Discaimer : all character belong to Masashi Kishimoto.

Story by : Orihime Yoshizuki

"Moment"


Hyuuga Hinata melirik pintu kaca di ujung ruangan ini dengan cemas. Sesekali ia menyesap greentea latte yang ada dicangkirnya, ia melirik arloji yang melingkari pergelangan tangannya.

'14.50'

"Yatuhan, jika dia tidak datang 10 menit lagi aku akan pergi." Ia mengeluarkan smartphone dari tasnya dan menempelkan itu pada telinganya.

"Moshi-moshi, Menma-senpai."

"Ah Hinata, ada apa?"

"Sumimasen senpai, ini sudah satu jam tapi Namikaze-sama belum datang."

"Benarkah? Ah, kakakku memang seperti itu. Tunggu disana Hinata aku akan menjemputmu dan kita temui dia bersama."

"Okey senpai, aku tunggu."

...

Namikaze Menma menggerutu didalam mobilnya, ia menggeram kesal berkali-kali saat mengingat Namikaze Naruto, sang kakak. Ia benar-benar tak percaya kakaknya itu sama sekali tak mau membantunya. Dan lebih parah, sang kakak sekarang memperlakukannya didepan gadis pujaannya. Yah, sebenarnya tak dapat disebut mempermalukan sih, salahkan saja Menma yang memaksakan kehendak padahal ia tau kakaknya adalah orang yang konsisten dengan keputusannya sekali tidak tetap tidak, itu prinsip hidup sang Namikaze sulung. Menma mengacak surai hitamnya frustrasi, kemudian menghubungi gadis yang menunggunya.

"Aku didepan cafe, Hinata. Keluarlah."

...

"Senpai, apa tak apa menemuinya? Bisa saja ia sedang sibuk kan?" Hinata memainkan kedua jari telunjuknya kebiasaan saat ia gugup ataupun bingung.

"Kau mencemaskan yang tak perlu Hinata." Menma memutar kedua bola matanya bosan.

"T-tapi senpai, Namikaze-sama adalah pianis yang hebat. Dia pasti memiliki waktu yang terbatas bagaimana jika kita me-

"Ayolah Hinata, dia adalah kakakku mana mungkin aku mengganggunya jika dia sibuk kan?"

Hinata hanya mengangguk dan berharap yang terbaik kali ini

...

Namikaze Naruto menatap layar interkom nya dengan pandangan risih disana terlihat dengan jelas dua manusia yang berdiri menghadap interkom yang terletak di samping pintu geser apartemennya. Seorang pemuda yang sangat ia kenal berkali-kali menekan bel apartemennya dan seorang gadis asing itu hanya berdiri menatap pria disampingnya. Sebenarnya ia tak perduli jika Menma hanya menekan bel tapi adik manisnya itu berkali-kalie mengeluarkan kata-kata kasar karena ia tak kunjung membukakan pintu.

"Hei, baka-aniki. Buka pintu sialan ini sekarang." Menma menekan bel itu dengan tenaga penuh ia mengabaikan tatapan membunuh beberapa orang yang memperhatikan tingkah anehnya sedangkan Hinata berkali-kali menunduk mengisyaratkan maaf pada orang yang merasa terganggu dengan aktivitas mereka.

Bosan dengan pemandangan itu, Naruto menyentuh layar interkomnya dan tanpa menunggu lama pintu tergeser otomatis membuat Menma langsung menerobos masuk sedangkan Hinata hanya mengekor malu-malu.

Naruto segera menuju ruang tamunya, disana ia dapat melihat Menma sedang mengutak-atik remote ac dan gadis asing itu duduk disampingnya.

"Aku tak menyangka Tousan dan Kaasan gagal mendidikmu." Naruto langsung duduk di sofa single begitu sampai di ruang tamunya.

Menma menatap kakaknya dengan pandangan kesal "Kau itu sebenarnya manusia atau bukan? Apa kau tak kepanasan dengan ac yang mati seperti ini?" Dengan kesal Menma membanting remote ac kearah meja.

"Tak usah banyak bicara. Katakan saja apa maumu." Naruto memberikan seringai iblisnya saat melirik Hinata yang menunduk.

"Kenapa kau tak datang ke cafe itu? Menma sekarang menatap kakaknya dan menggenggam tangan Hinata yang bergemetar.

"Aku sibuk. Konser musim panasku akan dimulai seminggu lagi tak ada waktu main-main." Sahut Naruto ketus.

