Title : Kiss Me Here
Main cast : Tao,Kris
Pair : Taoris
Genre : Angst, Romance
Kiss me here
Chapter 1
Zitao meminum satu gelas penuh alkohol itu dalam sekali teguk. Diiringi sorakan dan tepukan tangan senior di kanan kirinya. Ia meletakkan gelas yang sekarang kosong itu di atas meja. Ia mengusap bibirnya yang basah dengan buku tangannya. Seniornya tak bisa diam.
"Hebat, Zitao!" seniornya menepuk-nepuk punggungnya dengan keras.
"Kau pasti bohong,kan,soal belum pernah minum?"
"Bagaimana rasanya minum?"
Well, rasanya seperti mengaliri tenggorokanmu dengan lahar panas.
"Sudahlah, kita lanjutkan ke permainan selanjutnya!"
Zitao duduk dengan gelisah di kursi sofa itu. Entah apa yang membuatnya keluar dari kandangnya di rumah. Ia tahu pasti kalau Ibunya akan marah kalau mengetahui ia main ke bar. Bukan hanya main, tapi juga minum! Demi Tuhan, apalagi kalau Ayahnya tahu…ia tak mau membayangkan hal itu.
Zitao tak tahu apa yang membuat seniornya mengikutsertakan dirinya ke pesta malam ini. Dari kelasnya hanya beberapa yang diundang. Ia bukannya populer atau apa di sekolah. Ia hanya murid biasa yang pemalu dan jarang bergaul. Tetapi ketika senior Xi Men yang tampan dari tingkat akhir itu mengajaknya bergabung ke pesta malam ini, Zitao tak bisa menolak. Ini saatnya keluar dari kandangnya di rumah. Dimana Ayahnya selalu melarang ia melakukan hal-hal yang ia suka. Bukannya ia suka minum-minum seperti sekarang ini, Ibunya melarang dengan keras bahwa ia tidak diperbolehkan mium, hanya saja ia tak mau dianggap ketinggalan jaman. Kapan lagi ia bisa keluar malam dan bermain? memang ini pertama kalinya ia pergi ke bar. Banyak orang dewasa dimana-mana. Tapi sungguh ini kesempatan yang tidak boleh dilewatkan. Ibunya bekerja sampai pagi, dan Ayahnya? entah. Sudah beberapa hari ini ia tidak terlihat di rumah. Maka inilah kesempatan emas. Lagipula, ada senior Xi Men yang berjanji akan menjaganya. Apa yang perlu ditakutkan?
Sebuah tangan yang melingkari pinggangnya membuat Zitao sadar dari lamunan. Ia mencium nafas berbau alkohol ketika wajah senior Xi Men mendekatinya dan berbisik di telinganya. Zitao berjengit.
"Taozi? Apa yang kau pikirkan?" tanya senior itu.
"Ti-tidak, aku hanya-"
"Jelas-jelas kau melamun. Lihat, sekarang giliranmu"
"A-aku lagi?"
"Ayo, Zitao. Truth or Dare?"
"Da-dare…"
Kalau hanya minum lagi, bukan masalah baginya.
"Baiklah, kali ini aku menantangmu untuk mencium Xi Men!"
"APA?!"
Mata Zitao membulat. Apa?! Mencium? Di tempat terbuka seperti ini? seniornya pasti sudah gila.
"Kenapa?" Xi Men berbisik. "Kau tidak menyukaiku, Taozi?"
"Bu-bukan begitu! Aku sangat menyukai senior…" wajah Zitao memerah.
"Oooooh so sweet!"
"Kalau begitu kenapa kau ragu?" Xi Men merapatkan rangkulannya di pinggang Zitao yang langsing.
"Ini tempat umum…." Lirih Zitao.
Gelak tawa meledak terdengar dari seniornya. Begitupun Xi Men. Tapi ia mencoba menghormati juniornya dan hanya tersenyum kecil.
