Seorang gadis kecil berambut merah muda duduk sendirian di cafe yang terdapat di dalam pusat perbelanjaan dengan bosan. Matcha parfait yang dipesankan ibu gadis itu sudah habis dan kini ia merasa benar-benar bosan. Ia memang membawa Nintendo 3DS nya, namun console itu sudah hampir habis baterai.
Tatapan gadis itu tertuju pada sekeliling pengunjung café, semuanya tampak asik bercengkrama dengan orang lain atau terlarut dalam dunia nya sendiri serta terfokus pada laptop atau smartphone mereka.
Gadis itu menyesal telah bersedia untuk ikut bersama ibu nya ke pusat perbelanjaan hari ini. Jika ia tahu ibu nya ingin pergi ke salon dan ia harus menunggu berjam-jam seperti ini, ia tak akan mau ikut bersama ibu nya.
Gadis itu menelungkupkan kepala dan memutuskan untuk tertidur. Ia benar-benar bosan dan tak memiliki pilihan selain tidur. Ia berharap ketika ia terbangun, ibunya sudah kembali dari salon.
Lima menit berlalu dan gadis kecil itu hampir tertidur, namun sebuah tepukan lembut di punggungnya membuatnya kembali terjaga. Ia membuka mata dan menatap lelaki muda yang menepuk punggungnya dengan tatapan waspada.
"Hey, kau ingin pesan apa?" lelaki muda itu menyerahkan menu pada gadis itu. Seorang pelayan tersenyum sambil menunggu pesanan.
Gadis kecil itu mengamati lelaki muda itu dengan tatapan tajam. Sejak tadi lelaki muda itu berada di meja yang bersebelahan dengannya dan duduk sendirian sambil menatap laptop apple miliknya serta tulisan dan gambar di layar yang entah apa artinya itu. Pria itu terlihat sangat muda dan pasti tak lebih dari dua puluh lima tahun, namun terlihat berwibawa dengan jas berwarna hitam serta cincin sapphire hitam yang tidak terlalu besar dengan berlian di sekeliling batu itu. Dan wajah pria itu juga sangat tampan dengan kulit putih dan iris hitam sekelam malam yang menawan, juga hidung mancung dan bibir tipis yang berbentuk bagus.
Namun penampilan tak sepenuhnya bisa dijadikan sebagai alasan untuk mempercayai seseorang. Maka gadis itu segera menggelengkan kepala dan mengembalikan menu itu tanpa melihatnya.
"Tidak, terima kasih."
Seolah mengerti pemikiran sang gadis, lelaki itu segera tersenyum pada gadis kecil itu. Senyuman itu begitu lembut dan menawan.
"Tenang saja, aku tidak berniat melakukan apapun padamu. Aku membelikan minuman agar kau masih bisa duduk di café ini," ucap lelaki itu sambil melirik gelas di atas meja gadis kecil itu yang sudah kosong.
"Kata okaa-san aku tidak boleh menerima pemberian dari orang asing."
Lelaki itu tersenyum geli dan berusaha menahan tawa. Gadis kecil itu masih begitu polos dan menggemaskan.
"Okaa-san mu tidak bilang kau tidak boleh meminjam dari orang asing, kan? Anggap saja kau meminjam dariku dan kau bisa mengembalikannya nanti."
Gadis itu menatap lelaki muda itu dengan heran, "Memang nya makanan bisa dipinjam?"
"Hn. Anggap saja kau meminjam uang untuk membeli makanan."
"Arigato gozaimasu. Kalau begitu aku akan mengembalikannya nanti," gadis kecil itu tersenyum.
Lelaki muda itu kembali menyerahkan buku menu dan gadis kecil itu melirik foto-foto makanan dengan penuh antusias. Tatapan gadis itu tertuju matcha red bean hanito.
"Aku ingin matcha red bean hanito."
Lelaki muda itu melirik pelayan dan berkata, "Pesan satu matcha red bean hanito."
Gadis kecil berambut merah muda itu hendak mengembalikan menu pada pelayan, namun lelaki muda itu menahan nya.
"Kau tidak ingin memesan minuman apapun, hn?"
"Eh… itu…" gadis muda itu menunduk dan melirik menu itu. Harga hanito itu setara dengan uang jajan nya selama tiga hari. Ia sudah memutuskan untuk meminta ibu nya tidak memberikan uang jajan selama tiga hari dan meminta ibu nya mengembalikan uang pria itu. Jika kini ia memesan minuman, ia tidak akan jajan selama tujuh hari kedepan dan ia tidak akan sanggup.
"Tidak. Nanti aku tidak akan bisa jajan selama tujuh hari kalau aku memesan makanan dan minuman. Aku akan meminta okaa-san memotong uang jajanku dan membayarmu nanti."
Lelaki muda itu menutup mulutnya dengan tangan Ia bukanlah tipe orang yang ekspresif dan mudah tertawa, namun berbincang dengan gadis kecil ini membuatnya beberapa kali menahan diri untuk tidak tertawa keras dan menghancurkan imej nya.
"Kau bisa membayarnya kalau kita bertemu lagi," jawab lelaki muda itu sambil tersenyum.
