Title: Turandot

Main Cast: Wu Yifan and Huang Zitao

Suporting Cast: Wu Zhang (Ayah Wu Yifan, Raja Kerajaan Tartar)

Wu HanYan( Putra Mahkota kerajaan Tartar, Kakak Wu Yifan)

Liu( Dayang kerajaan Tartar yang mencintai Wu Yifan)

Huang Zhenhao (Ayah Huang Zitao, Raja kerajaan Turan di Peking)

Xiou Yu(Dayang kerajaan kepercayaan Zitao)

Genre: Romance, tragedy

Warning: GS for Uke, Typo bahasa tidak baku

Disclaimer: Ide cerita ini aku pinjam dari Opera tiga babak karangan Giacomo Puccini dengan judul yang sama, Turandot

.

.

.

.

.

PART 1

Kabar beritanya sudah sampai di daratan Tartar. Jika ada Putri cantik rupawan di Turan namun memiliki hati sedingin es dan terkenal tidak memiliki belas kasih. Namanya Huang Zitao, Putri dari Huang Zhenhao. Raja yang menguasai separuh lebih dari daratan China. Kekejaman sang Putri telah meluas, keluar dari daerah kekuasaan Ayahnya. Semua orang sudah tahu, Siapapun yang ingin menikahi Turandot(Putri Turan) harus terlebih dahulu menjawab tiga pertanyaan teka-teki. Jika ia gagal maka ia akan dihukum pancung.

Walaupun nyawa taruhannya, masih banyak pangeran dari luar Turan yang memberanikan diri mereka untuk meminang Turandot. Sudah banyak korban berjatuhan oleh tangan dingin sang Putri, namun anehnya masih saja ada Pangeran yang bersikeras ingin mendapatkan Turandot. Salah satunya adalah Putra Mahkota kerajaan Tartar, Wu HanYan.

"Apakah Kakak bersungguh-sungguh?" tanya pangeran yang lebih muda, Wu Yifan yang lahir dari seorang selir di kerajaan Tartar"Kenapa harus mengambil resiko sebesar itu hanya untuk mendapatkan seorang istri?"Lanjutnya tak mengerti,"Masih banyak gadis cantik di Tartar, tidak perlu bersusah payah mencari intri sampai ke Turan."

Yang ditanya justru tersenyum penuh arti, sambil menyarungkan kembali pedangnya, ia menatap Adik laki-lakinya ,"Jika kau nanti melihat bagaimana rupa Putri Huang Zitao dengan mata kepalamu sendiri kau akan mengerti Yifan,"jawab HanYan,"Aku pastikan kau akan langsung jatuh cinta padanya,"

Yifan menyeka keringat di pelipisnya tak mengerti, mereka berdua baru saja selesai berlatih pedang"Tapi kakak, kau tahu bukan apa resikonya jika kau gagal menjawab tiga teka-teki dari sang Putri?" tanya sang adik lagi,"Kau tidak bisa mempertaruhkan nyawamu hanya demi seorang wanita Kakak. Karena kau adalah Putra Mahkota negeri ini, orang yang akan memimpin kerajaan ini di masa depan,"

HanYan tersenyum lagi mendengar apa yang dikatakan Yifan,"Aku tahu resikonya adikku, tapi apa kau meragukan kemampuanku?"HanYan justru balik bertanya,"Apa kau pikir aku akan kalah dari perjudian ini?"lanjutnya,"Tidak Yifan, aku tahu bagaimana kemampuanku dan aku yakin akan bisa memecahkan teka-teki dari sang Putri. Kau tidak perlu khawatir, aku akan memenangkan permainan ini dan membawa Putri Huang yang sedingin es itu ke Tartar."

Melihat kesungguhan di mata sang Kakak membuat Yifan tidak mampu untuk menghentikan niatan saudaranya itu. Yifan tahu perjudian ini terlalu berbahaya, semua orang juga tahu bagaimana licik dan bengisnya sang Putri Turan. Namun apa mau dikata, jika HanYan sudah memiliki niatan tak ada seorangpun yang bisa menghentikannya.

.

.

.

.

.

