Note:
Halo semua! Kali ini saya akan membawakan sebuah cerita MC terbaru yang pastinya bikin kalian pada penasaran. Cerita kali ini bertemakan tentang fotografi. Pasti pada penasaran bukan?
Apa sih perbedaan fotografi dan fotografer?
Apa perbedaan DSLR dan SLR?
Apa hubungan lensa dengan kamera?
Apa saja metode yang harus dikuasai dalam fotografi?
Semuanya akan terkuak didalam cerita ini, kebetulan saya adalah salah satu anggota club fotografi di sekolah saya. Untuk itu, saya ingin berbagi ilmu dan tips dalam dunia fotografi kepada kalian semua.
Happy reading bros! XD
.
FRAGRANCE
Bab 1. Fragrance Club Photography
.
Seorang pemuda bersurai brunette terpaku serius dihadapan laptop, iris zamrud menilik kata demi kata yang tertera di layar laptop. Jemarinya yang lentik menari lincah diatas keyboard berwarna putih, ditemani oleh alunan musik jazz yang mengalun dan menggema dalam kamarnya.
Sesekali ia mengerang kesal dan menjambak rambut frustasi, pasalnya deadline akan ditutup tepat tengah malam nanti. Pemuda itu—Eren Jaeger seorang jurnalistik yang tengah dikejar deadline berita tentang kasus bunuh diri yang sekarang tengah marak terjadi.
Pasrah? Tentu saja tidak. Disenderkan punggungnya di kursi sembari mengusap wajahnya kasar. Kesal dan jengkel bercampur menjadi satu. Bagaimana tidak? Bayangkan saja, hari ini ia pergi ke TKP dan mewawancarai seorang narasumber akan kasus tersebut. Lalu, setelah wawancara atasannya—Jean Kirstein memberikan tenggat waktu deadline tengah malam nanti.
Crazy? Exactly what he said.
Ingin rasanya Eren mencekik si muka kuda itu. Apakah ia tidak tahu bagaimana capeknya Eren hari ini? Seharian pontang-panting hanya untuk mendapatkan secuil informasi, belum lagi ia harus melawan kerumunan wartawan lain yang dengan seenaknya menyerobot.
Untung saja ia bisa mengendalikan emosi, kalau tidak? Mungkin hanya Eren dan Tuhan saja yang tahu.
Perlahan, ia mengambil napas dan membuangnya. Eren harus bergegas menyelesaikan deadline tentang kasus ini. Sebelum ia lanjut mengetik, diliriknya sebuah papan pengumuman kecil yang terpaku di tembok. Ia tersenyum kecil mendapati beberapa foto juga tulisan semasa ia kuliah.
Harus jadi jurnalistik!
Tuhan merencanakan, manusia menjalankan.
I believe in God.
Ereeeennnnn jangan lupa besok makalah kasus limbah harus sudah dikumpulkan!
Dan masih banyak lagi.
Eren pun beranjak dari kursi dan berjalan mendekati papan tersebut, iris zamrud menatap isi papan dengan intens. Tulisan-tulisan saat ia masih kuliah membawa si brunette bernostalgia sejenak. Saat itu, Eren sangat ambisius untuk bisa lulus dalam kurun waktu empat tahun.
Dengan berbagai rintangan, Eren melewatinya dengan semangat dan kerja keras. Untuk itu, ia pun berhasil meraih gelar sebagai mahasiswa terbaik tahunan. Tentu saja, ia punya nama dikampus. Eren kembali menghela napas, lalu matanya teralih ke beberapa foto yang tertempel di papan pengumuman.
Ada foto disaat ia bersama sahabatnya—Armin Arlert dengan suasana pohon musim gugur.
Foto seekor lebah hinggap di bunga.
Foto setangkai bunga mawar yang terlihat sangat detail sekali.
Foto ia tengah bermain skateboard.
Dan masih banyak lagi.
Eren Jaeger memang menyukai hal-hal berbau fotografi, tak dipungkiri lagi ia sudah hampir menguasai tehnik fotografi sejak masih duduk dibangku SMA. Eren terinspirasi dari seorang fotografer kelas dunia yang bernama Robert Capa yang selain merupakan penulis, pria asal keturunan Berlin ini merupakan fotografer yang karyanya masih dihargai sampai sekarang.
