Sunrises
(Sunrises's Died Sequel)
©blossomkimp

Kai – Kyungsoo
All main cast on the story
Drama – Romantic – GS

.

.

Selama dua puluh sembilan tahun hidupnya, Kai sering mendengarkan kisah cinta yang sering neneknya ceritakan. Kai tidak membenci kisah itu hanya saja ia tidak terlalu menyukai bagaimana nasib masa depannya yang juga akan sama berakhirnya seperti nasib Jaksa Pengadil itu. Ia menolak akan adanya perjodohan yang keluarganya rencanakan tetapi ia sendiri yang jatuh terpikat pada gadis calon tunangannya sendiri.

Do Kyungsoo—Nama yang begitu sangat tidak asing baginya. Gadis bermata indah dengan senyuman yang secerah matahari. Dia bukanlah gadis ideal yang selama ini Kai inginkan tetapi gadis itu mampu memikatnya pada pandangan pertama.

Kyungsoo tidak pernah mengatakan bahwa; ia tertarik dan mencintainya, selayaknya Kai tertarik dan mencintai gadis itu. Namun Jongin percaya, jika reinkarnasi itu benar adanya; Kai adalah tuan Jaksa Kim itu, dan Kyungsoo Nona Kyung istrinya. Ia tidak akan menyia-nyiakan gadis itu dan terus menjaganya. Hingga akhirnya Kyungsoo mengatakan kata 'cinta' kepadanya.

.

.

It's my own story. Don't be a plagiarism!
Semua cerita yang memungkinkan murup dengan jalan cerita ini adalah murni ketidaksengajaan.

.

.

Seperti yang teman-teman inginkan dan saya janjikan. Akhirnya saya membuat sequel dari Sunrises's Died ini. Mungkin ini akan cukup berbeda dari kisah sebelumnya, tapi saya usahakan untuk tetap menulis sebaik mungkin dengan cerita baru ini tapi mengambil alur yang sama. Banyak sekali perubahan yang saya tulis. Jika kemarin saya lebih menekankan pada sudut pandang Kyungsoo, kali ini saya menekankan pada sudut pandang Kai. Mungkin ini tidak bisa dibilang lanjutan dari sebelumnya, karena aku mengambil latar pada masa kini. Reinkarnasi? Hehe.. mungkin. Temukan saja kisah tersembunyi pada cerita ini.

Maaf jika mengecewakan karena dengan alur yang bisa dibilang cepat. Aku menulis dan menyelesaikan cerita ini kurang dari empat chapter. Mungkin tidak sememuaskan Sunrises's Died tapi aku harap teman-teman menyukai cerita ini. Happy reading.


Sunrises


Wanita itu adalah kelemahan bagi pria yang mencintainya. Emas yang dipuja dan diagungkan bahwa itu hanyalah miliknya. Memamerkannya dengan penuh rasa bangga. Namun tidak, wanita itu tidak mendapatkan pujaan dan nama yang di agungkan—lagi. Pemujanya telah menghilang, tenggelam dalam kegelapan setelah sang surya mulai bersinar. Satu-satunya yang bertahan adalah cinta yang ia korbankan. Bukan kedudukan yang ia dapatkan, lebih baik dari itu; wanita itu mendapatkan kesetian dalam kenangan yang dibawa hingga mati oleh pemujanya; suami yang sangat ia cintai.

Ada begitu banyak syair tentang kisah ini. Syair-syair indah tentang kesetian, pengorbanan, penyesalan, dan kasih sayang. Kisah seorang istri yang tidak memerdulikan suaminya; penghancur kehidupannya yang justru menjadi cinta sejatinya. Penyesalan selalu datang di akhir. Kiasan yang tepat untuk menggambarkan kisah ini.

Sang pengadil kerajaan dan sang istri yang membencinya. Dua watak yang berbeda dimana mereka harus terikat dalam sebuah ikatan pernikahan keluarga. Kisah yang menjemukan tentang kehidupan keluarga mereka yang berakhir tragis menjadi kisah sedih demi cinta.

Kai tidak mengerti kenapa neneknya selalu menceritakan kisah ini. Entah sejak kapan, mungkin Kai telah mendengar kisah ini sejak ia baru lahir. Ia tidak terlalu yakin. Namun demi Tuhan, hingga umurnya yang menginjak dua puluh sembilan tahun. Kai masih ingat semua syair yang di ceritakan neneknya dalam kisah itu.

Neneknya selalu berpesan bahwa; jangan menyia-nyiakan wanita yang kau cintai. Meskipun wanita itu tidak mencintaimu tetapi buatlah wanita itu mencintaimu. Sebuah mantra, mungkin benar. Kepercayaan neneknya tentang adanya cinta sejati membuat Kai was-was untuk mencari wanita. Bukan karena ia tidak percaya melainkan kesungguhan neneknya yang begitu menginginkan ia menjadi suami yang berharga—kelak bagi istrinya.

"Kurasa kau harus segera mencari seorang istri." Lanjut sang nenek ketika ia menyelesaikan ceritanya.

Kai tak menjawab apa yang dikatakan sang nenek. Ia lebih memilih untuk memerhatikan neneknya, sesekali memijat kaki-kakinya yang merentang. Kebiasaan neneknya yang tidak akan pernah hilang, mengingat umurnya yang telah renta.

Entahlah, mencari seorang istri bukanlah prioritas utamanya saat ini. Namun, perkataan neneknya adalah sebuah keputusan mutlak. Dalam sebuah keluarga, pihak tertualah yang andil dalam mengambil keputusan dalam keluarganya. Selain ayahnya, Sang neneklah yang bertindak mengambil keputusan di rumah ini.

