Uta no Prince-sama Disclaimer by Broccoli
Maji Love STARISH by Oto Ichiiyan
Rate : T semi M (mudah-mudahan nggak lebih)
Genre : General, Romance, Drama, Friendship
Pairing : TxOxC, NxSxS, MxR, etc.
Warning : OOC, OC, Typos, Gaje, etc.
First Drama STARISH
Hari sudah larut malam saat Tokiya Ichinose menyelesaikan buku baru yang dibelinya siang ini. Ia melirik sebentar pada jam kecil berbentuk kotak di sebelah bingkai foto dirinya dengan kedua orang tuanya sewaktu masih kecil. Lama ia terdiam memperhatikan foto tersebut sampai tak menyadari kedatangan teman sekamarnya.
"Huaaa! Padahal aku ingin beli senar gitar, tapi gerbang sudah dikunci. Menyebalkan!"
"..."
Otoya Ittoki—teman sekamar Tokiya—menyipit begitu sadar bahwa temannya itu tengah melamun. Senyum kecil atau bisa dibilang seringaian nampak di wajah tampannya. Laki-laki itu melepas jaket merahnya dan melemparnya asal ke atas kasurnya kemudian melangkah mendekati Tokiya sambil berjinjit. "Tokiya!" serunya bermaksud mengageti dengan menepuk kedua bahu laki-laki berambut biru gelap tersebut.
Sesuai dugaan, laki-laki itu tersentak kaget. Namun ia tidak berbalik menghadap Otoya.
"Tokiya?" panggilnya dengan nada khawatir seraya menatap wajah Tokiya.
"..."
Kedua alis Otoya bertautan melihat teman sekamarnya itu memalingkan wajah. "Kau sedang ada masalah, Tokiya?" tanyanya khawatir. Ia berjongkok sambil melipat kedua tangannya di atas meja. "Tokiya? Jawab dong," pinta Otoya dengan wajah cemberut. Padahal sudah lebih dari satu setengah tahun mereka berbagi kamar, tapi Tokiya masih saja tak memperdulikan keberadaannya.
"Bukan apa-apa."
"Tatap lawan bicaramu saat berbicara."
Sesuai perkataan Otoya, laki-laki itu langsung menatapnya. Menatap lurus pada iris mata ruby miliknya. Senyum ceria khasnya kembali terlihat di wajah Otoya lalu ia terkekeh pelan begitu rona merah secara samar-samar nampak di kedua pipi Tokiya. "Wah! Tokiya blushing!" serunya secara tiba-tiba.
"Nggak, siapa bilang?" Wajah Tokiya kembali seperti semula, datar.
"Aku, barusan."
"Nggak jadi beli senar gitar?"
Otoya menggeleng pelan seraya berdiri. "Gerbangnya sudah dikunci, terpaksa harus beli besok." Ia berjalan menuju kasurnya yang berada di sisi kiri. "Padahal ini bukan asrama, tapi tetap saja kita tidak diberi kebebasan untuk keluar malam-malam kalau bukan karena pekerjaan," keluhnya lalu menjatuhkan tubuhnya ke kasur. Rasa kantuk menyerangnya dan tanpa sadar ia menguap.
Dari tempatnya duduk Tokiya memperhatikan sosok itu dalam diam.
"Tokiya, aku tidur duluan. Oyasu—hoaaam—mi."
Mendengar suaranya mau tidak mau membuat Tokiya menahan tawa.
"Zzzzz." Entah kenapa jika mendengar suara dengkuran halus dari teman sekamarnya itu seperti sebuah lullaby yang membuatnya ikut mengantuk. Tapi ia memilih untuk menahan rasa kantuknya dengan mengambil sebuah buku catatan lalu membukanya. Nampak sebuah foto berukuran 2R terselip di sana. Tangan putihnya membenarkan sedikit letak foto itu yang agak miring ke kiri. Ia kembali menengok ke arah Otoya yang sudah bergelut dengan dunia mimpinya di balik selimut.
"Sejak awal ini memang salah," bisik Tokiya sambil menyangga dagu.
Mata dark sapphire-nya terus menatap sosok yang ada di foto tersebut.
Drrrt. Drrrttt.
Ponsel berwarna jingga milik Otoya bergetar di atas meja belajarnya. Tokiya berjalan mendekati meja itu lalu melihat siapa yang mengirim pesan pada Otoya selarut ini. 'Cecil'. Nama itu tercetak jelas di layar, namun bukan itu yang menarik perhatian Tokiya sekarang. Melainkan sebuah foto di mana dirinya dengan si pemilik tengah tersenyum tipis di sana yang mereka ambil saat pergi ke taman bermain bersama member STARISH lainnya. Tanpa seizin dari si pemilik, ia membuka pesan tersebut. 'Otoya, kau sudah tidur?' Dengusan kesal keluar begitu saja dari Tokiya begitu membaca pesan tidak penting dari Cecil. Tentu saja si berisik itu sudah tidur kalau jam dua belas, katanya dalam hati, kesal.