"Wah… benarkah?"
"Hn."
"Kalau begitu aku ingin matcha parfait lagi," gadis kecil itu menunjuk foto matcha parfait dengan kacang merah.
Lelaki muda itu menganggukkan kepala dan pelayan itu segera mencatat pesanan. Ketika pelayan itu selesai mengulang pesanan, pelayan itu segera meninggalkan meja.
"Arigato, ojii-san," ucap gadis kecil itu sambil tersenyum.
Lelaki muda itu melirik laptop nya dan segera menutupnya. Sebetulnya ia sendiri sedang bekerja saat ini, namun ia memutuskan untuk menunda pekerjaannya dan menghabiskan waktu bersama gadis kecil yang lucu dan menggemaskan ini. Ia bukanlah tipe orang yang peduli dengan orang-orang disekitarnya, namun ia merasa terganggu sekaligus kasihan dengan gadis kecil yang tidur di café sambil menunggu ibu nya. Ia juga tidak terlalu menyukai anak-anak, namun bertemu dengan gadis kecil berambut merah muda itu membuat perasaanya lebih rileks dan justru senang karena tak perlu terus menerus berkutat dengan pekerjaannya.
"Aku bukan ojii-san, usia ku baru dua puluh dua tahun."
"Oh? Gomen ne… A-aku tidak tahu harus memanggil apa."
"Namaku Uchiha Sasuke. Kau bisa memanggilku onii-san."
Gadis kecil berambut merah muda itu tersenyum dan mengulurkan tangan, "Hajimemashite. Watashi wa Haruno Sakura desu."
Kini Sasuke mengerti mengapa gadis itu diberi nama Sakura oleh orang tua nya. Rambut merah muda gadis itu memang mirip dengan bunga sakura, begitupun dengan kecantikan gadis kecil ini. Gadis itu pasti akan menjadi sangat cantik ketika sudah dewasa nanti.
Sasuke membalas uluran tangan gadis itu dan mereka berjabat tangan. Gadis itu begitu menggemaskan dan Sasuke menahan diri untuk tak menyentuh kening gadis itu dengan dua jari atau mencubit pipi serta memeluk karena gemas, kebiasaan yang selalu dilakukan sang kakak ketika bertemu dengan anak-anak dan sangat menganggu Sasuke. Kini Sasuke seolah terkena karma.
"Sakura-chan, pindah saja ke meja ku."
"Bolehkah? Nanti aku merepotkanmu."
"Tidak merepotkan," ujar Sasuke sambil tersenyum.
"Arigato gozaimasu," Sakura tersenyum dan segera berpindah ke meja Sasuke.
Sakura dan Sasuke terus mengobrol seolah mereka telah mengenal lama. Sakura begitu menikmati waktu yang dihabiskannya dan tersadar jika nasihat ibu nya yang memintanya untuk berhati-hati dengan orang asing tak sepenuhnya benar. Setidaknya masih ada orang asing yang baik seperti Sasuke.
Begitupun dengan Sasuke yang kini mulai berpikir jika anak-anak tak sepenuhnya menyebalkan. Sesekali mengobrol dengan anak-anak dan mendengarkan cerita-cerita mereka yang diceritakan dengan begitu antusias dan menerima tatapan polos dapat terasa menyenangkan.
Seorang wanita berusia tiga puluhan dengan rambut pirang masuk ke dalam café dan menghampiri meja Sakura dan Sasuke. Ia terlihat terkejut mendapati putri nya berada di satu meja yang sama dengan orang asing sambil berbincang-bincang dengan akrab. Ia segera mempercepat langkah.
"Okaa-san ku sudah kembali. Arigato, onii-san," ucap Sakura sambil melirik sang ibu yang menghampiri meja nya.
"Hn."
Ibu Sakura segera menghampiri putri nya dan tersenyum canggung pada lelaki muda yang duduk dihadapan Sakura.
"Okaa-san, tadi aku meminjam uang onii-san ini untuk membeli hanito dan parfait."
Ibu Sakura tampak terkejut dan segera menundukkan kepala dalam-dalam, "Sumimasen deshita, putri ku benar-benar tidak sopan."
Ibu Sakura segera mengeluarkan dompet sambil melirik putri nya dengan tajam. Ia menahan diri untuk tidak memarahi putri nya.
"Aku akan membayar pesanan putri ku. Maaf telah merepotkanmu."
"Okaa-san, kata onii-san ini aku bisa membayar uang nya jika aku bertemu dengannya lagi," bisik Sakura dengan suara pelan namun terdengar jelas oleh Sasuke.
"Hn. Kebetulan Sakura tertidur di café dan minumannya habis. Jadi aku menawarkan untuk memesan karena aku juga sedang memesan makanan," jelas Sasuke sambil menolak uang yang diberikan ibu Sakura.
"Doumo arigato gozaimasu," ibu Sakura menundukkan kepala dan segera menggandeng Sakura.
Sakura tersenyum dan melambaikan tangan pada Sasuke, dan pria itu membalasnya dengan senyuman.
"Onii-san, kapan kita bertemu lagi? Aku harus membayar makanan dan minumanku."
