[Chaptered]
Title : Ramen for Sasu-chan
Chapter : 01/05
By : Gatsuaki Yuuji
Main Cast : Uzumaki Naruto & Uchiha Sasuke, nyempil Hyuuga Neji
Disclaimer : All Chara punya Papi Kishi. FYI, Papi Kishi itu Papiku.
Genre : Shonen Ai
BGM : AAA - Wonderful Life


Sekilas info :
* Naruto (16)
* Sasuke (16)
* Neji (22) jadi kakak tiri Sasuke lho. Gomen Itachi, posisi 'aniki' dipinjem dulu untuk Neji bhahahaha...

Mungkin FF ini sudah pernah dipost di tempat lain dengan judul dan pemain yang berbeda, tapi dari keseluruhan ceritanya sama dengan FF aslinya.
Enjoy it!

Ah, satu lagi!
Ini NS lho, ingat NS!
NejiSasu? Bisa jadi, bisa jadi.
NaruSasu? Iyaaaaaaa!


03.15 pm.
Konoha.
Di taman belakang SD.
Naruto sedang duduk di ayunan sendirian.

- Naruto PoV -

Sudah 3 hari aku menunggunya di sini setiap pukul 3 sore. Tapi, dia sama sekali tidak menampakkan diri. Aku pergi ke rumahnya, tetapi kata tetangga dia sudah pindah 2 tahun yang lalu. Dan kebetulan sekali tidak ada satupun yang tahu kemana dia pindah.

"Kau adalah kawan pertamaku",
Kata-katanya itu terus terngiang-ngiang di telingaku. Kalau diingat-ingat lagi, saat aku pertama kali bertemu dengannya...
Tepat di taman ini juga.


* Flash Back *

4 tahun yang lalu.
Waktu itu aku masih kelas 6 SD.

12.45 pm.
Saat pulang sekolah.
Setelah selesai piket kelas.
Di taman belakang SD.

"Banci Kaleng! Banci Kaleng!", sorak segerombolan anak-anak.

Heboh sekali. Apa yang sedang mereka sorakkan, ya?

Karena penasaran, akupun menghampiri mereka. Aku melihat anak perempuan dengan wajah yang belepotan make up, dress putih yang dikenakannya juga kotor terkena noda lipstik. Anak perempuan mencoba menghapus sisa make up dengan kedua punggung tangannyanya, tetapi anak yang lain dengan sigap menarik tangan anak perempuan itu dengan kasar. Mereka mengusik anak perempuan? Ini tidak bisa dibiarkan!

"HEEEIIII!", teriakku ala pahlawan.

Mereka spontan berhenti bersorak dan langsung melirik ke arahku.
"Apa?", kataku menantang mereka.
"Kau yang ada perlu apa ke sini?", tanya anak laki-laki berbadan tambun yang sok menantang.

Kamipun saling melontarkan tatapan tajam.
"Ayo, kita bubar!", ajak orang yang sok menantang itu.

Merekapun langsung bubar.

Uh, sudah kuduga! Dia takut sama aku! Naruto kok dilawan!

Aku perlahan-lahan menghampiri anak perempuan itu.
"Mereka sudah pergi", kataku sambil tersenyum padanya.
". . .", anak itu malah diam dan menatapku.
"Kau tidak apa-apa?", tanyaku sedikit cemas, karena dia diam saja.

Spontan dia langsung memelukku. Aku tahu, dia pasti sangat ketakutan.
"Tenang, jangan takut lagi. Mereka sudah pergi", hiburku sambil mengelus kepalanya.

Aku mengeluarkan saputangan dari tasku.
"Nih!", aku meletakkan saputangan di atas tangannya.

"Kurasa mereka tidak akan kembali lagi. Kalau begitu, aku pulang dulu ya. Bye!", kataku.

Aku langsung berlari meninggalkan anak itu. Jantungku berdetak dengan cepat saat anak itu tiba-tiba memelukku. Anak itu bener-bener manis.
Ah! Aku lupa menanyakan namanya. Seharusnya aku mengantar sampai ke rumahnya. Gah~


Keesokan harinya...
12.35 pm.
Saat pulang sekolah.

"Maaf ~", sapa seseorang dari belakangku.

Akupun langsung menoleh ke sumber suara.
"Ya?", sahutku.

Seorang anak laki-laki perlahan-lahan menghampiriku.
"I, ini!", katanya sambil menyerahkan sesuatu padaku.

Ini kan...
Sapu tangan yang aku berikan kepada anak perempuan kemarin.
Mengapa bisa ada padanya?

"Terima kasih!", katanya membungkuk sambil tersenyum.
"Mengapa bisa ada padamu?", tanyaku heran.
"Kau yang memberikannya padaku", jawabnya.
"Tapi... Perasaan...", pikirku.
"Aku... Aku anak yang kemarin. Ingat?", katanya.
"A, apa!", aku terkejut.