"Umurmu sudah cukup matang, dan pekerjaanmu cukup mapan. Apa lagi yang kau tunggu?"

Sang nenek melirik Kai yang duduk bersila di hadapannya. Sikapnya tenang dengan kedua telapak tangannya yang ia simpan pada lutut. Ia berusaha untuk bersikap biasa saja menyikapi ucapan neneknya. Namun, tidak dengan jantungnya kali ini.

"Maafkan aku, nenek. Bukannya aku menolak, tetapi aku belum menemukan pendamping yang cocok untukku. Aku tidak ingin terburu-buru."

Mendengar jawaban sang cucu. Ia berdecak kecewa. "Terburu-buru? Sampai kapan kau akan hidup bersenang-senang seperti itu? Kau terlalu sibuk dengan duniamu sehingga kau melupakan kebutuhanmu yang lainnya. Harus segera ada yang mengurusimu."

Kai menunduk meminta maaf meski sebenarnya ia sangat tersindir dengan ucapan neneknya. "Beri aku waktu untuk berpikir."

"Tidak perlu berlama-lama berpikir. Aku dan ayahmu telah menemukan calon pendamping yang tepat untukmu."

Seketika Kai mengangkat wajahnya. Menatap lurus-lurus wajah sang nenek yang ada di hadapannya. Wajahnya masih terbilang tenang, berbeda dengan Kai yang bahkan tidak bisa menyembunyikan ekpresi terkejutnya.

"Calon pendamping?"

"Aku mengenal baik dengan keluarganya. Mendiang Tuan Do memiliki seorang putri dan aku pernah mengenalnya sejak ia masih berumur sekitar dua tahun. Dia gadis yang sopan dan manis. Kurasa ia akan lebih cantik sekarang." Lanjut neneknya.

Kai tidak percaya dengan apa yang dikatakan neneknya. Tunggu, maksudnya apa ini? "Kalian menjodohkanku?"

"Jangan mengambil kesimpulan seperti itu," bentak sang nenek meski ekspresinya masih setenang biasanya. "Aku hanya ingin kau berkenalan dengannya. Mungkin dia akan menjadi pendamping yang cocok bagimu, karena bagiku dia sangat cocok untukmu. Kau bisa menanyakan ini kepada ayah dan ibumu."

"Nenek.." Kini suara Kai berubah memelas. Entah apa rencana yang ada di dalam pikiran neneknya saat ini.

"Berhentilah bicara seperti itu," balas sang nenek dengan desisannya. "Aku harus beristirahat."

Ucapan itu tepat seperti sebuah perintah. Secara tak langsung menyuruh Kai untuk segera meninggalkan kamar neneknya. Kai masih menatap neneknya untuk beberapa saat hingga akhirnya ia berdiri. Mau tak mau meninggalkan neneknya dengan tanda tanya besar. Oh, setelah ini ia akan menemui ayahnya.

Kai langsung menggeser pintu kamar neneknya. Menghela napas sesaat merasakan debaran jantungnya yang tak menentu. Kai mencoba mengatur napasnya untuk beberapa saat. Bukankah ini terdengar konyol. Apa neneknya berniat menjadikan Kai sama seperti jaksa itu. Jatuh cinta kepada istri yang dijodohkannya. Ya Tuhan.

Kai melangkahkan kakinya dengan tergesa. Derap kaki menggema di setiap langkahnya yang beradu dengan lantai kayu. Ia berjalan melewati lorong-lorong kayu dan kaca yang menjadi penyekat antara ruangan satu dengan ruangan lainya. Rumah keluarganya yang berbentuk semi-tradisional benar-benar bisa menggambarkan dengan jelas bagaimana kehidupan Kai. Tradisi dan budaya adalah akar dari kehidupan keluarganya. Neneknya adalah pihak tertua dimana semua peraturan dan keputusan ada di tangannya. Kai tahu, ia tidak akan pernah bisa melawan keputusan neneknya. Dan ayahnya, oh Kai berharap ayahnya tidak memiliki jalan pemikiran yang sama seperti neneknya itu.

Kai begitu saja melangkah melewati ruang tengah dimana saat itu terdapat ibunya yang sedang membaca majalah. Ia terlalu terburu-buru untuk menemui ayahnya sehingga ia tidak melihat keberadaan ibunya itu. Baru ketika sang ibu memanggilnya, saat itulah Kai berhenti dan menatapnya.

"Ada apa?" Tanya sang ibu dengan tenang. Melihat bagaimana sikap dan raut putranya tentu ia bisa merasakan kegelisahan yang disembunyikan Kai saat ini.

"Ibu, apa ibu tahu rencana nenek?" Tanyanya gelisah.

"Rencana apa?"

"Pernikahan, nenek memintaku untuk menikah ibu!"

Ibunya hanya mengangguk seolah apa yang dikatakan anaknya bukanlah sesuatu yang harus dipanikkan. "Ibu pernah mendengar itu sebelumnya, hingga beberapa kali. Nenekmu memang seperti itu bukan?"

Kai mendesah menatap tidak percaya tanggapan yang diberikan ibunya. Kini ibunya telah kembali sibuk membolak-balik halaman majalah yang ada dalam pangkuannya.

"Aku harus tanyakan ini kepada Ayah, aku harap tidak ada rencana perjodohan untukku."

"Kau seperti tidak mengenal dia Kai. Tentu saja ayahmu merencanakan hal yang sama."

"Itu tidak mungkin." Kai langsung melangkah. Kembali berjalan menuju ke ruangan kerja ayahnya. Ibunya hanya menggeleng melihat sikap Kai.

