekhyun tidak akan mendapat omelan panas gadis ini.
"Terserahku." Ucapan Luhan malas. "Dan sekarang bawakan koperku!" lanjut Luhan dengan nada memerintah.
Baekhyun memutar matanya jengah. Luhan memang seenaknya, tidak pernah memikirkan perasaan orang lain dan egois. Maka dengan sebal Baekhyun meraih koper itu dan menariknya mulai berjalan menyusul Luhan yang seenaknya saja melangkah terlebih dahulu.
"Lu, rekan kerja ibumu ingin bertemu denganmu. Dia ingin membicarakan sesuatu denganmu."
"Terserah. Aku tidak peduli."
"Tapi dia ingin menemuimu. Hari ini, saat ini di tempat ini juga."
"Aku tidak mau." Jawab Luhan acuh.
"Hey ayolah, hanya sebentar saja ada hal yang ingin dia tanyakan."
Luhan berhenti berjalan dan menatap Baekhyun. "Tidak ada pemaksaan, dan aku tidak mau. Apa itu belum cukup jelas?"
"Hey! Hanya sebentar saja. Kau hanya cukup datang, duduk dan bicara. Cukup. Tidak lebih."
"Dan kenapa harus sekarang?"
"Karena jika besok-besok kau jelas tidak akan mau dan terlalu malas untuk mendatanginya." Balas Baekhyun cepat. "Ayolah sebentar saja, dia hanya ingin menanyakan kenapa kau memutuskan secara sepihak perjanjian kerja sama untuk salah satu kedai minuman."
"Yang mana? April Bubble Tea?" tanya Luhan. "Dengarkan aku Nona Byun, aku lelah. Dan kau juga sudah membuatku menunggu lama. Aku juga baru saja melakukan penerbangan antar negara dan kau sudah menahanku hanya untuk hal seperti ini?!"
Luhan lalu bersedekap melipat tangannya di depan dada dan memalingkan wajahnya.
"Aku tidak mau."
"Hey, ayolah! Hanya sebentar dan itu cukup!"
"Terserah diriku! Aku tidak mau dan aku tidak peduli!"
"Ayolah! Mengapa kau menyebalkan sekali. Bahkan ini bukan hal sulit!"
"Biar saja, memang apa peduliku? Lagi pula siapa yang peduli pada kedai bobrok seperti itu."
"Tentu ada! Dia sangat kesal mengetahui kau memutuskan perjanjian kerja samanya secara sepihak." Balas Baekhyun cepat. Dia sangat geram dengan sikap Luhan kali ini, jika bukan mengingat ini adalah pesan terakhir dari bibi Jihyo sudah sedari awal Baekhyun memilih untuk mengundurkan diri saja.
"Aku tidak peduli." Sergah Luhan cepat. "itu hakku! Terserah diriku ingin memutuskan keputusan apa saja. Lagipula hanya masalah sepele warung minum saja sudah repot!"
"Memang siapa dia? Cih, Sok penting sekali."
"Itu aku." Satu suara berat bernada dingin dan dalam terdengar dari belakang.
Itu adalah Sehun, yang kini berdiri di depan punggung dua wanita yang sudah ia tunggu sejak lima belas menit yang lalu.
Oh ternyata seperti ini wujud penerus Mrs. Song— Jihyo. Angkuh, arogan, seenaknya, tipikal nona muda manja sekali. Cih, menggelikan. Ejek Sehun. Lihat saja penampilannya, tidak sopan dan begitu terbuka— hey ini Korea, bukan Amerika yang kau bisa memakai kain tipis tembus pandang seluruh badanmu. Lalu lihatlah rambut yang di cat seperti rambut jagung itu, oh sungguh Sehun sangat tidak menyukai orang-orang seperti ini. Terlebih tato bergambar dandelion yang tercetak jelas di bahu belakangnya, Sehun hanya meminta dijauhkan dari orang seperti ini selamanya.
Melihat penampilan nona muda ini Sehun menjadi berpikir dua kali untuk mempertahankan hubungan perusahaannya, dia malas berurusan dengan orang tipe seperti ini. Sehun sangat benci itu. Lebih-lebih sifat congkaknya dan seenaknya itu benar-benar membuat Sehun jengkel.
"Lalu mengapa?" Tanya Sehun. Dia perlahan berjalan menghampiri mereka dan ingin segera melihat wajah pongah penerus mendiang sahabat bisnisnya yang gila— Mrs. Song.
Sesungguhnya Sehun sudah menunggu, duduk dengan manis sesuai arahan Baekhyun. Baekhyun bilang kepadanya dia akan menyeret nona menyebalkan itu tepat di depan wajahnya. Tapi sudah beberapa menit menunggu Sehun belum juga menemukan mereka. Karena kesal Sehun akhirnya berniat menghampiri langsung. Dan sesuai yang dia duga, nona muda manja itu menolaknya secara mentah-mentah.