Senyum tipis tercetak diparas manis pemuda brunette, meski hanya menggunakan kamera poket tetapi karyanya selalu dihargai oleh orang tua dan teman-temannya. Punggung ia hempaskan kembali ke kursi, ia regangkan otot-otot yang kaku hingga terdengar bunyi 'klek'.
Ditariknya kursi hingga dada sejajar dengan meja, meregangkan sekali lagi jemari lentiknya. "Baiklah, aku siap."
Eren pun kembali mengetik tanpa diliriknya jam yang sudah menunjukkan pukul sepuluh malam, masih ada waktu dua jam lagi sebelum tenggat deadline.
Tok. Tok. Tok.
Suara ketukan berasal dari pintu, Eren masih terfokus dengan layar laptop.
Tok. Tok. Tok.
Mengabaikan suara ketukan yang makin lama semakin bising.
Tok. Tok. Tok.
Pasrah. Ia mendengus kesal lalu beranjak dari kursi dan berjalan menuju pintu. Dibukanya daun pintu dan iris zamrud mendapati figur seorang pria bertubuh tinggi tegap mengenakan kemeja putih yang dipadu dengan jaket kulit berwarna hitam metalik. Wajahnya suntuk dan terlihat kelelahan.
Kacamata bulat tak berbingkai bertengger dihidung mancung pria itu, iris zamrud menangkap figur sang anak. Pria itu—Grisha Jaeger yang merupakan ayah kandung Eren.
"Ayah sudah pulang? Bukankah ada pasien yang harus ditangani?" Eren bertanya sembari memandang wajah suntuk Grisha.
Grisha tersenyum tipis. "Boleh ayah masuk?"
Eren mengangguk kikuk, Grisha dipersilahkan masuk meski ia duduk dikasur putranya. Eren duduk dikursi, menunggu jawaban dari sang ayah. Ia memandang raut wajah Grisha, sepertinya pria itu sangat lelah sekali hari ini.
"Ayah?" tanya Eren sekali lagi setelah terdiam selama sepuluh menit.
Grisha tersentak dengan pertanyaan Eren,"A-ah iya, maaf tadi ayah melamun hehehe."
Eren menghela napas,"Baiklah, jadi ayah ada keperluan apa?"
Grisha merogoh sesuatu dari balik ransel kerja, dikeluarkannya sebuah kotak berbentuk kubus yang dilapisi oleh kantong plastik berwarna putih. Ia menyodorkan barang tersebut kepada Eren, si empu menautkan sebelah alis. Bingung dengan barang yang diberikan oleh sang ayah.
"Eren, ini barang yang kau minta semasa SMA. Maaf ayah baru bisa memberikannya sekarang," ujar Grisha sembari tersenyum lembut. "Bukalah."
Eren mengangguk tipis, tanpa basa-basi ia mengambil barang tersebut dari balik kantong dan betapa terkejutnya ia. Kotak tersebut ternyata merupakan sebuah kamera DSLR keluaran terbaru yang dibonusi oleh lensa 300m.
"A-ayah ini," ujar Eren dengan terbata-bata. Masih kaget dengan barang yang diberikan sang ayah.
Grisha tersenyum,"Ya itu kamera keluaran terbaru, bukankah kau sangat suka hal berbau fotografi? Nah, sekarang ayah baru bisa membelikannya untukmu dari hasil uang tabungan ayah selama ini."
Senyum sumringah tercetak dengan jelas diparas manis Eren. Ia pun melompat dari kursi dan memeluk ayahnya erat. "Terima kasih ayah! Aku senang sekali dengan hadiahnya!"
Grisha terkekeh geli. Diusapnya lembut surai brunette yang serupa dengannya itu sayang. "Sama-sama, jaga baik-baik barangnya ya. Wujudkan mimpimu. Ayah yakin kau bisa, Eren. You can do for the best my lovely son."
"Tentu saja!" tukas Eren dengan semangat dan dibalas oleh tawaan renyah Grisha.
Malam itu adalah malam yang sangat indah bagi seorang Eren Jaeger. Disaat kesibukannya mengerjakan deadline, Grisha datang dengan membawakan semangat baru. Sebuah kamera DSLR yang diinginkan iris zamrud semasa ia dibangku SMA pun terkabul. Untuk sekarang, yang menjadi pertanyaan paling besar ialah apakah ia bisa bergabung dengan Fragrance Club Photography?