Tak bisa dipungkiri bahwa dari dalam hatinya, rasa marah dan cemburu muncul. Ia berpikir sebentar. Jika saja Otoya belum tidur, pasti mereka berdua akan saling berbalas pesan atau mungkin menghabiskan malam dengan memandangi bintang seperti seminggu yang lalu. Ya, Tokiya pernah menangkap basah mereka berdua di halaman belakang tengah melakukannya.
"Kami hanya melihat bintang-bintang saja, Tokiya," kata Cecil saat ia bertanya.
"Ne, ne, Tokiya. Ayo ikut lihat bintang sampai pagi!" ajak Otoya.
"Huh? Kegiatan bodoh apa itu? Lihat bintang sampai pagi."
Perlahan ia menaruh kembali ponsel Otoya ke tempat semula setelah ingatan tentang malam itu kembali terngiang di benaknya. Secara sengaja laki-laki yang selama ini menyamar menjadi HAYATO tersebut menghapusnya dari kotak pesan.
Tap, tap, tap.
Tokiya berjalan mendekati kasur laki-laki berambut merah tersebut dan berhenti tepat di samping kasur Otoya. Ia sempat terbius dengan wajah tenang laki-laki itu ketika tidur lalu membenarkan selimutnya begitu melihat tubuh Otoya yang sedikit gemetar karena kedinginan. "Semoga mimpi indah," bisik Tokiya sambil mengelus pelan rambut merahnya dengan tangan kanan. Tangan itu ingin menjauh kalau saja tak ada tangan lainnya yang menahan pergerakannya. "Otoya!?" Tanpa sadar ia memekik karena terlalu kaget.
"Ari...gatou..."
Senyum kembali tampak di wajah tampannya.
"...Tokiya..."
Rasa senang diam-diam menyelinap ke dalam relung hatinya mendengar namanya disebut-sebut. Terlebih saat ini Otoya tengah tertidur. Tokiya menatap sosok itu sebelum melepas tangan Otoya dari pergelangan tangan kanannya. "Seharusnya aku yang berterima kasih padamu untuk semua yang sudah kau lakukan padaku," lirih Tokiya seraya mendekatkan diri pada wajah tenang Otoya.
Cup.
Ciuman hangat dari Tokiya mendarat di kening laki-laki yang identik dengan merah itu.
"Oyasumi."
~ Otoya x Tokiya ~
Suasana tenang di pagi hari membuat Tokiya malas untuk terbangun dari alam mimpinya. Ia menyembunyikan wajah tampannya ke dalam selimut saat sinar matahari mengenai wajah. Namun ketenangan yang didapat langsung hancur setelah seseorang dengan seenaknya menyibakkan selimut yang membungkus tubuhnya. Tokiya tetap keras kepala untuk tidak bangun.
"Tokiya, banguuun. Hari sudah pagi."
"Hnn."
Seseorang yang membangunkannya itu—siapa lagi kalau bukan Otoya—hanya menggembungkan kedua pipinya melihat Tokiya yang berbalik membelakanginya. "Tokiya, cepat bangun! Ada pengumuman dari Presdir dan kau harus bangun!" seru Otoya sambil menggoyangkan tubuh teman sekamarnya itu untuk bangun.
"Sebentar lagi."
"Dan aku akan kena omel anak-anak!"
"Hnn."
"Huaaa! Tokiya! Cepat banguuun!" Kesabaran Otoya nampaknya sudah habis melihat Tokiya yang masih tidak mau bangun. Tiba-tiba sebuah ide licik muncul di otaknya. Senyum kecil mengembang di wajah Otoya dan dalam hitungan detik ia memaksa Tokiya untuk menghadap padanya.
"Otoya, apa ya—"
"..."
"..."
Kedua mata Tokiya melotot dan reflek memundurkan kepalanya. "OTOYA!" Laki-laki itu malah cengengesan tanpa bergerak sedikit pun dari posisinya yang membungkukkan badannya dengan wajah ia dekatkan padanya, seolah ingin menciumnya. Jantung Tokiya langsung berdetak secara 'liar' mendapat perlakuan seperti itu.
"Heeeh? Responmu terlalu berlebihan, Tokiya," kata Otoya dengan innocent-nya.
