Hujan turun dengan derasnya membasahi permukaan bumi. Tetesan-tetesan air jatuh dengan keras dari atas langit. Angin bertiup kencang, menghantarkan rasa dingin di kulit.
Kyungsoo memeluk tubuh mungilnya dengan kedua tangannya. Bulu di sekujur tangannya merinding kedinginan akibat kaos lengan pendek yang dikenakannya. Kyungsoo memojokkan dirinya semakin dalam ke tempat dia berteduh, di bangku halte bus.
Betapa dia sangat membenci hujan. Kyungsoo sungguh tidak suka jika bulan sudah mulai memasuki musim gugur. Gugur menandakan hujan akan sering turun. Dia tidak menyukai hujan karena membuatnya basah, tidak bisa bebas beraktivitas dan mengharuskannya berada di dalam rumah. Dia juga tidak menyukai nuansa gelap yang dihantarkan secara alamiah ditambah dengan gemuruh petir yang terdengar sangat mengerikan.
Ketika musim gugur tiba, orang-orang akan membawa payung bersama mereka kemanapun. Tetapi rutinitas itu tidak diindahkan oleh Kyungsoo. Dia tidak suka dan tidak akan pernah mau membawa payung . Ketika hujan mendadak turun, dia rela menunggu hingga hujan reda asalkan dia tidak basah sedikitpun. Selama menunggu, dalam hatinya, Kyungsoo tidak akan berhenti merutuk betapa dia tidak menyukai hujan dan kapan hujan ini akan berhenti.
Kyungsoo sedang sebal - karena hujan tentunya- ketika dia bertemu mata dengan seorang lelaki yang baru saja turun dari bus. Mereka saling melihat karena hanya mereka berdua yang berada di halte. Lelaki itu mengalihkan pandangannya. Dia duduk dua bangku terpisah dari Kyungsoo. Lalu lelaki itu sibuk menepiskan air dari tasnya.
Kyungsoo memandang ke depan. Dia merasa lega karena sekarang dia tidak menunggu sendirian lagi. Sendirian membuatnya berpikir nasibnya sangat menyedihkan dibandingkan orang lain yang bisa langsung pulang menikmati hangatnya rumah...
Badan Kyungsoo merinding kembali ketika angin berhembus lagi. Kyungsoo teringat kalau dia membawa jaket dalam tasnya. Tapi dia malu untuk memakainya. Karena jaket itu mencetak sablon di belakangnya bertuliskan "Institut Musik SM". Dan di bagian depan ada lambang SM di atas kantong. Jaket itu diberikan ketika Kyungsoo dan dua orang murid lainnya dikirim untuk menjadi perwakilan nyanyi pada perlombaan bola di luar negeri.
Bukannya Kyungsoo tidak bangga atas prestasi menyanyinya. Hanya saja semua orang akan langsung mengetahui bahwa dia murid yang dulu dikirimkan ke luar negeri dan mungkin mereka akan memperhatikan dia. Bagaimanapun Institut SM sangat terkenal. Kyungsoo akan sangat malu jika hal itu sungguh terjadi. Tapi saat ini Kyungsoo sungguh kedinginan dengan lengannya yang terbuka. Dengan gerakan cepat tapi ragu-ragu dia mengambil jaketnya dan segera memakainya. Kyungsoo menutupi seluruh kepala dan wajah dengan hoodie agar wajahnya tidak diperhatikan orang lain.
Tidak berapa lama lelaki yang berada di sebelah Kyungsoo berdiri. Dia mengangkat tas ke atas kepalanya lalu berlari menerobos hujan. Kyungsoo terpelongo memandang keepergian lelaki itu yang sangat cepat.
"Orang macam apa dia?! Tidak ada rasa kasihannya meninggalkan aku seorang diri disini! Lebih bodohnya, kenapa dia mau berjalan atau berlari di saat masih hujan?! Dan kapan hujan ini berhenti sehingga aku bisa pulang?!".
Kyungsoo tidak berhenti menggerutu dalam hatinya sambil menundukkan wajahnya. Dia menendang-nendang angin dengan kesal. Kekesalan akibat hujan turun membuat Kyungsoo tidak sadar melampiaskan kepada seseorang yang tidak dikenalnya.
Mendadak sebuah payung merah muncul di depan wajahnya, dipegang oleh seseorang. Mata Kyungsoo bergerak ke atas menyusuri tangan yang dilapisi kulit kecoklatan hingga batas bahunya. Kyungsoo mengangkat kepalanya dan melihat kembali sosok lelaki yang tadi baru saja pergi.
Lelaki itu basah kuyup. Kaos hitam mengerat di seluruh tubuhnya, begitupun celana pendeknya. Air menetes dari seluruh ujung rambutnya. Matanya terlihat sayu dan napasnya berat mungkin karena siap berlari. Kyungsoo terdiam.
"Gunakan payung ini untuk pulang ke rumah" kata lelaki itu.
Kyungsoo tidak bisa merespon. Sebaliknya, dia sangat bingung dengan kembalinya lelaki itu dan juga heran dengan perkataan lelaki itu. Payung? Untuknya? Tapi kenapa?..
Menyadari Kyungsoo masih berpikir, lelaki itu menarik satu tangan Kyungsoo dan meletakkan payung di atas telapak tangan Kyungsoo yang refleks terbuka. Mereka bertatapan sebentar. Setelahnya lelaki itu pergi lagi meninggalkan Kyungsoo. Dia berlari dengan satu tangan berada di atas kepala mencoba untuk menutupi diri dari hujan.
Kyungsoo memandang kepergian lelaki itu hingga dia tidak terlihat lagi. Kyungsoo masih tidak bisa mengerti dengan jelas apa yang baru saja terjadi. Lelaki itu kembali dan memberikan payung untuk Kyungsoo agar dia bisa pulang ke rumah. Kenapa? Kenapa dia melakukan itu? Kenapa dia rela berlari di bawah hujan hanya untuk, mungkin mengambil payung di rumahnya, lalu memberikannya kepada Kyungsoo?. Mereka bahkan tidak saling mengenal.
Kyungsoo menggenggam payung di tangannya. Ada perasaan aneh dalam hatinya. Perasaan bersalah karena sudah berpikiran buruk terhadap lelaki itu. Juga perasaan terharu ada orang yang rela berlari di tengah hujan demi dirinya. Ternyata, lelaki itu baik juga. Kyungsoo ingin berkenalan dengan dirinya dan mengetahui semua tentang dirinya...
.
.
Sehari setelah kejadian terakhir, Kyungsoo membawa payung milik lelaki itu bersamanya. Kyungsoo menunggu lelaki tersebut di halte bus tepat jam empat siang, jam yang sama saat dia bertemu dengan lelaki itu kemarin. Kyungsoo sudah membulatkan tekad dia akan mengajak lelaki itu berkenalan. Kyungsoo bahkan berencana akan memulai obrolan dengan lelaki itu bagaimanapun caranya.
Satu jam Kyungsoo menunggu, dia masih tidak bertemu dengan lelaki itu. Hingga Kyungsoo lelah menunggu dan memutuskan untuk pulang. Keesokan harinya lagi Kyungsoo melakukan hal yang sama. Keesokan harinya lagi. Keesokan harinya lagi. Hingga seterusnya dan hasilnya tetap sama. Kyungsoo belum bertemu dengan lelaki itu, bahkan dia tidak muncul sedikitpun.
Sampai pada hari keenam, Kyungsoo memutuskan untuk menyerah.
.
.
TBC
