Fujimaki tadatoshi own Kuroko no Basuke黒子のバスケall stars
Au, typos & maybe ooc
.
.
.
.
.
.
.
Aku membenci fakta bahwa waktu berlalu secepat kau mengedipkan mata.
Mereka telah pergi satu persatu mengejar mimpi. Aku? Tak ada yang benar-benar menarik minatku selain ini.
Inilah saatnya dimana aku benar-benar menghindari sekaligus memimpikan hari ini.
Lagipula, cuaca di luar sangat cerah. Musim semi memang saat yang paling tepat untuk memulai sesuatu, termasuk soft opening toko patiserrie-ku. Sayang sekali member Kiseki No Sedai sudah pergi satu persatu ke belahan dunia lain, hanya Mukkun yang tersisa. Yeah, sepulang kuliah, kadang ia akan duduk menungguku di lantai lobby kampus sembari memangku laptopnya, di kelilingi buku tebal dan sekaleng buah cherry segar atau mangkuk-mangkuk plastik salad. Selalu ada noda di kemeja lusuhnya. Kadang, aku rindu dengan bunyi 'kraus-kraus' keripik kentang atau maiubo-nya. Ia sudah lama mengganti maiubo-nya dengan cemilan sehat. Aku mungkin akan memberinya sepotong mille feuille —layer puff pastry dengan honore cream dan fondant icing atau apricot éclair ukuran jumbo —choux pastry isi apricot dengan whipped cream dan fondant coating.
Kadang, ia menyelinap ke dapur kami di lantai tiga, mencoba menyusup diantara kerumunan calon koki patissier, sayang sekali ukuran tubuhnya tidak pernah mendukungnya untuk menyelinap. Aku hanya akan tertawa di sudut dapur sembari memasukan pastry-pastry-ku ke dalam oven. Tingkahnya yang seperti anak kecil membuatnya disukai teman-temanku. Tentu saja ini menguntungkannya. Semakin banyak patisierre yang dikenalnya, maka semakin terjamin isi perutnya.
Aku masih tak percaya ia akan jadi dokter bedah.
Aku ingat dengan baik bagaimana ia datang ke wisudaku, mencoba berpakaian rapi —tak ada noda di kemejanya, memberi ucapan selamat dengan caranya sendiri —aku lulus lebih dulu. Ia datang dengan buket bunga Carnation putih. Yah, aku berani bertaruh Mukkun membeli tanpa tahu artinya, tapi kali itu ia tepat. Aku memeluk tubuh besarnya dan menggumamkan sesuatu tentang apa kau tahu arti bunga carnation putih, masih sambil memelukku ia menjawab, kata nona cantik penjaga toko bunganya, bunga carnation artinya ikatan kasih sayang dan warna putih melukiskan cinta murni, manis dan cantik, euhm yah good luck untukmu. Aku tertawa, apa kau membelinya karena nona itu cantik? Ia menggaruk kepalanya dan berpikir sebentar, oh mungkin juga. Kami tertawa. Kau sahabat terbaikku Momochin, yah tentunya kedua terbaik setelah cake-cake manismu, jadilah euhmm.. apapun yang kau inginkan. Ia mengucapkannya tanpa mengunyah apapun.
Mukkun tidak pernah tanya ingin jadi apa aku.
Enam bulan waktu yang cukup lama untuk menjadi seorang pengangguran. Aku tidak benar-benar jadi pengangguran, aku mempersiapkan segala sesuatunya untuk toko patiserrie-ku. Tapi Mukkun tidak tahu, ia begitu sibuk dengan ujian praktek kerjanya, ia berkeliling ke daerah pelosok.
Sore ini ia pulang. Dan besok akan segera berangkat ke Berlin melanjutkan kuliahnya dan langsung bekerja disana.
Aku mengenakan terusan floral favoritku dan segera ke lapangan basket blok D. Aku ingin Mukkun jadi orang pertama yang datang ke toko kueku.
.
.
.
"Momochin.."
Aku berlari memeluknya. Tubuh besar itu yang kulihat terakhir kali enam bulan lalu.
