Title : Bonded By Blood

Author : Kim Sun Ri

Genre : Romance, Fantasy

Rating : T

Length : Oneshot

Disclaimer : This fict is mine, but the casts aren't

Warning : Yaoi, BoyXBoy, BL, AU, OOC(?)

Pairing : Eunhae

.

Don't Like Don't Read!

WARNING : This story has a very rushed plot.

Enjoy!

.

.:Bonded By Blood:.

.

Author's POV

Hyukjae sedang menyiapkan makan malamnya dengan riang, sepiring bulgogi yang ia beli dari hasil gaji kerja sambilannya. Awal bulan, artinya ia bisa makan seperti ini. Ia menatap asap yang mengepul dari tumpukan daging itu dengan puas, mengingat mulai tanggal dua belas setiap bulan ia biasanya hanya bisa memakan ramyeon berbagai rasa.

*Drep!*

Tiba-tiba ia mendengar sesuatu dari arah balkon apartemennya, menghilangkan senyumannya saat itu juga. Tubuhnya berubah tegang dan kewaspadaannya meningkat. Tengah malam begini suara dari balkon biasanya tidak berarti hal baik. Mungkinkah itu pencuri? Tapi pencuri mana yang datang lewat balkon apartemen lantai tujuh?

Dengan cepat ia menyembunyikan bulgoginya kembali kedalam microwave. Entah mengapa ia melakukan hal itu, mungkin hanya insting manusia yang hidup pas-pasan. Kemudian ia menggulung sedikit lengan bajunya hingga siku, dan mengambil wajan. Dengan gaya ala ninja, ia mengendap-endap keluar dapur menuju balkonnya perlahan, wajan digenggam erat dan siap di tangan kanannya, kalau-kalau ia memerlukan senjata darurat.

Ia melewati ruang tamu. Aman. Kemudian ia melihat pintu kaca balkonnya yang terbuka lebar, membiarkan gorden putih transparan itu tertiup angin malam yang dingin. Aneh, seingatnya ia sudah menutup pintu itu tadi. Saat itulah ia melihat sebuah sosok di kegelapan. Sosok itu menoleh kearah Hyukjae.

*Bruk!*

Belum sempat bereaksi apapun, tiba-tiba sosok itu melesat bergerak amat cepat menubruk Hyukjae hingga nyaris terjatuh. Hyukjae bahkan tidak sempat untuk berteriak. Baru saja ia hendak memukul sosok itu keras-keras dengan wajan di tangannya. Tapi kemudian sosok itu memanggilnya dengan panggilan yang amat ia kenali.

"Hyukkie!" Seru sosok itu riang.

Wajan yang ia ayunkan terhenti di udara. Wajah Hyukjae menunjukkan ekspresi yang cukup priceless saat itu. Kemudian ia melihat rambut brunette yang familier, serta wangi vanilla yang khas. Barulah ia menyadari, sosok tersebut juga tidak menyerangnya, melainkan memeluknya.

"… H-Hae…?"

"Mm…!"

Hyukjae menghela napasnya lega. Rasa tegang yang sesaat lalu ia rasakan lenyap begitu saja. Ia balas memeluk sosok itu, tanpa menyadari masih sambil menggenggam wajan.

"Kau harus berhenti mengagetkanku seperti itu… Kau mau aku mati muda karena jantungan?" Gumam Hyukjae.

Sementara Donghae hanya terkekeh pelan, "Habisnya aku merindukanmu."

Hyukjae mengendurkan pelukan mereka, kedua tangannya menggenggam bahu Donghae meski di sertai wajan pengganggu itu, "Kita kan baru bertemu kemarin lusa?" Tanyanya dengan sebelah alis terangkat.

"Tetap saja… Dua hari adalah waktu yang lama!" Keluh Donghae.

Hyukjae terkekeh, "Kata orang yang sudah hidup lebih dari satu abad."

Donghae langsung memasang wajah kesalnya, "Kau mengataiku tua?"

Atas pertanyaan itu tawa Hyukjae meledak. Donghae menepuk pelan bahunya, merajuk. Yang sebenarnya terasa cukup sakit tapi Hyukjae menahannya. Mereka terus saling mengejek selama beberapa saat seperti itu, hingga akhirnya Donghae menyadari wajan yang dipegang oleh Hyukjae.

"Ngomong-ngomong… Kenapa kau membawa-bawa wajan?" Tanyanya dengan sebelah alis terangkat.