"Aku tidak bisa janji."
"Mengapa, onii-san?"
Sakura menghela nafas kecewa. Namun sebuah ucapan dari Sasuke membuatnya kembali tersenyum.
"Aku tak ingin mengecewakanmu dengan janji yang tak ditepati. Mungkin saja nanti kita akan bertemu lagi."
"Ah… benar juga," jawab Sakura sambil tersenyum dan melambaikan tangan. "Arigato onii-san, matta ne."
"Bye-bye," Sasuke tersenyum lembut pada gadis merah muda itu.
Dan itulah pertemuan pertama mereka, pertemuan mengesankan yang selalu diingat Sakura hingga bertahun-tahun setelahnya.
.
.
First Love Story © Yue. Aoi
Naruto © Masashi Kishimoto
Rate : T
Genre : Romance/Friendship
Character : Sasuke.U x Sakura.H
Note : OOC, TYPO, Three Shoot
.
.
"Forehead, kelas dosen baru itu benar-benar menyeramkan sekali. Aku jadi kesal mengapa Kurenai-daisensei(dosen Kurenai) harus cuti melahirkan sekarang."
Sakura melirik Ino, teman satu fakultasnya. Mereka berdua merupakan teman sejak junior high school dan memilih universitas serta jurusan yang sama. Namun mereka berdua memiliki jadwal kelas yang berbeda dikarenakan kesibukan masing-masing.
"Dosen baru?" Sakura segera menepuk kening nya tanpa sadar. Ia benar-benar lupa jika ia akan memiliki dosen baru untuk mata pelajaran akuntansi keuangan lanjutan.
"Astaga! Aku lupa, pig."
"Huh.. jangan berharap banyak, forehead. Kalau perlu lebih baik tidak usah ada dosen baru saja."
Sakura melirik Yamanakan Ino, sahabatnya. Setahunya gadis itu begitu antusias saat mendengar Kurenai-daisensei akan cuti melahirkan dan digantikan dosen lain. Gadis itu bahkan begitu gencar mencari informasi mengenai sang dosen baru tersebut dan berharap dosen itu adalah pria muda yang tampan.
"Kenapa? Dosen nya tidak setampan yang kau bayangkan?"
Ino menggeleng dan menghela nafas pelan,"Sangat tampan, malah. Pria itu seperti model terkenal, tahu."
"Hey! Berhenti membuatku penasaran," ucap Sakura dengan jengkel sambil berdecak kesal. "Apa yang menyebalkan dari dosen baru itu, huh?"
"Aku baru tahu jika dosen itu sebenarnya mengajar mahasiswa tingkat master. Ia sangat pintar dan sangat menyeramkan. Pokoknya, dia itu dosen killer. Ketampanan wajah nya hanya menipu."
Ino terlihat sangat jengkel. Ia bahkan menendang-nendang kaki meja cafeteria hingga menimbulkan suara. Sakura ingin tertawa melihatnya,. Jika Tenten sedang bersama mereka, gadis itu pasti sudah menendang kaki Ino.
"Astaga. Memang orang nya seperti apa, sih?"
"Pinjam ponselmu."
Sakura menyerahkan ponselnya pada Ino dengan bingung, namun ia sama sekali tidak bertanya. Ino menekan aplikasi browser dan mengetik nama sang dosen. Terlihat beberapa halaman yang muncul, termasuk LinkedIn dan Wikipedia. Ino segera menekan halaman teratas.
"Ini orang nya," ujar Ino sambil mengembalikan ponsel pada Sakura.
Sakura menatap laman yang tertera di ponsel nya. Terdapat foto seorang pria berusia tiga puluh enam tahun berkulit putih dengan rambut hitam dengan ekspresi wajah datar. Lelaki itu sangat tampan dan Sakura mengamatinya lekat-lekat, ia merasa pernah melihat wajah itu.
Iris emerald Sakura terbelalak sepenuhnya ketika ia melihat nama yang tertulis di laman itu. Uchiha Sasuke, ia masih mengingat nama itu.
"Forehead, kau kenapa?" tanya Ino dengan khawatir.
"Dia…." Ucapan Sakura terputus dan ia melanjutkan ucapan dengan suara pelan. "Aku pernah bertemu dengannya."
"Pernah bertemu dengannya? Ceritakan, dong. Sikap nya pasti sangat menakutkan, bukan?"
Sakura menggelengkan kepala, "Tidak, malahan sangat baik."
"Huh? Kau serius, forehead?"
"Ah sudah, ya. Aku ingin kembali ke kelas. Jaa ne. Akan kuceritakan nanti."
Ino menatap sahabat nya dengan heran. Sakura tampak sangat antusias hingga berlari menuju kelasnya. Ino mengangkat bahu nya, berdoa agar Sakura tak merasa sakit hati jika banyak berharap pada sang dosen baru.
.
.
Sesuai ucapan Ino, dosen baru itu memang sangat menyeramkan. Dosen itu menatap seluruh murid dengan tatapan tajam yang menakutkan dan tidak banyak bicara. Dosen itu bahkan hanya memperkenalkan diri dengan menyebutkan nama dan pekerjaannya sebagai dosen sekaligus praktisi dan langsung memulai pelajaran.