Sehun juga cukup kesal, pada orang ini, belum ada dia memimpin menggantikan Mrs. Song tapi sudah berlaku seenaknya. Memutus sepihak kontrak perjanjian padahal kafe itu adalah salah satu simbol persahabatannya dengan Mrs. Song.
Sehun melangkah dan berhenti tepat di depan nona muda sombong itu, mendongak dan mendapati kedua tatapannya saling bertemu.
Hening sejenak.
Sebuah paras anggun nan indah tersaji di hadapannya. Binar mata tegas tersorot jelas di kedua mata berwarna coklat lembut itu.
Semua luapan kekesalan yang sudah dia siapkan mendadak menggantung di tenggorokannya tanpa ada niatan untuk keluar sedikitpun.
Satu kontur wajah yang selalu menghiasi malam-malam sepinya, yang selalu hadir dalam mimpi-mimpinya serta satu kontur wajah yang membuat Sehun terperosok dalam rasa bersalah dan penyesalan tak berujung kini ada di depan matanya.
Nyatakah ini? Benarkah dia adalah orang yang selama ini selalu menghiasi hari-hari memedihkan Ih Sehun? Benarkah perempuan di depannya ini adalah seseorang yang sudah dia cari selama ini dan membuat Sehun frustrasi karena tidak bisa menemukan keberadaannya.
Luhan.
Batin Sehun berteriak kencang memanggil sosok yang sudah begitu lama ingin dia rengkuh. Dadanya bergemuruh kencang merasakan rasa rindu yang begitu menggebu.
Sementara itu Luhan hanya diam menatap Sehun yang terdiam tepat lima langkah di depannya. Dunia serasa berputar cepat, kilasan-kilasan kejadian silih berganti masuk dan keluar di pikirannya. Tangannya mendadak terasa dingin dan berkeringat.
Mengepalkan tangannya, mencoba menghalau beberapa kejadian yang membuat dadanya terasa sesak.
Luhan membenci situasi seperti ini.
.
.
Flashback
Seoul, Seven Years Ago
"Sunbae." Panggil Luhan takut takut.
"Sehun sunbae!"
Dan Sehun; sosok yang di panggil sunbae pun menoleh. Mengangkat alisnya dan menatap Luhan penuh selidik.
Luhan menggigit bibirnya kuat-kuat. Tangannya mencengkeram erat rok kotak-kotak miliknya sedangkan kepalanya menunduk dalam. Sejenak Luhan tidak yakin, mencoba memberanikan diri. Kepalanya terangkat, menatap Sehun dengan pasti dan mulai menyuarakan isi hatinya.
"Sunbae. Aku menyukai mu!"
Hiruk pikuk kegiatan yang ada di lorong sekolah mendadak terhenti. Suasana tampak hening. Semua diam setelah mendengar penuturan Luhan. Sebagian mereka melirik dengan tatapan heran dan sebagian lainnya melayangkan tatapan mencemooh kepada Luhan.
Apa yang gadis itu lakukan, berani sekali dia, punya modal apa untuk mengutarakan perasaan pada si tampan kebanggaan sekolah; Oh Sehun. Bodoh sekali dia, itu sama saja mempermalukan diri sendiri. Tidak punya otak dan tidak punya cermin. Bahkan sang primadona sekolah pun tidak mampu menaklukkan hati Si tampan Sehun apalagi ini, itik buruk rupa yang sama sekali tidak ada manis manisnya ingin menjadi kekasih Oh Sehun? Sungguh tidak tahu malu dan tidak tahu diri. Sekiranya itulah yang ada dalam benak mereka.
Sehun mengangkat alisnya. Mata tajamnya menyelidik pada gadis yang berbicara padanya. Satu sosok gadis pendek, culun, kampungan dan sama sekali tidak menarik berdiri di hadapannya. Mata sosok itu terpejam tangannya terkepal kuat dan badannya membungkuk samar. Sekilas, sosok itu menatapnya dan kembali menunduk takut mendengar tanggapan dirinya.
Sehun diam. Matanya menatap datar. Mengangkat bahunya acuh kemudian Sehun bertanya.
"Siapa namamu." Tanya Sehun dingin.
Luhan mendongak, dan menatap Sehun heran dia menggigit bibirnya cemas. Apakah dia akan dipermalukan? Oh tidak, seharusnya dia tidak usah mengutarakan perasaannya itu hanya akan membuat masalah saja.
"Luhan." Jawab Luhan tidak yakin. Ia memejamkan matanya takut mendengar hal apa yang akan Sehun katakan padanya. Sejujurnya Luhan siap tidak siap menyatakan perasaan pada Sehun, tapi entah kenapa dia ingin megutarakannya, meski Luhan tahu Sehun tidak akan mungkin membalas perasaannya, tetapi mencoba apa salahnya, barang kali saja dia dan Sehun bisa berteman setelahnya.
