Kyaaaa... makasih yang udah nunggu fanfic sequel ini. Makasih juga yang udah ngeklik ff ini. sebelumnya mohon maaf dulu kalo ternyata ff ini gak sesuai sama yang kalian harapkan #krik
..::OoOoO::..
Timeline : September 2016
Tingkat 7 : Victoire; Molly
Tingkat 4 : Dominique; Scorpius; James; Lucy
Tingkat 3 : Albus; Antarius
Tingkat 1 : Capella; Lily, Louis, Fred Jr.
..::OoOoO::..
Kisah seorang Malfoy yang berbeda.
Kepribadian seorang Malfoy melekat erat di tubuh Antarius Malfoy, sedangkan darah Weasley mengalir deras di pembuluh darahnya.
Akankah Antarius menerima perbedaan ini? Akankah dia tetap mencintai keluarganya jika mengetahui kenyataan yang dikubur dalam-dalam oleh mereka?
Bagaimana kisah cintanya?
Sequel "Something New"
Harry Potter © J. K. Rowling
A Different Malfoy © SelfQuill
Pagi pertama di bulan September, ini adalah hari yang aku tunggu. Sudah beberapa minggu ini Scorpius selalu membanggakan tentang kelas-kelas pilihannya, Arithmancy, Pemeliharaan Satwa Gaib, dan yang paling menyebalkan adalah Rune Kuno. Dia cukup pesat dalam pelajaran yang satu itu, membuatku sebal dengan kode-kode yang ditulisnya.
Malam natal lalu, dia bahkan secara khusus memesan kembang api dari Sihir Sakti Weasley. Kami menonton kembang api itu dari taman di belakang rumah. Awalnya kembang api itu layaknya kembang api sihir biasa; meledak dengan berbagai bentuk yang menarik, tapi didetik-detik terakhir, kembang api itu membentuk deretan kata dari huruf-huruf Rune Kuno dengan namaku dan Capella tertulis di akhir katanya.
Kata-kata itu masih ada sampai sekarang, karena sebelum kembang api itu padam, kata-kata dengan huruf Rune itu secara sihir muncul di dinding pembatas taman yang berwarna putih pualam. Seakan ditulis dengan tinta sehitam jelaga dan sialnya tidak bisa dihilangkan. Dad dan Mum juga sepertinya tidak berusaha meghilangkan tulisan yang mengotori dinding itu.
Aku menebak itu adalah kata-kata ejekan Scorpius untukku karena Mum dan Dad tertawa senang melihatnya. Aku heran, mengapa mereka bisa tertawa padahal Scorpius mengejek dengan tidak cara tidak adil. Ini aku sebut menyerang tanpa perlawanan balik. Bagaimana pula caraku mengejek balik jika aku saja tidak bisa membaca apa kata-kata ejekannya.
Yang paling membuatku kesal adalah hanya aku yang sepertinya tidak mengerti, karena ketika melihat ekspresi wajah Capella, aku melihat mata abu-abunya berbinar, dan dia langsung tertawa dengan anggun, ketika melihat wajahku yang penuh dengan kebingungan. Bingung tentang apa yang mereka tertawakan
Walaupun Capella bahkan belum masuk Hogwarts dia memiliki otak yang cerdas seperti Mum, harus aku akui dia bahkan tiga kali lebih cerdas dariku yang sudah menjalani dua tahun di Hogwarts, bahkan lebih cerdas dari Scorp yang sudah menjalani tahun ketiganya.
Jika Scorpius adalah cetak biru dari Dad, dan aku cetak biru dari Mum, Capella adalah gabungan keduanya. Wajahnya cantik seperti Mum, tapi dia mewarisi mata dan rambut Dad. Rambutnya pirang putih dengan tubuh yang ramping dan selalu berpenampilan elegan, sebagaimana seorang Malfoy selalu digambarkan. Kepintarannya adalah warisan Mum, dia lebih hapal seluruh isi dari 'History Of Magic' dibanding Scorpius yang sudah menjalani tahun ketiganya di Hogwarts.
Scorpius dan Capella menolak memberitahuku apa arti tulisan sialan itu, dengan gengsiku yang besar aku tidak menayakannya lagi. Tapi tahun ini aku akan mengetahuinya, ini tahun ketigaku, itu berarti tahun ini aku sudah bisa mengambil Rune Kuno sebagai mata pelajaran pilihan.
Rune Kuno adalah satu dari beberapa hal yang membuatku menunggu hari ini. Tahun ini Capella masuk Hogwarts, dan itu berarti aku dan Scorpius terbebas dari kewajiban menulis surat sepanjang dua puluh senti setiap minggu kepadanya. Membebaskanku juga dari ribuan keluhannya atas keterlambatan dirinya masuk ke Hogwarts. Jika dihitung dengan tahun, Capella seharusnya sudah bersekolah tahun lalu, tapi peraturan Hogwarts yang hanya menerima murid dengan batas kelahiran akhir agustus, membuat dirinya yang lahir pada bulan September, baru diperbolehkan masuk tahun ini.
"Ant," terdengar suara Mum dari ruang bawah, membuatku tersadar dari lamunanku.
Tsk! Paling-paling Mum hanya akan menyuruhku ke kamar Scorp hanya untuk menanyakan apalagi yang perlu aku bawa sebelum kami berangkat dan itu amat tidak perlu.