"Yeah, memang. Tapi, ayolah, ini adalah tempat umum dimana kau bebas melakukan apapun. Apapun yang orang dewasa biasa lakukan"
"Orang dewasa…?" Zitao tidak mengerti.
"Benar, Taozi. Ya Tuhan, kau polos sekali"
"Se-senior…"
"Tsk, kalian akan berciuman atau tidak?"
"Iya iya, dasar tidak sabaran" dengan itu Xi Men menarik Zitao lebih dekat dan tanpa aba-aba langsung menempelkan bibirnya dengan bibir Zitao. Seniornya yang lain kembali bersorak. Mata Zitao membulat lebar. Ia tak bisa bernafas. Ini terlalu berlebihan tapi mengapa ia menikmati semua ini?
Segera , Xi Men menguasai permainan. Ia memiringkan kepalanya agar bisa mencium bibir Zitao lebih dalam. Ia mulai mengeluarkan lidahnya dan memasukkannya dengan paksa ke mulut Zitao. Juniornya itu mendesah kaget. Ia mendapati tangan seniornya mulai meraba-raba pahanya. Zitao malu sekali dengan keadaan ini. Seniornya masih berteriak-teriak kegirangan menyaksikan dirinya dan Xi Men bercumbu di hadapan mereka. Seakan tak cukup membuatnya kaget, Xi Men menariknya ke duduk ke pangkuan seniornya itu dan Zitao tak bisa lebih kaget lagi, ia mendapati dirinya sendiri membalas ciuman yang semakin panas itu.
.
Zhoumi mengernyitkan dahi melihat gerombolan anak muda yang duduk di sudut sana. Mereka ribut sekali dari tadi. Minum-minum dan berteriak layaknya monyet bodoh. Sekarang mereka makin menjadi menyaksikan kedua temannya bercumbu. Dari posisinya, Ia hanya bisa melihat punggung anak yang memangku anak lain. Saling memakan wajah satu sama lain.
Ia hanya butuh ketenangan tapi sepertinya malam ini, ia tidak bisa mendapatkannya. Sudah jam dua belas malam, ia memutuskan untuk pulang saja. Atau ia bisa membungkus beberapa botol alkohol dan menikmatinya di rumah. Ia yakin istrinya masih belum pulang. Ia beranjak dari kursinya di meja bar, tapi sebelum itu ia ingin ke toilet dulu.
Zhoumi keluar dari toilet dan mencuci tangannya di wastafel. Ia hendak pergi dari toilet itu ketika ia mendengar suara seseorang. Zhoumi mengernyitkan dahi. Ia kenal suara ini. Maka ia mendekati sumber suara itu yang ternyata berasal dari salah satu bilik toilet. Ia memang mendengar suara orang tertawa memasuki bilik ini saat ia masih di toilet. Suara itu semakin jelas. Suara rintihan dan tangis tertahan. Ia sangat mengenal suara ini.
"Zi-Zitao…aaaah"
Mata Zhoumi melebar. Sudah cukup. Ia tidak salah lagi. Ia mendobrak pintu bilik toilet itu dan pemandangan yang ia saksikan membuatnya semakin geram.
Putranya, Zitao, sedang dipaksa memberikan oral seks pada seorang laki-laki. Mata ayah dan anak itu saling bertautan. Yang satu penuh kemarahan sementara yang lain melebar penuh ketakutan.
"A-ayah…"
"Pulang sekarang, Anak brengsek!"
.
Sesampainya di rumah, Zitao dilempar ke lantai setelah diseret dari club murahan itu. Ia menyeret putranya dari bilik itu tanpa banyak bicara lagi. Isak tangis Zitao terdengar sepanjang perjalanan dalam mobil dan ini membuat ayahnya kesal.
"Diam! Diam!" ayahnya meraung membuat Zitao berjengit. "Dasar cengeng. Menangis lagi atau kupukul kau!"
"Ayah…dengarkan penjelasanku dulu" rengek putranya.
"Apa lagi yang harus kudengar? Aku tak sudi mendengar pelacur sepertimu memanggilku ayah!"