Hyukjae ikut melirik kearah wajan itu, "Ah, aku jadi ingat. Aku habis memanaskan bulgogi. Aku belum makan malam," jelasnya.

Setelah itu mereka berjalan kembali, tak lupa Donghae menutup kembali pintu kaca yang ia buka untuk 'menyusup' ke apartemen Hyukjae. Donghae menunggu Hyukjae di sofa ruang tamu sementara Hyukjae ke dapur untuk mengambil makan malamnya. Hyukjae kemudian duduk di samping Donghae, sambil memakan makan malamnya mereka menonton televisi bersama.

Namun sepertinya tidak ada yang perhatiannya tertuju pada televisi tersebut. Hyukjae sibuk sendiri menyantap makan malamnya dengan riang, sementara Donghae terlihat tidak bisa mengalihkan perhatiannya dari sosok kekasihnya itu. Hyukjae mulai menyadari tatapan Donghae padanya. Tatapan yang begitu menusuk dan serius. Ia menoleh, memandangnya heran.

"Kau mau?" Tanya Hyukjae.

Donghae membalas dengan gumaman pelan dan mengangguk.

Hyukjae menyodorkan makanan itu diantara mereka, "Ini, kita bisa berbagi kalau kau lapar?"

Donghae menggeleng pelan, tatapannya tidak lepas dari Hyukjae sedetikpun, "Ani… Bukan itu…"

"Lalu?" Hyukjae menatapnya heran.

Perlahan, Donghae mendekat kearah Hyukjae. Tatapannya masih terlihat begitu intens. Saat itulah Hyukjae menyadarinya. Arah tatapan Donghae dari tadi.

Lehernya.

"Ah… Ternyata lapar ini maksudmu?" Gumamnya pelan.

Saat ia selesai menggumam, Donghae sudah berada di atas pangkuannya. Menatapnya dengan mata setengah terbuka, seoalah mengantuk. Wajahnya semakin dekat dengan ceruk leher Hyukjae, bersandar pada bahu kirinya. Tangan kirinya memainkan rambut brunette tua Hyukjae perlahan, sementara tangan kanannya berpegangan pada bahu Hyukjae. Mengerti keinginan Donghae, Hyukjae melingkarkan kedua tangannya memeluk pinggang Donghae. Kepalanya ia miringkan sedikit kearah kanan, menunjukkan lehernya yang jenjang lebih lagi. Seolah mempersilahkan Donghae melanjutkan keinginannya.

"Ng…!"

Hyukjae mengernyit sedikit saat merasakan sepasang taring yang tajam menembus kulit lehernya. Meski Donghae amat berhati-hati, rasa itu masih sedikit tersisa. Ia memejamkan matanya, menikmati sensasi aneh saat Donghae mulai menyesap darahnya. Ini bukan pertama kalinya, maka Hyukjae sudah mulai terbiasa.

Ya, Lee Donghae, kekasihnya, adalah seorang vampire.

"Mmm…"

Donghae menggumam, perlahan menarik kembali taringnya setelah puas menyesap rasa manis darah kekasihnya itu. Ia menjilati bekas itu, hingga menutup dan menghilang secara sempurna. Ia mengecup leher Hyukjae sekali lagi sebelum menarik diri dan menatap Hyukjae yang masih memejamkan matanya.

Hyukjae perlahan membuka matanya, hanya untuk larut dalam tatapan mata Donghae yang begitu dalam. Ia mengangkat sebelah tangannya, mengusap pipi Donghae dengan lembut sebelum menarik wajahnya mendekat dengan agak tergesa. Tanpa menunggu izin Donghae, Hyukjae mencium bibirnya yang tipis itu. Ia mendesah pelan saat merasakan darahnya sendiri yang tertinggal di sudut bibir Donghae.

Saat ciuman panjang mereka terlepas, napas Hyukjae sedikit terengah. Sementara Donghae terlihat tidak apa-apa. Ia tersenyum dan mengecup pelan bibir Hyukjae sekali lagi, kemudian bersandar pada bahu kekasihnya itu. Hyukjae balas tersenyum setelah berhasil menenangkan detak jantungnya. Ia mengusap rambut Donghae dengan sayang.

"Sudah kenyang?" Bisiknya.

"Ne. Gomapta, Hyukkie…" Jawab Donghae dengan seulas senyuman.