"Antarius Malfoy, kau dengar aku?" suara kencang Mum mendekat, menandakan dia pasti sudah menaiki tangga menuju kamarku.
"Iya Mum, aku dengar. Tak usah teriak-teriak seperti itu," jawabku dingin sembari membuka pintu kamarku dan menemukan sosok anak laki-laki berambut pirang yang sedang menyeringai tepat di depan pintu.
"Scorp," pekikku kaget, aku mengendarkan pandangannya ke kanan dan ke kiri lorong lantai dua itu, tidak ada siapa-siapa selain kakak laki-lakiku itu, bahkan tidak ada Mum yang baru saja berteriak.
"Yep," jawab Scorpius masih bersuara seperti Mum, aku mengerutkan dahi, bertanya-tanya darimana kemampuannya mengubah-ubah suara seperti itu. Scorpius berdeham-deham seakan ada sesuatu yang menyangkut di tenggorokannya.
"Bagaimana?" katanya masih sambil menyeringai, suaranya kembali menjadi suara Scorpius, datar dan terselip sedikit nada humor di dalamnya.
"Kurang keren," kataku dingin meniru suara Dad yang memang sudah menjadi ciri khasku— ciri khas Scorp juga sebenarnya, "bagaimana bisa?" tanyaku, yang akhirnya penasaran juga bagaimana bisa suaranya berubah-ubah, bahkan Teddy saja yang seorang Metamorphmagus aku rasa tidak bisa merubah suaranya, kekuatannya hanya sampai merubah-rubah penampilannya— cukup berguna kalau ingin menyelinap ke suatu tempat terlarang.
Scorpius membuka telapak tangannya, dia menunjukan dua butir permen besar berwarna susu. "Uncle Fred," tebakku, dibalas angukan singkat Scorpius. Uncle Fred memang bukan benar-benar paman kami, tapi kami sudah diminta memanggil semua kerabat Weasley dan Potter dengan panggilan Uncle atau Aunt, mereka sudah seperti keluarga sendiri, begitulah kata Mum.
Aku mengambil satu permen besar itu dan membalik-baliknya seolah berharap ada sesuatu yang aneh yang akan keluar dari dalamnya, tapi itu hanya terlihat seperti permen biasa— keahlian Uncle Fred dan George, membuat permen itu sebiasa mungkin agar tidak terdeteksi.
"Ini untukku, oke? Aku ingin mengerjai Lily," kataku santai, sambil bersandar pada ambang pintu, sedang Scorpius memasukan satu sisa permennya ke kantung jubah berpergiannya.
"Tidak mungkin," kata Scorpius, "Lily pasti sudah tahu trik murahan ini, hanya kau yang bisa tertipu," lanjutnya sambil tertawa. Benar juga, Lily kan sangat dekat dengan sikembar, terutama Uncle George. Aku menghela napasku ketika menyadari ternyata aku yang paling terakhir tahu tentang barang lelucon mereka.
"Scorpius… Antarius, turunlah! Kita harus bergegas," teriak suara— yang aku tidak yakin —Mum.
Aku hanya mengangkat alisku tanda bertanya pada Scorpius apakah Capella mempunyai permen yang sama dengan yang aku pegang saat ini, karena jika iya, itu pasti suara Capella yang ingin mengerjai kami.
Aku melihat Scorpius mengerutkan keningnya, mungkin mengingat-ingat apakah dia pernah berbagi permen dengan Capella sebelum ini dan kemudian mengeleng pelan, aku membalasnya dengan angukan singkat pertanda mengerti bahwa yang memanggil adalah Mum yang sesungguhnya.
Cara komunikasi dalam diam yang seperti ini adalah kebiasaan kami— termasuk Capella. Scorpius dan Capella mengerti apapun yang aku tanyakan walau dalam diam, dan aku juga mengerti apa yang mereka maksud walau mengungkapkannya lewat angukan kecil atau lirikan mata. Ini sangat berguna bila kami sedang melakukan sesuatu yang rahasia seperti; jika aku dan Scorpius menyelundup ke gudang untuk mencoba sapu terbang Dad yang bisa menembus batas kecepatan seratus sembilan puluh mil per jam saat Mum dan Dad pergi, atau jika Capella meminta James untuk meminjamkan buku-buku dari seksi terlarang Hogwarts hanya karena alasan 'haus bacaan'-nya yang menurut kami sangat konyol, mengingat dia punya perpustakaan pribadi yang besarnya hampir menyerupai kamarku.
Scorpius mengedikan kepalanya, isyarat mengajakku turun. Aku mengangguk dan kembali memasuki kamarku, mengambil koper dari atas tempat tidur besarku, memasukan tongkat sihirku yang baru pagi tadi diberikan oleh Mum— Mum mengangap tingkat tanggung jawabku dengan Scorpius di level yang sama. Ha! Mengelikan sebenarnya, yang menghancurkan dapur kan Scorpius bukan aku. Scorpius yang dengan sangat percaya diri berusaha memanggil puding dari lemari penyimpanan dengan mengunakan telepati atau pikiran dan tidak mengucapkan apapun— padahal Capella yakin dia mengengam tongkat sihirnya di balik jaket bulunya— dan dalam sekejap dia membuat lemari penyimpanan meledak, sehingga Mum menyita tongkatnya dan mengurung kami bertiga selama seminggu— ini yang paling menyebalkan, harusnya Mum hanya mengurung Scorpius, kan?