"Ayah..aku bukan seperti itu…"
"Berhenti memanggilku Ayah!" dengan itu ia menampar wajah putranya yang sembap. Zitao merintih kesakitan.
Ayahnya berderap menuju kamar putra satu-satunya itu. Ia membuka lemari pakaiannya dan melemparkan secara sembarangan baju-baju ke dalam tas ransel anaknya. Ia kembali ke ruang tamu dimana putranya masih menangis. Ia melemparkan tas itu ke arah anaknya. Zitao mendongak menatap ayahnya yang kejam.
"Ayah…?"
"Pergi. Aku tak mau melihat wajahmu lagi" perintah Sang Ayah.
Mata Zitao melebar. Ia tak percaya apa yang baru saja ia dengar. Apakah ayahnya baru saja mengusrinya dari rumah? Ia menatap tas ranselnya yang penuh dan ayahnya bergantian. Ia berdiri dan menghampiri ayahnya yang sudah beranjak dari ruang tamu. Ia memeluk ayahnya dari belakang hanya untuk ditampik dan didorong lagi ke lantai yang dingin.
"Jangan sentuh aku, Dasar pelacur!"
"Ayah! Maafkan aku! Maaf! Aku dipaksa melakukan itu! itu bukan keinginanku! Senior,senior Xi Men yang memaksaku"
"DIAM!"
"Jangan usir aku, ayah!"
Zhoumi menyeret anaknya yang malang itu ke pintu. Ia melemparkan tasnya ke jalanan. Zitao hanya berdiri dengan tatapan tak percaya. Ayahnya serius mengusir dirinya…?
"Pergi dan jangan pernah kembali"
Dengan itu, ia menutup pintu rumahnya dengan keras. Meninggalkan putranya yang kedinginan dan masih menangis.
.
Song Qian memarkir mobilnya dalam garasi dan memasuki rumahnya dengan hati riang. Baru jam enam pagi. Ia baru saja lembur di kantor. Tidak lupa ia membeli kue kesukaan putranya. Putra satu-satunya itu sangat suka makan kue.
Ia membuka pintu dan langsung menuju kamar putranya.
"Zitao baby? Kau sudah bangun?" Song Qian tidak melihat putranya dimanapun. Ia keluar dari kamar anaknya dan mendapati Zhoumi duduk dengan ekspresi kosong di ruang tamu. Ia tidak menyapa suaminya itu dan masuk ke dapur, masih mencari putranya.
"Dia tidak ada"
Song Qian menghentikan langkahnya. Ia menatap suaminya yang baru saja berkata pelan. Tidak ada? Siapa? Apa maksudnya?
"Apa maksudmu? Mana Zitao?" tanya istrinya.
"Apa kau tidak dengar? Kubilang ia tidak ada"
Song Qian menggeleng-gelengkan kepala. Suaminya tak pernah berubah.
"Aku sudah mengusirnya" ujar Zhoumi lagi.
Ini membuat Song Qian mendongak dan akhirnya menghampiri suaminya yang masih duduk dengan kedua tangannya ia rentangkan di sandaran sofa,santai sekali.
"Mengusirnya?" bisik istrinya.
"Yeah"
"Apa kau gila? Dimana Zitao? Katakan!" teriak istrinya.
Zhoumi hanya mengangkat bahu. "Dia pergi tadi malam. Siapa yang tahu dia ada dimana"
Song Qian menampar suaminya keras sekali sampai wajah Zhoumi tergolek ke sisi. Ia terengah-engah. Ia sudah lama menjatuhkan kue tadi. Pikirannya kalut. Dimana Zitao? Dimana putranya berada?
"Zhoumi, dia anakmu" desis istrinya. "Bagaimana kau bisa melakukan itu?"
"Dia gay. Kau tidak tahu itu?"
"Apa?"
"Lagipula, aku sudah lama ingin melakukannya. Aku hanya mencari waktu yang tepat"
Air mata Song Qian menetes perlahan. Ia menyaksikan suaminya terkekeh tanpa dosa. Ia tidak percaya suaminya tega melakukan itu. Tanpa sepatah kata lagi, Song Qian segera berlari menuju mobilnya dan mencari keberadaan putranya.