"Cheonman," Hyukjae membalasnya dengan senyuman yang senada.

.

.:Bonded By Blood:.

.

Kini keduanya sedang duduk di sofa, akhirnya benar-benar mulai menonton film. Donghae terduduk di samping kanan Hyukjae, bersandar padanya, sementara Hyukjae merangkulnya sambil memainkan rambutnya. Mereka sedang menonton sebuah film romansa fantasi, yang kebetulan tentang vampire. Seorang teman memaksa Hyukjae untuk menontonnya karena katanya film tersebut amat menarik. Meski hingga sequel ke empat ini Hyukjae masih belum menemukan di mana letak menariknya film tersebut.

"Kenapa kita harus menonton film ini?" Gumam Donghae tanpa melepaskan pandangannya dari layar televisi.

"Karena kita harus mencoba menonton hal lain selain Finding Nemo dan Titanic. Kebetulan dvd yang tersisa hanya satu ini saja," jawab Hyukjae terkekeh pelan.

Donghae menghela napas tapi kembali larut dalam film tersebut. Mereka sama-sama menonton dengan serius saat tiba-tiba Donghae mendengus pelan, seolah mengejek di awal film. Hyukjae mengangkat sebelah alisnya heran.

"Aku tidak mengerti bagaimana vampire-vampire di film ini bisa menghisap darah dari hewan liar seperti itu," komentarnya.

"Memangnya kenapa? Rasanya tidak enak?"

"Tentu rasanya tidak sama dengan darah manusia. Tetapi bukan itu yang jadi masalahnya. Maksudku, apa kau tidak bayangkan bagaimana mereka menancapkan taring mereka pada kulit hewan itu? Ewhh… Bayangkan berapa banyak bulu yang menempel pada mulut mereka atau mungkin lebih parahnya lagi tertelan," Donghae berujar sambil bergidik, seolah takut.

Hyukjae tertawa atas penjelasan tersebut.

"Dan soal tubuh yang bercahaya bila terkena sinar matahari itu… Memangnya aku lampu jalan? Memang beberapa vampire tidak suka berada di bawah matahari, tapi bukan berarti mereka akan menyala seperti lampu natal siang hari," gerutunya.

Hyukjae melihat kearahnya bingung, "Lantas kenapa kau tidak suka berada di bawah matahari?"

Donghae menoleh kearah Hyukjae, "Aku? Aku tidak bilang bahwa aku tidak suka berada di bawah matahari bukan? Terkadang sembari berharap cahaya matahari akan mewarnai kulitku sedikit, meski itu mustahil. Hanya saja beberapa vampire tidak suka udara panas, entahlah. Ah tapi lain dengan fire handler, mereka cukup suka panas. Aku sendiri cukup suka meski aku seorang water handler."

Seolah menunjukkan maksudnya, Donghae menunjuk kearah secangkir air di meja hadapan mereka. Air tersebut melayang sesaat sebelum kembali dengan tenang di dalam gelas saat Donghae menurunkan arah jemarinya.

"Arrasso… Tapi warna kulitmu tidak terlihat pucat, Hae."

"Lumayan… Tapi aku ingin sedikit lagi," Donghae merenggut, dan Hyukjae gagal untuk menahan diri agar tidak mencubit pelan pipinya.

"Ah… Aku jadi malas menonton film ini," Hyukjae berkomentar setelah beberapa saat.

Donghae menoleh kearahnya, "Waeyo?"

"Untuk apa menonton film soal vampire jika yang asli ada di sampingku? Lagipula, filmnya jadi tidak menarik karena kau terus mengomentarinya kau tau," Hyukjae mengetuk pelan ujung hidung Donghae dengan jemarinya.

Donghae tertawa pelan, "Maaf, aku kelepasan."

"Tidak apa, lagipula aku jadi tau lebih banyak hal lagi tentangmu kan?" Hyukjae tersenyum.

"Hehe. Sudah tidak apa-apa kita lanjut menonton saja. Aku akan mencoba tidak terlalu banyak berkomentar habis ini," ujar Donghae kembali menatap televisi.

.

.:Bonded By Blood:.

.

Hyukjae's POV

Donghae sudah lebih diam sekarang, tidak mengkomentari setiap scene yang ada di film tersebut. Tetapi terlihat jelas ia ingin mengatakan sesuatu tiap ada scene yang aneh menurutnya. Meski begitu, perhatianku sudah tidak tertuju pada film tersebut. Melainkan pada vampire di rangkulanku ini.