Sepanjang pelajaran, dosen itu hanya memberi penjelasan dengan raut wajah serius dan intonasi datar tanpa sedikitpun niat untuk bercanda dengan para mahasiswa.
Sakura berusaha keras menikmati kelas dan memberanikan diri untuk mengajukan pertanyaan ketika para mahasiswa menahan diri untuk bertanya.
Kelas akuntansi keuangan lanjutan merupakan jam terakhir dan Sasuke segera keluar dari ruangan diikuti dengan tatapan memuja dari para gadis yang mengagumi sang dosen baru.
Sakura dan beberapa gadis keluar dari ruang kelas secepat mungkin dan berusaha mengejar Sasuke. Karin, salah seorang gadis di kelas Sakura segera mengejar Sasuke dan menyentuh tangan Sasuke.
"Sasuke-daisensei, bolehkah aku meminta nomor telpon mu? Aku ingin konsultasi mengenai pelajaran."
Sasuke menatap gadis itu dengan tajam dan segera melepaskan tangan Karin serta menepisnya dengan kasar hingga para gadis membelalakan mata.
"Jangan sentuh tanganku."
Sorot mata Karin meredup seketika dan wajahnya memerah. Ia benar-benar takut dan malu serta terkejut dengan reaksi Sasuke.
"Aku tidak mengerti mengenai pelajaran, daisensei," ucap Karin dengan kepercayaan diri yang dipaksakan.
"Kau bisa datang ke kantor untuk menemuiku."
Sasuke segera melangkah meninggalkan Karin dan membuat para gadis yang hendak mengajukan berbagai pertanyaan pribadi pada sang dosen baru segera membatalkan niat mereka.
Sakura melewati kerumunan gadis-gadis yang terdiam di tempat dan menghibur Karin dengan kata-kata penuh simpati. Sakura berusaha mengejar Sasuke yang telah memasuki elevator. Ketika pintu elevator akan tertutup, Sakura segera menekan tombol dan pintu kembali terbuka.
Sasuke menatap Sakura dengan tajam, namun Sakura berusaha untuk tak menghiraukannya meskipun ia juga ketakutan. Sakura hendak menekan tombol G, namun tombol itu telah ditekan oleh Sasuke terlebih dahulu.
Pintu elevator segera tertutup dan Sakura menundukkan kepala. Ia mengepalkan tangan erat-erat dan berusaha memberanikan diri memanggil Sasuke.
"Sasuke-daisensei."
"Hn?"
"Maukah anda pergi makan bersama saya sekarang? Saya akan mentraktir anda," ucap Sakura dengan gugup.
"Tidak."
Sakura mendesah pelan, merasa malu seketika. Setidaknya ia lebih baik dibandingkan Karin, namun tetap saja imej nya telah jelek. Sekarang ia malah terkesan seperti wanita murahan yang berusaha menggoda laki-laki yang baru dikenal dengan mengajak kencan.
Pintu elevator segera terbuka dan Sasuke keluar dari elevator dengan berjalan cepat. Sakura segera mengejar sambil berkata dengan suara keras, "Tunggu, Sasuke-daisensei."
Terdapat beberapa mahasiswa dan Sasuke terpaksa menoleh sambil menatap dengan tatapan yang seolah berkata 'apalagi yang kau inginkan?'.
"Apakah anda ingat dengan gadis kecil yang bertemu dengan anda di café empat belas tahun lalu? Anda berkata jika kita bertemu lagi maka saya bisa membayar untuk hanito dan parfait pesanan saya. Maka saya ingin mengajak anda makan bersama bukan untuk bermaksud tertentu, saya hanya ingin membayar hutang saya," jelas Sakura panjang lebar.
Sasuke berusaha mengingat sejenak. Ia tak ingat pernah bertemu seorang gadis kecil di café, namun ia teringat saat gadis itu menyebut soal hanito dan parfait. Ia tersenyum tipis mengingat gadis kecil penyuka makanan manis yang menggemaskan itu, dan kini gadis itu sudah tumbuh menjadi wanita yang sangat cantik sesuai dugaan nya.
"Baiklah."
"Eh? Anda bersedia, Sasuke-daisensei?"
"Hn."
"Ano.. anda ingin makan dimana, Sasuke-daisensei?"
"Terserah."
"L'Occitaine Café bagaimana?"
"Hn."
"Kalau begitu saya akan segera berangkat sekarang," ujar Sakura sambil menundukkan kepala dan berjalan menuju pintu keluar. Dalam hati ia merasa lega akan membayar hutang nya sebentar lagi.
.
.
Suasana café di sore hari tidak terlalu ramai. Terdapat beberapa pengunjung yang bersantai dan mengobrol bersama beberapa teman mereka. Sakura menyandarkan tubuh di kursi di dekat tembok sambil meminum iced green tea latte dengan rasa green tea yang kuat. Sasuke duduk dihadapannya sambil memesan segelas caffe americano dan croissant sandwich.
