Seperti kata pepatah, hidup adalah pilihan...
.
.
an Hetalia FanFiction
..
Snow Over Me
..
..
.
Antonio Fernandez Carriedo
Bella Maes
Krasivanya Braginski
Lovino Vargas
Alfred F. Jones
.
.
Siapa bilang menjadi polisi itu mudah? Pekerjaanmu adalah hidupmu. Seluruh waktumu akan tersita habis untuk pekerjaan mengabdi pada negara ini. Begitulah setidaknya yang dirasakan Antonio. Seorang Spaniard yang sejak kecil bercita-cita untuk menjadi polisi. Dan pada akhirnya, ketika ia telah berhasil mendapatkan pekerjaan itu, ia menyesal setengah mati.
.
..
Antonio mengendarai mobil dinasnya melewati jalanan New York yang tak pernah beristirahat dari kesibukan duniawi. Kini, toko-toko dipenuhi pernak-pernik natal. Orang-orang saling bersuka-ria dengan semangat Natal. Dan beberapa diantara mereka ada yang tetap terlihat murung. Pikiran Antonio melayang jauh ke rumah. Dimana istrinya –Bella mungkin sedang kesepian menunggunya pulang, menghabiskan malam sendirian. Antonio sudah meminta maaf pada Bella perihal tugasnya yang mendadak ini. Dan wanita itu seperti biasa, hanya tersenyum simpul menerimanya. Tak jarang Antonio merasa bersalah pada Bella. Tapi, toh bagaimana lagi, memang sudah seperti ini kesibukannya, bahkan sebelum ia menikah dengan Bella.
Di awal pernikahan, kekhawatiran Bella membuat pekerjaannya terganggu. Bella terlalu banyak mengontaknya, menanyakan ini itu yang tidak terlalu penting. Meski sejujurnya Antonio memahami bagaimana perasaan Bella sebagai pengantin baru yang kesepian. Namun, ia tak bisa membiarkan pikirannya terbagi dua terus seperti ini. Bahkan, Antonio hampir saja mengalami kecelakaan karena harus menerima panggilan telepon dari Bella.
Saat itu ia sedang mengemudikan sedan dinasnya melalui jalan tol. Sedan hitam itu melaju begitu kencang, hingga suara udara yang ditembusnya berdesingam di kanan-kiri mobil. Antonio setengah fokus ketika ponselnya tiba-tiba berbunyi. Ketika diliriknya layar ponsel, nama Bella terpampang jelas, membuat jiwanya agak lelah sejujurnya. Antonio mengalihkan pandangannya ke depan, dan satu meter dari mobilnya, hanya tinggal satu meter lagi, ia bisa menabrak pembatas besi yang membatasi jalan dengan jurang curam di bawahnya. Untunglah polisi muda itu bisa mengendalikan mobilnya dengan baik.
Akhir-akhir ini, Bella tak terlalu mengganggu lagi. Ia tak banyak menelepon ketika Antonio sedang bekerja. Atau, tidak terlalu banyak mengirimkan pesan-pesan singkat –yang sejujurnya, sangat menggangu bagi Antonio. Mungkin kini Bella bisa menerima keadaan. Bagaimana pun, Antonio melakukan semua ini untuk menghidupi keluarganya. Antonio merasa lega dengan rumah tangganya yang mulai membaik.
Ketika Antonio tengah mengantri di lampu merah perempatan, radio komunikasinya berbunyi, ini pertanda adanya sebuah kabar baru dari pusat. Ia segera meraih alat berwarna hitam tersebut.
"Carriedo, kau sedang berpatroli dimana? Ganti." tanya seseorang dari seberang radio. Suara itu dikenalinya sebagai suara sang atasan.
"Sekarang aku sedang berada di perempatan dekat Town Square , ganti."
"Ah, ya, mumpung kau masih dekat, aku hanya ingin mengabarkan, pusat telah mendapat penggantimu untuk shif malam ini, jadi kau boleh pulang,"
Senyuman mengembang di wajah sang Spaniard.
"Tapi, ingat, kau harus kembalikan dulu mobil dinasmu ke kantor!"
Antonio menjawab dengan nafas yang memburu, saking bersemangatnya ia sampai tak menyadari bahwa dirinya setengah berteriak ketika menjawab itu, "Ya! Tentu saja, pak!"
Kemudian mobil dinas itu berbalik arah dan melaju kencang menuju kantor polisi.
.
..