Aku sudah bersama dengannya setahun lamanya. Pertemuan kami bisa dibilang cukup… unik. Aku bahkan menganggapnya gila dulu. Maksudku, keadaan saat itu sungguh mengherankan. Ketika pulang kerja sambilan, aku melihat seorang perampok menghadang yeoja di tengah jalan. Aku menolong yeoja itu dan perampok itu hampir menusukku dengan sebuah pisau. Tapi tiba-tiba sesosok namja dengan cepat muncul entah dari mana dan membanting perampok itu sebelum berhasil menyentuhku.

Semua akan baik-baik saja jika setelah berterimakasih pada namja itu dan mengembalikan tas sang yeoja, aku bisa pulang dengan damai. Tapi lain situasinya jika sang namja mengikutiku dengan wajah amat cemas, mengatakan ia takut aku terancam bahaya lagi. Akankah lebih masuk akal jika ia mengikuti yeoja itu, bukan aku? Dan yang membuatku menganggapnya gila pada awalnya, adalah karena ia berkata ia melihatku dari jarak lima puluh meter saat melihatku melawan perampok itu. Ia juga berkata ia tidak sanggup bila tidak ada di sampingku setelah itu, memikirkan bahaya yang bisa kudapat.

Saat ku tanya kenapa, karena bahkan kami tidak saling mengenal, wajahnya bersemu dan ia mengatakan ia sudah diam-diam menyukaiku sejak lama. Katanya ia sering melihatku bekerja di tempat kerja sambilanku. Kuakui saat itu ia terlihat manis. Meski seharusnya aku menjaga jarak dari orang asing(terutama yang sepertinya terus memperhatikanku seperti stalker), entah mengapa aku merasa nyaman dengannya. Aku dapat melihat kepolosan dan ketulusan di matanya, maka aku membiarkannya.

Sejak itu kami menjadi dekat. Tanpa aku sadari ia selalu memperhatikanku dari kejauhan, memastikan aku baik-baik saja. Tak jarang ia menginap di apartemenku. Seiring kami menjadi dekat, aku mulai menyadari keanehan-keanehan padanya. Seperti aku tidak pernah melihatnya makan, atau terkadang aku menyadari ia tidak berkedip untuk waktu yang amat lama. Atau mungkin ia tidak akan berkedip jika ia tidak menyadari aku sedang menatap matanya dengan penasaran.

Kecurigaanku terbukti setelah tiga bulan pertama kami saling mengenal. Saat itu kami sedang bersantai di sofa ruang tamu, dan aku mengenakan kaus dengan potongan leher yang lebar. Donghae terus bersamaku selama seminggu terakhir itu tanpa pergi sedikitpun. Dan aku terus merasa ia menatap leherku dengan aneh.

Ia tidak dapat menahan rasa laparnya, atau tepatnya rasa hausnya lebih lama lagi. Sudah seminggu lamanya ia tidak minum, dan sepertinya darah di leherku terlalu menggodanya. Tanpa sadar ia mulai menjilati leherku dan menembuskan kedua taringnya, menghisap darahku. Aku amat terkejut saat itu.

Tapi setelah meminum darahku, ia lebih terkejut lagi. Donghae langsung panik saat itu, meminta maaf berulang kali padaku. Ia bahkan menangis, mengira aku akan membencinya sekarang. Yang merupakan perkiraan yang salah. Bagaimana bisa aku membencinya setelah tiga bulan mengenalnya? Ia begitu sempurna untukku, dan aku tau aku telah jatuh cinta padanya. Mau tidak mau ia menceritakan jati dirinya padaku. Dan kami mulai menjalin hubungan.

"…-kkie. Hyukkie!"

Rengekan dan tepukan di bahuku mengembalikanku dari lamunan. Aku mengerjap sesaat sebelum menoleh kearah Donghae yang kini memasang wajah merajuknya padaku.

"N-ne? Waeyo, Hae-yah?"

"Aku sudah memanggilmu dari tadi tapi kau tidak bereaksi."

"Ah mianhae. Aku rasa aku melamun tadi," jawabku tersenyum meminta maaf.

Ia mengangkat sebelah alisnya menatapku, "Melamunkan apa?"