"Baik Luhan, mulai besok kau pacarku."
Luhan membulatkan matanya terkejut begitu pula kerumunan yang ada di sana, mereka tidak menyangka bila Sehun akan semudah itu menerima pernyataan cinta gadis udik itu.
Luhan sendiri memekik pelan tidak mempedulikan kerumunan yang berubah menjadi ramai. Apa itu artinya dia di terima?! Benar-benar diterima?! Berarti perasaan miliknya tidak bertepuk sebelah tangan, lebih-lebih dipermalukan! Tidak dia tidak merasakan hal itu. Senyumnya merekah lebar. Matanya menyipit mengikuti lengkung dari bibir manisnya. Ah indahnya cinta~~ ini adalah kali pertama Luhan jatuh dalam asmara dan ternyata benar, cintanya bersambut hangat.
Sehun melangkah pergi tanpa mengucapkan apapun. Berjalan melewati kerumunan yang menatap tidak percaya kepadanya. Sehun ridak ambil pusing dia berpikir tidak buruk juga berpacaran, toh selama ini dia belum pernah. Lagi pula dengan itu tidak akan ada lagi orang yang mengejar-ngejarnya seperti orang gila. Hidupnya akan damai sejahtera, dan dia wanita yang entahlah siapapun dia bukan gadis macam-macam, cukup bisa di atur dan bisa diambil manfaatnya.
Luhan melihat kepergian Sehun. Dia tersenyum lebar selayaknya orang tidak waras. Tidak Luhan pedulikan tatapan-tatapan yang memandang tidak suka kepadanya, dingin dan tidak bersahabat. Berjalan dan menyentuh dadanya yang berdetak kencang. Ah tidak, jantung kamu jangan berdetak terlalu cepat itu tidak baik bagi kesehatanmu, bisik Luhan sambil tertawa-tawa kecil. Pipinya memerah dan ada bunga-bunga imajiner yang bertebaran di belakangnya. Oh benar-benar, Luhan jatuh dalam pusara jeruji cinta.
Luhan kembali menatap punggung Sehun yang semakin menjauh. Dia menepuk-nepuk rok nya yang kusut karena terlalu lama ia remas. Dan Luhan berbalik, berjalan untuk pulang ke rumah. Tidak mempedulikan aura negatif penuh intimidasi di belakang punggungnya Luhan tetap berjalan dan tersenyum lebar seoertinkehilangan akal. Oh tidak Luhan tidak bisa berhenti untuk tidak tersenyum.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Luhan berjalan menuju rumahnya. Hari sudah gelap, dan semburat jingga sudah memenuhi ufuk barat. Jarak antara halte dan rumahnya cukup jauh dan Luhan harus bersabar sebentar karena dia harus berjalan setidaknya sepuluh menit untuk mencapai gerbang utama.
Pintu pagar terbuka, seseorang berdiri dan membungkukan badan memberi hormat kepadanya. Luhan hanya tersenyum pelan dan mengibaskan tangannya pertanda tidak usah melakukan hal itu. Sang penjaga pun hanya tersenyum dan membiarkan nona mudanya berjalan memasuki kediaman utama.
Tidak biasanya nona mudanya pulang dalam keadaan bahagia seperti itu. Meski nonanya ini memang terbilang ramah dan suka tebar senyuman tapi dia tahu kali ini ada sesuatu yang berbeda, terlebih semburat merah muda yang ada di pipi nona muda, benar-benar membuat dia terlihat begitu manis.
Kembali ke pada Luhan, siswi tingkat dua menengah atas itu kini berjalan memasuki kediamannya. Dia membuka pintu dan mengedarkan pandangannya pada satu rumah megah nan mewah. Sepi, tidak ada siapapun di sana hanya beberapa pelayan saja yang lewat dan memang sengaja menunggunya. Luhan tidak ambil peduli, dia malah tersenyum lebar dan berlari memasuki rumah.
"Bibi!" Panggil Luhan sedikit berteriak. Matanya menyipit dan bibirnya tersenyum lebar. "Bibi Kim, apakah Umma sudah pulang?"
Sosok wanita paruh baya itu hanya tersenyum kecil dan menggeleng pelan. Dapat dia lihat raut kekecewaan di wajah Luhan, namun segera mata Luhan kembali berbinar dan tersenyum lebar.
"Ya sudah tidak apa." Balas Luhan. "Tolong sampaikan salam ku pada Umma jika dia sudah pulang, arraseo?"
Wanita itu hanya mengangguk kecil. Kedua tangannya meraih tas Luhan dan menyerahkan mantel tebal pada Luhan. "Pakailah nona. Cuaca mulai buruk, saya ingin anda tetap sehat. Setidaknya anda bisa tetap hangat."