Ketika aku sampai di bawah, Dad sudah mengeluarkan mobil sport kesayangannya, Porsche Panamera Platinum berwarna silver. Scorpius sudah nyaman duduk di bangku belakang, sedangkan Capella berdiri bersandar di pintu mobil, sudah pasti menungguku, kebiasaannya.
"Ant," seru Mum dari arah belakangku.
"Mum."
"Koper… tas… jaket… sudah siap semua," katanya sembari meneliti apa yang ku bawa.
"Sudah semua. Ugh, berhentilah Mum, jangan khawatir, aku bukan Capella yang suka dimanjakan," gerutuku. Aku berjalan menuju Capella yang berdiri sambil tersenyum, meninggalkan Mum yang tersenyum sambil menggeleng-geleng.
Aku memutar bola mataku dan menyeringai geli melihat kebiasaan Capella yang semakin hari semakin aneh, aku menerobos masuk ke belakang mobil yang sudah disihir agar mempunyai tiga bangku nyaman— karena Porsche Panamera sebenarnya hanya menyediakan dua bangku saja di bagian belakangnya.
"Siap Ant?" seru Dad sambil melirikku dari kaca spion, aku memberinya angukan singkat dan seringai khasnya dan Dad hanya tertawa melihatnya. Scorpius hanya memasang muka tanpa ekspresi dan memandang keluar jendela, mungkin sudah tidak sabar ingin bertemu dengan Dominique— anak dari Uncle Bill dan Aunt Fleur— tapi berusaha ditutupinya dengan topeng tanpa ekspresi itu. Wajar saja Dominique memang sangat cantik, mengingat ada jiwa Vella dalam dirinya.
Capella masuk, membanting pintu mobil, dan duduk disebelah kananku, kebiasaannya yang sangat aneh; memaksaku duduk di antara Scorpius dan dirinya.
Capella selalu berpikir bahwa jika dia yang duduk di antara aku dan Scorp membuatnya terlihat tidak seimbang, 'lebih enak dilihat bila rambut cokelatmu berada di tengah rambut pirang kami, Ant,' begitulah penjelasannya jika aku mencoba menolak kebiasaan anehnya itu.
Yaa… di antara kami bertiga hanya rambutku yang berwarna cokelat seperti rambut Mum, dan aku tidak menyesali hal itu, menurutku harus ada yang menurunkan sedikit saja gen Mum, kan? Tak dapat ku bayangkan bagaimana perasaan Mum jika rambut anaknya berwarna pirang putih semuanya seperti dad.
Tiba-tiba pandanganku teralihkan oleh sinar yang berasal dari kalung permata yang dipakai Capella, dan dia menyadari aku memperhatikan kalungnya. "Mulai sekarang ketiganya akan terus bersinar," katanya bersemangat, "aku tidak akan kesepian lagi dan tidak perlu merindukanmu dan rambut cokelatmu lagi tahun ini," lanjutnya sambil nyengir.
Scorpius menengok dengan wajah dinginnya, Mum yang sudah duduk di kursi depan ikut menengok kebelakang dan Dad memperhatikan kami dari kaca spionnya.
"Kau tidak merindukanku? Ataupun rambutku?" kata Scorpius sambil mengangkat alisnya.
"Tentu tidak, aku melihat rambutmu setiap kali aku bercermin, membuatku bosan!" sergahnya, Capella memang sangat dekat denganku, ditambah lagi dengan obsesinya terhadap rambut coklat menambah kedekatannya denganku. Dia bisa menghabiskan sepanjang akhir pekan hanya untuk mengagumi rambut Mum atau aku, membuat Dad dan Mum hanya tertawa melihat kelakuannya.
Scorpius mendengus sebal, "kalungmu tidak akan bersinar selalu, Cap. Karena aku melarangmu mengikutiku kemana-mana," katanya sebal.
"Sudah-sudah," kata Dad menengahi, "kau siap Capella?"
Capella memberikan lirikan dingin kepada Scorpius sebelum tersenyum dan menganguk ke arah Dad, "siap, Daddy," katanya, "dan kau Scorpie, tentu saja aku tidak akan mengikutimu, aku kan akan sibuk nantinya."
"Bagus, Cappie. Ikuti Ant saja jika kau mau, tapi jangan aku," balas Scorpius, aku memutar bola mataku tanpa mengatakan apa-apa.
"Aku tidak mau mengikuti Antarius yang selalu sibuk pacaran," kata Capella sambil melipat tangannya di dada dan menyilangkan kakinya.
"Pacaran?" tanya Mum, "Kau sudah punya pacar, Ant?" lanjutnya dengan nada menginterogasi. Aku memberikan pandangan terima kasihku yang dingin pada Capella dan langsung menghadap Mum yang sekarang memutar badannya hanya untuk melihatku.
"Belum, Mum, aku kan bukan Scorp!" sergahku.
"Scorp?" terdengar suara heran Dad.
"Jangan bawa-bawa namaku, Antarius Ronald Malfoy!" desis Scorpius di dekat telingaku, sehingga hanya aku yang mendengarnya.
"Aku akan membawa namamu jika itu menyelamatkanku dari tuduhan tak berdasar," balasku mendesis.