Aku tidak menjawab pertanyaannya. Sebagai gantinya aku hanya mengulaskan gummy smileku dan mengecup keningnya sesaat. Itu cukup untuk menghilangkan wajah merajuknya dan membuatnya terkekeh pelan. Kemudian perhatian kami kembali tertuju pada televisi yang masih memutar film tersebut.

.

.:Bonded By Blood:.

.

Author's POV

Kini mereka sudah kembali larut dalam film tersebut. Scene menunjukkan sang tokoh utama yang akhirnya berubah menjadi vampire. Hyukjae terdiam, menatap adegan itu dengan perasaan bercampur aduk. Sedangkan Donghae berubah kaku di sampingnya, sepertinya mengerti apa yang tengah Hyukjae pikirkan. Setelah beberapa saat, Hyukjae kembali menoleh kearah Donghae dengan tatapan yang sulit di definisikan.

"Hae, aku-"

"Tidak," Jawab Donghae singkat dan cepat, seolah tau apa yang hendak Hyukjae katakan.

"Tapi Hae…"

"Tidak, Hyukkie. Kita sudah membicarakan ini sebelumnya."

Wajah Donghae tertunduk, tidak mau menatap langsung mata Hyukjae. Hyukjae menghela napasnya. Jika ada satu hal yang tidak pernah Donghae turuti darinya, adalah permintaan tersebut.

"Mengapa?" Tanya Hyukjae.

Ia memegang dagu Donghae dengan jemarinya perlahan, mengangkat wajahnya dengan lembut. Ia menatap dalam ke mata Donghae. Karena ia tidak bisa berpaling lagi, akhirnya Donghae balas menatap Hyukjae, dengan tatapan yang sendu.

"Aku tidak akan pernah mengubahmu," gumamnya pelan.

Hyukjae balas menatapnya sendu, "Tapi aku ingin bersamamu, Hae…"

"Aku sudah bersamamu bukan?"

Hyukjae merengkuhnya kedalam pelukannya, memejamkan matanya dengan erat, "Bukan itu maksudku… Aku ingin selamanya bersamamu, Hae…"

Donghae menunduk dalam pelukan mereka, "Aku akan selalu bersamamu…"

Hyukjae menggeleng pelan, "Mungkin begitu. Kau akan selalu ada bersamaku. Tapi suatu hari nanti ini pasti berakhir. Aku akan terus berusia, hingga akhirnya aku pergi. Sementara kau akan tetap seperti ini. Aku tidak sanggup bila aku harus meninggalkanmu. Because I don't want to die for you. Instead I want to live for you."

"Kau tidak mengerti Hyukkie… Kau tidak mengerti…"

Donghae menarik napas, memejamkan matanya dan mengeratkan pelukannya, "Ini tidak semudah yang kau bayangkan. Aku tidak bisa menjadikanmu sepertiku. Aku tidak bisa memberikan kutukan ini padamu."

Donghae menarik diri dari pelukan mereka. Ia mengangkat sebelah tangan Hyukjae, kemudian meletakkannya di dadanya. Hyukjae hendak membuka suaranya, tetapi Donghae lebih dulu memotongnya.

"Kau bisa dengar?" Tanyanya.

Hyukjae terdiam.

Donghae tersenyum sendu, "Itulah maksudku. Tidak terdengar apa-apa. Aku tidak memilikinya, Hyukkie."

Kemudian ia memindahkan tangan Hyukjae ke dadanya sendiri, membiarkannya merasakan debaran jantung yang halus, yang tidak ada pada Donghae, "Inilah hal itu. Hidup. Dan aku tidak ingin mengambilnya darimu. Hyukkie, kau memiliki segalanya saat ini. Kehidupan, sesuatu yang tak kumiliki. Dan aku tidak ingin merampas itu dari dirimu. Sementara aku tidak bisa memberimu apapun…"

"Kaulah yang tidak mengerti, Hae…"

Donghae tersentak. Ia melihat Hyukjae menatapnya amat dalam. Mata itu menggambarkan sesuatu. Kesedihan. Dan keputusasaan Hyukjae dalam meyakinkannya.

"Kau tidak mengerti… Aku tidak memiliki semua yang kau katakan, Hae. Sama sekali tidak."

Hyukjae mengangkat sebelah tangannya, mengusap lembut pipi Donghae yang terasa dingin di tangannya. Meski begitu ia menyukainya. Ia menyukai kekasihnya itu, dalam kondisi apapun. Dan memikirkan kekasihnya tidak dapat mengerti perasaannya, sungguh menyakitkan.