Sang Spaniard segera berlari menuju atasannya yang sedang meneguk secangkir kopi panas. Dalam kondisi apapun, ruangan itu selalu terlihat sama. Penuh kesibukan, perbincangan, dan semerbak aroma kopi yang selalu memenuhi udara. Baik pagi maupun malam hari. Di pintu masuk terdapat tonjolan kayu pada dinding yang berfungsi untuk menggantungkan outwear para polisi. Antonio menanggalkan mantel hitam yang tadi dikenakannya disana.
"Terima kasih sudah menemukan penggantiku,"
"Ah, sudahlah Antonio, aku sangat mengerti betapa kau ingin menghabiskan malam ini bersama keluargamu," jawab pria dengan tubuh tegap itu.
"Istriku tepatnya, keluargaku yang lain berada di Madrid," bantah Antonio.
"Maafkan aku, maafkan aku," kemudian lelaki tua itu tertawa seraya menemuk bahu Antonio.
Pria muda itu ikut tertawa. "Oh, ya, dimana Feliciano?"
"Oh, Vargas? Ia pergi ke Itali katanya,"
"Enak sekali dia..." ujar Antonio iri.
"Yaa, sudahlah Antonio, lebih baik kau segera pulang, 2 jam lagi tengah malam, kau ingin menghabiskan tahun baru bersama istrimu, kan?"
Antonio berpaling pada jam tangannya. Memang benar, sekarang sudah pukul 10:20, itu berarti kalau ia tidak cepat ia bisa ketinggalan menghitung mundur tahun baru bersama Bella.
"Baiklah, aku pulang dulu,"
"Kau pulang sekarang, Antonio?" tanya seorang polisi wanita yang baru saja memasuki ruangan.
Pintu kantor baru saja tertutup di belakangnya. Wanita itu membuka mantel yang menutupi seragam dinasnya, serta menggantungkannya di tempat yang sama dengan Antonio. Bila diperhatikan, dia adalah polisi dengan kulit terpucat yang ada di ruangan tersebut. Namun bukan pucat yang menakutkan, melainkan menawan. Irisnya berwarna violet, dan rambutnya yang panjang selalu berkilau bagai platinum.
Namanya, Krasivanya Braginski. Wanita kelahiran Rusia yang tumbuh besar di Amerika. Sebelum menjadi polisi, ia melewati masa yang begitu sulit. Tak hanya karena latar belakang keluarganya yang menyeramkan. Namun juga karena tanah kelahirannya. Departemen Kepolisian New York atau NYPD, sempat ragu untuk menerimanya di kepolisian. Namun, ketika mereka semua melihat kemampuannya bersenjata, berkelahi, dan menganalisis hal, NYPD memutuskan untuk menerimanya. Yah, memang orang-orang seperti Anya -lah yang layak berada di Kepolisian.
"Ya, aku harus cepat…" jawab Antonio sebari tersenyum singkat pada Anya. Diraihnya jaket hitam yang tergantung di dinding, kemudian ia segera berlari keluar, menembus hujan salju yang tengah turun di malam itu.
"Hati-hati di jalan…" ujar wanita itu lagi.
"Apa?"
"Oh, tidak apa-apa, Bos…"
.
..
"Sekarang tutup matamu,"
Wanita bermantel putih itu segera mengikuti perintah pasangannya.
"Tunggu sebentar, dan jangan mengintip!" Lelaki itu mengeluarkan kotak kecil berpita dari saku mantelnya. Ia membuka tutupnya, dan tampaklah sebuah cincin berlian yang cantik.
"Nah, sekarang buka..."
Perlahan wanita itu membuka kedua kelopak matanya. Dan setelah matanya benar-benar terbuka, ia segera menjerit-jerit sambil memeluk sang lelaki.
"Indah sekali! Terima kasih, terima kasih, terima kasih!"
Keduanya tertawa bahagia, meskipun kini salju turun semakin deras. Kursi taman dipenuhi oleh pasangan-pasangan seperti mereka, ketika Antonio sedang melintasinya. Ia beberapa kali berhenti, untuk menyaksikan pasangan-pasangan tersebut bertukar hadiah. Ia sendiri masih bingung akan memberi hadiah apa untuk Bella. Cincin? Kalung? Perhiasan terlalu mainstream menurutnya. Oh ya, Bella menyukai bunga Tulip. Lebih baik ia bergegas mencarinya sekarang.
..
.
Sudah tiga toko bunga yang ia datangi, dan keduanya kehabisan stok bunga Tulip. Antonio mulai menggigil menghadapi suhu New York di musim dingin. Sebenarnya, masih banyak toko bunga di kota New York, namun jarak mereka berjauhan. Antonio khawatir akan pulang terlambat bila mendatangi semuanya sekaligus. Sekarang sudah pukul 11:15, tak ada waktu lagi untuk mencari bunga Tulip. Dengan berat hati, Antonio memutuskan untuk mengganti hadiahnya. Kalung berlian tak terlalu buruk pikirnya.