Satu-satunya yang Kai harapakan saat ini adalah tidak ada yang mencampuri kehidupan masa depannya. Pendamping, ia akan menemukannya. Tapi tidak dengan perjodohan. Ia menolaknya karena ia tidak ingin hidup dalam sebuah hubungan yang berlandaskan keterpaksaan.


Seharusnya Kai tahu bahwa sifat ayahnya menurun dari neneknya. Itu berarti semua pikiran yang dimiliki ayahnya tidak akan jauh berbeda dengan apa yang dipikirkan neneknya. Ia penasaran ketika ayahnya pernah mengatakan bahwa ia menikah dengan ibunya melalui sebuah perjodohan. Apa cinta akan datang semudah itu? Menurut Kai itu sangat tidak masuk akal. Tetapi bila melihat bahwa kedua orang tuanya hidup dengan saling mencintai. Selamanya Kai mungkin akan memandang sebelah mata proses perjodohan itu.

Mungkin inilah yang dipikirkan ayahnya. Memaksanya untuk bertemu dulu dengan wanita itu dan memintanya untuk berkenalan. Ayahnya tak memaksakan apapun agar Kai mau menikah dengan gadis calon tunangannya itu. Jika memang Kai tidak menyukainya. Ia tidak perlu melanjutkan proses perkenalannya; lagipula ia tidak mudah tertarik pada seorang gadis pada pandangan pertama.

Dan disinilah ia sekarang. Terjebak dengan permainan neneknya sendiri. Kai harus merelakan waktu meetingnya dengan pihak redaksi hanya untuk menemui gadis yang akan diperkenalkan neneknya itu. Sudah berapa lama ia menunggu saat ini? Kai melirik jam tangannya, hampir satu jam dan gadis itu masih belum muncul di hadapannya.

Semua ini membuang waktunya. Baiklah lima menit lagi. Jika gadis itu tidak datang. Kai tidak akan kembali menuruti perintah neneknya untuk menemui gadis itu lagi. Karena dipertemuan pertama seperti sekarang, gadis itu bahkan terlambat.

Menghilangkan rasa kebosanannya. Ia menyesap dengan perlahan teh hijau yang sejam sebelumnya telah ia pesan. Bahkan tehnya sudah mulai dingin. Melalui ujung matanya, seklias ia melihat seorang gadis melangkah menuju ke arah mejanya. Kai sedikit menjauhkan cangkir teh dari bibirnya. Memerhatikan lekat-lekat gadis itu.

Ia memakai kacamata hitam dengan topi yang hampir menutupi wajahnya. Pakaiannya cukup terbilang sopan meskipun ia memakai rok yang pendeknya sekitar lima senti di atas lututnya. Tanpa memberi sapaan apapun. Gadis itu langsung duduk di hadapan Kai. Menyimpan tas yang tadi di jinjingnya.

"Anda Tuan Kai itu?"

Kai mengernyit. Ia menurunkan cangkir tehnya dan menyimpannya kembali di atas meja. Menatap wanita yang ada di hadapannya dengan tatapan bingung. Ia mencoba menebak apakah gadis ini yang dikatakan neneknya. Kenapa harus berpenampilan seperti ini?

"Ya, saya Kai, Anda?"

Bukannya menjawab pertanyaan Kai. Gadis itu malah mendesahkan napasnya lega. Ia membuka kacamata hitamnya dan saat itulah Kai terpana melihat keindahan bola mata yang dimiliki gadis itu.

"Syukurlah, kupikir pria bernama Kai itu adalah pria tua dan bertubuh tambun." Ia berbicara tanpa memandang Kai, ia melepaskan topi yang menutupi wajahnya. Rambutnya yang panjang tergerai di satu sisi bahunya. Sedikit merapikannya sebelum tersenyum menatap Kai.

Kai seketika terpaku melihat senyuman gadis itu. Ia bahkan tidak bisa berkedip untuk beberapa saat. Kai menarik ucapannya yang tidak mudah terpukau dengan gadis pada pandangan pertama. Karena gadis ini berbeda. Kai menyukai bagaimana mata itu berbinar menatapnya dan senyuman itu yang tersungging hanya untuknya. Neneknya benar, gadis ini sangat cantik.

"Jadi, Tuan Kai, katakan padaku apakah aku pernah mengenalmu sebelumnya?"

Cara bicaranya tak seformal sebelumnya. Kai berkedip. Ia menatap Kyungsoo kembali dan baru menyadari bahwa kini gadis itu telah menumpu dagunya pada satu lengan yang ia simpan di atas pahanya. Memerhatikan Kai dengan tatapan menunggu.

"Aku merasa pernah melihatmu, tapi aku tidak tahu tepatnya dimana itu?"

Kai sedikit menyunggingkan senyumannya. Mendengar penuturan gadis itu, Kai juga merasa pernah melihat gadis ini. Tapi ia tidak begitu mengingat kapan dan dimana ia mengenalnya. Karena Kai yakin bahwa hari ini adalah pertemuan pertama bagi mereka.

"Kurasa aku juga merasa pernah melihatmu."

Gadis itu tertawa kecil, seolah pertanyaan Kai adalah hal terlucu untuk ditanyakan. Lagi-lagi ia terpana melihat bagaimana cara gadis itu tertawa. Sudah tiga kali gadis ini membuatnya terpukau dan membuatnya membeku tidak bisa mengatakan apapun.

"Kupikir nama Kyungsoo tidak asing juga di telingamu," jawab gadis itu.

