A Thousand Years

.

.

.

Heart beats fast

Colors and promises

How to be brave?

How can I love when I'm afraid to fall?

But watching you stand alone

All of my doubt suddenly goes away somehow

One step closer...

.

.

.

Genta lonceng berbunyi nyaring. Biru cerah mewarnai langit. Puluhan orang berdiri di bawah kanopi bunga sederhana yang memayungi dari teriknya matahari di bulan Juni.

Pemuda – bukan – pria itu berdiri di depan altar sederhana sebuah kebun yang disulap menjadi tempat upacara. Upacara yang akan menyatukannya dengan wanitanya. Cintanya. Kekasihnya.

Calon mempelainya.

Jantungnya berdetak kencang. Aliran darahnya mengalir cepat, penuh ketergesa-gesaan. Kenapa waktu sepertinya berjalan lambat sekali? Pria berambut madu dan bermata emerald itu ingin berteriak frustasi, berlari ke kamar ganti dan menyeret calon mempelainya ke tempat itu, tapi dia tahu kalau dia melakukannya, upacara yang indah ini akan rusak. Dan gadis – ralat – wanita itu akan sangat, sangat marah padanya.

Maka dia memutuskan untuk bersabar.

Lagipula kesabarannya selalu berbuah manis. Upacara hari ini salah satu buktinya.

Setelah menunggu kira-kira seabad rasanya, seseorang mengumumkan bahwa pengantin wanita akan setelah tiba. Tanpa sadar dia menegakkan bahunya, gugup. Matanya terus tertuju pada ujung jalan setapak berimbun bunga pengganti lorong gereja. Virgin road buatan alam.

Dan sosok serba putih wanita itu masuk jarak pandangnya.

Tertunduk dengan wajah ditutupi cadar buatannya sendiri, namun bahkan dari balik cadar itu dan jarak sejauh ini, Usui Takumi bisa melihat semburat merah menjalari pipinya.

Pria itu tersenyum. Perasaannya langsung lega dan tenang melihat pemandangan di hadapannya.

Namun jantungnya tetap berdetak kencang tanpa henti di rongga dadanya.


.

.

.

Disclaimer: Maid-sama! bukanlah punya saya melainkan punya Hiro Fujiwara-sensei

A Thousand Years adalah lagu Christina Perry sekaligus OST Breaking Dawn part 1. One of the best OST ever.

Plot utama sebagian besar adalah plot asli Kaichou wa Maid-sama!, dengan beberapa penyesuaian.

.

.

.

Special dedication to Hiro Fujiwara sensei who has kindly answers my mention and questions on twitter. Arigatou, sensei!

.

.

.

Karena cinta sejati tidak ada pada pandangan pertama, maka setiap langkah menuju cinta sejati adalah jalan yang panjang dan berliku. -minamishiho-

.

.

.


Kelabu

Kelabu.

Seandainya hidup punya warna, dulu Usui Takumi selalu beranggapan warna hidupnya kelabu. Selama 16 tahun, praktis dia hidup seorang diri. Meskipun ada para pengajar yang disiapkan keluarga Usui untuknya, para pelayan yang mengambil jarak darinya, dan para kerabat yang berbisik-bisik sembari melihatnya dari kejauhan, mereka semua hanya sosok yang antara ada dan tidak ada. Mereka tidak mempedulikannya dan dia juga tidak mempedulikan mereka, karena itu dia yakin kalau interaksi mereka selama ini tidak masuk kategori 'hidup bersama,' setidaknya secara non literal. Sosok-sosok itu berkelebat dalam ingatannya, tidak punya warna dan tidak punya makna. Kelabu saja.

Lalu tiba-tiba saja kepala keluarga Walker, kakeknya dari pihak ibu, memberi perintah padanya untuk bersekolah di sekolah biasa. Entah apa tujuannya, Usui tidak peduli. Dia mematuhi perintah itu bukan karena rasa hormat apalagi sayang namun semata hanya karena tidak ada alasan untuk menolaknya. Lagipula jujur saja dia bosan dengan hari-hari monoton yang dia jalani; belajar, terkurung, serta melihat orang-orang dan pemandangan yang itu-itu saja. Terkadang terbersit keinginan dalam hatinya untuk melihat dunia luar walau hanya sesekali. Jadi wajar saja saat kebebasan tanpa batas – yah, untuk ukuran seorang anak di luar nikah keluarga terpandang yang disembunyikan – tiba, dalam hati dia merasa sedikit gembira. Sedikit. Karena pada dasarnya dia adalah anak yang nyaris tak memiliki emosi.

