Naruto © Masashi Kishimoto
Timeline of Destiny © White Apple Clock
Rate: T
Chapter: 1, Broken up
Genre: Drama
Main Pairing: NaruHina
Inspired by K Will's MV: You Don't Know Love
Warning: Five-shot, Happy Ending, Tsundere!Hinata, AU, OoC, typo, gaje, dll.
DLDR!
Hinata's PoV
Semilir angin berhembus kencang menembus malam. Memainkan helaian demi helaian indigo panjangku dengan nakal. Rembulan tertutupi oleh awan setengah darinya, menghalangi cahaya-cahaya menyinari malam yang kelam. Diri ini menggigil, tak kuasa menahan dinginnya malam yang terus merajam tubuhku. Seharusnya aku tidak di sini–di tepian sungai. Melainkan bergabung dengan teman-teman dekatku yang sibuk menghangatkan diri mereka di sekeliling api unggun.
Dia yang memintaku untuk datang kemari.
Namun yang ditunggu tak datang jua. Hingga detik ini, pria egois itu belum memunculkan batang hidungnya. Ya, Si Namikaze Naruto yang egois. Yang bodohnya masih aku cintai hingga sekarang.
Tak perduli belakangan ini si Jabrik Kuning itu selalu mengacuhkanku, aku tetap menyayanginya. Sekeras apapun aku membenci sifatnya yang kelewat dingin–yah, sebenarnya masih kalah dari Sasuke-san–aku begitu bodoh masih memiliki rasa cinta yang begitu dalam. Memang pada akhirnya, aku juga yang harus mengalah dan memberikan sugesti pada diri sendiri bahwa aku baik-baik saja.
Padahal, jauh dari itu, diri ini masih merasakan sakit yang luar biasa.
Sayup-sayup terdengar dari kejauhan teriakan-teriakan euphoria merayakan ulang tahun sekolah yang genap 34 tahun. Begitu bahagia, keseruan tergambar jelas, dan gelak tawa menyertai mereka. Kontras denganku di sini, yang tengah mengharu biru.
"Maaf membuatmu menunggu."
Suara berat yang kukenal memecahkan lamunanku yang terjadi sesaat. Amethyst ini mengalihkan atensi, kini berpaling pada sosok tegap yang berdiri berjarak satu meter dariku. Aku melihat sapphire-nya yang berkilauan membunuh malam yang gelap. Sapphire itu masih indah. Seperti biasanya.
"Tak apa, aku baru sampai."
Keheningan menyatu pada atmosfer yang membungkus di antara kami. Hanya suara gemericik air sungai serta lolongan serigala malam yang mampu mengisi kekosongan yang ada. Kami masih terpaut jarak satu meter. Belum ada yang bergerak, mempertipis jarak. Masing-masing dari kami masih bergelut dalam pikiran. Mencoba menemukan kata-kata yang cocok untuk di sampaikan.
Tetapi, aku tak tahan. Terpaksa, aku mencairkan suasana yang ada. Aku berjalan mendekatinya. Jari ini mengudara, terjulur untuk menggenggam tepi baju lengan sweater hitam yang ia kenakan. Naas, pemuda Namikaze itu menghentakkan lengannya segera. Merasa tak sudi di sentuh oleh diriku barang seujung saja dari dirinya.
Melihat rautnya yang semakin kusut membuat diriku kecewa. Sungguh, aku benar-benar kecewa. Benteng pertahanan yang selama ini susah kubangun akhirnya runtuh juga. Hatiku hancur menjadi serpihan-serpihan yang tak kasat mata. Napasku memburu, sesak. Seakan Tuhan mempersempit ruang kerja jantungku. Lengkap sudah, aku merasakan diriku tengah sekarat.
Tak mampu melontarkan kata-kata, mau tak mau harus direalisasikan dengan tindakan. Cukup, jika tidak dalam kondisi sakit hati saja aku susah untuk mengungkapkan segala keluh kesahku tentang Naruto-kun secara langsung, apalagi pada saat kondisi saat ini?
"M-maaf, kita a-akhiri saja sampai di sini." Akhirnya aku bersuara–meskipun tercekat. Sangat sulit untuk mengumpulkan seluruh tekad dan keberanian untuk mengakhiri segalanya. Mataku mulai memanas, pandanganpun mulai mengabur. Terbiaskan oleh cairan-cairan bening yang siap meluncur kapan saja dengan bebasnya melewati pipiku yang tembam.
Setengah mati aku mempertahanan semua yang runtuh. Kesabaran dan harapan yang menggunung kini seakan menguap begitu saja. Yah, ini sudah mencapai batasnya. Memang tak seharusnya untuk dilanjutkan. Tak mungkin aku berjuang sendiri dalam hubungan jika Naruto-kun tak berniat untuk membangun hubungan ini bersama.
Kedua tanganku tergerak. Jemari-jemari lentik ini menyelusup di balik leher putihku yang jenjang. Hendak melepaskan sesuatu yang menghiasiku di sana. Melepaskan pengait kalung berliontin merah hati yang sudah lima bulan umurnya.
Aku bisa menangkap ekspresi Naruto-kun yang mengerjapkan matanya tak percaya. Ia mengamati setiap gerak-gerikku dengan heran pada awalnya. Menurutku, mungkin ia tak menyangka kalau aku yang akan memulainya terlebih dahulu.
Sekarang kalung liontin ini kugenggam dengan erat, menggantung di udara. Mengulurkannya di depan wajah Naruto-kun hingga aku berujar, "biarlah kenangan kita terbawa hanyut oleh sungai yang bermuara. Ini lebih baik."
PLUNG!
Aku melemparkan kalung liontin merah hati itu ke dalam sungai berbatu yang berarus deras. Netraku mengamati pergerakan kalung tersebut yang perlahan mulai menghilang terbawa arus. Melihat itu, diri ini hanya bisa tersenyum getir sembari mencoba untuk menenangkan diri sendiri.
Atensi berpaling pada Naruto-kun. Sejenak bertatapan. Amethyst bertemu sapphire. Terlukis sedikit makna sendu di bola matanya yang biru cerah tersebut. Meskipun begitu, aku tak perduli. Yang penting, aku ingin bebas dari sakit hati yang sempat mengurungku di realita.
"Aku harap, ini pertemuan terakhir kita, Namikaze-san."
Dan akhirnya aku meninggalkan tubuh tegap yang masih kokoh berdiri di sana.
TBC
Anoo, White belum nyelesain Maydaysignal udah berani aja buat fic MC yang baru:'3 Ohya, mungkin ada beberapa adegan yang sama dengan MV tersebut, tapi settingannya saja yang berbeda, konsepnya yang sama /apaansihbuatbingung Yosh, mind to review?