Lantunan musik jazz membuat suasana di café itu semakin nyaman untuk berbincang. Duduk berhadapan seperti ini terasa bagaikan mimpi bagi Sakura. Mereka masih duduk berhadapan, posisi yang sama dengan empat belas tahun yang lalu. Namun kini segalanya terasa berbeda, usia mereka, status mereka, makanan dan café pun berbeda.
"Maaf saya baru dapat membayar hutang saya saat ini. Itu karena saya belum bertemu dengan anda hingga saat ini."
"Kau bisa menggunakan bahasa informal disini, Sakura," ujar Sasuke dengan nada dingin. Ia merasa jengah dengan ucapan ekstra formal dari Sakura yang membuatnya merasa tak sabar dengan apa inti dari setiap ucapan gadis itu.
"Oh, ya. Gomen ne, Sasuke-daisensei." Sakura tersenyum canggung sambil memotong waffle nya. "Sungguh tak terduga kita akan bertemu di universitas."
"Hn. Aku tak pernah mengira jika gadis kecil yang waktu itu akan menjadi mahasiswa ku," ujar Sasuke masih dengan ekspresi datar, namun sikapnya terkesan lebih bersahabat dibandingkan di universitas tadi.
Sakura tertawa kecil dan berkata, "Sama. Aku juga terkejut saat mendengar jika onii-san yang waktu itu malah menjadi dosen."
"Onii-san?" gumam Sasuke sambil mengingat panggilan gadis kecil itu. Namun ia tersenyum masam, ia sama sekali tidak pantas dipanggil dengan sebutan 'onii-san' di usianya yang sudah menginjak kepala tiga.
"Ya, saat itu aku memanggil seperti itu. Namun sekarang rasanya tidak cocok lagi."
"Hn."
Mereka berdua kembali terdiam. Namun Sasuke merasa sangat aneh. Ia bukanlah tipe orang yang banyak bicara dan hanya bersikap ramah serta banyak bicara dengan orang-orang tertentu, misalnya keluarganya. Namun gadis ini adalah pengecualian. Ia bisa bersikap dingin dan sinis dengan mahasiswi maupun pegawai-pegawai di kantor akuntan miliknya, namun ia malah bersikap ramah dengan gadis ini
"Makanan di café ini enak," ucap Sasuke tanpa sadar hingga ia hampir menepuk mulutnya sendiri.
"Huh?"
Sasuke terdiam, ia merasa benar-benar konyol saat ini. Mungkin ia terlalu sering fokus pada dirinya sendiri dan sangat pendiam hingga tanpa sadar menyuarakan pikirannya seperti ini.
Sakura memandang Sasuke yang duduk dihadadapannya. Ia mengira pria itu sedang berbicara sendiri, namun ia tersadar jika pria itu benar-benar bermaksud untuk berbicara dengannya.
"Oh ya. Banyak orang yang mengatakan makanan di café ini enak. Sebetulnya ini kali pertama aku datang ke café ini."
Sasuke menatap matcha latte dan waffle with matcha ice cream pesanan Sakura. Gadis itu sama sekali tak berubah. Ia masih sangat menyukai matcha.
"Terima kasih telah mentraktirku."
"Tidak apa-apa, Sasuke-daisensei. Akulah yang harus berterima kasih karena kau telah mentraktirku saat itu."
"Ck… rasanya memalukan sekali meminta seorang wanita untuk membayariku," Sasuke berdecak kesal, merasa harga dirinya hancur seketika.
"Tidak apa-apa, Sasuke-daisensei. Aku juga tidak enak jika seseorang yang tak kukenal tiba-tiba mentraktirku. Jadi aku memang sudah berniat untuk membayar kembali jika bertemu denganmu," Sakura tersenyum.
"Aku sebetulnya memang berniat mentraktirmu. Aku berharap kau sudah lupa jika kita bertemu lagi," ujar Sasuke dengan masam.
Sakura tersenyum lembut. Ia masih tak habis pikir dengan maksud 'menyeramkan' yang diucapkan Ino mengenai Sasuke. Ia memang sangat menyeramkan dan dingin, itulah kesan pertamanya. Tapi tidak demikian dengan kesannya saat ini. Sasuke cukup baik dan menyenangkan.
"Otou-san, ternyata kau memiliki kekasih, hn?"
Sakura dan Sasuke seketika menoleh kearah sumber suara. Sakura bertemu pandang dengan seorang remaja laki-laki seusia junior high school dengan wajah yang mirip Sasuke. Remaja laki-laki itu memiliki wajah tampan seperti Sasuke, namun memiliki bulu mata yang lentik dan rambut berwarna indigo.
Sakura terbelalak seketika. Ia merasa bodoh saat ini, ia seharusnya sadar jika pria seusia Sasuke pasti telah menikah dan memiliki keluarga. Ia tak seharusnya mengajak pria itu menghabiskan waktu berdua di café seperti ini.
Tak berbeda dengan Sakura, untuk sesaat Sasuke juga tampak terkejut. Namun ia segera menyembunyikan keterkejutannya dengan memasang ekspresi datar seperti biasanya.
"Shou? Kau sendirian?"
"Hn."