.
Zitao kedinginan dan yang ia miliki hanya jaket yang sejak dua hari yang lalu ia pakai. Ia tidak pernah melangkahkan kaki jauh-jauh dari rumahnya. Tapi semakin ia melangkahkan kaki lebih jauh, Ia semakin jauh dari Qingdao. Ia tahu itu. ia tidak mengenal bangunan di sekitarnya. Ia ketakutan.
Apa yang ibunya lakukan? Kenapa ibunya tidak mencarinya? Ia terlalu takut untuk pulang ke rumah. Ia bingung sekali dan sekarang ia kelaparan.
Ia menemukan sebuah toko kue dan melihat kue yang dipajang di display toko. Tidak seenak kue yang biasanya ibu buatkan. Tapi meskipun begitu ia tak ragu untuk melahapnya. Tapi Zitao tak punya uang sepeserpun. Ia menatap kue itu dengan sedih.
"Hei, anak manis" seorang pria menghampirinya dari belakang. Zitao mendongak. Pria ini lebih tinggi darinya. Wajahnya tampan. Ia menyunggingkan senyum yang menawan.
"Kau mau kue itu?" pria itu menunjuk kue yang Zitao inginkan.
"Tapi aku tak punya uang…"
"Kasihan sekali! Mau aku belikan?" tawar pria itu.
Zitao mendongak. Matanya berbinar-binar. "Benarkah?"
"Tentu saja, kenapa tidak? Kau mau berapa potong?"
Dengan itu, Zitao dan pria itu berjalan beriringan keluar dari toko kue. Zitao menenteng box kuenya dengan riang. Pria itu hanya mengawasinya dengan heran.
"Dimana rumahmu?" tanya pria itu dan membuat Zitao kembali sedih.
"Aku diusir ayah" bisiknya.
"Apa? Diusir? Apa yang telah kau lakukan?"
"Erm.. itu…" Zitao tidak bisa melanjutkan kata-katanya.
"Lalu dimana kau tidur selama ini?"
"Di jalan. Di emperan toko"
"Oh kasihan sekali…kebetulan aku punya satu ranjang kosong. Kau mau bermalam?" tawar pria itu baik-baik.
"Paman baik sekali…aku tidak mau merepotkanmu" Zitao berkata malu-malu.
"Jangan kau pikirkan. Aku hanya membantu!"
"Paman yakin? Aku mengorok waktu tidur…"
"Hahaha sama kalu begitu" Paman itu tertawa. "Oh ya, siapa namamu?"
"Zitao…Huang Zitao"
"Baiklah, Zitao, ya? aku Jung Yunho"
"Paman dari Korea…?"
"Erm..eh..aku menetap di Qingdao. Sudahlah, sekarang sudah malam"
Segera mereka berdua sampai di sebuah motel kecil. Zitao menempati sebuah kamar yang kecil tapi nyaman. Sedangkan Paman Yunho di ranjang sebelahnya.
"Zitao, kau tak mau makan kuemu?" Yunho berkata setelah Zitao selesai mandi.
"Iya! Aku sampai lupa" Zitao membuka box kuenya dengan riang dan melahap kue itu.
"Enak sekali! Paman mau?" Zitao menyodorkan kue itu.
"Tidak. Tidak perlu. Kue itu hanya untukmu, Zitao" Yunho tersenyum.
Zitao melahap kuenya sampai habis. Ia tak pernah melihat seringai mengerikan yang terpampang di wajah Yunho yang tampan. Ia melihat Zitao sedikit demi sedikit hilang kesadaran. Ia menangkap tubuh itu sebelum menemui lantai kayu. Yunho menyeringai lebar.
"Dasar anak polos" bisiknya.