Luhan hanya tersenyum pelan. Matanya menyipit riang. "Ah terimakasih Bibi, kau memang tahu apa yang aku butuhkan." Kemudian Luhan terkikik kecil dan dia mulai melanjutkan ucapannya. "Aku ke atas, tolong antarkan makan malamku ke kamar ya? Ada banyak tugas yang harus aku kerjakan."
Setelahnya Luhan segera naik ke lantai dua. Memasuki kamarnya dan merebahkan tubuhnya di kasur. Dia tersenyum, masih dengan perasaan berbunga-bunga miliknya. Menatap langit-langit dan memegang dadanya yang terasa berdetak begitu hidup bersama letupan-letupan aneh di perutnya. Ah~~ dia tidak sabar menanti hari esok.
Mengangkat tangannya tinggi, mencoba menggapai langit-langit dan Luhan kembali tertawa pelan. Ia yakin ia akan tidur nyenyak malam ini.
.
.
.
. .
.
.
.
.
.
.
.
.
Besoknya pagi-pagi sekali Luhan sudah datang ke sekolah. Ia sudah bersiap-siap sedari matahari belum menampakan sinarnya. Berdandan semanis mungkin dan membawa bekal spesial untuk dia nikmati bersama dengan kekasih barunya. Kekasih? Mendengar hal itu pipinya kembali memerah, dia merona malu.
Awalnya Luhan hampir putus asa harus berdandan seperti apa. Hampir setengah jam dia habiskan berdiam diri mematung di depan cermin. Namun akhirnya dia hanya menyisir rambut coklatnya dengan rapih dan mencepolnya di kedua sisi. Poninya sengaja ia rapihkan.
Luhan tampak begitu manis, ditambah bias bias kemerahan di kedua pipinya ya membuat Luhan terlihat lebih menggemaskan. Dia tersenyum senang dan sengaja berdiri menunggu di gerbang depan untuk menyambut Sehun.
Beberapa orang lewat, mereka menatap Luhan sinis beberapa di antaranya bahkan tidak segan-segan mencibir Luhan. Tapi seperti biasa Luhan yang entah terlalu senang atau tingkat kepekaannya yang kurang dia tidak terlalu memperdulikan hal itu, tetap tersenyum manis dan dengan mata berbinar-binar melihat kearah jalan menunggu kekasih barunya datang.
Luhan menghela nafas pelan. Peluh sudah memenuhi wajahnya, bias-bias kemerahan di pipinya kini menghilang hanya tersisa beberapa bulir keringat dingin. Mencoba menarik nafas menghilangkan sesak di dadanya dan Luhan terbatuk pelan, sudah satu jam lebih dia berdiri menunggu tapi Sehun belum juga datang. Apakah dia tidak berangkat sekolah, apakah Sehun sakit? Aniya, tidak. Itu tidak mungkin. Mungkin Sehun masih ada di jalan. Tapi bel akan berbunyi lima menit lagi dan kenapa Sehun masih belum datang. Apakah Sehun sudah datang terlebih dahulu? Tapi Luhan sudah memastikan bahwa dia siswi paling awal yang datang ke sana.
Menggigit bibirnya cemas. Wajah Luhan sudah pucat pasi. Sudah satu jam setengah dia berdiri, tapi Sehun tidak datang juga. Mengusap keringatnya dan kembali menunggu. Matanya tiba-tiba berbinar senang melihat sosok yang ia tunggu sedang berjalan di lorong sekolah bersama teman-temannya.
Luhan mengernyit heran, tunggu dulu. Sejak kapan Sehun datang? Kenapa dia tidak tahu? Luhan rasa dia sudah berangkat pagi-pagi sekali dan dia melihat hilir mudik siswa siswi sini tapi Luhan sama sekali tidak melihat Oh Sehun.
Mengangkat bahunya tidak peduli. Luhan berlari kecil sembari membawa bekal miliknya menghampiri Sehun.
"Sunbae!"
Panggil Luhan. Dan Sehun mengernyit.
Luhan tersenyum senang. Dia tertawa pelan dan menyapa Sehun. Bias bias kemerahan mulai muncul lagi di pipinya.
"Sunbae!" Luhan malu, tapi dia tidak bisa berhenti tersenyum. "Ini untuk sunbae, aku harap sunbae menyukainya." Dia menyodorkan satu kotak makan berisi makan siang.
Sehun menatap Luhan datar, dalam hati dia bertanya mengapa Luhan tahu dia ada di sini. Sehun sudah mati-matian bersembunyi saat melihat gadis itu berdiri di depan gerbang dengan senyum bodohnya. Menghela nafas pelan, sepertinya dia tidak bisa lolos kali ini.
"Ini, ambillah Sunbae! Aku sengaja membuatkan ini untuk Sunbae!"
