Sieghart's Tale – Hanazuki Version
Hana: halo, senpai-senpai Fanfiction! Saya Shirokawa Hanazuki! Namanya terdengar familiar, bukan? Tentu saja, itu soalnya saya ini adalah kakaknya Shirokawa Hazuki!
Hazu: *lambai-lambai*
Hana: dengan bantuan Hazu, akhirnya akun fanfiction pribadi milik saya selesai desu~! Makasih Otouto! *Hug*
Hazu: *blush* kak, kita bukan anak TK lagi, jangan main peluk-peluk aja! *menjauh dikit*
Hana: you're no fun, Otouto…anyway, Perlu diingat bahwa cerita ini adalah twist dari sejarah kehidupan Sieghart. Sebenarnya, cerita ini diadopsi dari Anime Gosick, karena itu bakal ada sedikit (baca: banyak) perubahan dan twist disana-sini dalam sejarah Sieghart. So, take a seat and enjoy the story! Trim's buat otouto ku untuk Beta-Reading :3!
X – X – X – X – X
Grand Chase and Related Logo Belong To KOG Studio and Megaxus
X – X – X – X – X
(Prologue)
Disebuah rumah yang di kelilingi oleh timbunan vegetasi hutan, tidak terlalu jauh dari peradaban, tampak seorang pria berusia sekitar 20-an dengan rambut hitam spiky yang tengah duduk di depan balkon rumahnya di lantai kedua. Namun, dengan wajah yang masih sangat muda itu, tidak ada yang dapat mengira, pria ini sebenarnya sudah berumur enam ratus tahun lebih.
Ia tampak mengasah sebuah Great-Sword berwarna hitam dan memoles tiap sisi pedang itu dengan teliti. Berkali-kali ia mengasah pedang itu kemudian memolesnya kembali, seakan-akan pedang itu akan menumpul dengan sendirinya apabila dia tidak mengasahnya berkali-kali.
DRAP! DRAP! DRAP!
Pria itu mendengar suara langkah kaki berlari kearahnya dari arah belakang. Mengenal si pemilik suara langkah kaki itu, sebuah senyum muncul diwajahnya. Ia masih terus mengasah Great-Swordnya sambil menunggu siapapun itu yang berlari kearahnya.
Setelah beberapa saat mengasah pedangnya, pria ini dapat merasakan seseorang memluknya dari belakang sambil melompat kearahnya.
"Aku pulang, Ayah!"
Pria itu menolehkan wajahnya pada sesosok anak perempuan berusia 6 tahun dengan rambut hitam panjang yang berdiri di depannya dengan senyum yang sangat lebar, diikuti dengan seorang wanita berambut biru dan berkacamata yang tampak berusia sama dengan pria itu. Pria itu mengangkat anak itu dan menaruhnya diatas pundaknya.
"Hey! Selamat datang untukmu, putriku. Bagaimana sekolahmu?"
Senyum anak itu melebar saat ia ditanyai seperti itu. segera ia membuka tas kecil miliknya dan mengeluarkan secarik kertas yang kemudian ia serahkan pada ayahnya.
"Aku berhasil mendapatkan nilai tertinggi dalam pelajaran Sejarah lho!" ujarnya antusias, memperlihatkan selembar hasil test bertuliskan '98' kepada ayahnya, sementara wanita yang ada di belakangnya tertawa kecil.
"Itu sungguh sebuah pencapaian, bukan? Ayahmu saja tidak mungkin dapat nilai segitu," ucap wanita itu yang dengan segera menerima glare dari pria tadi.
Anak itu mengamati kembali hasil test miliknya dengan perasaan puas, namun kemudian ia teringat sesuatu yang sangat ingin ia tanyakan pada ayahnya saat ia pulang.
"Ayah, apa ayah mengenal Aerknard Sieghart?"
Pria itu menghentikan segala aktifitasnya saat putrinya bertanya demikian, wanita berambut biru yang tadinya akan beranjak pergi, berhenti tiba-tiba. Pria itu menggenggam erat Great-Sword miliknya sebelum mengangguk perlahan.
"Tentu saja aku mengenalnya, lagipula ia adalah leluhur keluarga kita,"
"Kalau soal itu aku sudah tahu, tapi yang membuat aku penasaran, apakah benar dia itu seorang Immortal?"
Pria itu melepaskan genggamannya dari pedangnya, menyandarkannya dengan perlahan di pinggiran balkon tempat ia menghabiskan waktunya tadi. Ia menyuruh putrinya untuk mendekat dan duduk dipangkuannya.