Ia membelai wajah Zitao yang tampan. Bagaikan mendapat hadiah, ia membuka pakaian Zitao satu per satu dan menerkamnya layakanya binatang buas. Ia menyetubuhi tubuh indah anak malang yang baru saja ia kenal itu, tanpa ampun. Yunho tidak akan melupakan malam ini. Tak akan pernah.
Esoknya, Zitao terbangun sendirian di kamar itu. Punggungnya sakit sekali. Matanya melebar melihat dirinya tanpa balutan busana. Bekas gigitan dimana-mana. Ia juga menemukan cairan putih di atas tubuhnya. Baik di paha, perut, maupun bibir. Zitao mengenali cairan itu dan langsung mual. Ia muntah dimana-mana. Ia mencoba bangkit dan meraih pakaiannya yang tersebar di lantai tapi punggungnya sakit sekali.
Ia menangis. Ia jijik sekali dengan dirinya. Ia baru saja disentuh oleh seseorang yang baru saja ia kenal. Bodoh sekali. Bodoh.
Ia keluar dari motel itu dengan langkah gontai. Kembali kelaparan dan kelelahan. Yunho sudah tak terlihat dimanapun. Zitao kembali memangis.
Malam semakin larut. Dingin, lapar, haus.
Ia melihat orang-orang yang makan dari jendela restoran. Ia tak tahu harus kemana lagi.
"Ibu, dimana dirimu? Apa kau mencariku? Apa kau merindukanku?"
"Ayah, akankah kau memaafkanku?"
Aku sedang menunggu dalam gelap
Aku pikir kau akan berada disini sekarang
Tidak ada apapun kecuali hujan
Tidak ada jejak kaki di tanah
Aku mendengarkan
Tapi tak ada suara
Aku mencari sebuah tempat
Aku mencari satu wajah
Adakah orang yang kukenal disini?
Karena tidak ada yang berjalan dengan baik
Dan semuanya berantakan
Dan tidak ada orang yang suka sendirian
Zitao menangis lagi. Betapa ia menyadari bahwa dirinya tak lebih dari seorang bocah yang rapuh dan cengeng.
Tak adakah seseorang yang coba menemukanku?
Tak adakah yang bersedia datang dan membawaku pulang?
Ini adalah malam yang sangat dingin
Mencoba untuk mencari arti kehidupan ini
Maukah kau meraih tanganku
Dan membawaku ke suatu tempat baru?
Ia mendongak ketika melihat seorang paman menabrakkan diri ke tubuhnya. tetapi paman itu bukannya minta maaf tapi malah meraba-raba tubuhnya. Paman itu mabuk. Ia bisa menciumnya.
"Hei, Manis. Apa yang kau lakukan hujan-hujan begini?" tanya paman itu genit.
Zitao memejamkan mata dan menyeka air matanya.
"Kau bisa kedinginan…ayo ikut paman" orang itu mencengkeram tangannya dengan kasar dan menggiringnya menjauhi hujan. Zitao bersikeras untuk tidak menurutinya. Ia menahan tangan orang mabuk itu dan tersenyum lemah.
"Kalau aku ikut Paman, apakah Paman mau memberiku makan?" tanya Zitao.
Paman itu terdiam beberapa saat tetapi kemudian ia menyeringai jelek dan meremas pantat Zitao dengan kasar.
"Tentu saja, Manis. Sesuai pelayanan yang kau berikan nanti tentunyaaaa" paman itu tertawa dan membawa Zitao ke hotel terdekat.
Aku tidak tahu siapa dirimu
Tapi aku…ikut denganmu
Aku ikut denganmu
.
Malam demi malam Zitao lalui dengan cara yang sama. Bertemu dengan orang baru, melayaninya, dan menerima uang. Apa lagi yang mau dipertahankan? Ia sudah kotor. Untuk apa dibersihkan? Sekali kotor tetap kotor.
Malam itu, seperti biasa, Zitao duduk di tepi meja bar dan mengamati. Pakaiannya sudah bukan pakaian lusuh yang tak pernah ia ganti. Pakaiannya bermerk. Begitu juga parfumnya. Ia sudah bukan Huang Zi Tao yang mudah ditipu. Panggil dirinya Tao. Ia adalah orang baru. Sama sekali baru. Ia tahu bagaimana caranya hidup di jalanan.