Sebuah klub fotografi dimana para fotografer profesional lah yang bisa memasuki klub tersebut.
.
.
.
"Selamat pagi!" Eren berseru dengan semangat begitu ia membuka pintu studio. Semua mata tertuju pada sumber suara.
Eren mengenakan kaos cokelat muda dipadu dengan kemeja pendek kotak-kotak berwarna cokelat tua, kaki jenjangnya dibalut oleh celana jeans berwarna biru dongker cerah. Mengenakan sepatu converse yang menutupi mata kaki berwarna abu-abu dan ia selalu mengenakan kalung salib kecil berwarna hitam yang agak dipaskan dengan lehernya.
Itulah style Eren setiap pergi, mau itu pergi berjalan santai ataupun bekerja.
"Eren, kau darimana saja? Kau tahu ini jam berapa?" tanya seorang gadis berambut hitam sebahu, iris hitam itu memandang Eren dengan tajam.
Tubuhnya dibalut oleh tanktop hitam yang dibalut dengan kemeja jeans panjang yang lengannya digulung hingga sikut, kaki jenjang itu dilapisi oleh celana jeans abu-abu gelap nan ketat. Selalu memakai sepatu nike yang dasarnya berwarna abu-abu dan coraknya berwarna pink. Ciri khas gadis ini ialah selalu memakai jam tangan hitam besar yang membalut pergelangan tangan kiri dan sebuah syal merah yang melilit dilehernya.
Gadis itu—Mikasa Ackerman yang merupakan sutradara studio TV Leben.
Eren tertawa kecil sembari menggaruk tengkuknya yang tidak gatal,"Hehehe maaf aku terlambat, soalnya tadi malam baru bisa tidur jam satu pagi."
"Jam satu pagi?!" pekik seorang pemuda berambut tipis dengan iris lemon yang menyiratkan keterkejutan, Eren terperanjat kaget lalu menoleh ke samping dan mendapati pemuda itu.
Ia selalu mengenakan kaos bergaris-garis berwarna hijau tosca, kakinya dibalut oleh celana kebesaran hingga lutut berwarna cokelat bergaris-garis merah dan sepasang sepatu basket berwarna biru muda bercorak putih.
Pemuda itu—Connie Springer yang merupakan seorang kameraman studio. Eren menghela napas sembari memutar bola matanya malas.
"Kau ini seperti tidak pernah tidur jam segitu saja, aku begadang karena harus mengerjakan deadline yang tenggat waktunya tengah malam tadi."
Connie mengangguk paham, kemudian ia pun melanjutkan pekerjaannya kembali. Eren menaruh tasnya di ruangan yang bertuliskan 'Staff Only'. Sesudah menyimpan tas, ia pun keluar dari ruangan sembari menggenggam sebuah naskah.
"Mikasa, ini naskahnya," ujar Eren sembari menyodorkan naskah tersebut dan diterima oleh si empu. Gadis itu mulai membuka tiap helai lembaran, membaca rentetan tulisan yang tercetak rapi dalam kertas tersebut. Mikasa mengangguk-angguk meski matanya masih terfokus kedalam tulisan. "Baiklah, tidak buruk yang pasti begadangmu memiliki arti tersendiri dan tidak sia-sia."
Eren menghela napas begitu naskahnya disetujui oleh Mikasa.
"Hei, dimana Armin dan Historia? Ini sudah hampir waktu penayangan," ujar Mikasa dengan emosi sembari melipat kedua tangannya. Ia memang tipe orang yang benci membuang-buang waktu. Rekan-rekan studio sudah berdoa komat-kamit agar duo kakak beradik itu datang sebelum waktu penayangan.
Mereka tidak mau mengambil resiko kalau sampai Mikasa mengamuk, memang seberapa seram Mikasa mengamuk? Hanya Mikasa dan Tuhan saja yang tahu.
Klek.
"Maaf kami terlambat!" Suara yang familiar menggema dalam satu studio, semua mata tertuju ke arah sumber suara dan mendapati kakak beradik bersurai blonde yang tampak tersenggal-senggal memasuki ruang studio.