Pandangannya menyapu ke sekitar, mencari-cari toko berlian terdekat dari tempatnya berdiri saat ini. Oh! Ada satu di seberang jalan. Antonio segera berlari menembus lautan kendaraan. Menghiraukan cacian pengendara yang ditujukan kepadanya, dan beberapa bunyi klakson mobil yang memekikan telinga. Setelah sampai di seberang, ia segera masuk toko dan memilih kalung terindah yang dapat ditemukannya. Antonio tak peduli lagi berapa uang yang harus ia keluarkan untuk membuat Bella tersenyum bahagia. Selagi ia masih bisa membuatnya tersenyum, tak ada yang harus dikhawatirkan.
..
Satu langkah lagi menuju rumah. Kini Antonio sedang duduk menunggu kedatangan kereta bawah tanah yang akan membawanya pulang. Stasiun bawah tanah itu kosong, hanya ada beberapa pemuda dan lelaki yang seumuran dengannya disana. Sama sekali tak ada wanita. Mungkin wanita-wanita itu sedang asyik menghabiskan malam tahun baru dengan pasangan mereka.
Antonio merasa gelisah entah karena alasan apa. Setengah jam lagi tengah malam. Masih setengah jam lagi, tenang saja. Rumahnya cukup dekat dengan stasiun bawah tanah yang ditujunya. Tapi ternyata bukan itu yang membuatnya gelisah. Melainkan, sekelompok pemuda yang sesekali melirik padanya. Melirik dengan cara yang salah. Menimbulkan aura yang mengancam Antonio.
Antonio tidak takut seandainya mereka membuatnya terpaksa berkelahi. Ia polisi, ingat? Mudah baginya untuk memenangkan perkelahian. Tapi, ia tak mau, karena kau tahu? Ya, ini malam tahun baru. Dimana seharusnya orang-orang saling mencintai satu sama lain. Menahan amarah mereka, dan melewatkan malam dengan kedamaian.
Sekelompok pemuda itu berjalan ke arah pintu keluar yang berada di belakang tempat Antonio duduk. Sehingga pria tersebut tak dapat menangkap gerak-geriknya lagi. Antonio berharap mereka semua sudah keluar sekarang.
Satu menit, dua menit berlalu, tak ada tanda-tanda mencurigakan dari segerombol pemuda tadi. Antonio pikir mereka sudah berada di luar sekarang, hingga sejurus kemudian sesuatu lepas dari genggamannya. Melayang di hadapannya dan menghilang begitu saja. Tak membutuhkan waktu lama untuknya menyadari bahwa gerombolan pemuda tadi telah merampas hadiahnya untuk Bella.
.
Terkadang semua pengorbanan tak selalu membuahkan hasil
.
Polisi yang geram itu segera mengejar gerombolan pencuri yang berlari menuju gang sempit di sudut kota New York yang gelap. Dengan amarah yang memenuhi hati dan kepalan tangannya, Antonio tak berpikir apa-apa lagi, selain kembali mendekap hadiah itu di genggamannya.
"Hey! Berhenti kalian, dasar bajingan!" teriak Anonio ketika ia mulai merasakan kegelapan menyelimuti jalanan sempit itu.
Pencuri yang memegang bungkusan hadiah milik Antonio itu masih saja berlari sambil melemparkan tatapan kemenangan pada rekan-rekannya. Dan Antonio pun masih mengejar mereka, dengan sisa tenaga yang dimilikinya.
"Berhenti kalian!"
Tanpa Antonio duga, gerombolan itu menurut. Kini Antonio merasa tak hanya hadiah untuk Bella, tapi dirinya pun ikut terancam. Dipandangnya sekeliling, tak ada tanda-tanda kehadiran orang lain selain mereka. Hanya pemukiman kumuh yang menutup diri dari urusan yang tak penting. Juga beberapa kucing liar yang tengah mengorek-ngorek tempat sampah untuk mencari makan.
Si pencuri utama maju ke depan, menampakan wajahnya yang cukup pucat tertimpa sinar bulan. Rambutnya berwarna pirang terbelah dua dan menutupi telinga.
"Kau ingin ini kembali, hah?" tanyanya sebari mengacungkan bungkusan berwarna cream itu.
"Kau tak berhak atas barang itu!"bentak Antonio.
"Oh ya?! Dan kau tak berhak merenggut kebahagiaanku, Antonio Fernandez Carriedo!"
Antonio terperanjat ketika mendengar pencuri itu menyebutkan namanya, lengkap.
"Siapa kau?"
"Kau tak ingat aku Antonio?" Pemuda itu mendekatkan wajahnya pada wajah Antonio.