Di balik sepasang pintu kayu yang terukir indah. Para Dayang sibuk berjalan ke sana kemari menjalankannya tugasnya. Samar terdengar suara sisir yang beradu dengan untaian helaian rambut, tepukan kuas yang menyapu di tulang pipi dari seorang Putri paling rupawan di daratan China. Huang Zitao, hanya dengan melihat sorot matanya yang terpantul pada cermin semua orang akan tahu seberapa besar aura mengintimidasi yang keluar dari pada dirinya. Putri yang kecantikannya tiada tara, sosok yang mampu memikat siapapun yang melihatnya. Namun sayang, sang Putri sudah bersumpah tidak akan pernah sudi dimiliki oleh seorang pria. Jika ada seorang pangeran yang bersikeras ingin meminangnya, maka pangeran itu harus berhasil menjawab tiga teka-teki dari sang Putri. Jika pangeran itu gagal maka sebagai hukumannya sang Pangeran akan dihukum pancung.

Sudah banyak korban yang berjatuhan karena kekejaman sang Putri. Korban terakhir yang ia eksekusi di bawah sinar bulan purnama adalah pangeran dari Kerajaan Persia. Zitao memang tidak memiliki belas kasih, semua itu ia lakukan untuk membalas dendam pada dunia atas kematian kakak perempuannya Huang Minyoung. Minyoung dikhianati, diculik, diperkosa lalu dibunuh oleh pangeran asing. Sejak saat itu Zitao bersumpah tidak akan mau dipinang oleh seorang pria terutama Pangeran dari negara Asing.

Huang Zitao adalah wanita paling rupawan yang pernah memijakkan kakinya di bumi. Namun sayang tak seorangpun di dunia ini bisa memilikinya.

"Saya dengar Pangeran dari Tartar akan datang untuk meminang Anda Yang Mulia Putri," Xiou Yu, Dayang kepercayaan Zitao melapor pada majikannya.

Zitao tersenyum miring mendengar laporan dari pelayannya itu,"Maksudmu, datang untuk menyerahkan kepalanya begitu?"Zitao balik bertanya seolah mengejek.

"Tapi Tuan Putri, Pangeran Tartar itu terkenal akan kecerdikannya, namanya sudah termasyhur di daratan China walaupun ia belum resmi menjadi Raja,"jawab Xiou Yu sambil memasang hiasan rambut terakhir di kepala Zitao.

" Apa maksudmu mengatakan hal itu padaku?" tanya Zitao terdengar tidak suka,"Aku tidak perduli secerdik apa dia. Aku yakin sekali jika nasibnya akan berakhir sama dengan Pangeran dari Persia , mati mengenaskan di ujung sebilah pedang."

"Tuan Putri..." Bisik Xiou Yu lirih,"Maafkan saya jika saya lancang, tapi Tuan Putri benar-benar tidak boleh meremehkan Pangeran Tartar itu,"

"Aku tidak perduli," tegas Zitao,"Jika pangeran Persia yang kekuasaannya hampir mencapai Peking tidak bisa memecahkan teka-teki itu bagaimana bisa bangeran dari negeri kecil macam Tartar bisa memecahkannya," dengan sedikit marah, Zitao bangkit dari duduknya, mengibaskan jubahnya sedikit dan berjalan keluar meninggalkan kamar diikuti beberapa dayang yang berjalan menunduk di belakangnya.

Xiou Yu hanya memandang kepergian Zitao sedih. Karena menurut ramalannya, semua keangkuhan Zitao akan berakhir di tangan seorang Tartar. Dan sebagai abdi yang baik Xiou Yu tidak ingin Zitao merasa terhina dan harus menerima kekalahan pahit atas permainan yang Zitao mulai sendiri.

.

.

.

.

.

Fajar baru saja menyingsing saat rombongan kerajaan Tartar menuju Turan berangkat, Rombongan itu dipimpin sendiri oleh Wu Yifan sang Pangeran Kedua. Ayahnya, Raja Wu Zhang dan sang kakak Putra Mahkota Wu HanYan mengikutinya dibelakang menggunakan kereta kuda. Ada rasa sesak yang menyelimuti dada Yifan sejak ia melewati pintu gerbang kerajaan Tartar dini hari. Sebuah firasat buruk melingkupi batin Yifan dan hal itu membuatnya merasa begitu sesak.

Yifan tidak bohong jika ia merasa sedang mengantar saudaranya sendiri menuju kematian. Jika saja ia bisa, Yifan akan menghentikan perjalanan ini. Namun ia begitu tahu bagaimana keras kepalanya HanYan, dan oleh karena itu ia tidak bisa melakukan apapun. Perjalanan ini begitu terasa berat bagi Yifan, setiap derap kaki kuda yang ia tunggangi melangkah maju terasa bagai gong kematian yang semakin mendekat.