"Ayah, ibu, tak usah khawatir. Aku tidak akan mati kalau itu yang kalian harapkan"
Zitao cukup terkenal di kalangan penjaja disitu. Bagaimana tidak? Tampan,muda,seksi, dan menggoda. Hanya duduk saja, pelanggannya sudah datang. Mudah sekali,ya,mencari uang.
"Tao, pria itu melihatmu terus" bisik bartender di depannya.
Tao menaruh gelasnya yang berisi alkohol. Ia menyeringai. Ini masih sore tetapi ia sudah mendapat pelanggan. Oke, ia juga sudah berapi-api. Ia mencari-cari pria yang temannya maksud. Disana ia. Dan Tao harus menahan seringainya agar tak semakin lebar.
Duduk di sudut dan hanya diterangi lampu yang redup. Tetapi Tao masih bisa melihat pria itu dengan jelas. Ya, Ia tampan. Wow, akhirnya kali ini ia mendapat pelanggan yang tampan. Dia jauh lebih pendek darinya. Ia menyesap segelas anggur merah yang ia genggam. Mata keduanya tak pernah lepas.
Pria itu meneguk anggurnya sampai habis sebelum menghampirinya. Tao memalingkan wajah ke depan lagi dan menunggunya datang. Ia merasakan sebuah tangan melingkari pundaknya dan merasakan nafas hangat di dekat telinganya.
"Aku sudah menunggumu, Tao" bisiknya.
Tao menatap laki-laki itu. Sungguh menawan. Rambutnya berwarna merah dan kulitnya sangat sangat putih. Pria itu merogoh saku jeansnya dan menaruh beberapa lembar uang di meja bar. Bartender itu hanya menyeringai dan melambaikan tangannya pada Tao yang digiring keluar.
Segera, mereka berdua terburu-buru masuk ke sebuah kamar mewah. Kaya dan tampan. Tao tidak bisa lebih senang. Wajahnya seperti malaikat. Tao memang tidak pernah melihat malaikat. Ia tak mau lagi mengakuinya. Tidak sejak kedua malaikatnya membuang ia di jalanan kotor. Tapi kali ini ia yakin, inilah sosok yang mendekati malaikat. Pria ini menyewanya untuk semalam. Tao menyeringai mengiyakan. Malam ini ia akan tidur dengan malaikat. Oh alangkah indahnya. Ia bisa tidur dengan malaikat tanpa harus ke surga dulu.
Tao menciumi leher pucat pria itu. Menyesapnya seperti seorang vampir. Pria berambut merah itu mendesah dan membaringkan tubuh ke kasur.
"Telanjang. Sekarang" perintah tuannya malam itu.
Tao menyeringai. Ia menanggalkan kaosnya dan membuangnya sembarangan. Ia memperhatikan bahwa mata pria itu menyala begitu melihat pemandangan indah yang adalah perut Tao. Abs yang mengukir perutnya begitu sempurna. Kemudian ia melepas sabuknya. Ia menurunkan jeans sekaligus boxernya. Membuat batang kejantanannya terpamerkan di depan tuannya. Pria itu tak bisa menyembunyikan kagum di wajahnya.
Pria itu mendekatinya. Ia mengawasi penis Tao yang masih lumpuh. Tak masalah. Itu pekerjaan gampang nanti. Ia melingkarkan jari-jarinya ke batang itu dan mengelusnya ringan. Ia memperhatikannya seakan tak pernah melihat benda itu sebelumnya. Ini membuat Tao heran. Ia mengangkat wajah tuannya, membuat mata mereka bertemu.
"Bagaimana kalau kita mulai saja?" pinta Tao.
Pria itu tersenyum dengan manisnya. Ia menyingkir dari hadapan Tao dan menelpon seseorang.