Ia ber-iris hijau, membuat Antonio merasa pernah berhadapan dengannya.
"Kau lupa aku rupanya, ingatlah Antonio, dimalam yang sama bertahun-tahun lalu, kau pernah menuduhku sebagai pencandu narkoba, padahal kau tahu aku hanyalah warga malang yang tertipu oleh penjahat kelas kakap," Pemuda itu mendengus. "Seharusnya kau malu, Antonio…"
"Lantas apa…"
"Aku ingin balas dendam! Bila itu yang ingin kau tanyakan,"
Pemuda itu menghempaskan bingkisan Antonio ke tanah. Menimbulkan suara benturan yang menyesakkan hatinya. Entah bagaimana kondisi kalung itu sekarang.
BUGH!
Sebuah tendangan mengenai pelipis kiri Antonio, membuat pria itu jatuh tersungkur ke tanah. Darah hangat yang memancar dari pelipisnya menetes ke atas salju. Begitu murni, dan… merah.
Ketika tendangan lain menghampiri pelipisnya yang lain, Antonio segera menangkis. Ia tak akan membiarkan pemuda-pemuda ini menjatuhkan harga dirinya lagi.
…
Tubuh itu terbaring lemah diatas salju yang semakin menebal setiap detiknya. Menghembuskan nafas meski sangat sulit. Dan irisnya yang hijau murni menatap putus asa pada bungkusan cream yang berada di samping tubuhnya.
Di sisi lain, sekelompok pemuda merasa dirinya menjadi pemenang dalam perkelahian. Meski seharusnya mereka malu akan pertarungan 5 lawan 1 ini. Yang berambut pirang se-dagu maju mendekati tubuh yang terkapar lemah itu. Kemudian dengan bangganya ia menendang bungkusan itu menjauhi tubuh sang polisi.
"Ingat namaku ketika kau tiba di neraka nanti, Antonio!"
Pemuda itu tersenyum licik pada teman-temannya, "Aku Feliks Lukasiewicz…" kemudian ia tertawa sebari menghilang ke dalam gang yang sempit itu bersama gerombolannya.
Antonio sudah tak berdaya. Entah pukul berapa saat ini, ia sudah tak peduli. Hatinya begitu perih mengingat semua yang baru saja terjadi. Rencananya manisnya dengan mudah berubah menjadi mimpi buruk. Bahkan untuk melihat sunrise esok hari pun ia tak yakin bisa. Yang bisa dibayangkannya saat ini adalah Bella dan sepiring waffel yang masih hangat di meja makannya yang bundar. Tak ada lagi. Mungkin, ia tak akan menemukan hal-hal seperti itu lagi.
Kemudian terbayang olehnya headline berita esok pagi. Jasad dirinya yang sudah membeku, Bella yang menangis histeris, dan pemakaman di musim dingin yang tak banyak dihadiri orang.
Air mata kembali meleleh dari iris hijau itu.
Ia menyesal, sangat menyesal ketika mencita-citakan profesi ini bertahun-tahun yang lalu. Seandainya ia menjadi musisi, menjadi pemain gitar akustik. Tentu, ia takkan berakhir sebagai jasad beku di gang gelap seperti ini. Tentu, terbuka lebar kesempatan baginya untuk membahagiakan Bella, untuk mempunyai banyak anak, anjing, atau kura-kura seperti yang diingininya.
Antonio terpejam. Menunggu maut menjemputnya dari keadaan perih ini. Setidaknya ia harus mati dengan damai, Antonio mencoba untuk tersenyum. Senyum terakhir dari sang spaniard yang manis.
Lihat? Bahkan aku merasakan sentuhan hangat tangan Bella di pundakku.
.
.
"Antonio! Antonio! Bertahanlah!"
.
"Bertahanlah!"
.
"Teruslah hidup!"
.
.
"Jangan tinggalkan aku…"
.
To be Continue...
.
.
.
Yups, sudah lama tak menulis rasanya banyak yang ingin dituangkan...
Kali ini ide datang dari malam tahun baru, ketika semuanya harus benar benar terungkap..
Ketika tahun baru dimulai, lembaran-lembaran catatan di buku yang penuh dengan coretan dan tinta hitam harus ditutup..
Kini kita memulai semuanya dengan lembaran baru yang putih bersih..
Dan aku harap, akan banyak ide baru yang berdatangan disini.
.
. Selamat Tahun Baru.
-Warmlatte-
.
. ps, bila ada kekurangan atau something yang ingin disampaikan perihal fiction ini silahkan review :)
saya menerima semua masukan, karena itu bisa membuat saja maju lebih jauh.