Sebenarnya Sehun malas untuk berusaha dengan hal ini. Dia sama sekali tidak ada niatan untuk menerima bekal yang Luhan sodorkan tapi melihat senyum lebar yang cenderung bodoh dan tatapan penuh binar yang polos Sehun tidak tega untuk menolaknya.
Bel tanda masuk berbunyi keras. Tanpa babibu Luhan menaruh bekalnya pada tangan Sehun. Dia berseru heboh karena bel sudah berbunyi. Melambaikan tangannya pada Sehun dan segera berlari meninggalkan Sehun yang terdiam heran.
"Nah ini Terima oke! Nanti makan ini saat istirahat, samapai jumpa lagi Sunbae!" Seru Luhan riang sembari berlari kecil menjauh.
Sehun hanya menatap kotak itu dengan datar. Dia mendengus, Sehun melirik tempat sampah yang ada di sebelahnya. Berjalan menghampiri dan membuang kotak itu sehingga bergabung dengan tumpukan sampah lainnya. Namun, belum Sehun pergi berbalik, tangannya mengambang di udara. Melirik ke sekitar sekolah, lumayan sepi batin Sehun tidak ada yang memperhatikannya. Dia kembali mengambil bekal itu, meski bukan untuk dirinya setidaknya dia bisa memberikan bekal ini pada sahabatnya. Ya, tidak apa lagi pula ini tidak akan berdampak apapun.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Luhan berlari mengitari lapangan dengan langkah kecilnya, sejenak dia terdiam dan mendudukkan dirinya di lapangan. Nafasnya memburu dan dadanya terasa sesak. Tadi Luhan terlambat datang ke kelas, selain karena kelasnya berada di lantai tiga guru yang datang pun memiliki tingkat disiplin yang luar biasa, dia tidak akan membiarkan siapapun yang datang terlambat bisa menikmati waktunya. Baginya waktu adalah hal yang tidak terganti dan terlambat adalah suatu pelanggaran berat yang harus segera diluruskan dan diberi pengajaran supaya menimbulkan efek jera.
Dan seperti inilah Luhan berakhir, dia harus menyelesaikan berlari mengitari lapangan sebanyak sepuluh keliling, dilanjut berdiam diri di depan jam besar yang di pajang di gerbang utama sampai jam istirahat. Luhan menghela nafas lelah, tangannya berusaha menepuk-nepuk dadanya yang terasa sesak. Baru saja tiga keliling tapi Luhan sudah merasa kepayahan.
Bangkit berdiri kembali dan Luhan mencoba berlari, langkah kakinya dia seret Luhan benar tidak sanggup lagi. Peluh sudah memenuhi pelipisnya dan wajahnya pucat sekali, Luhan menghela nafas, sebaiknya dia tidak perlu melanjutkan berlari dia cukup berdiri menatap jam besar saja sambil meminta maaf dan mengatakan menyesal adapun nanti jika gurunya kembali marah Luhan tinggal menjelaskan saja.
Dengan gontai Luhan berjalan dia lalu berdiri menatap jam besar di tengah panasnya mentari pagi yang menyorot. Sebisa mungkin Luhan menjaga keseimbangannya agar tidak jatuh, berkali-kali Luhan hampir tersungkur saat pandangannya mulai memburam. Tidak tidak. Luhan mengeratkan jari-jari kakinya mengepalkan tangannya kuat-kuat jangan sampai dia ambruk di sini, akan jadi masalah besar jika dia sampai pingsan di sekolah.
Luhan menggigit bibirnya kuat-kuat, sedikit meringis pelan. Luhan benar-benar akan kehilangan kesadarannya, tetapi sesuatu yang dingin tiba-tiba menyengat pipinya. Luhan menoleh dan melihat Sehun di sana dengan satu kaleng minuman dingin di tangannya.
Luhan tersenyum kecil, kakinya sudah tidak sanggup menahan beban tubuhnya dia hampir jatuh tersungkur sebelum Sehun menahan tangannya.
Luhan menunduk malu dan Sehun membantunya berjalan menuju tempat yang lebih teduh, Sehun membantunya duduk di sana dan menyerahkan minuman itu pada Luhan.
"Minum saja. Daripada kau pingsan itu lebih merepotkan." Sehun berucap datar melihat Luhan hanya diam memandangnya saja, sebenarnya Sehun tidak ada niatan sama sekali untuk menolong Luhan tapi melihat Luhan yang terlihat kepayahan dia tidak tega juga, daripada gadis itu ambruk dan membuat yang lain kesusahan sebaiknya Sehun menolongnya saja.
Luhan menunduk dan pipinya kembali bersemu merah. "Terima kasih Sunbae, maaf membuatmu susah."
Sehun hanya melirik kecil dan kembali meluruskan pandangannya. Dia hanya menggumam samar.