"Scorp punya dua pacar di awal tahun keduanya dan pacarnya jadi lima di akhir tahun ketiganyanya," adu Capella dengan lancar, "dan kau tahu Dad? kata James, jumlah pacarnya akan meningkat drastis tahun ini," lanjutnya sambil mengangkat bahu.
"Bagus!" kata Scorpius dingin dan kembali bersandar dan memandang keluar jendela dengan tidak peduli.
"Aku tak ingat, aku memasukanmu ke Hogwarts hanya untuk mengoleksi pacar, Scorpius. Yang aku ingat adalah aku menyuruhmu untuk belajar dengan baik," kata Dad yang mulai mengeluarkan suara dinginnya dan itu tidak pernah menjadi pertanda yang baik.
Aku hanya mendengus geli melihat Scorpius dikuliahi tentang jumlah pacarnya— yang aku yakin jumlahnya jauh di bawah jumlah pacar Dad dulu.
"Itu berlaku juga untukmu, Ant!" kata Mum tegas ketika mendengar dengusanku, aku hanya membalasnya dengan angukan singkat.
…
Stasiun King's Cross, London, sudah sangat ramai saat kami melewati palang rintang di antara peron sembilan dan sepuluh. Suasana yang lebih ramai menyambut kami, mengingat beberapa menit lagi kereta baja merah ini akan berangkat.
Aku mendorong troliku melewati beberapa orang yang berkumpul besama keluarga mereka, beberapa mata memandang kami, dan di tengah tebalnya asap putih, aku samar-samar dapat melihat beberapa anak sudah berlari-larian menenteng kandang binatang peliharaan mereka.
Beberapa orang sudah menunggu kami di dekat pintu masuk salah satu gerbong Hogwarts Express, aku merasakan Scorpius menambah kecepatan trolinya dan benarlah saja aku menangkap sosok Dominique yang melambai ke arah Capella. Aku melirik sedikit ke arah Scorpius yang masih memasang wajah datarnya, tapi aku cukup lama hidup bersamanya untuk bisa merasakan aura semangat yang tersembuyi. Scorp menangkap lirikanku dan mengangkat sebelah alisnya, aku hanya menyeringai tanda mengetahui apa yg disembunyikannya.
"Lily dan Domie itu selalu cantik, ya," terdengar suara Capella, membuatku mengalihkan perhatianku padanya.
"Lily memang cantik," kataku sambil tersenyum, aku melihat wajah Capella berubah muram dan bibir bawahnya mencebik, tapi itu tidak mengurangi kecantikan fisiknya tentu saja. Dia membuang muka dan mengibaskan rambut pirang platinanya yang panjang dengan sok.
Aku mengulurkan sebelah tanganku untuk mengusap lembut rambutnya, "sama cantiknya denganmu, Capten," lanjutku tertawa, dan wajah Capella berubah dingin saat mendengar kata terakhirku.
"Apa aku perlu bilang pada Mum bahwa kau punya lebih banyak pacar dibanding Scorpius? Asal tahu saja, aku melihat tumpukan surat dengan nama cewek yang berbeda di meja kamarmu," katanya menantang.
"Baik... Baik. Aku janji tidak memanggilmu Capten," Kataku menyerah sambil terus tertawa. Capten adalah panggilan yang kami— aku dan Scorpius— buat untuk Capella, pertama karena kata 'Cap' di depan namanya dan kedua karena memang dia seperti seorang kapten, cerewet dan hobinya adalah melarang dan menyuruh-nyuruh ini itu.
"Aku benci panggilan itu, sungguh!" katanya sebal. "Nah, Ant! Kau juga harus berjanji memperkenalkanku pada cewek-cewekmu di Hogwarts nanti," lanjutnya dengan nada tegas yang mirip Mum. Lihatkan, belum apa-apa dia sudah kembali menjadi seorang kapten, senang menyuruh yang tidak-tidak, "aku harus mengenalnya, kan!"
"Terserah padamu saja," kataku sambil mengangkat bahu, jujur saja aku tak tahu siapa yang harusku perkenalkan pada Capella, karena tidak ada satu cewek Hogwarts pun yang aku anggap pacar. Mereka hanya penggangu yang menempel padaku setiap hari.
Mum meminta kami berjalan lebih cepat, Scorpius bahkan sudah berhenti di depan keluarga Weasley dan Potter, dan dengan santai bersandar pada trolinya, aku hanya membayangkan bagaimana jika aku menendang roda troli itu dan membuatnya tersuruk jatuh dengan tidak bermartabat di depan Dominique. Scorp mendelik padaku ketika dia menangkap seringai dari wajahku, cepat-cepat aku merubahnya dengan wajah dingin andalanku yang tanpa ekspresi, dan dia hanya memberiku pandangan 'jangan macam-macam!'
"Semua sudah lengkap?" tanya Mum kepada Capella entah untuk keberapakalinya.
"Sudah Mum, aku akan mengirim surat jika ada yang tertinggal," ujar Capella menenangkan.
"Siap Ant, Capella?" tanya Grandma Weasley dengan mata yang berkaca-kaca, menurutku dia juga baru menanyakan hal yang sama pada Scorpius, Albus, James dan yang lainnya.
"Siap Grand," kataku tersenyum, dia menepuk-nepuk pipi Capella dan pipiku yang sekarang memerah malu, aku benci menjadi pusat perhatian seperti ini karena semua mata sekarang memandangku.
