Pagi itu hangat.

Tetsuya bangun dengan seprai di genggamannya, gemerisik di latar sembari cuitan burung-burung menyanyikan lagu pagi pertama mereka. Semuanya bangkit dengan pelan, seperti pianissimo datangnya rintik hujan, dan ia menghela napas.

Kaus tidur Ryouta terasa hangat. Tetsuya meremasnya dan mendengar suara erangan, uapannya bangun, disertai dengan "Hmm?" pelan dan perubahan berat di atas kasur tersebut, terbangun. Tetsuya tersenyum.

"Pagi," kata Ryouta, di tengah menguap (belum sikat gigi) dan senyum yang menampakkan gingsulnya yang-tajam. Ryouta tertawa, hangat napas seperti kepul ketel di telapak tangannya, dan bibir, bibir, mencium tangannya, dan nadinya. "Kau begitu suka menyentuh gigiku, ya," ujarnya, berat dengan kantuk. Tetsuya tidak menanggalkan senyumnya dan Ryouta mendorong seprai lagi dengan kakinya. Satu tangannya yang kuat, panjang, melingkar di sekitar pinggangnya dan membawanya turun, berguling. Seprai terasa hangat. Ryouta menahannya terjatuh ke pinggir; menempelkan seribu ciuman hingga Tetsuya tergigil dan mungkin kehabisan napas kecuali untuk ingin.

Sinar matahari terasa hangat di punggungnya yang putih. Mendengar cuitan burung di luar, Tetsuya terus tersenyum, dan menunduk, bertemu Ryouta di bibirnya, di tengah.