Sang kakak, bersurai blonde sebahu dipadu dengan iris biru cerah dengan gestur tubuh yang normal itu bernama Armin Arlert. Kali ini, ia mengenakan pakaian santai layaknya pembawa acara entertaint.
Dada bidang itu terbalut kaos putih dengan tulisan berbahasa German, kakinya dilapisi oleh celana yang agak kebesaran hingga lutut berwarna hitam, dan memakai sepatu nike yang dasarnya hitam dan bercorak biru tua.
Sedangkan sang adik, bersurai blonde panjang dipadu dengan iris yang serupa dengan sang kakak dan memiliki gestur tubuh lebih pendek dari sang kakak bernama Historia Arlert.
Ia mengenakan dress selutut yang berdasarkan putih dengan motif kupu-kupu, tali terkait lengkungan leher. Ia mengenakan wedges berwarna pink susu.
Mereka berdua merupakan host dalam studio TV ini.
"Kalian kemana saja, huh?" tanya Mikasa tajam sembari berkacak pinggang. Armin bergidik ngeri dengan aura hitam yang diberikan Mikasa kepadanya, sedangkan Historia hanya memutar bola matanya malas. "Maaf kami terlambat, tadi kakak bangunnya telat."
Mikasa menatap tajam Armin sedangkan yang ditatap malah menatap sang adik dengan tatapan 'jangan-bongkar-aib-orang', tetapi Historia membalas tatapan masa bodoh.
Eren menghela napas. "Sudahlah, Mikasa yang penting mereka sudah sampai tepat sebelum show dimulai."
"Baiklah kalau begitu, Sasha segera kerjakan tugasmu."
"Baik," jawab seorang gadis berambut cokelat yang dipanggil Sasha Brush itu dengan mantap. Ia berjalan mendekati dua kakak beradik itu sembari membawa tas make up—perlu diketahui bahwa Sasha merupakan penata rias di studio ini.
Perlu diketahui juga bahwa pakaian yang dipakai oleh Sasha sangat aneh. Terkadang ia memakai baju ketat berwarna cokelat dengan jeans ketat berbulu, atau baju ketat berwarna pink yang dipadu dengan jeans ketat berwarna tosca dengan motif macan tutul. Sangat aneh sekali, tetapi wajarkan saja karena ia merupakan juru penata rias.
Intinya, Sasha sangat suka mengenakan baju dan celana ketat.
Memakan waktu sepuluh menit dan akhirnya mereka pun siap. Mikasa menyuruh rekan-rekannya untuk segera mengambil posisi. Setelah semua sudah berada dalam posisi, Mikasa berseru,"Ya 3..2..1...action!"
Armin mulai bercakap diselingi oleh Historia dengan bantuan sebuah layar display kecil yang terletak sekitar lima meter dari tempatnya duduk, Mikasa memperhatikan laju kerja rekannya ini. Sedangkan Eren mengambil beberapa gambar menggunakan kamera barunya.
'Tch! Terlalu gelap,' batinnya kesal.
Eren pun mulai memakai mode night potrait* dengan shutter speed* 1/400, F.10* dan ISO* 200. Ia mulai mengolaborasi ketiga mode tersebut. Memainkan rotating kamera untuk menentukan objek. Objek yang diambil oleh Eren adalah wajah cantik Historia.
Begitu objek terambil ia menekan setengah tombol release, setelah terambil baru ia membidik gambar. Setelah dibidik, Eren menekan tombol display untuk melihat hasil fotonya. Begitu dibuka ia langsung men-zoom foto tersebut dan hasilnya—
'Tidak buruk tetapi pengambilan pencahayaannya kurang,' batinnya.
Eren mengubah shutter speed menjadi 1/500, lalu ia memfokuskan lagi ke wajah cantik Historia. Menekan setengah tombol release setelah itu membidiknya sempurna. Ditekannya lagi tombol display dan men-zoom foto tersebut.
'Hmm sempurna,' batinnya puas.
Eren melakukan lagi aktivitas fotografinya. Mulai dari mengambil foto Armin yang tengah tertawa, raut serius Mikasa, Sasha yang tengah mengipas dirinya, dan masih banyak lagi. "Cut! Oke semuanya kita istirahat satu jam habis itu kita mulai shooting lagi," ujar Mikasa sembari beranjak dari kursi.
