Langit malam itu tampak gelap. Tidak ada bintang, tidak ada bulan. Tidak ada cahaya. Yang ada hanyalah kegelapan yang seakan menelan sebagian dari bumi. Dan kesunyian yang menambah kesan hitam malam itu.
Angin malam bertiup semilir. Menerpa pepohonan yang menjulang tinggi dengan ranting-ranting kering yang mengancam. Menggugurkan daun kering berwarna kecoklatan yang sudah tak mampu bertahan. Lalu membuatnya terjatuh di tanah dengan perlahan. Menjadi sampah yang tak berguna.
Jendela kayu tua berderak-derak. Dan tirai putihnya yang sudah usang berterbangan di tiup angin malam yang begitu dingin. Kelopak bunga mawar berwarna putih terjatuh tepat di daun pintu jendela. Seseorang mengulurkan tangannya dan mengambil kelopak bunga itu. Matanya menatap lurus ke arah langit hitam. Seolah menantang langit hanya dengan tatapan matanya. Lalu beralih ke arah kelopak bunga mawar di tangannya. Warna putih yang pertama kali ia lihat. Lalu perlahan berubah menjadi warna merah. Merah karena ternodai dengan darah. Darah yang berasal dari matanya.
Aku mencintaimu…
Mawar putih ini untukmu…
Dan warna putih mawar ini akan melambang keabadian cinta kita…
Angin malam bertiup lagi. Kali ini semakin ganas. Seakan menusuk kulit dan pori-porinya. Rambut merah muda panjangnya berkibar-kibar di tiup angin yang berulang kali menerpanya. Bagitu juga gaun hitam panjangnya. Tapi dia masih berdiri di sana. Berdiri di depan jendela sambil menatap kelopak mawar putih di tangannya yang telah ternodai dengan darah dari matanya.
"Putih." ucapnya pelan. "Aku tak suka warna putih."
Gadis itu menjatuhkan kelopak mawar itu ke luar jendela. Membiarkannya di tiup angin menjauh dari tempatnya berada. Setelahnya gadis tadi menghilang entah ke mana.
White Rose
By
Ritsuki Sakuishi n Ritsuka Sakuishi
Disclaimer:
Masashi Kishimoto
Chapter 1:
Princess of Vampire
"Sakura." panggil seorang wanita berambut hitam sebahu, Shizune. Tidak ada jawaban dari Sakura.
"Sakura." panggilnya sekali lagi, berharap agar kali ini Sakura akan menjawab. Tetapi harapannya sepertinya tidak terkabulkan. Sakura masih diam tak bergeming.
"Baiklah, aku akan pergi." Shizune akhirnya menyerah dan berjalan meninggalkan Sakura.
"Sebaiknya kau berburu, Shizune." ujar Sakura. Masih sambil menatap langit gelap tanpa cahaya. "Kau sudah lama tak berburu."
"Tapi Putri Sakura, kalau dia-."
"Kita tidak boleh takut dengannya. Di sini aku yang berkuasa, kau harus turuti perintahku." potong Sakura sebelum Shizune menyelesaikan ucapannya. Nada memerintah terkesan kuat dalam perkataannya tadi.
"Tuan putri memang benar. Tapi masalahnya jumlah kita sekarang di dunia ini semakin sedikit karna dia terus memburu kita. Kalau kita menyerang sekarang, dia akan tau kita di mana. Dan yang aku takutkan sekarang… Kami tidak punya pemimpin lain selain Tuan putri, Dan kami juga tau Tuan putri adalah satu-satunya pureblood terakhir pemimpin bangsa vampir." jelas Shizune dengan perlahan. Karna dia tau, kalau dia menjelaskan semuanya dengan langsung. Sang Tuan putrinya yang keras kepala pasti tidak akan menerimanya. "Dan semenjak Ratu Tsunade dan pangeran terbunuh, dia-."
"Cukup! Aku sudah tau semua itu. Kau tidak perlu memberi tahuku lagi." Sakura kembali memotong perkataan Shizune. Tapi kali ini dia berbalik dan menatap wajah Shizune dengan tatapan marah. "Aku tau jumlah kita sedikit, tapi kalau kita tidak berburu. Itu malah akan memperburuk keadaan. Jumlah kita akan makin sedikit dan akhirnya benar-benar lenyap. Kau mau itu terjadi? Kau mau bangsa vampire termasuk dirimu musnah sebelum tujuan kita tercapai?"
