Kuroko no Basket © Fujimaki Tadatoshi
Sourire
[ulaslah senyummu, tipis saja]
© chryssa
Aomine Daiki jarang sekali melihat Kuroko Tetsuya—atau Tetsu, begitu dia memanggilnya—tersenyum. Jangankan tersenyum, ekspresi perasaannya pun nyaris tak pernah tampak. Bayangannya itu lebih suka menampilkan wajah tanpa guratan emosi dan pandang mata flat yang tak terdefinisi. Tak terbaca, seperti selembar kertas putih.
Tidak ada yang tahu, apa yang dia pikirkan di balik topeng wajahnya. Bahkan menerka makna di balik kilau biru muda matanya pun sulit.
Bukan berarti Aomine tak pernah melihatnya tersenyum. Mungkin hanya satu atau dua kali. Waktu mereka pertama kali bertemu di gymnasium yang konon berhantu, Tetsu tersenyum kepadanya—tipis, bahkan nyaris tak terlihat. Lalu, ketika remaja biru muda itu debut di arena pertandingan yang sesungguhnya, Aomine sempat melihat senyumnya. Lagi-lagi samar. Bahkan ketika peluit tanda pertandingan usai dibunyikan dan mereka dinyatakan menang, otot bibirnya hanya tertarik sedikit.
Sering kali, dalam kakofoni langkah masing-masing yang membawa mereka pulang, Aomine mencoba melontarkan lelucon untuk memancing senyum Tetsu (karena, rasanya nyaris mustahil partnernya itu akan tertawa). Tapi, tak pernah berjalan sesuai yang dia harapkan.
Lain hari, seusai kompetisi basket antar sekolah menengah—dengan kemenangan berpihak pada mereka dengan skor yang terpaut jauh, tentu saja. Mereka pulang dengan tertawa-tawa gembira. Meski ini bukan kemenangan perdana mereka. Kecuali satu orang—kau pasti bisa menebaknya.
Semua anggota tim larut dalam euforianya, dan Aomine tergoda untuk berkata, "tersenyumlah, Tetsu."
"Untuk apa, Aomine-kun? Aku sedang tidak ingin," Tetsu menyanggah singkat, kemudian mengalihkan atensinya dari iris segelap malam milik Aomine.
Begitulah, Tetsuya. Dan Aomine masih saja mencari celah untuk membuat pemain bayangan itu tersenyum.
Lalu, di kesempatan yang lain; ketika keadaan tak lagi sama. Mereka bertemu di arena pertandingan—bukan sebagai partner, kali ini. Ketika pertandingan itu usai, pemain nomor lima Touou itu melihat sesuatu yang paling ingin dia saksikan semasa sekolah menengah pertama.
Dia sungguh-sungguh melihatnya—Aomine yakin seratus persen dia tidak sedang berdelusi, ketika bola dari tangan Kagami meluncur masuk tepat ketika waktu pertandingan usai. Papan skor berkata, Seirin menang.
Dan, Kuroko Tetsuya tersenyum.
Simpul, tapi lengkung gembira itu jelas terlihat. Guratan-guratan bahagia tampak pula pada wajahnya yang berlumur peluh. Sesuatu yang nyaris tak pernah terjadi semasa mereka masih sama-sama menggunakan jersey Teiko. Dalam diam, Aomine mengerti apa yang sebenarnya diinginkan Tetsu.
Kemudian, Aomine berpikir agar waktu berhenti. Supaya dia bisa melihat senyum itu lebih lama dan menyimpannya untuk dirinya sendiri.
compléter
Untuk prompt the most beautiful smile I ever saw dari salah seorang teman rl. Dan ya, saya anti mainstream dengan menulis fanfiksi ketika teman-teman saya yang lain menulis cerpen atau puisi untuk prompt ini—toh enggak ada aturannya kan, yang penting fiksi :p /seenaknya (udah beda sendiri, pendek, abal, ngaco lagi).
Terimakasih sudah membaca, ditunggu apresiasinya :)
