disclaimer: Hidekazu Himaruya


Hei kekasihku di ujung sana.

Apa kau melihat awan bergulung kelabu di atas kepalamu? Apa kau meninggalkan payung di apartemen sama sepertiku? Apa kau menunggu di etalase minimarket seperti aku?

Aku tidak tahu seperti apa persisnya keadaanmu. Aku tidak tahu apa di tanah yang kau pijak itu hujan merintik atau matahari tersenyum. Aku baru akan menghubungi nomormu saat ponselku menjerit kehabisan daya baterai.

Hei kau.

Tawamu yang menyebalkan itu seharusnya bisa mengisi kebosanan. Aku tidak tahu berapa lama aku harus tetap berdiri disini, padahal seharusnya aku duduk di sofa sambil menonton MTV dengan secangkir cokelat panas di meja.

Hidup kita tidak dramatikal. Aku tidak mengharapkanmu datang dengan payung transparan, berjalan sepayung berdua seraya tertawa. Pulang dan berebut kamar mandi, seperti anak kecil. Berbagi selimut dan memindah-mindahkan saluran televisi.

Tidak. Tidak seperti itu sayang sekali.

Aku masih terjebak disini. Dengan jaket tipis dan jins yang terciprat rintik. Dengan kantung plastik belanja berisi bahan makanan dan cemilan. Dengan ponsel yang sudah dimatikan karena tidak tahan berisiknya.

Waktu berjalan begitu lama. Jarum jam tanganku seperti berdetak di tempat, seolah mati padahal detiknya berputar sempurna. Aku tidak sabar dan berlari ke seberang jalan, menelusuri trotoar menuju apartemen. Sekujur tubuhku dibuat kuyup sama seperti gedung-gedung bertingkat itu. Tapi rasanya menyenangkan. Menyenangkan dan ringan.

Meninggalkan kantung plastik dan mandi. Air hangat benar-benar membantu mengembalikan mood. Aku mengisi daya ponsel dan menyalakannya kembali. Satu pesan tak terbaca. Ibuku. Bertanya bagaimana kabarku dan kenapa aku tidak menghubunginya selama seminggu. Bertanya kabar Gilbert juga.

Aku memilih meneleponnya karena ini akan jadi pembicaraan panjang. Sangat panjang dan harus diinterupsi suara teko yang mendidih. Ibu menyudahi pembicaraan lebih dulu.

Cokelat panas sudah menungguku tapi aku masih berlama-lama duduk di atas karpet dan melihat-lihat kontak. Mencari nomor panggilan cepat dan menemukan nama Gilbert disana.

Telepon berdering di kejauhan. Sayup terdengar diantara suara televisi.

"Halo, kumohon hubungi beberapa saat lagi setelah membuka pintu. Tinggalkan pesan setelah aku berkata 'aku yang hebat sedang ada di depan apartemenmu, Liz."

Gilbert menirukan mesin penjawab otomatis yang menyebalkan. Aku tertawa lalu memutar kunci, pintu berayun dan ada laki-laki albino yang jaket merahnya basah separuh.

"Tuuut, hei Gil. Kuharap kau suka dengan cokelat panas di dalam."

Mesin penjawab menyampaikan pesannya.


a/n: pointless ;w;