"Mana Grandpa Weasley?" tanyaku untuk mengalihkan ketidaknyamananku akan tatapan orang-orang, Mum sudah menarik Capella dan mulai mengecek keperluannya lagi.
"Dia harus ke Kementerian, Wilkins membutuhkannya, dia titip salam untukmu dan yang lainnya," kata Grand menjelaskan, dan aku hanya menganguk walaupun tidak tahu siapa itu Wilkins dan apa yang membuatnya membutuhkan Grandpa, bukan urusanku.
Suara teriakan James membuat semua mata tidak terpaku padaku lagi, mau tak mau aku berterima kasih pada sikap konyolnya, "Dad! Mom! Teddy ada disana," katanya kehabisan napas sambil menunjuk ke belakang bahunya, "aku baru melihatnya, dan kalian tahu apa yang dilakukannya? Dia mencium Victoire!"
Aku mendengus geli melihat James, dia seperti baru pertama kali melihat orang berciuman, dan Scorpius melakukan hal yang sama denganku, sedangkan Capella memandangnya mencela.
"Kau menyela mereka? Astaga James, kau mirip sekali seperti—" aunt Ginny tidak melanjutkan kata-katanya tapi dari sudut mataku aku bisa melihat dia melirik ke arahku dan cepat-cepat melihat James lagi, aku tak ambil pusing. Aku memang tidak peduli, aku membuang mukaku dan langsung mendapati Lily sedang memandangku. Aku mengangkat alisku tanya bertanya tapi dia hanya mengangkat bahu.
Aku berjalan pelan mendekatinya, dia bergumam pelan tepat ketika aku berada di depannya, "kau berjanji pada Capella, tapi tidak padaku."
"Aku berjanji akan memberinya ular putih sebagai kado ulang tahun, kau ingin aku berjanji yang sama padamu?" Kataku sambil tersenyum melihat wajahnya berubah horor.
"Tidak, terima kasih banyak. Aku tidak suka hewan tanpa kaki," katanya sarkastik.
Aku hanya tersenyum melihatnya, dia persis seperti Capella. Kecantikan adalah mahkotanya, rambut merahnya yang panjang hampir sama panjangnya seperti Capella, lurus dan tergerai indah di bahunya. Matanya cokelatnya bersinar. Dia sudah seperti adikku sendiri.
Jika liburan tiba aku biasanya menghabiskan waktuku bersama-sama dengannya. Dia biasa menemaniku bermain catur sihir, karena dibanding yang lain, hanya Lily-lah yang paling menyukai catur sepertiku. Atau kami akan menghabiskan waktu dengan bermain Quidditch lima lawan lima di kebun The Burrow atau taman rumahku yang luas. Scorpius biasanya membuat tim bersama Dominique, Albus, Fred Jr. dan Louise. Sedangkan aku akan bersama James, Lily, Lucy dan Molly. Pembagian tim ini agak-agak tidak seimbang sebenarnya, semua yang ditarik ke tim Scorpius adalah pemain-pemain handal, tapi aku cukup puas memiliki James dan Lily, mereka hebat.
"Jadi, berapa banyak?" tanya Lily dengan nada sinis, membuatku tersadar dari kenangan musim panas terakhirku.
"Apa?" tanyaku bingung.
"Berapa banyak pacarmu di Hogwarts? Benarkah yang aku dengar bahwa kau selalu pulang larut malam karena menghabiskannya bersama pacar yang berbeda?"
Aku hanya mendengus mendengar ocehan tidak masuk akalnya, aku memang selalu kembali ke ruang rekreasiku larut malam akhir-akhir ini tapi bukan karena itu.
"Gosip Al," kataku dingin, darimana lagi Lily dapat gosip murahan begitu kalau bukan dari Albus yang satu asrama denganku di Slytherin.
"Kau berjanji pada Capella akan memperkenalkan cewekmu, berjanjilah padaku juga," pintanya, entah telingaku salah atau tidak, tapi ada nada marah tersirat dari permintaannya, mirip seperti saat Capella memintaku berjanji, tapi sedikit berbeda.
Aku hanya mengangkat bahu, aku bosan menjelaskan bahwa tidak ada satu cewekpun yang aku anggap pacar. Lily memandangku dengan tajam sebelum berkata, "James dan Al juga tidak mau berjanji padaku, ada apa sih kalian cowok-cowok," katanya sebal.
"Itu karena mereka punya penggemar yang terlalu banyak," kataku menjelaskan.
"Kau juga kalau begitu," tuduhnya.
"Tentu saja tidak," jawabku sebal. Mengapa semua orang membahas hal yang sama hari ini? Pertama Mum, Capella dan sekarang Lily. Lily bukan cewek yang suka mencampuri urusan orang, tapi tiba-tiba saja menjadi seperti reporter pencari berita.
Aku melihat Lily memutar mata cokelat susunya, "lihat disana," Lily menunjuk seorang anak perempuan berambut pirang strowberry yang menatap ke arahku sambil berbisik-bisik dengan anak berambut hitam, aku balas menatap mereka dengan wajah tanpa ekspresiku, "mereka pasti menyukaimu," lanjut Lily.
"Jangan seperti peramal gadungan, Lil," sahutku tak acuh.
"Lihat saja nanti," katanya yakin, aku hanya mengangkat bahuku.