"Urusai."
Otoya terkekeh pelan melihat wajah blushing Tokiya. "Tokiya blushing lagi~!"
"URUSAI!"
"Hahaha."
.
.
.
Sesuai apa yang dikatakan oleh Otoya, Presdir datang setelah semua anggota STARISH berkumpul di ruang latihan. Nampak semua tertegun dengan apa yang dikatakan oleh Presdir barusan. Bahkan cangkir teh yang dipegang Masato Hijirakawa hampir jatuh karena terlalu syok. "Jadi~ kalian mau 'kan membintangi film ini, hm~?" tanya Presdir Shining Saotome sekali lagi. Namun sama seperti sebelumnya, tak ada yang bersuara sama sekali.
"Anoo, Presdir, apa film itu tidak berlebihan?" tanya Nanami Haruka, komposer STARISH yang ikut tinggal di sana bersama ketujuh pangeran tampan tersebut.
"No, no, no. Ini tidak berlebihan kok."
"Tapi sudah jelas kalau di dalamnya ada adegan Boys Love," sahutnya lagi.
"Hmm~." Shining Saotome mengangguk-nganggukkan kepalanya.
"Bukannya ada peraturan untuk 'tidak bersangkutan dengan cinta'," kata Shou.
Shining mengangguk sekali lagi. Ya, itu memang peraturan yang sudah dibuatnya. Melarang anak murid dan artis di agensinya untuk berhubungan, dalam kata lain 'bercinta'. "Yaaa, memang aku membuat peraturan itu tapi sebagai artis profesional, kalian harus memberikan 'cinta' kalian pada para fans yang selalu men-support kalian. Bagaimana pun juga jarang-jarang ada tawaran seperti ini dan yang kudengar, novelnya sudah terjual lebih dari jutaan copy," jelas Shining sambil mengeluarkan sebuah novel dengan cover STARISH versi chibi di depannya.
Natsuki yang berada paling dekat dengan sang Presdir tampak memperhatikan novel itu.
"Huaaa! Cecil! Kapan kau beli novel itu?" Otoya memekik secara tiba-tiba.
Diam-diam ternyata Cecil tengah membaca novel yang sama sambil duduk di sofa. Ia tersenyum kecil. "Karena terlalu penasaran, jadi aku membelinya kemarin sore setelah pemotretan," jelasnya. Tawa kecil terdengar kemudian. "Kau pasti tidak akan percaya saat membacanya, Otoya."
Mendengar perkataan Cecil membuat yang lain penasaran.
"Memang bagaimana isinya?" tanya Masato.
"Seperti yang ada di proposal, scene-nya juga tidak separah yang kalian pikirkan."
Ren membaca ulang proposal yang dimaksud Cecil. "Memang sih, yaaa paling cuma scene kissing saja yang parah," katanya dan sukses membuat suasana kembali sunyi. Mata light sapphire-nya melirik sebentar ke arah seseorang yang menjadi pasangannya di drama tersebut, Masato Hijirikawa. Entah kenapa ia merasa aneh sendiri membaca summary yang dijelaskan di proposal itu.
Shou Kurusu melirik sebentar ke arah laki-laki yang berdiri di sampingnya. "Yang benar saja! Masa' aku harus berpasangan dengan Natsuki sebagai 'kekasih' begitu! Aku menolaknya!" seru Shou sambil melipat kedua tangannya ke depan dada.
Natsuki menatap laki-laki chibi itu dengan mata berkaca-kaca. "Shou-chan..."
"Apa!?"
"Pasti seru kalau berakting seperti itu," kata Natsuki sambil memeluk teman sekamarnya tersebut. Namun belum sempat ia memeluk, Shou langsung menghindar.
"Tetap saja ini seperti pelecehan," komentar Tokiya dengan nada datar.
Otoya menengok padanya. "Pelecehan?"
Merasa diperhatikan, Tokiya menengok. "Kau itu bodoh atau apa sih, di situ jelas-jelas kau menjadi 'uke' yang diperebutkan," jelasnya dengan kesal. Ia berusaha mati-matian untuk tidak merona saat menjelaskan.
"Eeeh?"
Wajah Haruka Nanami memerah karena tanpa sadar membayangkannya.
Shining Saotome hanya bisa terdiam karena baru kali ini mendapat tawaran untuk kerja sama membuat sebuah film layar lebar bertema Boys Love. Kalau boleh jujur, sebenarnya ia ingin menolak. Namun begitu tahu bahwa si pengarang novel itu adalah penggemar STARISH, ia tentu harus berpikir ulang. Shining memang senang mendengarnya, tapi di sisi lain ia juga memikirkan bagaimana perasaan para artisnya. Terlebih STARISH merupakan grup pendatang baru di dunia entertainment.