Fajar berganti terik matahari dan tak terasa kini senja sudah datang, seharian melakukan perjalanan Yifan memerintahkan rombongannya untuk berhenti sejenak. Beristirahat untuk melepas penat bukanlah hal buruk, lagipula perjalan mereka masih panjang. Perlu waktu sepekan untuk mencapai daratan Turan, dan Yifan tidak mau mengambil resiko membuat semua rombongannya kelelahan sebelum mencapai tempat tujuan.

Tenda-tenda segera didirikan dan api unggun dinyalakan. Para prajurit berjaga di sepanjang perkemahan dengan siaga. Yifan memandang kearah barat dimana Senja kini turun ke peraduannya, memandang jauh seolah ingin lari dari kenyataan.

Yifan menoleh saat ia merasakan sebuah tepukan dipundaknya. HanYan berdiri disana dan bergabung dengan Yifan memandang senja.

"Kau terlihat gelisah, ada apa?" tanya HanYan ingin tahu.

"Kakak masih bertanya kenapa?" Yifan terdengar tak puas,"Jika sebagai seorang adik Kau tidak mau mendengarkan ku, maka aku akan memohon sekali lagi sebagai hambamu. Tolong hentikan perjalanan ini."Pinta Yifan sungguh-sungguh sambil menatap lurus ke arah mata HanYan,"Tolong hentikan semua ini Yang Mulia Putra Mahkota, nyawamu jauh lebih berharga dari apapun bagi rakyat Tartar. Tidak seharusnya Yang Mulia mempertaruhkan nyawa hanya demi perjudian konyol ini, Hamba benar-benar memohon yang mulia, tolong kabulkan permohonan Hamba,"tak disangka Yifan duduk bersimpuh untuk memohon pada sang Putra Mahkota.

"Bangunlah adikku," Pinta HanYan sambil membawa sang adik kembali berdiri,"Percayalah padaku, aku tahu apa yang aku lakukan, aku pasti akan memenangkan semua ini,"

HanYan terlihat begitu Yakin namun Yifan tidak bisa membohongi dirinya sendiri. Suatu hal buruk akan terjadi, dan Yifan begitu takut hanya untuk membayangkannya.

.

.

.

.

.

Sepekan telah berlalu tak terasa kini rombongan kerajaan Tartar telah tiba di Turan. Sesaat setelah melewati bukit perbatasan wilayah Turan, Yifan yang berada di barisan paling depan tertegun terkesima akan keindahan wilayah Turan. Akhirnya ia mengerti kenapa Negara ini rawan peperangan. Negara lain pasti begitu ingin merebut wilayah ini dan menjadikan tempat ini miliknya. Jika peperangan tidak bisa ditempuh maka cara lain tentu saja dengan menggunakan pernikahan politik. Namun semua orang pasti juga tahu jika menjadikan Putri Turan sebagai istri bukanlah perkara mudah. HanYan pernah berkata pada Yifan jika adiknya itu pasti akan langsung jatuh cinta pada sang Putri jika Yifan punya kesempatan untuk melihat wajahnya. Namun bagi Yifan saat ini, ia yakin tidak ada yang lebih indah daripada hamparan alam milik Turan. Yifan benar-benar jatuh cinta pada pandangan pertama pada tanah ini. Ingin sekali ia menjadikan Turan miliknya.

Sedangkan ditempat lain, tepatnya di istana Turan Xiou Yu berlari tergopoh-gopoh menghampiri sang Putri yang kini tengah sibuk memainkan alat musik tradisional China.

"Tuan Putri, maafkan hamba karena berani mengganggu Yang Mulia Putri," Salam Xiou Yu sambil menunduk.

Dengan sedikit rasa kesal karena terganggu, Zitao menghentikan petikan jarinya pada alat musik,"Ada apa Xiou Yu, apa ada hal penting sampai kau terburu-buru datang kemari?"

Xiou Yu menganggup setelah ia mendengar pertanyaan sang Putri,"Mereka datang Tuan Putri, rombongan dari Tartar telah datang," lapor sang Dayang.

Zitao tidak bergeming sama sekali, sorot matanya tetap tajam seperti biasa."Ternyata Pangeran dari negara kecil itu sudah berani mati..."desis Zitao.