"Kalian membicarakan gadis-gadis norak itu ya?" Suara dingin Capella muncul dari belakang kami, aku menatapnya heran, "aku senang kita masuk Hogwarts tahun ini, jadi kita bisa menyelamatkan kakak-kakak kita dari gadis yang suka mengikik macam mereka," katanya sinis.
Tahun ini Capella memang akan masuk Hogwarts bersama Lily dan Louise. Dan masuknya Lily ke Hogwarts adalah salah satu dari sekian hal yang membuatku menunggu hari ini. Aku bosan hanya berkirim surat padanya, terkadang aku memang merindukan tawanya yang ceria dan suaranya yang lembut, mungkin karena aku sudah mengangap dia seperti adikku sendiri.
"Aku tak suka kau berpacaran dengan cewek-cewek idiot seperti mereka, Ant," suara Capella yang bernada menghina khas Malfoy menyadarkanku bahwa sedari tadi aku menatap Lily, tapi syukurlah mereka tidak menyadarinya karena masih sibuk mendelik pada cewek pirang strawberry itu.
Aku menatap Capella dengan pandangan menegur. Memintanya berhenti mengurusi urusanku. Demi tuhan, dia baru akan berumur dua belas tahun dan sudah berbicara seperti seorang gadis enam belas tahun yang protektif terhadap pacarnya. Dia membalas menatapku dan matanya seakan meneriakan 'aku tidak akan tinggal diam!'
Aku memutar kedua bola mataku, terserah padanya saja ingin melakukan apapun setelah di Hogwarts nanti. Dia balas menatapku tajam, mungkin merasa tertantang karena aku sedikit menyepelekan tatapan peringatannya itu.
"Aduh, bisa 'gak kalian berbicara mengunakan mulut?" Kata Lily sebal, dan aku hanya menarik sudut bibirku membentuk senyuman, hal yang sama dilakukan Capella ketika Mum berteriak memanggil namaku karena kereta sudah akan berangkat, James dan Scorpius sudah melambai dari jendela salah satu kompartemen.
"Ayo," kata Capella yang langsung berlari, aku dan Lily berbalik dan bergegas menyusulnya.
"Jaga dirimu sayang," Mum mulai berbicara, sedangkan Dad menatapku, "jangan melanggar peraturan manapun, jangan keluar saat jam malam dan jangan masuk—"
"—Hutan terlarang, yeah aku sudah hapal Mum," kataku tak sabar. Dia langsung memelukku sambil menangis dan aku memeluknya erat, berharap itu cukup. Mulai tahun ini tidak ada Capella yang akan menemaninya di rumah, dan aku yakin dia pasti kesepian. Dia melepaskan aku dan aku mengusap air mata di pipinya. Kemudian dia beralih memeluk Capella.
"Senyum Mum, aku menunggu suratmu," ujar Capella menenangkannya. Dad menyambar tubuhku, dan memeluku dengan jantan. Dia tidak mengatakan larangan-larangan seperti Mum, dan itulah yang aku sukai darinya. Dad hanya menunjukan senyum separuhnya dan aku melakukan hal yang sama sambil menatapnya.
"Buat aku bangga, Malfoy," ujarnya tegas sambil mengacak rambut cokelatku, dan aku mengangguk sebelum akhirnya berlari memasuki gerbong menyusul Albus dan melambai kepada mereka semua sampai kereta berbelok.
Aku berjalan menuju kompartemen James dan Scorpius, sedangkan Lily dan Capella yang baru pertama kali menaiki Hogwarts Ekspress ini mengikuti di belakangku. Aku berpikir akan merubah arah ketika tertangkap mataku siluet seorang gadis berambut ikal berwarna hitam, tapi terlambat karena detik yang sama dia sudah memanggil namaku, "Antarius!"
'Bagus! Belum satu menit aku di atas kereta, kesialan sudah menghampiriku dalam sosok gadis berambut ikal ini,' batinku berang.
Aku terus berjalan cepat sehingga sudah sampai di depan pintu kompartemen tempat James dan Scorpius yang sudah sibuk menyiapkan permainan Quidditch By Mind dan di bantu oleh Louise dan Fred, sementara Jane—yang tadi memanggilku— masih berusaha menerobos kerumunan anak-anak. Capella dan Lily mendahuluiku masuk dan duduk di bangku yang masih kosong sementara aku bersandar di ambang pintu menunggu Jane.
Sebetulnya, ingin sekali menutup pintu kompartemen ini di depan wajah Jane sehingga dia tahu aku tidak ingin diganggu, tapi itu sangat tidak bermartabat.
"Hai, Ants," serunya ketika sudah berada di dekatku.
Aku menaikan alisku tanpa membalas seruan riangnya, aku melihat cerminan wajah dinginku di dalam matanya yang biru. Wajahnya berubah muram seketika.
"Aku kangen sekali padamu, mengapa kau tidak membalas suratku?" katanya dengan kecewa.
"Sibuk," sahutku sambil mengangkat bahu, "sudah selesai?" lanjutku dengan nada dingin yang selalu ku gunakan untuk cewek-cewek seperti Jane, herannya bukan malah menjauh mereka malah semakin merekat padaku seperti lendir menjijikan.
Jane menghela napasnya seakan kata-kataku membuatnya tersiksa, lalu dia mengendarkan pandangannya ke dalam kompartemen. Dari sudut mataku, aku bisa melihat Capella memberikan pandangan mencela ala Malfoy kepada Jane sedangkan Lily memandang keluar jendela dengan mata mendelik.