Sekolah itu dia pilih dengan cara yang bisa dibilang luar biasa asal. Tentu saja setelahnya dia mengadakan riset kecil terhadap SMA Seika dan memutuskan sekolah itu aman untuk dimasuki. Tidak ada yang akan mengetahui identitasnya di sana. Dimulailah kehidupan sekolah seorang Usui Takumi untuk pertama kalinya. Mulanya dia merasa terhibur dengan tatapan kagum semua orang – termasuk para guru – kepadanya, betapa orang-orang itu bertingkah hormat bahkan nyaris memujanya, hal-hal semacam itu. Sangat berbeda dengan orang-orang di rumah keluarga Usui yang menghindarinya seperti penyakit menular.

Tapi tak lama kemudian dia mulai bosan, terutama dengan perlakuan para siswi. Hampir semua siswi menyukainya (yang membuatnya sangat bingung karena dia tak pernah bicara pada mereka) dan setiap hari menyatakan cinta kepadanya. Karena dia dididik untuk jadi orang yang gentleman, Usui selalu menolak mereka sehalus mungkin. Tapi karena dia tidak dididik untuk jadi orang yang mengekspresikan perasaan lewat raut wajah, misalnya saja rasa bersalah, para gadis itu terluka atas penolakannya yang dianggap tidak berperasaan.

Saat itulah untuk pertama kalinya gadis itu muncul dalam hidupnya.

.

.

.

Merah

"Hei, Usui Takumi!"

Pendapat pertamanya tentang Ayuzawa Misaki adalah, "Siapa gadis yang tiba-tiba berteriak ini?" saat Misaki melihat salah satu gadis yang baru saja dia tolak menangis di hadapannya. Segera saja dia tahu gadis itu adalah sang ketua OSIS Seika yang legendaris, ketua OSIS wanita pertama sejak SMA Seika didirikan. Keras, tegas, dan galak terhadap para siswa namun penuh perhatian terhadap para siswi. Seorang feminis sejati, pikirnya sambil tersenyum saat mendengar penjelasan tentang Ayuzawa Misaki dari teman sekelasnya.

Sejak saat itu gadis itu selalu muncul di hadapannya, berteriak-teriak agar dia tidak membuat para gadis memangnya dia bisa apa? Gadis-gadis itu yang seenaknya saja merasa terluka seberapapun keras usahanya berkata sehalus mungkin. Lama-kelamaan aktifitas itu jadi rutinitas sehari-hari. Istirahat tiba, seorang siswi minta bicara dengannya di halaman belakang sekolah, dia menolak, siswi itu menangis, dan Ayuzawa Misaki muncul entah darimana dan mulai mengomelinya. Tapi entah kenapa dia tidak membenci rutinitas itu. Agak terganggu, jujur saja, ya. Tapi tidak benci. Dia merasa gadis itu mulai mewarnai dunianya yang selama ini kelabu dengan warna merah. Merah dari tatapannya yang membakar. Merah dari teriakannya yang membahana. Merah dari aura panas yang menguar dari wajanya yang membara karena amarah.

.

.

.

Biru

Suatu hari dia tak sengaja melihat hal yang mengejutkan. Sang ketua OSIS setan, atau iblis, atau sejuta sebutan mengerikan lain yang diberikan padanya, sedang membuang sampah di belakang sebuah kafe. Dengan seragam maid, lengkap dengan bando berenda dan apron berenda. Gadis itu melotot menatapnya seolah sedang melihat setan sementara tanggapannya kurang lebih hanya, "Wow." Ya, dia kaget, tapi perasaan dan ekspresinya sudah lama tidak berfungsi sehingga dia tidak bisa mengungkapkan rasa kagetnya. Jadi di sanalah mereka, saling menatap nyaris tanpa berkata-kata.