"Duduklah disini," Sasuke menempuk sofa disampingnya dan remaja lelaki itu duduk bersebelahan dengannya.
Sakura merasa benar-benar tidak nyaman. Ia menyesal telah memilih café ini karena merasa penasaran meskipun ia akan berkunjung ke café ini bersama Ino di akhir pekan. Seharusnya ia memilih café lain saja,
Kini Sakura telah bersiap untuk meninggalkan café itu. Otaknya sedang memikirkan alasan yang terdengar masuk akan untuk meninggalkan café itu.
"Sakura, perkenalkan. Ini Shou, putra ku."
Sakura dengan terpaksa berusaha tersenyum dan mengulurkan tangan pada remaja laki-laki itu. Shou membalas uluran tangan Sakura, namun ia sama sekali tidak tersenyum.
"Perkenalkan, namaku Haruno Sakura. Sasuke-daisensei adalah dosen yang mengajarku."
"Hn."
Shou segera melepaskan tangannya terlebih dahulu dan Sakura melirik remaja laki-laki itu. Jika diperhatikan, anak laki-laki itu benar-benar seperti Sasuke versi mini. Tak hanya penampilan, gaya berbicara dan kepribadiannya juga mirip Sasuke. Ralat, kepribadian anak ini bahkan lebih dingin jika dibandingkan dengan Sasuke.
"Kau ingin mencoba sandwich ku?" Sasuke menawarkan sandwich nya yang masih tersisa setengah dan memanggil pelayan untuk membawakan menu.
"Tidak," tolak Shou sambil melirik sang ayah yang terkesan mengalihkan pembicaraan. "Kau belum menjawab pertanyaanku, otou-san."
"Tenang saja. Aku belum mencari pengganti okaa-san," jawab Sasuke sambil tersenyum dan menyentuh kening putra nya dengan dua jari. Shou terlihat risih, namun ia tak menepis jari Sasuke yang kini menyentuh keningnya.
"Kalau kau mencarinya juga tidak apa-apa, aku tidak peduli."
Sakura mendengar seluruh percakapan itu dan merasa tidak enak. Namun ia merasa lega, setidaknya saat ini Sasuke sedang tak memiliki pasangan. Maka ia tak sedang menganggu bahtera rumah tangga seseorang.
Sakura menatap layar ponselnya. Jam baru saja pukul enam sore, namun ia merasa ingin segera pulang. Namun ia tersadar jika hari ini ia harus membayar dan ia tak bisa pulang sebelum Sasuke selesai makan.
"Ano.." Sakura membuka mulutnya, namun tiba-tiba mengatupkannya. Ia tak tahu apa yang harus dikatakan.
"Hn?"
Sakura meneguk ludah dengan susah payah, ia merasa sangat tidak nyaman dan malu.
"K-kuharap Sasuke-daisensei tidak akan mengatakan pada siapapun jika kita makan bersama seperti ini. Aku takut mahasiswa lain akan berpandangan negatif mengenaiku," ucap Sakura dengan gugup.
"Hn. Kuharap kau juga mejaga rahasia, Sakura."
Sakura tersenyum dan menganggukan kepala. Tentu saja ia akan menjaga rahasia. Ia tak ingin mengecewakan Sasuke dan sedikit berharap jika ia dapat menghabiskan waktu lagi bersama pria itu.
.
.
Hampir satu bulan berlalu dan Sakura tak lagi memiliki kesempatan untuk makan bersama Sasuke. Jangankan makan bersama, untuk berbincang saja tidak bisa. Sasuke begitu menjaga profesionalitas pekerjaan dan bersikap sangat dingin kepada para mahasiswa, termasuk Sakura.
Sakura memutuskan untuk tak memikirkan Sasuke dan berfokus pada kuliahnya. Ia ingin lulus dengan nilai yang baik dalam waktu cepat sehingga ia bisa mendapat pekerjaan yang baik. Lagipula meskipun ia mengagumi pria itu, ia tetap tak akan bisa bersama. Maka lebih baik ia berfokus dengan masa depan nya.
Sakura mengemudi menuju kompleks perumahan Dainenchofu Residence dan seorang satpam membiarkannya masuk setelah menanyakan tujuan dan menahan kartu identitasnya.
Kompleks perumahan yang dikunjungi Sakura saat ini merupakan kompleks perumahan mewah dan ia merasa gugup dengan penampilan dan mobil yang dikenakannya. Ia menggunakan mobil Honda Jazz dan pakaian bermerk di department store yang sedang diskon. Setidaknya ia masih cukup beruntung karena tidak perlu menggunakan transportasi umum seperti bus atau keretauntuk berpergian.
"Nomor dua puluh blok C." gumam Sakura sambil mengedarkan pandangan menuju rumah-rumah berukuran besar. Tatapannya tertuju pada nomor rumah yang tertera di tembok dekat pagar.
Terlihat sebuah rumah bertuliskan nomor dua puluh dan ia segera mengemudi menuju rumah itu. Ia memparkir mobilnya di depan rumah itu dan segera menekan bel.