"Terima kasih!" seru semuanya serempak.
Eren duduk disalah satu kursi sembari mengotak-atik kameranya, tanpa disadari Armin memandang hasil foto Eren. "Eren, ini kau yang mengambilnya?"
Pemuda brunette itu terperanjat kaget, ia pun mendongak dan mendapati Armin tengah menatapnya penuh jawaban. "A-ah iya, memangnya kenapa?"
Hening sejenak lalu—
"Kenapa kau mengambil foto disaat aku sedang memakai tampang jelek seperti itu?!" teriak Armin emosi.
"Aku kan hanya iseng saja, lagian ini untuk menambah skill ku agar bisa bergabung ke Fragrance Club Photography," jawab Eren enteng, Amin terdiam sejenak.
"Apa katamu? Fragrance Club Photography?"
"Iya, suatu klub dimana para fotografer profesional berkumpul."
Armin mengelus dagunya, tampak berpikir. "Eren, coba sampai rumah kau buka situs fragrance-photography disana dibuka pendaftaran secara online."
Eren terdiam lalu iris zamrud itu menangkap figur Armin dengan tatapan serius. "Apa? Pendaftaran online?"
"Iya, daftar saja kalau tidak salah pendaftarannya ditutup malam ini."
"Tunggu, darimana kau tahu soal situs tersebut dan waktu tenggat pendaftarannya?" tanya Eren bingung.
Armin menghela napas sembari menarik kursi disebelah Eren, pemuda blonde itu duduk lalu menatap kamera DSLR si empu.
"Kakak Mikasa merupakan wakil ketua klub tersebut dan kemarin aku penasaran akan situs itu. Lalu aku membukanya dan tenggat waktu pendaftarannya malam ini."
"Kakaknya Mikasa? Namanya siapa?"
Armin menaruh telunjuk di dagunya tengah berpikir. "Hmm kalau tidak salah namanya Rivaille Ackerman."
Eren memejamkan matanya sejenak lalu membukanya kembali,"Baiklah aku akan coba."
Armin tersenyum,"Kau pasti bisa, Eren. Kuakui hasil karyamu sangat bagus, selalu ingatlah bahwa if you want you can do that."
"Iya, terima kasih Armin."
.
.
.
Tik. Tik. Tik.
Jemari lentik Eren menari-nari dengan indah diatas keyboard putih, lagi-lagi ia harus mengerjakan laporan dan untungnya Jean berbaik hati memberikan tenggat waktu besok pagi. Jadi Eren masih bisa sedikit bernapas lega.
Ditengah-tengah kesibukan membuat laporan, ia penasaran dengan situs yang tadi siang diberikan oleh Armin. Akhirnya, ia membuka web browser dan mengetik.
Enter
Fragrance Club Photography
Prepare Yourself For Wonderful Journey!
Web pun dibuka dan menampilkan sebuah hasil beberapa postingan foto berupa karya para fotografer club tersebut. Eren menikmati hasil foto dari para fotografer itu, baginya ini merupakan suatu hiburan. Di ujung kanan atas terdapat sebuah tulisan.
Let's join with us!
Sign in
or
Doesn't have an account? Register here!
Eren pun meng-klik pilihan kedua, ia memulai melakukan pilihan registrasi. Awal-awal registrasi sangat standar sekali tetapi begitu ia meng-klik lembaran kedua barulah neraka dimulai.
Please answer the question!
Question 1: What do you know about photography?
Iris zamrud itu menatap cengo pertanyaan itu, maksudnya ayolah registrasi saja harus ada pertanyaan seperti ini. Kayak mau masuk ujian seleksi saja, tetapi inilah kenyataan. Eren menghela napas sembari menjawab pertanyaan tersebut. Selesai menjawab ia pun menekan tombol enter.
Question 2: What are your reasons to register with our site?
Satu pertanyaan bodoh lagi.
Mau tidak mau ia harus menjawab lagi meski sebetulnya Eren bertanya-tanya, untuk apa pertanyaan-pertanyaan ini dibuat.
Question 3: What is your motivation in photography?
Ini dia pertanyaan yang ditunggu-tunggu oleh pemuda brunette, ia menjawab dengan antusias sekali. Seakan-akan kecintaannya akan fotografi tersalurkan begitu saja kedalam jawaban yang ia buat, selesai menjawab ia pun menekan tombol enter lagi.