"Kyung... soo? Kyung?" Entahlah Kai merasa mengenal nama itu, benar-benar sangat tidak asing di telinganya.

"Eonjenganeun.. irago barenda.. oh, tell me what is love.."

Kai mengernyitkan keningnya untuk beberapa saat sebelum akhirnya ia menyadari bahwa Kyungsoo tengah menyanyikan sebuah lirik lagu. Lirik lagu miliknya. Oh, apa yang sebelumnya ia pikirkan tentang nama itu?

"Kau Kyungsoo penyanyi itu?" Tanya Kai memastikan. Dibalas dengan sebuah anggukan pelan dari Kyungsoo seolah ia mewajarkan atas ketidaktahuan Kai.

"Kurasa kau tidak terlalu kenal dunia hiburan ya," Kyungsoo tersenyum sekilas dan menemukan tatapan Kai masih memerhatikannya. "Jadi siapa kau? Aku bahkan benar-benar merasa pernah melihatmu sekali-kali."

"Aku seorang News Anchor di Kvn News."

Tanggapan Kai bahwa Kyungsoo tidak akan terlalu memerdulikan pekerjaannya sungguh di luar dugaan. Gadis itu langsung menepuk tangannya sekali dan tersenyum mengangguk seolah ia ingat bahwa benar ia pernah melihatnya.

Mereka hanya saling terdiam satu sama lain hingga seorang waiters datang dan menyajikan secangkir teh yang sebelumnya di pesan Kyungsoo. Dengan sopan gadis itu menyesap cangkir tehnya hati-hati.

"Kau tahu, aku kesulitan datang kesini karena aku tidak ingin media tahu bahwa aku datang menemui seorang pria yang katanya akan menjadi calon tunanganku," Kyungsoo langsung menatap Kai lekat. "Tidak kusangka bahwa pria yang di hadapanku seorang public figure juga, beruntung kau hanya seorang pembawa berita. Jika bukan itu, aku pasti tidak ingin duduk berhadapan denganmu saat ini."

Kai bahkan lupa berapa lama ia telah menunggu kedatangan gadis ini. Karena setelah kyungsoo datang, satu-satunya yang ia pikirkan adalah ia tidak sia-sia menunggunya dengan waktu yang cukup lama.

"Jadi, apa yang membuatmu mau menemuiku? Kupikir perjodohan itu adalah ide yang buruk." Sahut Kai.

Sebuah dengusan menarik perhatian Kai. Ia menatap Kyungsoo seolah menunggu tanggapan darinya.

"Jujur saja, aku tidak berniat untuk menikah dalam waktu dekat ini. Dan aku juga tidak suka calon pendampingku harus diatur seperti ini. Aku hanya terpaksa untuk datang."

"Kenapa?"

"Karena aku membutuhkanmu." Ucap Kyungsoo dengan tatapan yang hanya tertuju pada Kai.

"Membutuhkanku untuk?"

"Memutuskan hubunganku dengan kekasihku."

Kai mengernyit menerima jawaban dari Kyungsoo. Ia berpikir bahwa akan sangat sulit sekali bagi seorang public figure seperti Kyungsoo untuk memiliki hubungan. Ternyata diam-diam gadis ini memiliki kekasih. Sulit untuk dipercaya.

"Hanya untuk itu?" ucap Kai sedikit kecewa. "Jadi aku hanya dimaanfaatkan?"

Gadis itu menggeleng. Ia menyimpan cangkir tehnya kembali ke atas meja. Menumpu kedua lengannya di atas lututnya. Sedikit memperdekat jarak wajahnya pada Kai.

"Aku akan memikirkan pertunangan itu setelah aku putus dengan kekasihku. Jika semua urusanku selesai, aku akan memikirkan hubungan ini apakah akan terus berlanjut atau tidak sama sekali. Aku bukanlah gadis yang mudah dekat dengan orang baru. Kita belum saling mengenal."

"Baiklah, kurasa itu tidak buruk."

Kai menyesap tehnya ketika menemukan bahwa Kyungsoo kini tengah memerhatikannya. Ia sedikit menjauhkan cangkir teh dari bibirnya ketika menemukan senyuman gadis itu.

"Kau lucu sekali. Apa kau tidak merasa keberatan dengan pertunangan ini?" Tanya balik Kyungsoo.

Kai hanya tersenyum. Tidak menjawab pertanyaan Kyungsoo. Lagipula sepertinya gadis itu tidak terlalu peduli apakah Kai akan menjawab pertanyaannya atau tidak. Karena sekarang gadis itu kembali duduk bersandar dengan tenang dan memesan sebuah dessert untuk ia makan kali ini. Sepertinya pertemuan hari ini bukan hanya untuk sekedar minum teh bersama. Tetapi akan berjalan lebih lanjut menjadi sebuah perkenalan yang cukup dekat.

Jika Kai dipaksa untuk menjawab kembali pertanyaan Kyungsoo. Inilah yang akan ia jawab; Sang pengadil jatuh cinta pada pandangan pertama pada calon pengantinnya. Perasaannya tidak jauh berbeda dengan perasaan si pengadil itu. Tentu saja, ia jatuh cinta kepada gadis yang ada di hadapannya saat ini.

Pemilik bola mata yang indah dengan senyuman secerah matahari. Dia, Kyungsoo.