Menma manarik nafasnya pelan "Aniki, ini Hinata. Dia adalah adik kelasku saat dulu kami bersekolah di artzart high school," Sekali lagi, Menma manarik nafas pelan dan melanjutkan pembicaraannya. "Dia saat ini membutuhkan mentor piano, seperti yang kakak tau aku mengalami cidera. Jadi, aku meminta pada kakak untuk menggantikan ku menjadi mentornya sampai aku pulih kak." Menma sekarang menunduk dan kedua tangannya mengatup memohon pada kakaknya.

Naruto hanya melirik adiknya tak suka, ia mendecih pelan melihat adiknya merendahkan diri demi wanita. "Maaf saja Menma. Aku tak tertarik sama sekali, dan lagi kau terlalu memaksakan diri. Lihat dia, dia membutuhkan seorang mentor tapi dia hanya diam." Naruto menatap Hinata dengan pandangan meremehkan dan Hinata hanya menggigit bibir menahan takut pada tatapan Naruto.

Menma menggeram marah ia bangkit dari posisinya dan manarik tangan Hinata membawanya berdiri. "Setidaknya jika ingin menolak tolaklah dengan baik. Kau lahir di keluarga Namikaze pasti dididik dengan sangat baik." Ia keluar dari apartemen kakaknya dengan perasaan panas penuh kesal.

...

Hinata dan Menma hanya diam dalam cafe yang hening itu. Sesekali Menma dapat melihat wajah gadis itu yang merasa bersalah.

"Kau tak perlu merasa bersalah Hinata" Menma menunjukan cengirannya mencoba mencairkan suasana.

"Maaf aku merusak hubunganmu dengan kakakmu." Hinata hanya menunduk menyembunyikan wajahnya.

"Kau itu orang yang terlalu baik Hinata. Perdebatan dan pertengkaran adalah hak yang wajar dalam sebuah persaudaraan. Yah, meskipun aku sedikit kesal padanya tapi nanti malam juga aku akan melupakannya." Menma menengguk orange juice nya karena tenggorokannya terasa gatal saat mengatakan hal-hal bijak yang menurutnya menjijikan.

Hinata hanya tersenyum simpul sambil membuka tasnya ia mengeluarkan kotak putih kecil yang berisi beberapa plastik obat dan mengeluarkan beberapa pil dan kapsul dari sana. Menma hanya memperhatikannya dalam diam saat Hinata menelan obat itu dan segera menenggak air mineral yang ada dimejanya.

"Kau sakit?" Pertanyaan bodoh Namikaze Menma. Jika tak sakit untuk apa ia menelan obat sebanyak itu?

"Hanya demam karena perubahan cuaca yang ekstrim." Hinata merapihkan kembali obatnya dan tersenyum pada Menma yang menatapnya bingung.

"Kenapa sebanyak itu obatnya?" Menma menunjuk plastik-plastik obat dalam kotak putih milik Hinata.

"Hanya vitamin pemulihan, kau tau kan fisikku lemah." Hinata sekali lagi menenggak air dalam botolnya sebelum memasukkannys kedalam tasnya.

"Jaga kesehatan mu." Dengan pelan Menma mengacak surai indigo milik Hinata. Yang lagi-lagi hanya dibalas senyuman kecil oleh Hinata.

...

"Ya, sore ini aku kesana."

Naruto mematikan smartphone miliknya kemudian membantingnya ke sembarang arah. Malam ini seperti tahun-tahun sebelumnya keluarga Namikaze menjalankan tradisi musim panas membuka beberapa stan di festival hanabi dan ia juga keluarganya hanya berkeliling sambil mengawasi stan mereka. Tradisi yang sangat memuakkan menurutnya. Namum, ia memilih bersiap kali ini. Ia memasukkan beberapa helai baju kedalam tas punggung kemudian keluar dari apartemennya menuju kediaman utama keluarga Namikaze. Seperti dugaannya ibunya -Kushina Uzumaki akan memaksa seluruh keluarga menggunakan yukata dan geta. Biasanya ia akan menolak mentah-mentah dan bersikukuh menolak tapi tahun ini ibunya yang bersikukuh memaksanya menggunakan yukata berwarna biru gelap miliknya. Adiknya dan ayahnya sudah menggunakan yukata berwarna hitam dan hijau gelap sedangkan ibunya menggunakan yukata berwarna merah maroon sepadan dengan rambut merahnya. Naruto hanya mengehela nafas menuruti keinginan ibunya dengan terpaksa.

...