"Kaulah hidupku. Dan tanpamu, aku tidak memiliki apapun. Aku tidak mau-… Ani… aku tidak butuh apapun selain dirimu. Kau bukannya tidak memberiku apapun. Tetapi kau akan memberiku segalanya. Kau memberiku hidupku, dan itu adalah dirimu…"

Donghae terdiam. Ia menatap mata Hyukjae, mencari kebohongan. Namun tidak ada hal tersebut di matanya. Yang terlihat hanyalah ketulusan, dan keinginan yang amat besar. Sesuatu yang tak dapat terlukiskan.

"Kau tidak tau betapa sakitnya rasa ini. Saat aku tidak bisa melindungi orang yang kucintai. Saat aku hanya menyusahkanmu, tak bisa melakukan apapun untukmu sementara kau terus melindungiku. Tak taukah kau, betapa bodohnya aku tidak bisa melindungi orang yang paling berarti bagiku? Aku tidak bisa melakukannya, aku merasa tidak berguna sebagai seorang namja. Kumohon, Hae… Aku hanya memilikimu. Kaulah segalanya untukku. Keluargaku sudah tidak ada di sisiku. Hanya kaulah satu-satunya orang yang tersisa, yang berharga untukku. Dan aku tidak mau jika aku harus kehilanganmu juga…"

Untuk sesaat Donghae dapat melihat kekosongan di mata Hyukjae saat ia menyebutkan keluarganya. Keluarganya yang tewas dalam kecelakaan beberapa tahun silam.

Hyukjae tidak memiliki apapun sekarang. Tidak ada keluarga disampingnya. Tidak ada kebahagiaan di genggamannya. Ia hanya memiliki Donghae. Dan ia tidak ingin meninggalkannya. Ia tidak ingin meninggalkan kebahagiaan yang akhirnya ia temukan.

"Maafkan aku Hyukkie… Aku tidak bisa… Aku… Aku-…"

Donghae terdiam dengan kepala tertunduk. Hyukjae menatapnya sendu kemudian menghela napas berat. Donghae tidak juga bereaksi. Hyukjae kemudian bangkit berdiri, tanpa mengatakan apapun lagi ia berbalik dan berjalan menuju kamarnya.

*Blam*

Pembicaraan malam itu berakhir begitu saja. Lagi-lagi dengan hasil yang sama. Donghae terdiam di sofa ruang tamu, menatap kearah keluar jendela. Kearah gelapnya langit malam. Sementara di balik sisi pintu kayu yang tipis itu, Hyukjae juga terdiam menatap langit yang sama. Mereka hanya dipisahkan oleh sebuah pintu. Meski begitu terasa amat, sangat jauh.

.

.:Bonded By Blood:.

.

Sudah tiga hari lamanya setelah pembicaraan tersebut. Esok paginya saat Hyukjae keluar kamarnya, Donghae sudah tidak ada disana. Hari berlangsung seperti biasa tanpa mereka berdua saling bertemu. Hyukjae bahkan merasakan Donghae tidak mengawasinya dari kejauhan. Ia tidak dapat merasakan keberadaannya.

Hari sudah cukup larut saat Hyukjae pulang dari tempat kerja sambilannya. Ia menghembuskan napasnya sedikit, melihat kepalan uap dingin terbentuk. Matanya menatap kosong kearah jalan. Seolah tidak peduli dengan dunia sekitarnya. Atau mungkin memang namja berambut brunette tua itu benar-benar tidak peduli. Karena saat itu ia merasa amat sendiri, amat hampa.

Tiba-tiba matanya menangkap sosok seekor kucing kecil berbulu kuning keemasan. Kucing tersebut berjalan dengan pelan melewati jalan. Mata Hyukjae membulat saat ia melihat sebuah truk melaju dengan cepat kearah hewan malang itu.

"Awas!"

*Brak!*

Sang pengemudi truk kaget bukan main saat ia menabrak sesuatu di tengah kegelapan malam. Dengan kepanikan yang sangat, ia membelokkan truknya dan melaju pergi dari tempat tersebut, tidak ingin tertangkap atas tindakan yang mungkin bisa membawanya ke penjara.

.

.:Bonded By Blood:.

.