Sepertinya Kai memiliki hobi baru saat ini. Ia tidak terlalu suka untuk mendengarkan musik di waktu senggangnya. Tetapi sekarang, ia malah hampir setiap saat memutar semua lagu yang pernah dinyanyikan Kyungsoo. Siapa sangka bahwa gadis itu memberi pengaruh yang sangat besar dalam hidupnya. Ia menyukai semua lagu milik Kyungsoo. Setiap suara yang ia dengarkan saat itulah ia teringat akan kedua bola mata indah yang dimiliki gadis itu. Setiap senyumannnya dan setiap tawanya. Bahkan Kai tidak percaya bahwa ia mudah terpikat oleh gadis itu.

Beberapa hari kemarin setelah pertemuan pertamanya dengan Kyungsoo. Dengan semangat ibunya langsung meminta tanggapan Kai atas kencan butanya. Ibunya tidak pernah seantusias ini sebelumnya dan Kai hanya memberikan senyuman penuh arti kepada sang ibu. Memberinya sebuah rahasia yang ia sembunyikan dari ibunya. Lagipula hubungan ini belum tentu terus belanjut. Kyungsoo hanya memberinya kesempatan sekali untuk saling mengenal lebih dekat satu sama lain lagi setelah gadis itu berhasil memutuskan hubungannya.

"Kai, kapan kau akan membawa gadis itu kesini?" Tanya ibunya meminta sesaat ketika Kai baru saja keluar dari kamarnya.

Kai menatapnya bingung dan mendapati bahwa kini bukan hanya sang ibu yang duduk di ruang keluarga. Ada neneknya yang kini tengah menyulam sesuatu yang tak pernah ia selesaikan. Ia ragu untuk menjawab karena ia sendiri belum kembali bertemu dengan Kyungsoo. Mereka hanya bertukar nomor namun belum pernah menghubungi satu sama lain.

"Aku tidak tahu ibu." Balas Kai singkat.

"Hah.. kenapa pria jaman sekarang begitu banyak membuang-buang kesempatan." Sahut sang nenek dengan desahan napasnya. Seperti biasa, neneknya selalu menyindir Kai dengan kata-kata yang terbilang halus namun cukup panas untuk didengarkan.

"Kami masih tahap perkenalan." Ucap Kai beralasan. Ibunya hanya tersenyum membalas ucapannya, berbeda dengan neneknya yang bahkan tidak memerhatikannya sama sekali.

Ponselnya bergetar. Kai langsung merogoh ponsel yang ada di dalam saku jasnya. Terkejut ketika menemukan nama Kyungsoo muncul di layar ponselnya. Kyungsoo menghubunginya. Tanpa pikir panjang ia langsung mengangkatnya. Kai melangkah menghindari tatapan sang ibu dan neneknya yang memerhatikannya dengan penuh curiga.

"Ya, halo?"

"Kau ada waktu, Tuan Kai?"

"Dua jam lagi, aku akan ada siaran. Memangnya ada apa?" Kai bahkan tidak bisa menyembunyikan senyumannya kali ini.

"Ah.. begitu ya, kapan kau selesai?" Bukannya menjawab pertanyaan Kai, Kyungsoo malah balik bertanya padanya. Beruntung Kai cukup sabar untuk menyikapi gadis ini. Jujur saja, gadis ini tidak terlalu jauh berbeda seperti sifat yang dimiliki keluarganya.

"Kemungkinan pukul tujuh malam."

"Bisa kau menjemputku nanti? Aku membutuhkanmu. Kau ingat kan tentang rencanaku?"

Tentu Kai ingat. Membantunya untuk bisa memutuskan hubungan Kyungsoo dengan kekasihnya. Dan Kai hanya membalas ya sebagai jawaban.

"Baiklah, aku menunggumu nanti. Jemput aku di gedung apartemenku. Flix Hall. Oke?" Tanyanya penuh semangat.

Kai hanya bisa tersenyum. Menganggukkan kepalanya seolah Kyungsoo dapat melihatnya.

"Aku akan menjemputmu."

Awal yang baik. Tentu saja. Jika neneknya mengatakan bahwa ia membuang-buang kesempatan. Itu sama sekali tidak benar. Justru ia kini tengah memanfaatkan kesempatan yang sama. Satu yang bisa ia pelajari dari kisah yang sering diceritakan neneknya. Ia tidak akan pernah menyia-nyiakan gadis yang disukainya saat ini.


Kai menepati janji untuk menjemput Kyungsoo di apartemennya. Hanya saja Kyungsoo melarangnya untuk masuk menjemputnya secara langsung. Gadis itu beralasan; ia tidak ingin muncul rumor-rumor aneh antara dirinya dan Kai—sebelum pada waktunya—mengharuskan Kai hanya menunggu di bassement. Hingga gadis itu datang, menggunakan jaket tebal, topi dengan kaca mata hitam yang lebih besar dan masker yang menutupi sebagian wajahnya. Bukankah berpenampilan seperti itu malah semakin membuatnya mencolok dan menarik perhatian orang lain?

Kai sedikit membuka jendela mobilnya. Secara tidak langsung memberitahu Kyungsoo tentang keberadaan mobilnya. Gadis itu cepat tanggap juga. Kyungsoo langsung mendekat dan membuka pintu mobilnya untuk masuk. Barulah setelah ia duduk, Kyungsoo langsung melepaskan semua benda yang menutupi wajahnya.

"Menurutku itu malah menarik perhatian orang lain." Kai menunjuk topi, masker dan kacamata milik Kyungsoo yang ada di atas pangkuannya.

Kyungsoo hanya sedikit menyeringai. Langsung menyimpan topi dan kacamata miliknya ke dalam tasnya.

"Sejauh ini, aku tidak pernah terganggu," balas Kyungsoo singkat. "Aku tidak mengganggu waktumu kan?"

Tidak sama sekali. "Kau kan membutuhkanku."