"Tapi asal itu bisa membuat penggemar bahagia, kenapa tidak?"
Semua pasang mata tertuju pada Otoya Ittoki yang mengangkat kedua bahunya, pasrah.
"Jadi, kau bersedia menerima tawaran ini, Ittoki?" tanya Masato tidak percaya.
"Aku... tidak hanya ingin memberikan musikku pada penggemar saja, tapi aku juga ingin membuat mereka bahagia," jelasnya sambil tersenyum ceria.
"Ittoki-kun..." Haruka menggumamkan namanya lalu tersenyum.
Tokiya menghela napas melihatnya.
"AAARGH! Kenapa harus ada film yang bertemakan Boys Love di dunia ini sih!?"
"Aku pernah dengar sebelumnya, walaupun temanya seperti itu ternyata masih saja laku," kata Masato yang menyahuti gerutuan Shou. Mendengar hal itu tentu saja membuat Shou semakin frustasi. Ia menjambak rambut pirangnya yang tidak tertutupi topi. "Kalau sampai aku bertemu pengarangnya, aku ak—"
"—konnichi wa."
Belum sempat Shou menyelesaikan perkataannya, tiba-tiba sebuah suara asing terdengar dari ambang pintu ruang latihan. Sontak semuanya menengok. Terlihat seorang gadis berambut indigo panjang tengah berdiri di sana dengan pandangan kosongnya menatap ketujuh anggota STARISH dan Haruka. "Apa yang ingin kau lakukan jika bertemu dengan pengarangnya, Shou Kurusu-san?" tanya gadis itu dengan nada datar dan tanpa emosi sama sekali.
"Kau... jangan-jangan..." Shou tak bisa meneruskan perkataannya karena terkejut.
Shining berjalan mendekati gadis itu. "Yap! Seperti yang ada di pikiranmu, Mr. Kurusu. Dialah pengarang dari novel 'Maji Love STARISH' itu," katanya sambil mendorong sedikit gadis tersebut untuk mendekati mereka. "Namanya Michiko Sawaragi, ia pernah menjadi siswi di Class A, Saotome Gakuen dan keluar setelah STARISH debut."
"Eeeh? Class A!?" pekik Otoya dan Shou secara bersamaan.
Haruka yang juga terkejut hanya bisa menutup mulutnya, tidak percaya.
"Class A... tapi aku tak pernah melihatmu sebe..."
Ucapan Masato terputus begitu mengingat seorang gadis yang satu kelas dengannya dan duduk di barisan ketiga setelah barisan Haruka. Ya, tidak salah lagi. Gadis itu adalah Michiko Sawaragi, teman sekelasnya sewaktu di Saotome Gakuen. Ia terlihat membungkukkan badannya dengan gerakan kaku seraya berucap, "Yoroshiku onegashimasu."
Tercengang, hanya itu yang dilakukan anggota STARISH dan Haruka.
"Karena ada suatu alasan, Miss Sawaragi memilih untuk pindah sekolah," jelas Shining.
Tik, tik, tik. Suasana sunyi kembali tercipta.
"Kenapa... kau membuat novel tentang kami?" tanya Otoya memecah kesunyian.
"Aku juga tidak tahu," jawab gadis itu datar. Mendengar jawaban yang singkat, padat, dan jelas tersebut membuat semuanya terdiam. Kalau dilihat dari tingkah dan ekspresi wajahnya saat bertemu langsung dengan sang idola—STARISH—ia sama sekali tak menunjukkan ekspresi bahagia sama sekali. Bahkan terkesan seperti seorang hater STARISH. Ia terlihat menunduk sambil mencengkeram tali selempang tasnya.
Tokiya melipat kedua tangannya ke depan dada. "Dia hanya terlalu gugup," gumamnya.
Perkataan singkat dari laki-laki itu langsung menjelaskan semua yang terjadi.
"Eeeh? Benarkah? Tingkahmu terlihat lucu, Michi-chan!" seru Natsuki seraya berjalan mendekat. Suara memekik terdengar saat ia sampai di hadapan sang gadis berparas manis itu. Kedua mata beriris emerald milik Natsuki berkaca-kaca begitu melihat wajah Michiko mulai merona. "Huaaa! Kawaii!" serunya lagi sambil memeluk gadis yang masih terpaku di tempatnya.
Shou langsung menarik Natsuki untuk menjauh setelah melihat Michiko yang terlihat kesulitan bernapas. "Kau ingin membuatnya mati, hah!?"