Masa dia itu anak perempuan yang kemarin? Jadi aslinya dia laki-laki? Bener-bener tidak bisa dipercaya! Dia sungguh manis melebihi anak perempuan.


12.40 pm.
Di taman belakang SD.
Kami sedang duduk-duduk di ayunan.

"Namaku Uzumaki Naruto. Biasa dipanggil Naruto. Salam kenal!", kataku memperkenalkan diri padanya.
"Ramen",
"Ramen?", tanyaku bingung.
"Uzumaki, Naruto, Spiral yang di ramen?", aku sama sekali tidak mengerti dengan perkataannya.
". . .", aku diam.
". . .", dia juga diam menungguku untuk berbicara.
"Ah! Iya ramen! Aku suka ramen. Makannya Mamaku menamaiku Naruto.. Hahaha.. Bagaimana dengamu?", cengirku setelah memahami maksudnya.
"Aku Uchiha Sasuke. Panggilanku ...", Sasuke tiba-tiba terdiam.
"Mereka memanggilmu Banci Kaleng ya?", tebakku.

Sasuke hanya menggangguk lemah.
"Boleh tidak kalau aku memanggilmu 'Sasu-chan'?", tanyaku.
". . .", dia hanya terdiam.
"Hahaha... Aku cuma bercanda!", tawaku sambil menepuk pundaknya.
"Kalau kau suka, aku tidak akan marah kalau dipanggil Sasu-chan. Lagi pula itu jauh lebih baik daripada... Banci Kaleng", katanya berusaha untuk tersenyum.
"Benarkah?", tanyaku meyakinkannya.
"Yup!", dia mengangguk sambil tersenyum padaku.
"Yosh!", seruku.
"Terima kasih", katanya.
"Untuk?", tanyaku.
"Karena kau sudah mau berteman denganku. Kau adalah kawan pertamaku", jelasnya sambil tersenyum.
"Kita selamanya tetap berteman. Aku janji akan melindungimu!", tegasku.
"Terima kasih", katanya.
"Sesama kawan tidak perlu ucapkan terima kasih", kataku.

Kami berbincang-bincang banyak hal. Lambat laun kami menjadi akrab. Aku banyak menanyakan berbagai hal mulai dari kesukaan, keluarga sampai dengan hal-hal yang pribadi. Tanpa ragu Sasu-chan pun langsung menjawabnya.
Dia tinggal beberapa blok yang tidak jauh dari rumahku. Dia hanya tinggal berdua dengan Papanya. Mamanya sudah lama meninggal sewaktu dia berumur 3 tahun. Dia pasti sangat kesepian sebagai anak tunggal, dengan seorang Papa yang sibuk berkerja.

"Ramenku sayang!", teriak seorang wanita dari kejauhan.

Uh! Mama! Mengapa memanggilku dengan sebutan seperti itu!
Mama perlahan-lahan menghampiri kami.

"Ramenku sayang, mengapa tidak langsung pulang? Mama khawatir lho!", kata Mama.
"Mama, jangan panggil aku Ramen di depan kawanku", bisikku pada Mama.
"Mengapa, Ramenku sayang?", Mama malah sengaja memanggilku dengan sebutan Ramen dengan embel-embel sayang pula.
"Kalau begitu, aku pulang dulu ya! Bye bye!", kataku sambil menarik Mama pergi sebelum Mama membuatku malu.


Keesokkan harinya..
Saat pulang sekolah.
Aku menunggu Sasu-chan di gerbang sekolah untuk pulang bersama. Seandainya kami sekelas, mungkin aku tidak perlu menunggu seperti ini.

"Sasu-chan!", sapaku ketika melihatnya.

Dia langsung menghampiriku.
"Kau menungguku?", tanyanya.
"Kita pulang bersama yuk!", ajakku sambil menggandeng tanganya.


Di jalan.

"Ne, Ramen, apa kau suka coklat?", tanya Sasu-chan.
"Suka!", seruku.
"Besok aku akan membawakannya untukmu", kata Sasu-chan tersenyum.
"Ne, Sasu-chan",
"Ya?"
"Mengapa kau memanggilku 'Ramen'?", tanyaku.
"Namamu bukan Ramen, ya?", tanya Sasu-chan sambil mengernyitkan dahinya.
"Bu, bukan~", jawabku tercengir.
"Ah! Gomen-nasai~", kata Sasu-chan sambil menundukkan kepalanya.
"Kalau kau suka, kau boleh memanggilku 'Ramen'", hiburku.

Sasu-chan dengan segera menaikkan kepalanya dan memandangku.
"Ramen!", panggilnya sambil tersenyum.

Oh! Jashin! Sasu-chan manis sekali!

Tidak tahu mengapa aku tidak marah ataupun malu ketika dia mulai memanggilku dengan sebutan Ramen. Sangat berbeda ketika Mama yang memanggilku dengan sebutan Ramen yang menggunakan embel-embel sayang.