"Itu benar. Ayo, nanti kutunjukkan tempatnya."

Kai sedikit melemparkan senyumannya kepada Kyungsoo yang kini tengah merapikan rambutnya. Berbeda dengan penampilan gadis itu pada pertemuan pertama mereka. Jika sebelumnya gadis itu memakai make up yang cukup tebal. Kali ini terlihat lebih tipis dan natural. Ia bahkan lebih cantik dengan tampilan seperti ini. Kai langsung menyalakan mobilnya. Melesat pergi untuk segera ke tempat yang Kyungsoo katakan sebagai tempat bekerja milik kekasihnya.


Neneknya pernah menceritakan bahwa si gadis yang ada dalam kisah itu begitu sangat tergila-gila dan mencintai kekasih yang ditinggalkannya. Diam-diam menjalin hubungan tanpa sepengetahuan suaminya. Sebuah bentuk pengkhianatan yang secara tidak langsung menyakiti sang suami.

Kai sempat berpikir. Apakah nasibnya akan sama seperti si suami malang dalam kisah itu? Namun ia segera menepisnya. Melihat bagaimana kesungguhan Kyungsoo untuk segera memutuskan hubungannya dengan sang kekasih secara tak langsung membuat sebuah dorongan semangat yang berapi-api di dalam hatinya. Entah darimana semangat itu muncul. Mungkin keinginan untuk memiliki membuat Kai ingin segera menyatakan perasaanya.

Ia hanya butuh waktu hingga hari itu datang. Meski Kai maupun Kyungsoo terlihat begitu nyaman satu sama lain. Kai tidak yakin bahwa Kyungsoo mau untuk terus berhubungan dengannya. Ia masih mengingat bahwa gadis itu tidak mudah dekat dengan orang baru. Seperti yang gadis itu katakan, Kyungsoo akan memikirkan hubungan mereka selanjutnya. Apakah perkenalan ini akan terus berlanjut atau dihentikan.

Tentu Kai menginginkan hubungan ini terus berlanjut, ditambah dengan ikatan pertunangan. Tetap ia tidak ingin gegabah. Sekali saja ia salah melangkah, Kai tidak ingin Kyungsoo malah menghindar menjauhi dirinya. Kai harus sedikit bersabar menunggu jawaban Kyungsoo.

Kai bahkan tidak tahu sejak kapan lengannya telah digelayuti dengan manja oleh Kyungsoo. Gadis itu memeluk tangannya dengan erat dan berjalan layaknya sepasang kekasih yang telah lama menjalin hubungan. Jantungnya berdebar dua kali lebih kencang. Ia berharap bahwa Kyungsoo tidak merasakan debarannya juga.

"Dia seorang fotografer majalah disini, kuharap dia belum pergi."

Kai hanya mengangguk menanggapi ucapan Kyungsoo. Berbeda dari sebelumnya dimana Kyungsoo pergi dengan cara sembunyi-sembunyi meninggalkan apartemennya. Tetapi kali ini, sepertinya Kyungsoo sengaja untuk menunjukkan kemesraannya di depan umum. Kyungsoo benar-benar berniat ingin menunjukkan bahwa sandiwara pertunangan ini terlihat nyata—ingat, mereka belum secara resmi terikat dalam sebuah pertunangan.

Kyungsoo menghentikan langkahnya di depan sebuah ruangan dengan pintu kaca. Kai ikut menghentikan langkahnya dan sekilas memerhatikan keadaan ruangan tersebut. Dekapannya terlepas dan tanpa kata, Kyungsoo langsung memasuki ruangan tersebut. Kyungsoo hanya memberi isyarat dengan telunjuknya, mengajak Jongin untuk ikut masuk.

Dengan patuh Kai membuntuti Kyungsoo dari belakang. Ia bisa melihat keadaan ruangan dengan pencahayaan yang remang. Satu-satunya cahaya terang yang ia dapati berasal dari sudut ruangan. Tepatnya pencahayaan yang di tujukan untuk kamera yang tengah memotret beberapa gadis disana. Ternyata tengah ada pemotretan.

"Sayang, kau disini?"

Kai langsung mengalihkan perhatiannya pada seorang pria dengan kamera yang menggantung di lehernya. Ia hanya bisa diam ketika melihat pria itu yang mencium pipi Kyungsoo dengan mesra. Sebersit rasa cemburu muncul di hatinya namun Kai sebisa mungkin menahan kemarahannya kali ini.

Sikap Kyungsoo jauh berbeda dari apa yang diberikan pria itu. Kyungsoo hanya memberikan senyuman tipis bahkan ia terlihat enggan untuk menerima pelukan pria itu.

"Ada hal yang harus aku bicarakan saat ini." Kyungsoo langsung menahan tubuh pria itu yang akan mendekat menggunakan telapak tangannya yang tersimpan di dada bidang itu.

"Bicara? Tentu saja, bicaralah sayang."

Kyungsoo menghela napasnya sesaat. Ia langsung memundurkan langkahnya dari pria itu. "Hyunsik, Hubungan kita berakhir. Aku tidak bisa melanjutkan hubungan ini denganmu."

Pria bernama Hyunsik itu sepertinya terkejut dengan ucapan yang diberikan Kyungsoo. Buktinya kedua mata pria itu membelalak seolah bola matanya akan keluar dari kelopaknya.

"Berakhir? Ada apa denganmu? Kenapa kau tidak bisa melanjutkan hubungan kita?"

"Aku telah dijodohkan," jawab Kyungsoo mantap. Ia langsung melirik Kai yang berdiri cukup jauh di belakangnya. Memberi tahu pada pria itu bahwa pria yang telah di jodohkannya berada disni. "Dia tunanganku."