*Krrssak…! Srraakk!*

Suara dedaunan yang tersibak terdengar cepat. Sesosok vampire berambut brunette berlari cepat menembus pepohonan. Ia, Donghae, sedang menatap langit gelap sambil terdiam ketika suatu perasaan buruk menyelimutinya. Tanpa pikir panjang ia melesat kearah apartemen Hyukjae. Hanya untuk menemukan apartemen tersebut tengah kosong.

Kepanikan menyerbunya dan ia segera melesat ke tempat kerja Hyukjae. Namun semakin lama, ia menyium sesuatu yang membuat wajahnya pucat seketika. Wangi darah. Dan itu bukan darah orang sembarangan.

"Andwae… Tidak mungkin…!" Desis Donghae mempercepat lajunya.

Namun apa daya, ketakutannya terbukti benar. Di jalan yang sepi, terbungkus kegelapan malam. Sebuah sosok yang ia kenal terbaring tak berdaya di tengah jalan. Darah bersimbang di sekitarnya. Matanya terpejam, dengan seekor anak kucing dalam pelukannya.

"HYUKKIE!"

Donghae segera menghampiri sosok tersebut, berlutut di sampingnya. Ia menarik sosok itu keatas pangkuannya. Ia mengguncangnya pelan, air mata mulai mengalir dari sudut matanya.

"Andwae, andwae, andwae! Hyukkie!"

Terlihat sedikit pergerakan dari sosok Hyukjae yang tak berdaya. Mata berkelopak satu itu membuka perlahan. Menatap lemah kearah Donghae.

"H-Hae…"

"Hyukkie bertahanlah! Hyukkie, Hyukkie!" Seru Donghae berulang-ulang.

Tapi Hyukjae hanya tersenyum lemah. Perlahan matanya kembali menutup. Tubuhnya semakin memucat dan mendingin. Detak jantungnya terdengar semakin melemah. Donghae menggeleng keras.

"Andwae, Hyukkie! ANDWAE!"

Saat itulah ketakutan yang sangat meliputi Donghae. Ia tidak akan bisa kehilangan Hyukjae. Ia tidak akan sanggup kehilangan dirinya. Dan tanpa Donghae sadari, ia mengangkat Hyukjae mendekat padanya. Ia menunduk, wajahnya semakin mendekati ceruk leher Hyukjae. Kedua taringnya kembali muncul, dan ia membenamkannya ke leher kekasihnya tersebut. Namun kali ini, berbeda dengan yang selama ini selalu ia lakukan. Karena kali ini, gigitan tersebut akan merubah segalanya.

.

.:Bonded By Blood:.

.

"Mmhmm…"

Terdengar sebuah lenguhan pelan di sebuah kamar. Hyukjae perlahan membuka matanya, mendapati dirinya terbaring di kamar apartemennya sendiri. Ia bangkit duduk perlahan. Ia terdiam sesaat, mencoba mengingat apa yang telah terjadi. Kembali teringat rasa sakit saat ia tertabrak truk besar tersebut. Dan samar-samar wajah Donghae.

Apa itu semua hanya mimpi?

Mungkin begitu. Karena ia tidak merasakan rasa sakit sama sekali sekarang. Tapi kemudian ia merasa sesuatu yang aneh. Sesuatu terasa berbeda dengan tubuhnya. Ia tidak dapat menjelaskannya dengan kata-kata. Namun tubuhnya benar-benar terasa lain.

Ia mulai menyadari pandangannya yang kini begitu jelas, seolah bisa melihat debu di ruangan tersebut sekalipun. Dan entah mengapa tubuhnya terasa ringan. Ia mencoba berdiri perlahan. Ia berjalan, tetapi mungkin hanya perasaannya saja, ia sampai lebih cepat daripada pemikirannya. Ia berdiri di depan sebuah kaca besar yang penuh, dan saat ia menoleh, betapa terkejutnya dirinya.

Disitu terlihat sosoknya. Tetapi ia terlihat berbeda. Rambutnya tidak lagi berwarna brunette tua. Melainkan berwarna merah kehitaman. Tubuhnya terlihat sedikit lebih tinggi dan amat tegap. Kulitnya yang semula putih semakin terlihat mulus dan agak pucat. Mata yang semula berwarna coklat tua berubah hitam, dengan kilauan merah. Dan saat ia terkejut hingga mulutnya sedikit terbuka, ia melihatnya.

Taring.