Xiou Yu menatap Zitao sedih, Putrinya yang cantik, Putrinya yang rupawan. Sejak kapan Putri yang ia asuh sejak kecil itu kini tumbuh menjadi orang yang tak punya belas kasih. Namun Xiou Yu masih menaruh harapan pada ramalan itu, bahwa orang dari Tartar lah yang akan memenangkan hati sang Putri. Setidaknya Xiou Yu sedikit bisa merasa lebih lega sekarang, karena mungkin saja kali ini tidak akan ada pertumpahan darah.

"Tuan Putri, bagaimana jika Pangeran Tartar itu bisa memecahkan teka-teki nya?" pancing Xiou Yu dan Zitao langsung memandang tak suka.

"Itu tidak akan mungkin terjadi Xiou Yu, tidak akan ada yang bisa memecahkan teka-teki yang kubuat. Aku adalah titisan Dewi yang agung, tidak akan ada seorangpun yang bisa menyentuhku!" ego dan kesombongan begitu menyelimuti Putri Turan tersebut. Dia akan menghukum semua orang asing yang berani melangkahkan kakinya di Turan sebagai balas dendam apa yang telah menimpa Kakak perempuannya sepuluh tahun yang lalu.

Xiou Yu menunduk sedih, ia harap semua kekelaman ini segera berakhir dan tidak akan ada darah yang tumpah lagi di Turan.

.

.

.

.

.

"Apa, aku tidak boleh mengikuti berjalannya ujian teka-teki itu?" dengan Yifan tak percaya pada Liu, Dayang kerajaan Tartar yang ikut dalam perjalanan ini sekaligus teman kecil Yifan, Karena Liu adalah putri dari pengasuh Yifan saat Selir Zijun ibu dari Yifan wafat.

"Benar tuanku Pangeran, hanya yang mulia Raja dan Putra Mahkota saja yang diizinkan masuk," jelas Liu.

Kegelisahan Yifan semakin meningkat, rasa cemas tiba-tiba saja menyelimuti hatinya,"Ini tidak bisa dibiarkan, aku harus ikut masuk!"desak Yifan serasa melangkah meninggalkan paviliun kerajaan Turan tempat ia beristirahat sekarang.

"Tidak tuanku Pangeran, Anda tidak bisa melakukan hal itu. Itu sudah menjadi aturan negeri ini," cegah Liu sambil menahan lengan kanan Yifan dengan kedua tangannya.

"Peraturan macam apa?!" Yifan terdengar murka,"Bagaimana mungkin aku bisa mempercayai peraturan dari Negara yang tak segan memenggal kepala seseorang yang berani melamar sang Putri!"

"Tuanku tolong tenanglah," Gadis muda itu ketakutan melihat tuannya begitu murka, baru kali ini Liu melihat Yifan semarah itu.

"Aku tidak bisa terus diam saja disini Liu, karena aku tahu diluar sana nyawa Kakakku sedang dipertaruhkan!" Yifan mengibaskan kedua tangan Liu dan bergegas menuju pintu.

"Tuanku!" teriak Liu tak berdaya.

Namun sesaat setelah Yifan membuka pintu, ada seorang prajurit dari Tartar yang menghadapnya.

"Ada apa?" tanya Yifan tak sabaran.

Bukannya menjawab prajurit itu justru jatuh bersimpuh sambil berlinang air mata,"Tuanku pangeran, Anda bisa menghukum hamba setelah ini. Namun hamba harus memberanikan diri menyampaikan kabar ini. Yang mulia Putra Mahkota gagal memecahkan teka-teki yang diberikan sang Putri, dan saat ini Yang Mulia Putra Mahkota sedang digiring ke halaman istana untuk melaksanakan hukuman pancung,"setelah mengatakan itu sang prajurit kembali menangis tersedu.

Mendengar kabar itu Yifan terasa bagaikan tersambar petir,"Kakak!" tanpa memperdulikan apapun lagi Yifan segera berlari menuju halaman istana Turan.

"Tuanku tunggu!" teriak Liu yang ikut berlari mengejar Yifan dari belakang.

Dengan secepat mungkin Yifan terus berlari ke halaman depan istana, suasana sudah penuh sesak saat Yifan ingin menerobos masuk. Banyak para rakyat Turan yang ingin menyaksikan eksekusi pemenggalan kepala Pangeran Asing dilaksanakan.