"Oh, siapa mereka?" tanya Jane ingin tahu.
"Sepupu dan adikku," jawabku dengan nada sambil lalu.
"Oh," Jane terkesiap, entah karena akhirnya mengenali satu Malfoy baru, atau karena melihat tatapan Capella yang mematikan. Tapi bukannya mundur, Jane justru beringsut maju, "hai kalian, aku Ja—" Jane tidak meneruskan kata-katanya karena aku sudah menarik tubuhnya yang sudah separuh jalan memasuki kompartemen kami, dia menatapku binggung dan aku langsung menyeretnya keluar dan menutup pintu kompartemen dengan kakiku.
"Aku belum mengizinkanmu memperkenalkan diri," desisku. Jika ada satu cewek yang ingin aku kenalkan pada Capella dan Lily, jelas itu bukan seorang Jane Whitness.
"Ayolah Ant, aku kan pacarmu dan aku—"
"Aku tak ingat pernah memintamu jadi pacarku!" potongku.
"Memang tidak, karena aku yang memintamu dan kau—"
"Tidak menjawab apa-apa," potongku lagi sambil mendengus, wajah Jane seperti baru saja terhantam buldger dan itu membuatku puas. Aku langsung berbalik meninggalkannya, berjalan dengan tangan dalam sakuku dan masih bisa mendengar suara kerasnya yang berteriak tapi tidak dapat ku tangkap kata-katanya.
Selalu seperti ini, aku akan selalu memperlakukan cewek-cewek seperti Jane dengan kasar dan dingin, lalu mereka akan marah dan aku akan meninggalkan mereka begitu saja. Tapi anehnya, mereka tidak malah meninggalkanku, justru semakin hari mereka semakin sering menganguku seperti hantu gentayangan.
Aku memilih tempat duduk di samping Scorpius yang mendengus ketika melihatku datang, aku menatapnya tajam, tunggu sampai gilirannya tiba. Hanya karena dia bersembunyi di kompartemen ini bukan berarti cewek-cewek pengagumnya tidak dapat menemukannya.
Albus membuka pintu kompartemen tepat ketika James membobol gawang Scorpius dalam permainan itu.
"Hay," sapanya, "oh, Ant. Disini kau rupanya, tadi Vanessa mencarimu, tapi aku bilang kau mungkin ketinggalan kereta karena sedang berkenalan dengan penjaga karcis muggle yang cantik," lanjutnya cepat, James dan Scorpius terbahak-bahak di atas permainan mereka sedangkan Capella menatapku dengan pandangan aneh dan Lily memincingkan matanya.
"Thanks Al," kataku, aku benar-benar berterima kasih padanya untuk tidak membawa Vanessa ke sini.
"Dua cewek dalam sepuluh menit terakhir. Wow!" kata Lily sinis, aku memutar bola mataku.
"Scorp, Gabriella juga mencarimu. Hati-hati saja dia membawa-bawa cokelat, bisa jadi ramuan cinta lagi," kata Al santai sambil memperhatikan sampai dimana permainan Quidditch By Mind James dan Fred Versus Scorpius dan Louis. Sementara Scorpius sudah berhenti tertawa dengan wajah yang tidak percaya.
"Dan kau juga James, ingat Cedra ? Dia sepertinya sedang mengecek kompartemen satu per satu sampai menemukanmu untuk menuntut apa yang kau lakukan padanya akhir tahun lalu," lanjut Al yang langsung mengambil tempat di antara Capella dan Lily dengan memaksa.
"Apa yang kau perbuat James?" tanya Capella dengan nada ingin tahu yang aneh. "Oh pasti bukan sesuatu yang baik," ujar Capella sarkastik.
"Bukan urusanmu Capten," kata James, "dan aku tidak melakukan sesuatu yang buruk kok," lanjutnya tak acuh, Capella memandang James kesal lalu melayangkan pandangan yang sama kepadaku. Seolah akulah yang menyuruh James menyebutnya Capten.
"Apapun yang diperbuat James, pasti tidak lebih buruk dari Ant," kata Lily membela kakaknya, "lihat saja, baru sepuluh menit di atas kereta sudah dua cewek yang mencarinya," lanjutnya sambil mendengus.
Aku hanya menatap Lily tanpa berkomentar tentang kesimpulan yang diambilnya. Lily bukan seorang cewek yang menyebalkan, tapi tiba-tiba saja dia menjadi sangat menyebalkan seperti ini. Menyalahkanku hanya karena cewek-cewek idiot mencariku. Bahkan menyamakan kenakalanku dengan James. Jelas aku tidak akan berbuat iseng seperti James yang dengan sengaja menaburi bubuk gatal ke jubah Cedra Lancdon, hanya karena dia menyebarkan gosip bahwa dia melihat James memaksa seorang cewek Hufflepuff kelas satu untuk menciumnya.
Aku hanya mengangkat bahu tidak peduli atas pembelaan Lily, dan hanya duduk bersandar sambil mendengarkan obrolan mereka.
"Wajar saja Ant punya banyak penggemar. Dari yang aku dengar, mereka tergila-gila pada sifat pendiamnya yang dingin, mereka anggap itu cool," kata Al menjelaskan, aku hanya menyeringai tak percaya mendengarnya, tapi tetap tidak berkomentar apa-apa.