Terlihat wajah seorang penjaga keamanan di kamera intercom dan Sakura segera memperkenalkan diri sebagai guru les yang telah disewa oleh pemilik rumah. Penjaga keamanan itu segera mempersilahkan Sakura untuk masuk dan memparkir mobilnya di tempat yang telah disediakan.
Dari luar rumah itu terlihat tidak begitu besar, namun ketika ia memasuki rumah itu ia terkejut jika rumah itu sebetulnya besar. Rumah itu memiliki model minimalis dengan sentuhan tradisional dan dibuat oleh arsitek jepang terkenal, Kengo Kuma.
Seorang pelayan mengantar Sakura masuk ke dalam dan ia terkejut jika rumah sebesar itu hanya terdiri dari dua lantai dan terdapat sebuah elevator disamping sebuah tangga memutar menuju lantai dua. Ia tak pernah bertemu dengan orang yang menyewa jasa nya sebagai guru les atau setidaknya mendengar suara orang itu. Namun orang itu memperkenalkan diri sebagai seseorang bermarga Uchiha yang menyewa jasa nya untuk mengajar putra nya.
Terdengar alunan lembut dari sebuah grand piano hitam besar di sebuah ruangan yang terlihat seperti ruang keluarga.
"Shou-sama, pengajar anda telah tiba," ujar pelayan itu sambil membungkukkan badan.
Alunan piano itu terhenti dan seorang remaja laki-laki segera menatap kearah Sakura. Remaja itu terkejut dengan wanita dihadapannya, begitupun dengan Sakura yang terbelalak dengan remaja yang terlihat seperti Sasuke versi mini itu.
"K-kau… putra Sasuke-daisensei, kan?"
"Hn."
Tak salah lagi, remaja dihadapannya adalah putra Sasuke dan saat ini ia telah berada didalam rumah Sasuke. Bahkan ia telah mendapatkan nomor telepon pria itu secara tidak sengaja.
Sakura tak mengerti mengapa Sasuke mau menggunakan jasanya disaat ia bisa menyewa jasa guru les yang lebih professional, Sakura yakin uang bukanlah masalah bagi pria itu jika dilihat dari rumah yang dimilikinya. Sakura memang telah menjadi guru les sejak tingkat dua high school dan sempat tidak menerima murid enam bulan menjelang ujian masuk universitas. Ia memang memiliki murid yang lumayan banyak, namun ia bukanlah pengajar professional.
"Kau adalah pengajar yang disewa otou-san?"
"Sasuke-daisensei?" Sakura mengernyitkan dahi. "Aku tidak tahu. Seseorang yang katanya bermarga Uchiha menyewa jasaku dan memintaku datang. Aku tak tahu nama orang itu dan tak pernah berbicara dengannya."
Remaja laki-laki itu berdecak kesal dan menatap Sakura dengan tajam, "Tentu saja itu ayahku. Siapa lagi yang akan menyewa jasa guru les untukku kalau bukan orang tuaku, hn?"
Shou berbicara dengan kalimat panjang, namun ia terlihat sangat kesal dan memulai kalimat serta mengakhirinya dengan berdecak kesal. Tatapan remaja itu pada Sakura tajam dan terkesan meremehkan.
"Haha.. benar juga, ya," Sakura tertawa canggung. Ia merasa benar-benar jengkel sekaligus malu saat ini.
Shou berdecak kesal dan melirik Sakura. Ia tak mengerti mengapa ayahnya masih bersikeras memanggil guru les untuknya meskipun saat ini ia meraih peringkat satu umum hanya dengan belajar sendiri. Sasuke begitu terobsesi agar putranya dapat masuk ke high school terbaik hingga memintanya belajar intensif meskipun saat ini ia masih tingkat dua junior high school.
"Jadi apa yang tidak kau mengerti? Aku akan mengajarimu, Shou-kun."
Shou menatap Sakura dengan tajam dan berkata, "Jangan panggil aku Shou-kun, itu menjijikan."
"E-eh? Gomen ne."
Tak ada jawaban dan Sakura menundukkan kepala dengan canggung. Ia tak habis pikir bagaimana bisa seseorang yang jauh lebih muda darinya membuatnya ketakutan seperti ini.
Shou segera bangkit berdiri dan meninggalkan ruangan. Sakura hanya berdiri mematung, tak tahu harus melakukan apa.
"Apa yang kau lakukan, hn?"
"Eh? Maksudmu kau ingin agar aku ikut denganmu?"
Tak ada jawaban, namun Sakura menyimpulkan jika Shou bermaksud seperti itu. Sakura segera mengikutinya dan ia menekan tombol elevator. Pintu elevator kecil itu terbuka dan Sakura segera masuk ke dalam. Hanya terdapat tiga tombol di elevator itu dan Shou menekan tombol dua.
Sakura tak habis pikir, anak laki-laki ini benar-benar manja hingga menggunakan elevator meskipun hanya satu lantai. Namun ia memilih diam dan mengikuti anak itu keluar dari elevator serta menuju pintu yang tak jauh dari elevator.
Rumah ini benar-benar besar dan terdapat lukisan-lukisan di dinding. Namun sejak tadi Sakura sama sekali tak menemukan satupun foto yang tergantung di dinding.