"Percaya atau tidak, hal itu memang benar. Ia sempat menghilang dari publik dan semuanya sudah menganggap ia sudah mati, namun beberapa tahun kemudian ia muncul kembali sebagai seorang Immortal dan bergabung dalam sebuah guild bernama Grand Chase,"
Putrinya mengangguk mengerti setelah mendengar autobiografi singkat kakek moyangnya. Kemudian, pertanyaan lain mulai muncul dalam benaknya.
"Apakah beliau masih ada hingga sekarang?"
Kali ini, giliran ibu anak itu yang memberikan jawaban. Sambil mengusap perlahan rambut putrinya, wanita itu berkata dengan perlahan.
"Sayangnya, 6 tahun yang lalu, tepat saat kau dilahirkan, ia kembali menghilang,"
Segera, ekspresi kecewa muncul diwajah anak itu. Menyadari ini, ayah anak itu dengan segera mengucek-ngucek rambut putrinya dengan cepat.
"Ayolah, jangan pasang wajah seperti itu, lagipula setiap orang butuh istirahat. Aku yakin, jika ia sudah selesai istirahat, ia akan kembali menampakkan dirinya pada kita semua."
Putrinya langsung memasang ekspresi bingung.
"Seorang Immortal juga membutuhkan istirahat?"
"Tentu saja, lagipula, Aerknard Sieghart juga manusia…well, 'pernah menjadi' manusia tepatnya. Sebagai tambahan, kakek moyang kita itu memang doyan sekali dengan yang namanya tidur, meskipun ia sedang berada di medan pertarungan,"
Anak perempuan itu tertawa kecil dengan tangan kanan digenggam di depan mulutnya.
"Sama seperti ayah,"
Kemudian, dengan rasa ingin tahu yang masih sangat tinggi, sebuah pertanyaan muncul kembali di benak anak berusia 6 tahun itu dan mulai menanyakannya kepada ayahnya.
"Lalu, apakah ayah dan ibu mengenal Mari Ming Onette? Apakah ia memiliki hubungan dengan kakek moyang kita?"
Kedua orang tua anak itu tampak agak terkejut pada awalnya, namun ekspresi mereka perlahan berubah menjadi senyuman. Mereka berdua tersenyum lembut sambil menerawang langit, seakan tengah bernostalgia dengan mengingat masa lampau.
"Tentu saja kami tahu. Bahkan, kamilah yang paling tahu tentang bagaimana kehidupan Aerknard Sieghart juga Mari Ming Onette sebelum Great Demon War," jawab sang ayah.
Pria itu melirik putrinya dan mendapati anaknya itu menatapnya dengan tatapan yang seolah meminta Sieghart untuk menceritakan kisah tentang kakek moyangnya dengan detail. Tidak mampu menghadapi 'Puppy Eyes' dari putrinya, pria itu mulai bercerita.
"Baiklah, kita mulai dari saat ia masih berusia 16 tahun, dimana ia menimba ilmu sebagai pelajar biasa di sebuah sekolah di Kounat,"
Putrinya tampak agak terkejut mendengar 'prolog' dari cerita ayahnya.
"Pelajar biasa? Bukannya kakek moyang kita itu adalah seorang Gladiator legendaris Kanavan?"
Sang ayah menggoyangkan jari telunjuknya ke kiri dan ke kanan.
"Yang sebenarnya adalah, Aerknard Sieghart tidak pernah bisa dan tidak pernah mau menjadi seorang prajurit dalam Great Demon War. Ia sebenarnya lebih suka belajar daripada bertarung, meskipun ia dilahirkan dalam keluarga yang mewajibkan militer pada tiap anggota keluarganya,"
"Dan cerita ini dimulai di sebuah hari yang tampaknya benar-benar ditakdirkan untuk Aerknard Sieghart dan Mari Ming Onette bertemu satu sama lain," ucap sang ibu menyambung perkataan ayah anak itu.
"Sebagai tambahan," pria itu menggantungkan perkataannya.
"Kita akan memakai para Chaser sebagai tokoh dalam cerita ini, karena ayah sudah lupa siapa saja orang-orang yang ada dalam sejarah Aerknard Sieghart,"
Wanita berambut biru disebelahnya tertawa kecil mendengar perkataan suaminya.
"Seperti biasa, kau mudah sekali melupakan nama-nama dalam tokoh sejarah,"
Pria itu mengangkat kedua bahunya.
"Apa boleh buat, kejadiannya kan sudah lama, lagipula kebanyakan anggota Chaser memiliki ciri-ciri dan kriteria penampilan yang sama dengan orang-orang yang bersangkutan dalam sejarah Aerknard Sieghart," ucap pria itu panjang lebar, sementara istrinya sekali lagi menahan senyum mendengar alasan yang dilontarkan pria itu.
"Baiklah, ceritanya berawal di sebuah sekolah di Kounat,"
-To Be Continued-