Luhan meminum air yang Sehun berikan, sedikit menggelengkan kepalanya mencoba mengusir pening itu, dia tersenyum kecil hatinya menjadi berbunga-bunga dia benar-benar merasa sangat beruntung.
"Sunbae tidak pergi ke kelas?" Tanya Luhan takut-takut.
"Kau sendiri, mengapa ada di luar?" Bukannya menjawab Sehun malah balik bertanya. Luhan hanya tertawa kecil, "aku dihukum, guruku begitu mengagungkan waktu, dia sangat disiplin dan tidak toleran terhadap keterlambatan."
Keduanya kembali diam. Sehun lalu menyodorkan sebuah kotak bekal pada Luhan. "Daripada aku sepertinya kau yang lebih membutuhkan kotak ini."
Luhan tersenyum malu. "Tidak Sunbae, aku membuat ini untuk Sunbae."
"Makan saja, kau perlu mengisi tenaga untuk menebus waktu yang kau sia-siakan dari gurumu yang baik itu."
Luhan hanya tersenyum malu. Sehun tidak terlalu menanggapi, dia membuka kotak bekal yang telah Luhan berikan kepadanya dan menggesernya dekat dengan Luhan.
"Seharusnya ini untuk Sunbae," Ucap Luhan malu-malu. Dan Sehun hanya menggumam kecil. "Makan saja." Balasnya datar.
Luhan mengangguk lalu mengambil sumpitnya dan mulai memakannya.
"Sunbae tidak mau coba?" Tanya Luhan, Sehun menggeleng acuh dia malah memperhatikan rumput di depannya malas. Sebenarnya Sehun ingin pergi saja dia tidak mau ambil peduli dengan gadis yang sudah berstatus menjadi pacarnya ini, tapi Sehun malas untuk masuk ke dalam kelas, dia sudah terlanjur berbohong kepada sahabatnya tadi bahwa Sehun mengalami masalah pencernaan.
Memperhatikan Luhan yang sedang memakan bekalnya. Sedikit rasa menggelitik menyelinap dalam hatinya, Sehun mendengus kecil merasa geli melihat tingkahnya sendiri saat ini. Saat Luhan akan menyuapkan makanan menuju mulutnya Sehun tiba-tiba memajukan wajahnya dan memakan bekal itu.
Luhan mengerjap bingung sedangkan Sehun bersikap acuh. Luhan kemudian tertawa canggung dan kembali menatap Sehun.
"Sunbae ini makan lagi, aku tahu pasti Sunbae merasa lapar." Ucap Luhan sambil mengarahkan makanan ke depan Sehun, dia tersenyum manis wajah pucatnya tadi kini lebih hidup lagi dengan rona merah muda di kedua pipinya.
Sehun diam dia ingin beranjak pergi dan kembali acuh namun apa yang Sehun lakukan berbanding terbalik dengan apa yang Sehun pikirkan, laki-laki itu malah mendekatkan wajahnya membuka mulutnya dan menerima apa yang Luhan berikan. Dia mengunyah makanan itu dengan wajah datar.
Luhan tersenyum manis. Dia kembali memakan makanannya lalu menyuapkannya lagi pada Sehun. Keduanya makan dengan satu kotak makan yang sama, hanya Sehun yang diam tidak peduli dan Luhan yang tersenyum manis.
Jam besar yang dijadikan hukuman untuk Luhan hanya berdenting pelan, jam itu bundar melingkar membentuk lingkaran yang tidak ada ujungnya, namun angka-angka mereka saling merenggang satu sama lain. Seperti halnya waktu, waktu itu terus berlanjut dan tidak akan terputus, tetapi takdir tidak selamanya terajut tanpa ujung, terkadang kita memerlukan jarak untuk bisa memahami apa arti kehidupan yang sebenarnya. Terkadang kita membenci waktu tapi terkadang kita memerlukan waktu.
Sehun merebahkan tubuhnya di atas rerumputan melihat hamparan langit biru di atasnya, dia melirik Luhan yang sedang duduk membereskan kotak makan. Sehun tersenyum, memejamkan matanya dia merasa ketenangan menelusupi hatinya rasa nyaman yang enggan Sehun lepaskan. Membuka matanya dan Sehun bergumam.
"Tugasmu menjadi pacarku adalah membawakan aku bekal setiap hari. Tidak ada penolakan dan toleransi, asal kau tahu aku lebih galak dari gurumu yang itu."
Bisa Sehun lihat Luhan mengangguk kecil, Sehun hanya mendengus pelan dan dia kembali
.
. .
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Luhan berjalan lesu, dia berjalan hanya sendiri di sekitar kantin. Mendudukkan dirinya di sebuah meja kosong dan mulai membuka kotak bekal yang sengaja dia buat untuk Sehun.