Dan Usui berlalu dengan satu pikiran di kepala, "Warna biru tidak cocok untuknya," mengingat roman pucat dingin di wajah sang kaichou.

Semenjak hari bersejarah itu tanpa sadar Usui selalu mencari sosok si gadis yang tanpa diduga punya sisi lain di luar sekolah. Dia tertawa tertahan setiap kali sang ketua OSIS tersentak dan melompat mendengar kata apapun yang berhubungan dengan kafe dan maid. Jelas gadis itu menyangka dia telah memberi tahu seisi sekolah tentang kerja sambilannya tapi Usui tidak tertarik untuk melakukannya. Toh itu bukan urusannya.

Saat itu dia belum menyadari arti gadis itu baginya di masa yang akan datang. Yang dia lihat hanyalah sesosok gadis keras kepala yang tanpa diduga punya sisi yang tidak diketahui kebanyakan orang.

.

.

.

Merah muda

Pertama kali dia melihat Ayuzawa Misaki sebagai seorang perempuan adalah saat terjadi peristiwa kecil di depan ruang klub tinju. Seseorang dari klub itu menaruh sansak di tangga sehingga anggota klub bunga, yang sepertinya teman-teman Misaki, tidak bisa ke ruang klub. Dengan tenaga yang tak terduga dimiliki seorang siswi SMA, sang ketua OSIS membanting sansak itu, membuat teman sekelasnya yang anggota klub tinju gemetar ketakutan. "Mati aku!" atau begitulah kira-kira yang dikatakannya.

"Terima kasih, Misaki!" pekik seorang gadis berkuncir dua yang dikenalinya bernama Hanazono Sakura, seorang siswi yang kerap jadi perbincangan para siswa. Gadis itu memberikan sekuntum bunga mungil dari rangkaian bunga yang dibawanya kepada temannya sebagai rasa terima kasih.

Saat itulah untuk pertama kalinya Usui melihat Ayuzawa Misaki tersenyum.

Dan untuk pertama kalinya pula ada detak aneh yang menggema di dadanya.

Mata gadis itu tertunduk, sayu dan lembut, menatap bunga kecil di tangannya. Pipinya, yang biasanya merah membara karena amarah, kini bersemu merah muda.

Frasa 'cantik' seketika terbersit di pikirannya.


Malam itu dia bermimpi.

Dia berada di keramaian yang bising. Orang-orang berlalu lalang bagai kumpulan serangga yang berdengung. Suara mereka keras tapi tidak satupun yang bisa dia tangkap.

Mimpi yang biasa.

Dia sering sekali bermimpi seperti ini semenjak masih di rumah keluarga Usui. Tidak seperti kebanyakan mimpi lain, yang ini selalu dia ingat setiap kali terbangun. Mungkin karena baik dalam mimpi maupun dalam kenyataan peristiwanya sama saja. Walaupun banyak orang di sekitarnya, tidak ada satupun yang mengerti dia dan dia mengerti. Rasanya seperti tenggelam di lautan manusia seorang diri.

Tapi mimpi kali ini sedikit berbeda.

Suara dengungan itu perlahan-lahan mengecil dan mulai menghilang. Satu persatu orang di sekitarnya diam sampai akhirnya hanya ada satu suara yang terdengar.

"Usui!"

Seseorang menyibak keramaian dan berdiri di hadapannya. Rambut hitamnya berantakan dan napasnya tersengal seperti orang yang baru saja berlari berkilo-kilo meter jauhnya. Pemuda itu terdiam, tidak tahu bagaimana harus berkata dan menanggapi kedatangan gadis yang tidak dia sangka-sangka.

"A, akhirnya aku sampai juga! Sudah lama menunggu?"

Setelah sepersekian detik membeku akhirnya Usui bisa buka suara. "Kaichou?"