Shou memasuki sebuah ruangan yang lumayan besar. Ruangan itu dipenuhi dengan rak-rak berisi berbagai buku. Ia segera menekan tombol yang terdapat pada remote di dinding dan menyalakan pendingin ruangan.
Seorang pelayan segera memasuki ruangan dan membawa beberapa kotak berisi makanan ringan dan dua kaleng minuman ringan. Pelayan itu meletakkan makanan-makanan ringan di salah satu meja dan menarik kursi dari meja lain dan membawanya ke meja itu.
Terdapat alunan musik klasik di dalam ruangan serta pewangi ruangan yang menyemprotkan pewangi setiap beberapa menit sekali.
"Duduklah," ujar Shou pada Sakura sambil berjalan mengambil beberapa buku tebal di meja itu.
Sakura segera duduk dan memandang sekeliling. Terdapat beberapa lukisan yang tergantung di dinding dan Sakura menatap lukisan-lukisan yang dipajang dengan bingkai emas itu.
Shou kembali tak lama kemudian dan membawa tiga buah buku yang sangat tebal serta beberapa lembar kertas hvs. Ia membuka buku dengan satu tangan dan tangan lainnya membuka kotak makanan ringan serta mengambil isinya.
"Aku tak mengerti soal ini," Shou menunjuk soal integral yang merupakan materi tingkat dua high school.
"Ini soal high school, kan? Soal ini keluar di tes masuk high school?"
"Kau tidak mengerti soal ini?"
Sakura mengepalkan tangan erat-erat. Tentu saja ia mengerti dan masih mengingat soal ini.
"Tentu saja aku mengerti," ucap Sakura dengan tenang meskipun dalam hati ia ingin memaki anak ini.
"Caranya bagaimana?" tanya Shou sambil memberikan kertas hvs dan pen.
Sakura tersenyum meremehkan, ia sudah pernah mengerjakan soal ini dan kalkulus merupakan materi favoritnya saat high school.
"Ini sangat mudah," ucap Sakura sambil menuliskan rumus dasar dan memberi kotak.
Sakura sibuk menulis sambil memberi penjelasan dan soal itu berhasil diselesaikan dalam waktu kurang dari dua menit.
"Jadi jawaban nya B," ujar Sakura sambil mengarahkan ujung pen ke pilihan B pada soal.
Shou segera membalik buku soal itu dan berusaha mencari kunci jawaban. Ketika ia menemukannya, ia tampak terkejut dan segera memandang Sakura dengan takjub.
"Jawabannya benar," gumam Shou dengan pelan.
Sakura menyeringai senang, anak itu kini tak bisa lagi meremehkannya. Ia merasa bersemangat dan tak sabar mengajarkan soal-soal lain serta menunjukkan kemampuannya.
.
.
Seorang penjaga keamanan membuka pintu dan sebuah mobil sport berwarna putih masuk ke dalam rumah. Tak lama kemudian seorang lelaki berusia tiga puluhan dengan setelan jas segera turun dari mobil.
Iris onyx lelaki itu memandang sebuah mobil tak dikenalnya yang terparkir di rumahnya. Ia melihat nomor mobil itu dan merasa familiar, namun tak ingat pernah melihatnya dimana.
"Kotetsu-san, itu mobil siapa?" tanya Sasuke sambil menatap mobil putih itu.
"Itu mobil milik guru les yang mengajar putra anda, Sasuke-sama."
"Hn."
Sasuke segera masuk ke dalam rumah dan segera menuju ruang perpustakaan yang sekaligus berfungsi menjadi ruang belajar. Ia mendapat nomor telepon guru les itu atas rekomendasi Gaara, teman nya. Menurut Gaara, guru les itu hanya seorang mahasiswi, namun kemampuan mengajarnya sangat baik. Hal itu terbukti dengan anak nya yang berhasil masuk ke high school favorit tahun ini meskipun sebelumnya malas belajar dan memiliki nilai pas-pas an.
Sasuke merasa penasaran dengan sosok sang guru les. Ia tahu jika guru itu bernama Sakura dan merupakan seorang mahasiswi, namun ia sangat yakin jika guru itu bukan Sakura yang dikenalnya. Ia yakin pasti hanya kebetulan jika Sakura yang dikenalnya dan Sakura yang menjadi guru les putra nya memiliki kesamaan nama dan profesi.
Tanpa merasa ragu, Sasuke membuka pintu ruangan. Seketika tatapannya tertuju pada sesosok gadis berambut merah muda yang sedang duduk disamping Shou dan berkutat dengan buku-buku tebal.
Sakura segera menoleh ketika mendengar suara pintu yang dibuka, begitupun dengan Shou.
"S-sasuke-daisensei," ucap Sakura dengan tergagap. Ia benar-benar terkejut dengan sosok sang dosen yang kini berdiri di depan pintu.
Tak berbeda dengan Sakura, Sasuke pun merasa terkejut. Namun ia segera menyembunyikan keterkejutannya dengan raut wajah datar.
"Mengapa kau berada di rumahku?"
-TBC-
Author's note :
Happy New Year 2016. May this new year will be a bright & prosperous year for everyone !