Shizune tidak bisa berbuat apa-apa ketika Sakura marah. Tidak bisa melawan, karna dia hanyalah pelayan sang putri.
"Sekarang pergilah!" perintah Sakura marah. Dia berbalik lagi ke arah jendela kaca besar di puncak menara tempatnya berdiri.
"Baiklah, yang mulia." Shizune menghilang seketika.
Sakura memejamkan matanya sejenak. Mencoba mengatur nafasnya agar normal kembali. Bayangan masa lalu mulai burputar-putar di kepalanya. Membuat nafasnya malah bertambah sesak.
-Flash Back-
Sebuah ruangan besar dengan karpet merah yang membentang lurus di tengahnya. Dan di kanan kirinya terdapat banyak orang atau vampir tepatnya yang berdansa. Terdengar alunan musik klasik yang mengalun pelan.
Seorang gadis berambut merah muda berjalan menaiki tangga dengan karpet berwarna merah yang serupa dengan karpet di ruangan itu. Dengan senyum bahagia yang terlukis di bibirnya. Gaun putih yang di pakainya menambah indah kecantikannya. Dan seorang lelaki berambut hitam di atas balkon membalas itu melanjutkan langkahnya menuju sang pangeran yang telah menunggunya.
"Sakura." lelaki itu mengucapkan namanya dengan lembut.
"Sasuke-kun." Sakura tersenyum lagi. Kali ini senyumnya jauh lebih manis dari sebelumnya.
"Aku mencintaimu." bisiknya pelan di telinga Sakura. "Mawar putih ini untukmu." Sasuke memberikan setangkai bunga mawar putih ke tangan Sakura.
"Ini cantik sekali Sasuke-kun." Sakura mengambil mawar putih itu.
"Ya, kau betul. Dan warna putih mawar ini akan melambangkan keabadian cinta kita. Aku bersumpah untuk itu." Sasuke tersenyum sambil menatap mata Sakura dalam-dalam.
"Apa itu benar Sasuke-kun? Kau janji?"
"Ya, aku janji. Aku akan menikahimu sebentar lagi."
-End of Flash Back-
Darah kembali mengalir dari kedua mata jadenya. Mengingat masa lalu selalu membuat hatinya perih dan tertusuk. Dia ingin sekali menangis, tapi sepertinya air matanya telah kering dan sebagai gantinya adalah darah yang mengalir dari kedua matanya.
Kenangan yang sudah dari ratusan tahun yang lalu ingin di lupakannya. Kenangan yang seakan tak akan pernah hilang di telan waktu. Kenangan indah sekaligus begitu menyakitkan bila di ingatnya. Kenangan yang membuatnya ingin mati bila mengingatnya.
Sakura menarik nafas dalam-dalam. Tujuan hidupnya sekarang bukanlah untuk mengingat masa lalu. Tetapi untuk mewujudkan tujuannya yang baru. Dan untuk mewujudkan tujuannya yang baru dia harus rela mengorbakan apapun yang dia punya. Termasuk nyawanya.
Sakura menghapus darah yang mengalir di pipinya. Lalu berjalan pergi dari tempatnya berdiri tadi.
Aku membencimu…
***
"Sasuke-teme." panggil Naruto sambil membuka pintu tempat Sasuke berada.
"Hn."
"Sudah temukan dia?" tanya Naruto sambil berjalan ke arah Sasuke duduk.
"Belum." jawabnya singkat. Masih sambil melakukan kegiatannya. Membersihkan pistol dan peluru peraknya.
"Kalau begitu aku punya kabar baik untukmu." Naruto nyengir lebar. "Beberapa jam yang lalu, ada pembunuhan di taman kota. Korbannya di bunuh dengan cara di gigit dan darahnya di hisap habis."
Sasuke terdiam. Matanya menerawang ke arah langit malam.
Apakah… itu dia?
"Kau pasti pikir itu dia ya?" Naruto berkata seakan bisa menebak pikiran Sasuke. "Sudah ratusan tahun dia tidak keluar dari persembunyiannya. Yang membunuh orang itu memang vampir, tapi aku pastikan itu bukan dia."