Thank you for answer our question's!
Eren menatap facepalm layar laptop, maksudnya sudahkah registrasinya? Apa ada lagi yang harus ia buat mungkin semacam buat sebuah akun di forum atau semacamnya? Yang paling buat jantung Eren berdegup dua kali lebih cepat ialah—apakah ia diterima di club ini?
Dihempaskan punggung ke senderan kursisembari menghela napas pasrah, mungkin ia tidak diterima kedalam klub ini. Mau tidak mau, Eren harus sanggup menerima kenyataan pahit ini. Digerakannya kursor komputer hendak menekan tombol exit sebelum—
Thank you for waiting!
Congratulation you're a member of this club!
For any information please contact us on:
Email: fragrancexxx
Teriakan bahagia pun menggema di kamarnya, tidak peduli ia membuat tarian bodoh untuk memeriahkan hari ini. Eren sangat senang sekali bahwa dirinya diterima kedalam klub tersebut, dengan cekatan ia pun langsung mengetik sebuah pesan yang akan dikirimkan ke email klub itu.
Sending a message...
Eren menunggu dengan sabar.
Your message has been sent
Sekali lagi ia menghela napas senang. Tak mau membuang-buang waktu, Eren mulai melanjutkan tugasnya yang tadi sempat tertunda. Mengetik lagi ribuan kata yang akan dibentuk menjadi sebuah laporan.
You have one message!
Dengan gesit, Eren membuka email tersebut dan—
Terima kasih sudah mengonfirmasi. Kami dari pihak Fragrance Club Photography mengumumkan bahwa besok kami mengadakan pertemuan dengan member baru di:
Hari: Rabu, 07 April 2019
Tempat: Los Angeles Park
Waktu: 10.00 am
Atas perhatiannya kami ucapkan terima kasih.
Regards
Fragrance Club Photography
Senyum sumringah tercetak kembali diparas manis Eren, untung saja besok ia tidak ada pekerjaan apapun. Hanya datang ke studio untuk menyerahkan laporan setelah itu bebas, kesempatan inilah yang ditunggu-tunggu Eren. Mungkin dewi fortuna berpihak pada Eren.
Diselesaikannya cepat laporan untuk ia serahkan besok, segimanapun ia harus bisa tidur lebih awal. Karena besok adalah hari yang ditunggu-tunggu olehnya. Hari dimana ia bertemu sapa dengan para fotografer profesional.
Juga Rivaille Ackerman yang merupakan wakil ketua sekaligus kakak kandung Mikasa Ackerman.
Kesempatan yang jarang sekali orang dapatkan. Meski begitu, Eren sangat bersyukur untuk hari ini.
.
.
.
-To Be Continued-
Glossarium:
Night Potrait: Mode ini merupakan pencabangan mode full auto, namun lebih disesuaikan dengan kebutuhan foto portrait malam hari atau cahaya redup. Karena pencahayaan didalam studio kurang sangat bagus untuk membidik foto menggunakan mode ini.
Shutter Speed: Kecepatan rana, maksudnya ialah dimana dalam kamera ia mengambil gambar dengan cepat layaknya pupil pada mata. Biasanya bila shutter speed ditinggikan (1/1000-1/3000) akan semakin gelap karena cahaya yang ditangkap pun semakin berkurang.
F: Merupakan diafragma dalam istilah kamera, biasanya semakin kecil angka satuan maka semakin besar bukaan lensa. Diafragma dalam kamera bisa diumpakan sebagai ketika mata memipih dan mencembung dalam proses melihat benda jarak jauh dan dekat.
ISO: Ukuran tingkat sensifitas sensor kamera terhadap cahaya. Semakin tinggi setting ISO kita maka semakin sensitif sensor terhada cahaya.
A/N:
Terima kasih sudah mampir dan membaca cerita buatan saya, didalam cerita ini saya akan memberikan sedikit dasar-dasar tentang kamera beserta kegunaannya. Mungkin di chapter depan saya akan menjelaskan lebih detail tentang mode yang berada pada kamera.
Saya meminta maaf sebesar-besarnya terjadi kekurangan dalam cerita ini.
Coming soon next chapter: Bab 2. Camera
Salam manis,
-Kazu Kirana