Misaki bertolak pinggang menatapnya, masih sedikit terengah. "Ya, aku. Memangnya kau mengarap siapa yang datang, hah? Jangan-jangan kau punya janji dengan orang lain?" gadis itu memelototinya. Nada bicaranya penuh sarkasme. Usui menggeleng. Dia tidak punya janji dengan orang lain. Tapi dia juga tidak ingat telah membuat janji dengan ketua OSIS Ayuzawa. "Ke... kenapa kau menatapku seperti itu? Pakaianku aneh ya?" wajah Misaki memerah karena malu. Setelah dia berkata begitu, Usui baru menyadari kalau dia memakai pakaian yang, setelah dia pikir-pikir, bukan gaya seorang Ayuzawa Misaki yang biasa. Setidaknya sejauh yang dia tahu. Gadis itu memakai terusan putih, bolero magenta, dan boot kulit coklat bersol tebal.

"Benar-benar aneh ya? I... ini salahmu! Gara-gara kau membuatku berjanji macam-macam..."

"Janji?"

Misaki menyipitkan mata menatapnya. Wajahnya masih bersemu merah. Dari ekspresinya terlihat jelas gadis itu menganggap dia mempermainkannya. "Jangan pura-pura lupa! Kau membuatku berjanji setelah hubungan kita diketahui orang-orang, aku harus memakai terusan setiap kita kencan! Bukan hanya itu, kau juga melarangku mengerjakan pekerjaan OSIS sampai larut, membiarkanmu mengantarku pulang setiap malam, memastikan aku tidur di bawah jam 11 malam..."

Benarkah? Batin Usui. Dia sama sekali tidak ingat telah membuat ketua OSISnya ini berjanji seperti itu. Dan dari cara dia bicara tadi... seolah mereka adalah sepasang kekasih...

"... seperti kau tidak melakukannya setiap hari saja!" suara Misaki membuat lamunannya buyar. Gadis itu menatapnya lurus-lurus dengan wajah yang bertambah merah dan mata yang berkilat-kilat marah campur malu. Tanpa sadar wajahnya ikut memerah. Sejak kapan ketua OSISnya jadi semanis ini?

"Ja, jangan menatapku seperti itu, Usui payah!" jeritnya sambil mengangkat tangan hendak memukul kepalanya tapi Usui dengan mudah menangkapnya. "Maaf, kaichou. Habis kau manis sekali sih," ungkapnya jujur. Nada bicaranya setengah menggoda. Misaki terdiam mendengar kata-katanya barusan. Matanya melebar kaget dan bibirnya bergerak-gerak seolah ingin mengatakan sesuatu tapi tak ada satupun kata yang keluar. Matanya tertunduk dan tangannya mengepal. Setelah cukup lama diam, seolah sedang berdebat dengan diri sendiri, gadis itu mendongak menatapnya lekat-lekat dan maju satu langkah.

Dan apa yang dilakukannya selanjutnya lagi-lagi membuat Usui terpaku.

Misaki melingkarkan lengan di pinggangnya dan bersandar di dadanya. "Janji kelima, aku harus memelukmu saat ingin memelukmu," gumamnya lirih. Jantung Usui berdetak kencang. Setelah itu Misaki mengangkat wajah dan berjinjit untuk mengecup sekilas bibirnya. "Janji keenam, aku harus menciummu saat ingin menciummu..."

"Dan aku harus menyebut namamu saat mengatakan hal ini..."

Gadis itu menangkupkan wajahnya di kedua telapak tangan dan berbisik pelan namun jelas;

"Aku cinta padamu, Takumi."

Saat itulah Usui terbangun.

Dia merasa baru saja mimpi indah tapi detailnya menguap seiring dia berusaha mengingatnya. Yang dia ingat hanyalah dengungan ramai mimpinya yang biasa dan sensasi hangat seseorang dalam pelukannya.

Dan tentang tujuh janji indah yang dibuatnya dengan seorang gadis.


Ayuzawa Misaki mulai menarik perhatiannya, bukan hanya ketertarikan akan sosok yang memiliki dua kehidupan yang bertolak belakang tapi juga dua wajah yang berbeda. Si ketua OSIS iblis atau gadis dengan senyum indah dan pipi bersemu merah muda? Yang mana dirinya yang sebenarnya?