"Tunangan?"

Mata pria itu membelalak, namun tak lama tawa miris terdengar dari bibirnya. Ia tertawa seraya menggeram mencengkram erat-erat rambut coklat kelamnya.

"Kyungsoo, kau bercanda kan?"

"Aku sama sekali tidak bercanda. Aku benar-benar tidak bisa melanjutkan hubungan ini. Maafkan aku." Ucapnya cukup tenang.

Kai mendapati Kyungsoo meliriknya. Menatapnya dengan tatapan penuh arti. Ia tidak tahu apa maskud dari tatapan itu. Yang bisa ia lakukan saat ini hanya berjalan mendekat dan menarik pergelangan tangan Kyungsoo. Gadis itu membalas genggaman tangannya tak kalah erat. Dari tatapannya, Kai bisa mengartikan bahwa Kyungsoo tengah meminta kepadanya untuk membawanya pergi.

"Aku tidak ada waktu lagi bersamamu, maaf." Sekali lagi Kyungsoo mengucapkan kata perpishannya.

Kai langsung menarik Kyungsoo pergi. Sesaat ia mendapati tatapan pria itu yang menatapnya tajam. Bukannya merasa terancam, Jongin malah membalasnya tak kalah lekat. Sebelum ia menarik Kyungsoo pergi, sedikit ia menyunggingkan senyumanya. Menarik perhatian pria itu bahwa ia yang menang mendapatkan Kyungsoo.

"Dengar Kyungsoo, aku mencintaimu dan kau tau itu! Aku tidak akan pernah melepaskanmu!"

Langkah Kyungsoo maupun Kai sontak terhenti di ambang pintu. Mereka berdua menoleh ke belakang dan menemukan tatapan Hyunsik yang kian tajam menatapnya. Napasnya memburu seolah ia tengah memendam kemarahannya.

"Ayo Kyungsoo." Titah Kai menyadarkan tatapan Kyungsoo.

Kyungsoo langsung memalingkan wajahnya. Mengangguk dan ia mengikuti langkah Kai yang langsung membawanya pergi. Kai tidak menyangka bahwa situasi yang dialaminya akan semencekam ini. Ia pikir Kai hanya datang untuk menemani kyungsoo saja. Ternyata ia ikut terseret dan mendapati kemarahan yang diam-diam disembunyikan pria itu untuknya. Sepertinya ini bukanlah situasi yang baik.

"Tadi itu menengangkan kan? Fyuhh.."

Kai melirik Kyungsoo yang berjalan di sampingnya. Gadis itu menghela napasnya lega dengan senyuman yang tersungging di bibirnya. Sepertinya gadis itu tidak mengenal rasa takut. Setelah situasi menengangkan seperti tadi, Kyungsoo masih bisa tersenyum, Sungguh menakjubkan.


Sebelumnya Kai berniat untuk langsung mengantarkan Kyungsoo pulang mengingat malam yang kini kian larut. Namun gadis itu menolak permintaan Kai dan malah mengajaknya untuk pergi makan malam bersama. Kai bahkan tidak ingat bahwa ia belum makan malam sejak menjemput Kyungsoo dan gadis itu memiliki alasan yang sama untuk bisa pergi makan malam bersamanya.

Kyungsoo berbeda dengan gadis-gadis yang pernah dikenalnya. Ia memiliki sikap ramah yang sulit bisa Kai percaya. Ia pikir seorang artis tekenal sekelas Kyungsoo akan menjaga jarak dengan siapapun yang baru dikenalnya. Tetapi di pertemuan keduanya kali ini Kyungsoo malah semakin menujukkan sikap terbukanya. Memberikan beberapa candaan kepada Kai yang memiliki sifat yang dingin dan kaku.

Kai tidak terlalu banyak bicara. Ia terbiasa untuk berhati-hati dalam bicara ataupun mengeluarkan pendapat. Tetapi gadis itu benar-benar kebalikan dari dirinya. Kyungsoo lebih banyak bicara dan tidak tanggung-tanggung dalam menyampaikan pendapatnya. Satu lagi yang membuat Kai semakin terpikat pada calon tunangannya.

"Kupikir tanpa aku disana, kau akan memutuskan hubunganmu dengan pria itu secara baik-baik."

Kyungsoo menyesap perlahan wine yang tengah diminumnya. Menatap Kai sekilas lalu menggeleng perlahan. "Tidak akan pernah baik, mungkin aku akan mati di tangannya jika aku tidak bersamamu."

Kai mengernyitkan keningnya. Menatap Kyungsoo dengan tatapan tak mengerti. "Kenapa?"

"Ya.. dia sedikit..," Kyungsoo membuat gerakan melingkar menggunakan ujung telunjuk di pelipisnya. Kai menganggukkan kepalanya mengerti. "Dia tempramen. Aku membutuhkan seseorang yang menjagaku darinya. Dan kupikir, kau mampu menjagaku."

"Apa aku terlihat seperti penjaga bagimu?" Kai menyandarkan punggungnya dan memangku satu kakinya sedikit lebih santai.

"Hanya saja, kau seperti pria yang baik," Kyungsoo tersenyum dan kembali mengangkat gelas wine-nya. "Cheers?" Kyungsoo mengarahkan gelas kristal berisi wine miliknya ke arah Kai. Mengajaknya untuk bersulang.

Kai hanya tersenyum, ikut mengangkat gelasnya dan bersulang. Setelah itu mereka sama-sama menyesap wine-nya dengan perlahan.