"Kakak, Kakak!" Yifan terus berteriak dan mencoba menerobos kerumunan orang-orang namun tidak juga berhasil. Dari kejauhan ia bisa melihat barisan prajurit yang berjalan rapi sambil menggiring seseorang di depan mereka. Orang itu sudah memakai pasung dileherdan kedua tangannya diikat. Jantung Yifan serasa berhenti saat ia memastikan bahwa orang yang digiring para prajurit itu adalah HanYan. Amarah tiba-tiba menguasai Yifan, dengan menggeram marah Yifan berteriak keras.

"KAKAK!" dengan sekuat tenaga , Yifan menerobos maju. Tak perduli orang-orang Turan itu berteriak kesal dan saling memaki. Selang beberapa menit kemudian Yifan sudah berada di depan kerumunan, berhadapan langsung dengan barisan prajurit yang menggiring kakaknya.

"Kakak.." geram Yifan, tak terasa air mata mengalir di pipinya.

"Adikku..." HanYan yang kini tak berdaya hanya mampu memandang adiknya sedih. Pasung yang melekat dilehernya begitu terasa berat karena terbuat dari bahan logam.

Dengan kedua tangan mengepal kuat Yifan tanpa sadar berlari menuju barisan prajurit dan mulai mengamuk," Lepaskan Kakakku, kalian manusia biadap!"

Namun para prajurit Turan tak kalah gesitnya,"Tangkap perusuh itu!"perintah salah satunya. Maka dengan sigap dua orang Prajurit menahan kedua tangan Yifan hingga pangeran kedua Kerajaan Tartar itu tak bisa berkutik.

"Lepaskan aku, Lepaskan aku!" ronta Yifan tak terima namun sehunus tombak kini berada di depan leher Yifan, membuat sang Pangeran kedua tidak bisa melakukan apapun. Air mata terus mengalir saat Yifan melihat HanYan sudah duduk tersungkur di papan pasung.

Setelah keadaan kembali tenang, sebuah Gong raksasa yang terletak di depan pintu gerbang masuk istana dibunyikan tiga kali. Tak lama kemudian seorang petinggi istana datang dan berdiri di di depan pintu istana yang dibangun sedikit lebih tinggi daripada halaman istana.

"Perhatian Semuanya!" teriak petinggi itu,"Menurut aturan yang berlaku di kerajaan Turan, Siapapun yang ingin menikahi Turandot(Putri Turan) harus terlebih dahulu menjawab tiga persyaratan teka-teki. Jika ia gagal maka ia akan dihukum pancung!"

Yifan tidak percaya apa yang baru saja ia dengar. Ia berharap semua ini hanya mimpi buruk dan semua akan kembali normal seperti sedia kala saat ia terbangun.

"Seorang pemuda yang kini berada di arena pancung adalah Putra Mahkota Kerajaan Tartar. Beliau gagal menjawab ketiga teka-teki yang diajukan oleh sang Putri. Menurut hukum dan aturan yang berlaku di Kerajaan Turan maka Putra Mahkota Tartar harus rela dipenggal kepalanya!"

Gong raksasa kembali dibunyikan sebanyak tiga kali. Dan apa yang terjadi setelahnya tidak pernah sekalipun Yifan bayangkan akan menimpa Kakak laki-lakinya. Jiwa Yifan serasa ikut melayang pergi saat sang algojo berhasil memisahkan kepala sang kakak dari tubuhnya menggunakan sebilah pedang. Berteriak pun rasanya sudah tak mampu. Yifan terduduk di tengah-tengah kedua prajurit yang masih menahannya dan berteriak sekeras mungkin seolah mampu merobek pita suaranya.

"Biadap!" murka Yifan,"Dimana keadilan yang tersisa di negara ini?!"teriakan Yifan mencuri perhatian semua orang yang hadir pada peristiwa eksekusi itu.

"Dimana Turandot?!" teriak Yifan lagi,"Dimana Putri tak berperi kemanusiaan itu berada? Tunjukkan dia padaku?!"Yifan benar-benar murka suaranya begitu menggelegar di tengah halaman istana yang luas itu.

"Keluar kau Turandot!" teriak Yifan lagi hingga urat lehernya terlihat.

Kesunyian masih menyertai kemurkaan Yifan, namun tidak lama kemudian gerbang istana terbuka. Di sana berdiri seorang Putri dengan puluhan Dayang dibelakangnya. Kecantikan yang luar biasa tidak ada tandingan, yang hanya dimiliki oleh Putri Turan yang termasyhur. Kecantikan yang mampu membutakan mata hati siapapun yang melihatnya, hingga mereka yang jatuh hati rela meregang nyawa sebagai taruhannya.