Sepasang taring yang sama dengan yang dimiliki Donghae.

*Kriek…*

Pintu kayu itu terbuka perlahan, dan Hyukjae langsung menyentakkan pandangannya kearah tersebut. Donghae berdiri di ambang pintu.

"K-kau sudah sadar?"

Suaranya terdengar bergetar.

"Hae… Apa yang terjadi?" Hyukjae berbisik dengan tidak yakin.

Ia pun baru menyadari, bahkan suaranya terdengar sedikit berubah. Suaranya terdengar begitu halus, seperti satin. Begitu indah. Ia bahkan terkejut atas suaranya sendiri.

Donghae menghampirinya dengan langkah ragu dan takut. Hyukjae dapat melihat bekas air mata di pipinya. Ia segera merengkuh Donghae dengan lembut dan menghapus air mata yang kini kembali mengalir dengan deras.

"H-Hae? Uljimma…"

"Mianhae, jeongmal mianhae Hyukkie… Aku… Padahal aku tidak ingin melakukannya. Tapi-… tapi… Aku tidak sanggup berpikir lagi saat melihatmu terbaring lemah di ambang kematian. Aku takut… Aku tidak takut… Aku tidak mau kehilanganmu…"

Hyukjae hanya menggeleng pelan. Ia mengerutkan pelukan mereka. Donghae membenamkan wajahnya di bahu Hyukjae, tangisannya tak kunjung berhenti.

"Padahal aku seharusnya tidak boleh egois. Aku seharusnya tidak melakukan ini padamu. Maafkan aku… Maafkan aku…"

"Aniyo, Donghae… Jangan katakan itu. Kau telah mengabulkan permintaanku. Dan aku tidak menyesalinya, sedikitpun. Terimakasih… Kau segalanya untukku. Kini aku bisa terus bersama denganmu… Mengertilah… Aku selalu menginginkan hal itu."

Ia terdiam sebentar, mengusap pelan punggung Donghae yang tangisannya mulai mereda.

"Tidakkah kau merasakan hal yang sama denganku, Donghae? Tidakkah kau senang, bisa bersamaku hingga seterusnya?"

Donghae terdiam sesaat. Namun perlahan tangisannya mereda. Hyukjae tersenyum saat ia mendengar gumaman Donghae.

"A-aku… Juga ingin terus… Terus bersama denganmu…"

"Karena itu janganlah merasa bersalah… Karena sesungguhnya inilah yang kuinginkan. Dan kau telah memberi kebahagiaanku…"

Perlahan senyuman terulas di wajah Donghae. Ia mengangguk. Dan akhirnya ia bisa mengerti perasaan Hyukjae. Karena kini mereka telah terikat, terikat dalam darah. Mereka tidak akan bisa terpisahkan oleh apapun. Selamanya. Dan Donghae tidak akan pernah menyesali hal tersebut. Ia tidak akan pernah menyesali kebersamaannya bersama Hyukjae. Ia tidak akan pernah mau menukarnya dengan apapun. Kini ia yakin, ia tidak mengambil keputusan yang salah sama sekali.

"…"

"… Hae?"

"Hmm?"

Donghae terdiam saat ia merasakan napas berat Hyukjae di ceruk lehernya. Ia merasakan pelukan Hyukjae sedikit mengeras saat ia menggumamkan kalimat berikutnya dengan lirih.

"… Aku… Lapar…"

Donghae membulatkan matanya sesaat kemudian menghela napasnya, "Astaga…"

.

-Fin-

.

… *krik krik*

Sudah kubilang ini full off crappiness and gajeness. Harusnya drabble, tapi malah jadi kebablasan jadi one shot yang bener-bener plotless. What crap did I just write… OTL.

Yap, ini fic fantasy pertama yang ku post. Dan bener-bener kelihatan freaknya.. ugh… Sebenernya ada lanjutannya yang lebih detail tentang hal hal vampire disini tapi... Aku ga yakin... Aku akan buat poll kecil… Tolong di jawab ya yang review sekalian aku tau.

Poll : Apa author boleh terus mencoba bikin cerita fantasi?

A. Boleh lah, gak hancur-hancur amat kok ceritanya.

B. Jangan. Gajelas banget pokoknya jangan.

C. Err… Saranghae(?)

Ditunggu jawaban yang sejujurnya ya… Menerima flame, asal bukan bash pairingnya. Gomawo!

Mind to RnR? ^^