"Dulu kau selalu mengamuk ketika kalah bermain itu." Menma menujuk sebuah kerumunan yang Naruto sangat kenali. Kerumunan orang yang bermain untuk mendapatkan ikan dengan saringan yang terbuat dari kertas tipis.

Naruto hanya tersenyum kecil mengingat masa kecilnya yang menurutnya memalukan. "Semenjak kau menjadi pianis terkenal kau berubah, dan lagi semenjak dia pergi kau semakin menutup diri, oni-san.' Menma memandang lurus jalanan didepannya. Naruto sedikit melihat adiknya itu sebelum kembali memfokuskan pandangannya. "Bukan menutup diri atau apapun. Aku hanya terbiasa dengan ini semua." Naruto memandangi beberapa orang yang tersenyum padanya. Seorang pianis terkenal berjalan di festival bukankah akan sangat memancing perhatian?

"Kau harus membuka diri. Duniamu bukan hanya piano saja. Ingat kau masih punya orang tua dan adik yang mengkhawatirkan mu." Dengan memutar bola matanya Naruto hanya mengabaikan semua yang dibicarakan adiknya. Tak lama kemudian sebuah hanabi diletuskan ke langit malam Naruto dan Menma berhenti melangkah dan menatap puncak acara festival ini. Beberapa hanabi lain menyahut begitu hanabi pertama meledak di langit malam menimbulkan cahaya dan pola bunga yang mengagumkan. Bagi Naruto ini biasa, ia memilih meninggalkan Menma yang masih menatap langit yang dipenuhi jutaan hanabi.

...

Naruto berjalan menuju tempat tersunyi di festival ini. Suara yang terdengar hanya suara dari geta yang ia gunakan. Ia berjalan dengan pelan sesekali mulutnya menyanyikan beberapa bait lagu dan angin musim panas menggoyangkan surai pirangnya. Sampai suara isakan halus menarik perhatiannya. Dengan cepat Naruto melirik sekitarnya mencari asal suara tersebut. Jangan lupakan Naruto adalah manusia yang memiliki kelemahan dibalik sifat dinginnya ia memiliki ketakutan yang akut pada hantu. Sampai matanya menemukan siluet gadis yang menggunakan yukata berwarna biru cerah dan obi kuning, tanpa banyak bicara ia menghampirinya.

"Hei, nona" dengan hati-hati Naruto menggoyangkan bahu gadis yang sedang terisak itu. Terkejut, Naruto benar-benar terkejut melihat gadis itu memeluknya aroma lavender menguak dari tubuh yang sedang memeluknya. Bingung apa yang harus ia lakukan, Naruto memilih memeluk balik tubuh gadis itu dan menunggu isakannya reda.

...

"Kau?" Naruto hampir saja mendorong tubuh gadis itu saat tau gadis yang ia peluk adalah gadis yang sama dengan gadis yang mengunjungi apartemennya siang tadi.

"N-Namikaze-sama?" Hinata kini menggigit bibir bawahnya panik saat tau siapa pria yang ia peluk.

"Kau? Kenapa kau bisa disini? Dan kenapa kau menangis seperti itu?" Kini Naruto sudah dapat menguasai dirinya seperti biasa nada dingin kembali keluar dari mulutnya.

"A-aku, aku tak tau." Hinata menundukkan kepalanya dan sekarang ia memilih menghindari kontak mata dengan Naruto. "Aku berlari saat hanabi mulai menyala. Dan saat sampai disini tiba-tiba aku menangis."

"Gadis aneh." Cibir Naruto.

Tanpa diduga sekarang hinata berlutut dihadapan Naruto. Rambutnya yang digulung sedikit keluar dan memperanggun penampilannya.

"Ku mohon, Namikaze-sama ku mohon jadilah mentor ku." Hinata mengeluarkan suaranya pelan. Kemudian menarik nafas sejenak dan "Tolonglah aku, ku mohon tolong aku disaat saat yang berat ini." Hinata kembali berbicara dengan bergemetar kali ini Naruto tau gadis itu mulai menangis lagi. "Ku mohon dukung aku kali ini saja, dukung aku disaat aku akan hilang. Tolong aku disaat aku akan kehilangan hatiku ini." Hinata kembali menangis air matanya benar-benar mengeluar saat ini. Naruto hanya menatapnya bingung ia tak tau apa yang harus ia perbuat. Perlahan ia mengulurkan tangannya membantu Hinata berdiri, mmenghela nafas sejenak, "Kau, mulai sekarang ada dibawah pengawasan ku."

Tanpa mereka sadari dibawah letusan hanabi dan dibawah langit musim panas ini dunia mereka akan berubah.

End or Next?