01.05 pm.
Di rumahku.

"Tadaimaaaaa!", teriakku setelah memasuki rumah.
"Ramenku sayang, sudah pulang! Ayo, cepat ganti baju, cuci tangan dan kaki, terus kita makan siang bersama. Hari ini Mama masak sayur kesukaanmu lho!", kata Mama panjang lebar.

Ramen? Aku bener-bener tidak suka dipanggil begitu oleh Mama.

"Mama ~", panggilku lemas.
"Ya, sayang?"
"Bisa tidak, Mama berhenti memanggilku Ramen? Aku tidak suka dipanggil seperti itu~", kataku dengan ekspresi sedih.
"Mengapa, Ramenku sayang?", tanya Mama.
"Pokonya aku tidak suka! ', ketusku.

Aku langsung berlari menuju kamar dan mengunci pintu kamarku supaya Mama tidak masuk. Aku merebahkan diri di atas ranjang dan menutup wajahku dengan bantal.
Mengapa aku sangat tidak suka dipanggil Ramen oleh Mama?
Entahlah! Rasanya aneh saja, kalo Mama yang memanggil. Sangat berbeda dengan Sasu-chan. Aku sangat senang ketika dia memanggilku dengan sebutan Ramen.
Pokoknya Sasu-chanlah yang boleh memanggilku dengan sebutan Ramen! Yang lain tidak boleh! Termasuk Mama! Titik!


Keesokan harinya...
Mama berhenti mamanggilku dengan sebutan Ramen.
Jadi hanya Sasu-chan seoranglah yang boleh memanggilku Ramen. Yang lain, tidak akan kuizinkan! Begitu pula dengan sebutan Sasu-chan untuk Sasuke. Hanya aku seoranglah yang boleh memanggilnya begitu. Jika ada orang lain yang memanggilnya dengan sebutan itu, langsung aku hajar kalau dia laki-laki, dan kalau dia perempuan akan kutatap dia sampai menangis.
Sampai tidak ada lagi teman-teman yang berani memanggilnya dengan sebutan Sasu-chan selain aku. Egois? Ya, aku memang egois.


Pada saat kelulusan SD, keluargaku harus pindah ke Suna karena pekerjaan Papa. Mau tidak mau aku harus berpisah dengan Sasu-chan. Padahal kami sudah berjanji mau melanjutkan ke SMP yang sama, agar bisa selalu bersama.
Mengapa jadi seperti ini? Ini tidak sesuai dengan harapanku!

03.05 pm.
Di taman belakang SD.
Aku dan Sasu-chan sedang duduk-duduk di ayunan seperti biasanya. Sasu-chan sedih ketika aku ceritakan bahwa aku akan pindah ke Suna.

"Jangan sedih, ya!", hiburku sambil menepuk pundaknya.
"Aku... sendirian lagi...", lirihnya sedih sambil menunduk.
"Aku pasti akan kembali ke Konoha lagi!", janjiku.
"Kapan kau akan kembali lagi?", tanyanya.
"Tidak tahu. Tapi, secepatnya", jawabku kurang yakin.
"Aku akan menunggumu setiap hari di taman ini, setiap jam 3 sore. Ramen, janji ya. Pasti akan kembali untuk menemuiku", katanya mendadak tersenyum.
"Ya! Aku janji!", kataku dengan tegas.
"Jangan lupakan aku ya!", katanya.
"Pasti! Kau juga, selama aku tidak ada, jangan cengeng ya!", pesanku.

Itulah hari terakhirku bertemu dengannya. Selama 3 tahun tanpa komunikasi, kami sama sekali tidak tahu kabar masing-masing.


3 tahun kemudian.

Setelah menamatkan SMP di Suna selama 3 tahun, akhirnya aku kembali lagi ke Konoha untuk melanjutkan SMU di Konoha. Awalnya orang tuaku tidak setuju. Tapi karena aku tipe anak yang keras kepala, mau tidak mau, mereka mengabulkan permintaanku. Aku tinggal sendiri sebuah mansiona yang disewa oleh Papa.
Selama di Suna, aku terus memikirkan Sasu-chan. Bagaimana kabarnya? Seperti apa dia sekarang? Apakah dia masih cengeng dan lemah?

* End Flash Back *


05.35 pm.
Di taman belakang SD.

Sudah sore. Sepertinya dia tidak akan kembali. Dia bener-bener sudah lupa pada janjinya itu. Padahal aku sangat berharap dia akan menungguku di sini. Mungkin karena aku terlalu lama kembali. Sehingga dia merasa bosan terus menerus menungguku. Kurasa, kami tidak akan bertemu lagi.
Bye bye Sasu-chan!

- Naruto PoV End -


Mulai saat itulah Naruto tidak pernah menunggu Sasuke lagi di taman itu lagi. Naruto memutuskan untuk berhenti menunggu.


Terputus