"Tapi tidak lebih banyak dariku," sambung Scorpius.
"Itu karena kau meladeni mereka, kau mencium siapapun yang ingin dicium olehmu," kata James mendengus sedangkan Scorpius menyeringai. Scorpius memang terkenal sebagai seorang playboy, sehingga banyak cewek-cewek idiot yang berlomba mendapat ciuman spesial darinya, tapi dari yang aku ketahui tidak ada satupun ciuman yang dianggap spesial oleh Scorp, kecuali satu ciuman masa kecilnya.
"Tidak baik menolak, kan?" katanya santai, sedangkan aku mendengus dan yang lainnya tertawa terbahak-bahak. Capella menggeleng tidak percaya.
"Aku lebih baik karena melakukannya dengan terang-terangan, lihat Ant," katanya menyeringai menengok ke arahku, "aku tak tahu apa yang kau lakukan ketika kau selalu kembali larut malam ke ruang rekreasi, Ant," lanjutnya dengan mata yang berbinar ingin tahu.
"Bukan urusanmu," kataku dingin masih sambil bersandar dengan kedua tangan di belakang kepalaku.
"Aku mau ketempat Domie dan Lucy," kata Lily yang langsung beranjak pergi.
"Hey Lils, jangan katakan yang macam-macam tentangku," teriak Scorpius, sedangkan Lily tidak menengok dan hanya melambai dari balik bahunya dan terus saja berjalan sambil menutup pintu kompartemen dengan kencang. Bahkan dia tidak bertanya dimana letak kompartemen Domie dan Lucy.
Aku menatap pintu yang tertutup itu walapun sosok Lily sudah menghilang. Menahan diri untuk tidak ikut beranjak dari sini dan menyusulnya, karena dari yang aku lihat, James dan Albus tidak mengkhawatirkan adiknya yang mungkin tersesat. Jadi, jika aku mengkhawatirkan Lily akan menjadi sangat aneh.
Berkali-kali aku melakukan pertahanan diri seperti ini pada apapun yang ingin aku lakukan terhadap Lily, seperti; menahan diri untuk tidak berteriak melarangnya ketika dia memacu sapu terbangnya terlalu cepat, atau menahan diri untuk tidak menyeretnya ke dalam rumah, saat dia masih berusaha membuat boneka salju walaupun sudah kedinginan.
Aku cukup heran, mengapa tidak ada yang melakukan semua yang ingin aku lakukan terhadap Lily? Tidak juga kakak-kakaknya. Jika itu Capella sudah pasti aku langsung melakukannya tanpa berpikir, tapi Capella cukup cerdas untuk tidak mengubur dirinya seharian di dalam salju hanya untuk membuat boneka.
Lily terlihat aneh hari ini, dia biasanya ceria dan menyenangkan. Berbaur bersama kami jika sedang saling mengejek, tapi sekarang dia pergi begitu saja, bersikap seperti peramal gadungan, dan yang lebih parah lagi berulah seperti reporter Daily Prophet yang sedang mencari berita.
Mungkin dia hanya sedang memikirkan di asrama mana dia di tempatkan nanti, mengingat Albus yang diyakini menempati Gryffindor malah terdampar di Slytherin. Sudah pasti dia mewanti-wanti kemungkinan itu juga.
Aku menghela napasku, menurutku tidak ada yang salah dari Slytherin. Lagipula ada Al yang akan menjaganya di Slytherin, atau aku, mungkin.
Aku melepas pandanganku dari pintu dan beralih ke jendela di sebelah kiriku. Mataku bertemu dengan mata abu-abu dingin Capella, aku menelaah arti tatapannya. Dia melirik pintu tempat Lily menghilang dan kembali menatapku dengan tatapan aneh seperti… menuduh… bukan, bukan hanya tatapan menuduh. Tunggu sebentar, aku mengerutkan keningku berusaha membaca arti tatapan dinginnya dan hanya satu yang aku temukan; menyalahkan.
Seolah karena akulah Lily pindah kompartemen. Aku mengangkat alisku yang masih bertautan, tanda bertanya. Tapi Capella hanya menghela napasnya dan bangkit sambil bergumam bahwa dia ingin menyusul lily. Meninggalkanku yang menatapnya bingung.
Aku melihat James mengangkat kepalanya, matanya mengikuti sosok Capella yang menghilang di balik pintu. Lalu dia juga bangkit dan mengumamkan kata toilet lalu bergegas keluar, berbelok ke arah yang Capella ambil— arah yang jelas-jelas berlawanan dengan toilet terdekat.
Tapi aku tidak memusingkannya, aku masih bergulat dengan pertanyaan yang tidak sempat aku lontarkan, 'apa salahku?'
OoOoO
To Be Continued
OoOoO
Ada sumpah serapah yang tak tahan ingin kau lontarkan padaku? seperti, "Aduh Self! kok pendek banget!" atau "Self lama banget publishnya!" atau mungkin "Self masih banyak typonya tuh!
atau apapun itu, tinggal klik aja tombol Review nya hihihihi
Btw, makasih banget yaa yang udah Review di EPILOG-nya Something New :') kalian lah yang buat aku menekan kuat-kuat krisis percaya diriku dan menendang jauh-jauh kata-kata, "Publis gak ya? duh publish gak ya? gak usah aja kali ya."
Peluk hangat
-Self Quill