Saat Luhan akan menyuapkan bekalnya kegiatannya terhenti saat air mengalir dari atas membasahi kepalanya dan jatuh membanjiri kotak bekalnya. Hitam pekat dan bau yang menyengat menguar menyelimuti tubuh Luhan. Luhan mendongak dan mendapati beberapa wanita berdiri menyilangkan tangan di depan dada.
"Oh lihat, betapa menjijikannya dia." Ucap seorang gadis berambut coklat yang memiliki senyuman paling manis di sana.
"Oh bahkan aku tidak sanggup untuk berdiri dekat-dekat dengannya." Gadis itu memalingkan wajahnya dan memberikan gestur ingin muntah. Tapi sedetik kemudian dia kembali tersenyum manis. "Tapi karena aku itu baik hati jadi tidak apa-apa aku mau berbicara sebentar dengan kotoran ini."
Luhan menundukkan kepalanya, dia menggigit bibirnya kencang, telinganya berdengung mendengar bisikan-bisikan yang ditujukan untuk dirinya, memejamkan matanya saat melihat bekal itu kini tidak berbentuk dengan air kotor yang berkubang di dalamnya.
Luhan tersentak, kepalanya mendongak ke atas saat gadis itu menjambak rambutnya dengan kencang. Dapat Luhan lihat wajah polos dengan senyuman malaikat itu menatapnya.
"Apa di rumahmu tidak ada cermin? Apa kau terlalu miskin bahkan untuk membeli cermin pun tidak mampu?" Dia bertanya dengan nada halus dan lembut. Satu senyuman miring tercetak di bibir siswi itu.
"Ah apakah perlu aku berikan cermin itu sekarang? Apa perlu aku tabrakan sekalian pada wajahmu yang tidak terlalu manis itu?"
"Hem, bagaimana?" Tanyanya sembari mengusap pipi Luhan pelan. Kuku jarinya sengaja ia tekan keras sehingga satu goresan tertera di sana.
"Punya apa kau sehingga mau menyaingi Jung Chaeyeon yang baik hati ini?"
"Aku, aku tidak mengerti apa yang Chaeyeon-ssi maksud." Ucap Luhan takut-takut jantungnya berdegup kencang, tangannya terkepal erat sesekali meremat rok miliknya.
Chaeyeon tertawa kecil, dia terkekeh dan menepuk-nepuk pipi Luhan kecil. Dia melirikkan matanya memberikan kode kepada temannya, mereka mengerti dan tanpa aba-aba kepala Luhan yang masih mendongak dijatuhkan tepung terigu dengan kencang.
Luhan terbatuk-batuk beberapa dari terigu itu masuk ke saluran pernapasannya, matanya terpejam merasakan perih saat terigu itu memasuki matanya.
Chaeyeon tertawa kecil begitu anggun dan sangat manis. Dia lalu menepuk-nepuk kepala Luhan dengan gemas.
"Dengarkan aku ya Sunbae. Aku tidak peduli siapapun kau, berapapun umurmu dan setebal apa wajahmu tetapi yang pasti jangan harap kau akan tenang begitu saja saat kau dengan tidak tahu malu menyatakan cinta pada Sehun Sunbae, kau pikir siapa dirimu! Bahkan kau tidak memiliki seujung kukupun kemanisan milikku! Tidak tahu malu!"
Setelah itu mereka berlalu pergi, sebelum mereka berbalik melangkah dengan gaya anggun Chaeyeon mengibaskan roknya dan membersihkan blazeenya dari debu, oh tidak dia tidak ingin terkontaminasi oleh Luhan.
Berjalan anggun dan sesekali tersenyum manis menyapa para Sunbae nya, lalu kembali melangkah dengan raut wajah dinginnya. Meninggalkan kantin yang mendadak riuh membicarakan adik kelasnya yang manis dan sangat berani. Sesekali mereka menatap Luhan yang diam menunduk di mejanya, beberapa pasang mata menatapnya iba, beberapa tidak peduli dan yang lainnya melayangkan tatapan meremehkan dan penuh kepuasan namun tidak ada satupun dari mereka menghampiri Luhan bahkan teman seangkatannya pun tidak ada yang peduli bahwa salah satu angkatannya baru saja direndahkan oleh adik kelasnya. Mereka tidak peduli dan tidak ingin peduli, mereka justru menikmati semuanya.
Sementara itu dibagian lain di ruangan yang sama Sehun duduk apik menyandarkan punggungnya sambil memakan kudapan siangnya dengan tenang, terlampau tenang malah. Sesekali dia meminum jus yang dia pesan dan mengelap sudut bibirnya dengan anggun.
"Dude. She is your girlfriend, right?"
Sebuah suara membuat Sehun menoleh pada sosok tinggi yang duduk satu meja dengannya— Namjoon teman satu klub Sehun. Dan Sehun hanya menaikan bahunya tanda tidak peduli.