Sasuke menghela nafas dan melanjutkan kegiatannya tadi. Senang sekaligus sedih mendengar perkataan Naruto. "Kau tangkap vampir itu?"
"Aku sudah menangkapnya, tapi-."
"Kau melepaskannya." potong Sasuke cepat.
"Hahaha, maaf, aku tidak sengaja." Naruto tertawa garing sambil menggaruk kepalanya yang tak gatal.
"Dasar bodoh." komentar Sasuke dingin. Naruto dan Sasuke adalah vampire hunter, pemburu vampir. Dan bagi pemburu vampir melepaskan buruannya adalah sebuah kesalahan.
"Teme." Naruto membuka mulut lagi.
"Hn."
"Kau sudah membalaskan dendammu dengan membunuh Itachi. Sekarang, apa kau harus membunuhnya juga? Dia dan vampir-vampir lain tidak bersalah dan tidak ada sangkut pautnya dengan dendammu. Lagi pula kau kan juga vampir." tanya Naruto. Sasuke terdiam. Dia bingung harus menjawab apa.
Bayangan wajah gadis itu selalu menemaninya di setiap malam. Menemaninya di setiap hari-harinya yang suram. Menemaninya di setiap detiknya yang terbuang sia-sia, menemaninya di setiap hembusan nafasnya. Selalu menemaninya dan akan selamanya menemaninya. Walaupun dia dan gadis itu terpisah jauh.
Sasuke-kun…
Senyuman indah di bibir gadis itu yang telah sekian lama tak di lihatnya kembali terbayang di benaknya. Semua memori tentangnya seakan terputar kembali di dalam pikirannya.
Sasuke-kun, aku mencintaimu.
"Teme? Kau dengar apa yang aku katakan?" ucapan Naruto menyadarkan Sasuke dari lamunannya.
"Ya." jawabnya singkat.
"Jadi, apa jawabanmu?" Naruto kembali bertanya.
Sasuke menghela nafas berat. Matanya kembali tertuju ke arah jendela yang terbuka. "Entahlah."
Aku tak yakin dengan apa yang aku lakukan…
Dendam telah membutakan mataku…
***
Sakura membuka pintu sebuah ruangan gelap. Wangi bunga mawar tercium sangat pekat begitu ke dalam ruangan itu. Sakura menghidupkan sebuah lilin. Dan membawanya masuk. Terlihat sebuah peti kayu berwarna coklat di sudut ruangan yang di penuhi dengan bunga mawar itu. Sakura melangkah mendekati peti kayu itu. Dan tiba-tiba peti itu terbuka dengan sendirinya.
Di dalamnya terbaring seorang lelaki berkulit putih dan berambut merah.
"Gaara-kun." Sakura tersenyum pedih melihat tubuh tak bernyawa di dalam peti mati itu.
"Gaara-kun, terima kasih." Sakura berlutut di samping peti itu. "Kau mati karena aku. Karena ingin melindungiku."
Perih di hatinya seakan tak tertahankan. Ingin sekali dia menjerit untuk melampiaskan sakit hatinya. Tapi dengan sekuat tenaga ia tahan. Ia tak ingin terlihat sedih di dekat pangerannya yang telah tiada.
"Gaara-kun, apa kau tau? Aku memang mencintainya, tapi… kaulah pangeranku. Dan selamanya akan menjadi pangeranku." Sakura kembali tersenyum pedih. Tatapan matanya melembut ketika melihat wajah pucat Gaara. "Aku berjanji akan membununya, untuk membalas apa yang pernah dia lakukan padamu. Dan aku akan membangkitkanmu kembali dengan darahnya. Lalu kita akan bangkitkan ke jayaan kerajaan vampir seperti dulu."
Sakura menunduk. "Dan aku rasa, aku harus memulainya sekarang." gadis berambut merah muda itu meletakan kepalanya di bahu Gaara. "Aku harus keluar dari castle ini dan menghadapi dunia yang kejam di luar sana. Untuk mencari dan membunuhnya."
To Be Continued…
Hiya! Fanfic pertama kami. Yang ngetik ini semua sih sebenarnya Ritsuka, tapi Ritsuki yang edit. Dan sempat berantem karena berbeda pendapat. Berhubung Ritsukanya lagi ngambek jadi Ritsuki yang nerusin. Ya udah, riview yah!