Hanyut dalam kisah masa lalu sang gadis, ditambah ketertarikan yang bertambah kuat, Usui mulai menjadi pelanggan tetap di kafe tempat gadis itu bekerja. Dia mengikutinya ke rumah sepulang jam kerja dan tak pernah puas menggodanya kapanpun dia suka sampai gadis itu meledak marah. Sadar akan wajah lain kaichou-nya, reaksi-reaksi keras itu malah menghibur. Dan dia terus mendekat dengan niat menjerat sisi asli Ayuzawa Misaki namun pada akhirnya mendapati bahwa dialah yang terjerat.

Terjerat pada determinasinya. Terjerat pada senyuman langka yang kadang tersungging di bibirnya. Terjerat pada kekeras kepalaannya. Terjerat pada ketidak pekaannya. Terjerat pada sisi lemah yang terkadang dia perlihatkan. Terjerat pada... entah berapa ribu alasan apa lagi yang harus disebutkan jika ingin disampaikan semua.

Dan untuk pertama kali dalam hidupnya, Usui Takumi merasa lemah dan takut. Lemah pada perasaan yang mulai menguasai hatinya. Dia tidak terbiasa mencintai dan cinta yang pertama kali dia rasakan ini sangat besar dan kuat, membuatnya tak berdaya di hadapan sang gadis. Andai saja gadis itu tahu betapa besar pengaruh keberadaannya baginya...

Takut. Ketakutan terbesar yang dia rasakan adalah saat murid kelas satu itu , Kanou Soutaro, menghipnotis Misaki agar membencinya jika terbangun setelah tidur dalam waktu 24 jam. Dia tahu ilmu hipnotis tidak selalu 100 % bisa berhasil, tapi Misaki tipe orang yang mudah diberi sugesti karena biarpun orangnya sendiri mungkin tidak sadar, dia sangat polos. Walaupun tidak begitupun... meski dia tahu hipnotis itu tetap saja belum tentu manjur... jantungnya serasa membeku setiap kali membayangkan Misaki membencinya. Tidak mau melihatnya, menolak keberadaannya... mengerikan. Menakutkan, lebih dari semua hal menyeramkan di dunia ini dikumpulkan jadi satu.

Sejak saat itu dia menyadari bahwa untuk mencintai Ayuzawa Misaki, dia harus jadi orang yang lebih berani lagi. Berani untuk mengatasi ketakutan terbesarnya agar Misaki tak lepas dari sisinya. Tapi lagi-lagi muncul pertanyaan: bagaimana caranya menumbuhkan keberanian itu? Apakah hanya dengan keras kepala menempel di sisinya? Bukan, sebenarnya sederhana saja. Cukup dengan berusaha agar gadis itu tidak menolak keberadaannya. Keberanian semacam itu pernah dia tunjukkan dengan mencium si wakil ketua OSIS, Yukimura, di depan Misaki, supaya gadis itu tidak gugup dengan pernyataan cintanya yang gegabah dan tiba-tiba. Tak apa. Dia cukup berani mengambil resiko terlihat seperti orang bodoh asalkan kaichou-nya tak menjauh beberapa meter setiap ada di dekatnya.

Lalu surat itu tiba. Dan pemuda dengan luka di pipi itu muncul.

Isi surat itu adalah perintah lain dari keluarga utamanya, bahwa secara berkala dia harus melakukan pekerjaan sebagai anggota keluarga Walker dan Usui. Dengan kata lain, bersosialisasi dan kegiatan semacam itu. Dia bukan orang bodoh. Walaupun tidak tahu dengan pasti apa masalahnya, mereka hendak menyeretnya kembali ke surga palsu itu. Dan saat kembali, dia akan kembali diingatkan bahwa dia tidak dicintai dan tidak boleh mencintai...

Di sekolah, seorang anak laki-laki baru saja pindah ke Seika. Pemuda yang jatuh dari langit tepat di hadapannya dan Misaki. Pemuda tukang makan yang selalu membawa kulit roti kemana-mana, membuat ketua OSIS favoritnya murka. "Kusita kulit rotimu nanti!" ancam Misaki sungguh-sungguh.

"Wah! Ketua OSIS jahat!"

Saat itu dia sama sekali tidak menyangka pemuda itu akan mengguncang dunia kecilnya.

Ternyata pemuda itu kembali ke kota itu demi menemui cinta pertamanya yang ternyata adalah Misaki.