"Lantas, apa peduliku. Lagi pula dia hanya pacar bukan istriku, untuk apa aku repot-repot mengurusinya." Balas Sehun acuh lalu kembali menyuap makanannya dengan tenang.
Namjoon hanya tertawa kecil, dia menggelengkan kepalanya lantas kemudian berbicara.
"Jangan seperti itu bung, kita tidak tahu waktu itu seperti apa dalam memutar balikan keadaan. Jangan bermain-main jangan sampai kau menggigit lidahmu sendiri— termakan oleh perbuatanmu sendiri."
Sehun menatap temannya malas, dia menaruh sendoknya asal, nafsu makannya sudah menguap entah kemana saat sosok itu membicarkan perempuan yang berstatus pacarnya.
"Kau terlalu serius dalam menanggapi hal ini. Lagipula ini adalah masa-masa labil tidak akan ada yang bertahan lama, cinta itu hanya suatu hal yang tidak nyata dan untuk apa aku mencari sesuatu yang tidak ada manfaatnya, cepat atau lambat dia akan bosan dan akan pergi dengan sendirinya. Tidak perlu seserius itu, hidup terlalu singkat untuk menanggapi hal yang terlalu berat hanya biarkan saja mengalir seperti air."
Namjoon memutarkan bola matanya malas. Percuma memberikan pencerahan pada orang yang merasa jalan hidupnya sudah paling benar ini.
"Oh yeah, Oh Sehun dengan kata-kata tidak bijaknya."
.
.
.
.
.
.
.
.
TBC
.
.
.
.
Halo Hai Hai... Balik lagi... Terus aja, numpuk kutang terus... Tambah terus... Wkwkwkwk wes gak papalah, syudah aku gak punya apa-apa untuk di bagi, setidaknya hanya secangkir imajinasi yang saya punya saja.
Hemmm... Ini bagaimana nasibnya? Ya sudah ikuti aja, soalnya aku greget sama cerita ini sudah sedari lama nangkring di draft gak di keluar keluarin... Wes gak papalah aku kadung banyak kutang sekalian numpuk kutang aja yang banyak. Banyak atao dikit tetep aja musti di kerjain kan? Tetep aja sama sama jadi beban dan tanggung jawab kan? Jadi mending banyak hutang sekalian wkwkwkwk,
oke yang As Sweet As Luhan ff nya bakalan di lanjut kok, mungkin ada beberapa sedikit perombakan juga beberapa perubahan pemain (karena ini ff udah di tinggal hampir tiga tahoon... Cast yang aku buat untuk unyu unyu udah pantes buat jadi pemeran bapa-bapa —_—. Hahaha ya intinya tunggu saja dulu, rencananya mau nabung beberapa chapter dulu baru berani up hehehehe jadi sabar aja.
So jadi aku bakal fokus dalam 3 ff saja dulu. As Sweet As Luhan, Another Life sama Romeo Vs Juliette. Pengennya lanjutin yang Queen, si sayah juga sudah sediain ending yang greget tapi apalah daya... Tapi Real life juga gak bisa ditinggalkan. Meski seberantakan apapun dia, meski kadang ngayal pengen jadi tokoh fiksi aja yang bisa muterin waktu balik ke masa lalu atau pengen punya hal hal ajaib lainnya, atau minimal nya pengen hilang dari peredaran... Tetep aja real life adalah kehidupan utama yang harus dijalani ): /edisi curcol— curhat colong-colong.
Dan untuk cerita ini saya rencananya bakalan fokus ke masa flashback nya Luhan, jelasin kenapa dia bisa kenal Sehun, apa yang terjadi sama Luhan dan gimana ibunya Luhan dulu... Begitu—
atau kalo ada saran misalkannya alurnya maju aja thor biar akunya greget sama cerita lanjutannya flashback nya jadi selingan aja. Nanti akan saya pertimbangkan, alasannya flashback full di awal untuk membangun feel sama chemistry yang kuat antara sesama tokoh dalam cerita, terus kalo misalkannya flashback nya aku potong potong pasti reader-nim gak bakal fokus ke sana dan malah terbagi-bagi sama cerita masa kininya— tapi kuncinya satu, kudu sabar nunggu... Simpelnya ini ada dua pilihan. Pengen dapatin Feel kudu sabar sama flashback, pengen dapetin rasa greget berarti terus melaju tapi feel nya bakalan kurang...
Well itu sih pandangan saya, adapun kalo mau memberi saran silahkan kita sharing sahaja... Aku juga bakal menerimanya kookie— emm maksudku kok.
Oh ya, saya juga mau ucapkan selamat hari raya idul fitri bagi yang merayakan. Meski udah telat sih... Tapi gak papa lah... Wkwkwk...
Oke see you soon. I love you, and sorry for typo, lemah typo saya tuh...
Bye byeeeeee