"Halo? Yeah. Aku sudah mendapatkannya. Ya. Oke"
Dengan itu ia menutup sambungan telepon. Ia membiarkan Tao berdiri telanjang di tengah kamar. Sementara pria itu membuka kulkas dan meraih sebotol anggur. Tao menjadi kesal. Ia mengambil piyama yang tergeletak di kasur dan memakainya.
"Kalau kau membayarku hanya untuk telanjang di depanmu, kau rugi besar" ujar Tao.
Pria itu terkekeh. Ia menuangkan segelas anggur dan menyodorkannya pada Tao. Ia meraihnya hanya untuk menaruhnya kembali di meja.
"Percayalah" pria itu berujar. "Kau akan mendapatkan lebih"
"Apa maksudmu?"
"Kau akan segera tahu, Tao"
Beberapa menit kemudian, pintu kamar terbuka dan muncul seorang laki-laki. Tingginya hampir sama dengan pria sebelumnya. Rambutnya kecokelatan. Kulitnya pun putih tapi tak seputih malaikat tadi.
"Lay" panggil pria sebelumnya.
Pria yang baru datang itu tersenyum melihatnya, memperlihatkan lesung pipinya yang indah. Tao jadi mengerti suatu hal.
"Threesome? Aku belum pernah melakukannya tapi, tak ada salahnya mencoba sekarang"
"Anak muda. Jangan buru-buru. Kau akan melakukannya nanti, tapi tidak dengan kami" ujar pria bernama Lay itu.
Tao semakin tidak memahami situasi ini. Apa ia sedang dikerjai?
"Bisakah kalian menjelaskan apa yang kalian inginkan dariku? Aku sibuk, tahu"
"Aku Suho" pria berambut merah itu memperkenalkan dirinya secara tiba-tiba.
"Aku Tao, dan dia Lay. Kalau tidak keberatan aku mau pakai bajuku sekarang"
Tao melepaskan piyamanya di tengah kamar. Membuat pantatnya yang bulat terekspos dengan jelas.
"Fiuuuh. Kau benar, Suho. Dia seksi sekali!" Lay bersiul.
"Benar,kan? Dia harta karun. Ini sangat menjanjikan. Aku yakin kita akan sukses besar"
Tao tidak mendengarkan pembicaraan itu dan meneruskan berpakaian kembali.
"Mau kemana? Aku belum membayarmu, Tao" panggil Suho. Ia merogoh saku jeansnya dan mengeluarkan sebuah dompet tebal. Tapi bukannya mengambil lembaran uang itu, Suho malah mengambil cek dan menyerahkannya pada Tao.
Tao memperhatikan cek itu. Baru kali ini ia menerima cek sebagai bayaran. Dasar orang-orang aneh. Ia meraih cek yang Suho sodorkan dan matanya melebar tak percaya melihat nominal yang Suho tuliskan.
Sepuluh juta yen.
Tao menelan ludah. Ia mengembalikan cek itu padanya.
"Kurasa kau salah tulis" Tao menggaruk lehernya.
"Oh ya? sepuluh juta yen, kan? Apa ini masih kurang?"
"Kalian sudah gila? Aku hanya telanjang dan membiarkanmu menyentuh penisku!"
"Kau ini naïf sekali, Tao" Lay tertawa keras.
"Excuse me?"
"Percayalah, Tao. Saat kukatakan kau akan mendapatkan lebih, malam ini"
"Terimalah. Sisanya akan segera kau dapatkan setelah ini"
"Sisanya?"
"Aku menawarkan suatu bisnis yang sangat, sangat menjanjikan"
"Aku mendengarkan"
"Ini tidak jauh beda dengan pekerjaanmu sekarang. Tidur dan ditiduri. Hanya saja akan ada kamera yang merekam segala aktivitas itu"
"…Menakjubkan"
"Benar. Nah, berhubung kami buru-buru…segera kemasi barang-barangmu" Lay mengecek jam tangannya. "Sisanya akan kau dengar di Seoul"
-to be continued-
apa kalian bisa menebak pekerjaan baru Tao?see ya^^ –author-