Saat mengetahui hal itu, untuk kedua kalinya dia merasa lemah di hadapan cinta. Dia limbung. Shintani Hinata mengetahui masa lalu Misaki. Mereka membicarakan hal yang tidak dia ketahui. Dia merasa jauh dari gadis itu. Ternyata kekosongan jarak waktu itu begitu menyakitkan.

Rasa kosong itu semakin menjadi saat melihat keluarga Ayuzawa ditambah Shintani Hinata makan malam bersama. Dia merasa berada di tempat yang jauh dari kehangatan keluarga dan pembicaraan masa lalu itu. Rasa iri dan marah memenuhi dirinya. Iri karena dia tumbuh dalam situasi yang dingin dan jauh, menyadari betapa dia berharap menjadi bagian dari kehangatan semacam ini dahulu. Marah karena dia merasa di tinggalkan.

Apa yang sedang kalian bicarakan?

Apa yang sedang kalian kenang?

Sebaiknya aku tidak ada di sini.

Dengan setenang mungkin dia pamit dari rumah itu. Jutaan perasaan mengalir di dalam dirinya. Rasa iri dan marah itu lagi. Dan saat sadar ia marah pada gadis yang dia cintai, Usui tersentak.

Apa yang kupikirkan?

Pikirannya sangat buruk. Sejenak dia merasa benar-benar marah pada Misaki yang meninggalkannya sendiri dalam kehangatan itu. Usui tertunduk dan mengutuk dirinya sendiri. Bagaimana bisa dia yang seperti ini pantas mencintai kalau hal seperti ini saja membuatnya jatuh sebegini dalam? Kalau begini jadinya sama saja dengan apa yang orang-orang itu terus katakan padanya.

Kau tidak pantas dicintai dan mencintai.

Saat sedang tenggelam seperti itu...

"Usui!"

Tiba-tiba saja Misaki berdiri di hadapannya. Napasnya memburu. Jelas dia berlari untuk menyusulnya. Usui terpaku menatap gadis itu. Berbagai macam pertanyaan memenuhi kepalanya tapi hanya satu yang dia ungkapkan. "Kenapa kau ada di sini?"

Wajah gadis itu sedikit merona mendengar pertanyaan barusan. Sejenak matanya berkelit seolah berpikir untuk bohong atau jujur saja tapi akhirnya dia menatap Usui lekat-lekat dan berkata dengan suara lirih namun jelas,

"Tadi kau kelihatan agak aneh, jadi aku..."

Dan seketika semuanya menjadi cerah.

Senyum lebar menghiasi bibirnya. Gadis ini, yang berdiri sendirian di hadapannya, menyusulnya karena mengkhawatirkannya. Mengkhawatirkannya yang sejak tadi memikirkan hal buruk tentang dia, keluarganya, dan teman masa kecilnya yang bodoh.

Seketika keraguannya menguap begitu saja.

Dia mencintai gadis ini. Dan dia tidak perlu takut akan jatuh karena sedalam apapun dia terjerumus, sadar atau tidak, gadis ini akan selalu mengulurkan tangan kepadanya. Seperti saat ini, mengejarnya sambil mengarang alasan payah tentang memberikan sisa apel.

Dan untuk yang kesekian kalinya dia meyakini dalam hatinya.

Aku mencintaimu, Ayuzawa.

Dan dengan satu langkah lebar dia menghampiri gadis itu dam meraupnya dalam pelukannya.

Dengan satu langkah itu dia merasa lebih dekat dengan gadis dalam dekapannya.


Author's note: Halo! Lama nggak ketemu, minna-san!

Setelah That Butler gue bersumpah nggak bakal bikin seri lagi, tapi tekad gue luntur. Tadinya cerita ini mau jadi satu chapter aja tapi nanti formatnya sama kayak In Heaven dan nggak kayak cerita itu, gue pengen nulisin semua lirik lagu ini di cerita ini. Dan bukan dalam format songfic.

Rencananya cerita ini mau jadi empat chapter, sesuai bait A Thousand Years yang nggak berulang. Mohon dukungannya. (macam wakil DPR saja daku)

Well, if you feel this is worth it, read and review! ^-^