"Tapi ekspresinya sama lucunya dengan Shou-chan."
Laki-laki bertubuh pendek itu menggerutu tidak jelas.
Michiko kembali membungkukkan badan secara tiba-tiba. "Aku minta maaf sebelumnya karena menulis naskah itu. Maaf, jika novel yang kubuat sudah membuat kalian marah dan merasa ini adalah penghinaan. Tapi semua ide itu terus mengalir begitu saja dalam benakku setelah melihat keakraban kalian selama di sekolah. Aku... tidak bisa menahannya dan menuangkannya ke dalam tulisan," jelasnya dengan badan masih membungkuk.
"Sawaragi-san..." Haruka berjalan menghampiri Michiko begitu melihat setitik cairan yang terjatuh menyentuh lantai berbahan kayu. "Pasti... kau sangat menyukai STARISH. Iya, kan?" tanyanya.
Perlahan gadis manis itu mengangguk. "Aku... sa-sangat menyukai musik Nanami-san yang kalian bawakan sejak awal."
Haruka kembali tersenyum lalu memandangi anggota STARISH.
Ren dan Masato mengangkat sebelah tangannya. "Aku tetap keberatan," kata mereka secara bersamaan.
Tokiya juga menyusul mereka berdua. "Aku juga."
"Hmm~, sepertinya akan sulit jika sudah seperti ini," gumam Shining.
Mendengar tiga member STARISH menolak, membuat Michiko kembali berdiri tegak. Ekspresi wajahnya tidak terlihat karena tertutupi poni ratanya. Tapi Haruka mengerti perasaan gadis di hadapannya ini karena mendapat penolakan dari sang idolanya secara langsung. "Tak bisakah kalian memikirkannya lagi? M-mungkin film ini akan membuat nama kalian semakin terkenal. Terlebih film ini khusus dibuat oleh penggemar kalian sendiri," bujuk sang komposer sambil memegang kedua bahu Michiko yang tampak menurun.
"All right, all right. Kuberi waktu tiga hari untuk memikirkannya lagi," putus Shining.
Laki-laki paruh baya itu pun pergi sambil berputar-putar seperti seorang ballerina.
"..." Tak ada tatapan melongo seperti biasanya karena mereka sibuk dengan pikiran masing-masing. Gadis yang merupakan mantan murid Class A tersebut tampak berbalik, bermaksud untuk pergi. "Aku sebagai penulis naskah tidak akan memaksa kalian untuk menerima tawaran ini jika kalian memang tidak menginginkannya. Tapi... aku senang karena idolaku... membaca naskah yang sudah kubuat untuknya." Ia pun benar-benar pergi, meninggalkan Haruka dan lainnya setelah tersenyum tipis yang justru terlihat seperti senyuman penuh kekecewaan.
Hening kembali melanda ruangan tersebut.
Otoya bangkit dari sofa. "Baru kali ini... aku melihat penggemar yang kecewa seperti itu di hadapanku secara langsung." Ia pun ikut keluar dari ruangan itu.
Kalau boleh jujur, bukan ia saja yang pertama kali melihat seorang fan yang kecewa, anggota STARISH lainnya—minus Tokiya karena pernah mendapat tatapan kecewa dari fans sebagai sosok HAYATO. Haruka mengikuti Otoya untuk keluar ruangan, bermaksud untuk mengejar Michiko yang kemungkinan masih tak berada jauh dari rumah STARISH.
To Be Continued
Ohayou, konnichi wa, konban wa, minna-san! Sebelumnya perkenalkan, nama saya Oto Ichiiyan. Seperti di profil, kalian bisa panggil saya 'Oto' atau 'Ichi'. Saya penggemar Uta no Prince-sama dan ini adalah fanfic pertama yang saya buat karena terlalu cinta pada anime UtaPri.
Mungkin ada yang heran dengan OC—yang sebenarnya tidak sepenuhnya gadis berambut indigo panjang dan mantan Class A itu adalah OC buatan saya—tapi coba para pembaca kembali flashback atau tonton lagi episode 1, 2, dan 4 (kalau gak salah). Di situ terlihat jelas ada satu murid yang duduk di barisan ketiga dari depan setelah barisan Otoya dan Haruka. Di awal saya sempat bingung memilih siswi dari Class A yang berperan menjadi penulis naskah di sini karena inceran saya ini sikapnya nggak misterius dan pendiam. Tapi cuma dia yang menarik perhatian saya.
Selain itu, saya juga minta maaf karena si OC yang akan mengendalikan alurnya. Kan di sini dia jadi penulis naskahnya. :D
Terakhir, terima kasih sudah membaca fanfic saya. #bow