Tanpa dikomando, melihat kehadiran sang Putri seluruh rakyat yang hadir dan para prajurit bertekuk lutut dan menundukkan kepala sebagai tanda penghormatan, semua orang bersimpuh dan tidak ada yang berani melihat wajah Huang Zitao. Karena dianggap tidak pantas bagi rakyat biasa untuk memandang anggota keluarga kerajaan tepat di mata.

Tapi tidak begitu bagi Yifan, dia adalah pangeran Negara Tartar. Dia tidak harus bersimpuh dihadapan sang Putri. Yifan berdiri tegak di tengah semua orang yang duduk tertunduk, terlihat kontras dan begitu menarik perhatian. Dengan berani dan sepasang mata yang menyalang ia tatap Putri Tunggal Raja Huang tersebut.

Zitao pun memandang seseorang yang berani tidak berlutut didepannya. Mata angkuhnya tak henti menghakimi keberadaan pemuda asing itu. Mata bertemu mata, baik Yifan maupun Zitao mencoba untuk mengintimidasi satu sama lain.

"Kau, Putri dari Kerajaan Turan!" sentak Yifan lantang yang menggema diantara kesunyian,"Aku, Pangeran ke dua dari Kerajaan Tartar bersumpah demi jiwa-jiwa tak berdosa untuk menghancurkan kesombonganmu dan menjadikanmu milikku!"

Mendengar sumpah yang mengerikan itu semua rakyat tersentak, mereka tak sengaja mengangkat kepala mereka bersamaan dan mencari tahu siapa yang berani menantang Putri mereka yang kejam. Disana mereka semua melihat sang pemuda asing dengan berani melangkah menuju pintu istana. Tanpa rasa takut Yifan mengambil pemukul dan membunyikan Gong raksasa sebanyak tiga kali. Suara menggelegar yang mengerikan, seolah menandakan hal yang jauh lebih buruk akan terjadi.

"Kau dengar Putri Turan?!" teriak Yifan,"Dengan ini aku mengumumkan jika aku akan mengikuti ujian teka-teki itu, menjadikanmu milikku, dan menghancurkan kesombonganmu!"

Terdengar decakan kagum dari para Rakyat Turan akan keberanian pangeran dari negeri Asing itu. Sedangkan sang Turandot, Putri Huang Zitao sama sekali tidak goyah. Sang Putri tetap tenang berdiri didepan pintu istana.

"Kau orang Asing, jika kau begitu ingin menyerahkan kepalamu sama seperti kakakmu yang bodoh itu. Kau bisa menghadap yang mulia Raja esok Hari." Hanya itu yang dikatakan Zitao, setelah itu ia berbalik, kembali masuk ke dalam istana diikuti oleh berpuluh-puluh Dayang dibelakangnya.

Tak goyah, Yifan tetap menatap kepergian Putri dengan hati sedingin es itu. Saat gerbang utama istana tertutup dan bayangan sang Putri tak terlihat lagi, kata-kata HanYan semasa hidup terngiang lagi di kepala Yifan.

'Aku yakin kau pasti juga akan langsung jatuh cinta pada sang Putri pada pandangan pertama'

Yifan akui, kecantikan sang Putri memang seperti yang diceritakan. Mampu mengusik kalbu hanya dengan melihatnya, bahkan nyawa pun akan dijadikan taruhan sebagai imbalannya. Putri Turan adalah wanita tercantik yang pernah Yifan temui, dan ia pun tidak akan menyangkal jika hatinya kini berkhianat. Yifan menginginkan Turandot, Putri Turan yang mampu melumpuhkan hati hanya dengan melihatnya.

.

.

.

TBC

Pertama-tama aku minta maaf buat para readers yang nunggu FF aku yang lain, sorry banget aku belum bisa lanjut karena sejujurnya aku lagi kena WB yang parah. Kalian boleh marah and kecewa ma aku tapi beginilah aku adanya saat ini :(

Ok FF ini ide ceritanya aku pinjam dari Opera tiga babak gubahan Om Puccini, sejujurnya ya guys kalo aku sampai minjem ide orang lain buat nulis FF itu artinya aku already hit the lowest level of my writing capabelity aka kondisi kemampuan nulis aku hampir enggak tertolong.

Guys...sekali lagi maaf ya T.T