"Ngomong-ngomong, kau tidak memiliki kekasih?"

Kai mengangkat wajahnya, menaikkan satu alisnya terkejut menerima pertanyaan tak terduga dari Kyungsoo. Kai hanya menanggapinya dengan sebuah tawa kecil. Menyimpan gelasnya di atas meja dan duduk dengan nyaman seperti semula.

"Jika aku memilik kekasih. Aku tidak akan mau berhubungan dengan wanita lain dan mengkhianati gadis yang kucintai."

"Romantis sekali." Sahut Kyungsoo dengan senyumannya.

"Bukan romantis, itu adalah bentuk kesetian sebenarnya."

"Aku tidak pernah mengerti begitu jelas tentang cinta." Kyungsoo menanggapi dengan tatapan yang hanya tertuju pada gelasnya. Memutar-mutarnya membuat isinya ikut berputar seirama.

"Aku juga, aku tidak mengerti tapi aku banyak belajar," jawab Kai yang mampu menarik perhatian Kyungsoo saat ini. "Tetapi jujur saja, aku tidak berpengalaman tentang cinta."

"Benarkah?" Tanya Kyungsoo tak percaya.

"Aku hidup dengan ribuan kisah cinta yang selalu di ceritakan nenekku berulang kali. Dan aku belajar banyak dari kisah itu."

"Jadi kisah apa itu?" Kyungsoo mendekat seolah tertarik dengan cerita yang disampaikan Kai.

"Belum waktunya untuk kau tahu, akan lebih bagus bila nenekku yang menyampaikannya langsung kepadamu."

Kyungsoo mendengus lalu tertawa pelan menerima jawaban Kai. Melihatnya seperti itu membuat Kai merasa jauh lebih dekat dengan Kyungsoo.

"Sepertinya aku mulai penasaran," ucap Kyungsoo, kini matanya menatap lekat pada Kai. "Kau sepertinya, tidak terlalu terbuka dan banyak bicara."

"Kau membenci pria seperti itu?"

Kyungsoo menggeleng. "Malah aku semakin penasaran dengan kehidupanmu. Sepertinya perkenalan kita akan terus berlanjut."

Kai terperangah mendengar ucapan Kyungsoo. Sebisa mungkin ia menyembunyikan kegembiraannya kali ini. Ia bisa saja melompat dan berteriak penuh kebahagian karena Kyungsoo meminta perkenalan mereka terus berlanjut. Namun mengingat umurnya yang bukan lagi pria berusia dua puluh tahunan. Layaknya pria dewasa, Kai hanya menyikapinya dengan santai dan senyuman tipis di bibirnya.

"Kau tidak keberatan kan?" Tanya Kyungsoo.

"Tentu, aku cukup senang kau menyimpan rasa penasaran kepadaku."

Kyungsoo hanya terkekeh. Dan melahap sesendok kue coklat yang tersaji di atas meja. Kai hanya duduk memerhatikannya. Diam-diam tersenyum melihat bagaimana cara gadis itu makan. Bahkan hanya melihatnya makan saja membuatnya jantungnya berdebar.

"Boleh aku menyampaikan sesuatu kepadamu?" Tanya Kai memberanikan diri. Kyungsoo mengangkat wajahnya dengan garpu yang ada di ujung bibirnya. Bola mata itu kembali berbinar membuat Kai seolah tenggelam ke dalam palung mata itu.

"Kau tidak akan tersinggung?" Tanya Kai kembali mematiskan.

Kyungsoo menyimpan garpunya. Menumpu dagunya pada telapak tangannya yang ada di atas meja. "Kenapa aku harus tersinggung? Katakanlah kepadaku." Jawab Kyungsoo menanti.

Kai sedikit menelan ludahnya pelan. Memposisikan tubuhnya untuk lebih dekat di hadapan Kyungsoo.

"Sejak pandangan pertama aku mulai tertarik padamu. Sekarang, aku mulai mengagumimu. Kau tidak keberatan bila aku memberikan harapan besar kepadamu tentang perasaanku?"

Gadis itu hanya diam membuat Kai takut bahwa ia telah salah bicara saat ini. Ia masih menunggu tanpa mengalihkan tatapannya dari mata Kyungsoo. Beberapa menit gadis itu hanya terdiam dengan canggung, Kai berpikir bahwa Kyungsoo tidak nyaman dengan pengakuannya. Tetapi dugaannya salah, Kyungsoo mampu tersenyum dengan hangat kali ini.

"Kuanggap itu sebuah pujian. Terima kasih." Hanya itu yang dijawabnya. Entah sebuah ijin atau bahkan penolakan. Tetapi Kai tidak terlalu mempermasalahkan hal itu, karena setelahnya Kyungsoo bersikap seperti biasa kembali. Banyak tertawa dan tersenyum. Bahkan gadis itu mampu mencairkan suasana kecanggungan di antara mereka.

Setidaknya sebelum ada kata Tidak dari Kyungsoo. Kai tidak akan pernah mundur untuk mendapatkannya.


To Be Continued


Chapter 1 - 160310

Maaf atas keterlambatan updatenya, karena teman-teman pasti tahu alasannya yang pernah aku katakan di ff Unperfect Princess kemarin. Fic ini sudah selesai dibuat, kurang dari empat chapter. Semoga semua chapternya bisa update bulan ini juga. Mohon maaf telah dibuat menunggu lama, dan beberapa typo yang belum sempat aku perbaiki (well sekarang bukan Sehun main castnya diganti sama Hyunsik, hehe) Terima kasih yang sudah menyepatkan membaca. Tunggu next chapter ya^^

Salam Blossom~