"Lho? Kau kurusan lho Mukkun. Apa kau belajar begitu keras?" Benar, ia lebih kurus sekarang.
"Euhm.. aku belajar setiap saat. Di pesawat, di kereta, saat makan dan mandi, bahkan aku belajar sambil belajar.."
Si pemalas telah berubah menjadi pekerja keras.
Aku tahu, ini semua karena Akashi-kun yang menyuruhnya. Dulu sebelum Akashi-kun lulus menjadi engineer, aku dengar percakapan mereka di lapangan ini.
Atsushi, lakukan sesuatu untuk dirimu sendiri. Lakukan apapun yang kau inginkan. Jadilah berguna dan jaga Satsuki.
Benar, tapi aku lupa apa yang di katakan Akashi-kun selanjutnya.
"Mukkun.. kau masih ingat apa yang dikatakan Akashi-kun sebelum hari kelulusannya di lapangan ini padamu?"
"Hmm? Akachin?"
"Ne."
"Ah, waktu itu kami hanya berdua. Apa kau menguping?" Oh astaga, aku kelepasan.
"Yah.. go-gomen."
"Ia memintaku untuk melakukan sesuatu, jadi berguna dan menjagamu. Lalu.. katanya ia ingin kami berlima main basket lagi suatu hari nanti."
Aku yakin, akan datang dimana hari, suatu saat nanti, kami akan berkumpul kembali.
"Sou desu. Ah benar juga Mukkun, sudah sore sebaiknya kita cepat."
"Mm? memangnya mau kemana?" Mukkun mengeluarkan soyjoy rasa apel dari kantung celananya. Well, aku tidak ingat kapan kantung celananya tidak pernah terisi 'sesuatu'.
"Sudah ikut saja," Aku menarik lengan besarnya. Di ujung gang blok E, di sudut jalan, itu adalah mimpiku disana.
"Nah, sudah sampai." Aku mengamati bangunan yang kudekor sedemikian manis, aku cukup puas dengan hasil karyaku.
"Kau membawaku ke toko kue? Euhm.. Cantik sekali Momochin," ia mengernyit, "tapi tokonya tutup." Kukeluarkan kunci dari kantongku, "E-eh.. kau?"
"Benar Mukkun, ini toko kueku. Irashaimasse."
Mukkun memandang takjub. Aku setengah mati mendekornya seperti toko patiserrie bergaya Itali. Tidak terlalu luas memang. Sebelum aku meresmikan soft-opening besok, aku ingin Mukkun yang pertama menikmati patiserrie di tokoku. Aku menarikan kursi kayu coklat di sudut ruangan, "Silakan duduk."
Mukkun duduk dan menyapukan pandangannya ke seluruh ruangan. Ada foto kami bertujuh di salah satu sudut. "Anda adalah pelanggan pertama kami," Kusodorkan buku menu bersampul kulit sapi warna tan dan menunggunya memilih kue, "euhm.. Nona, aku ingin lima potong mille feuille dan lima apricot éclair." Aku tersenyum senang, aku tahu ia akan memilihnya. Padahal, memang baru hanya ada dua kue ini di dapurku.
"Baik pesananan anda akan segera kami sajikan. Silakan tunggu sebentar, tuan."
Dan aku kembali membawa nampan besar berisi potongan-potongan mille feuille dan apricot éclair ukuran jumbo, dan dua apple tea hangat. Kupasangkan serbet warna hijau zamrud senada dengan blow-up tokoku, "selamat menikmati."
Sudut –sudut bibirnya terangkat. Ia mengambil garpu dan pisau, mulai menikmati mille feuille-nya. Biasanya, ia hanya akan membuka mulutnya lebar-lebar dan memasukan satu potong dalam sekali suap. "Terima kasih Momochin."
Aku menarik kursi di hadapannya, memperhatikan lalu lalang di luar sana. "Toko ini akan kuresmikan besok."
"Maaf, kurasa aku tak bisa ha—"
"Tidak apa-apa Mukkun, aku tahu. Makanya aku membawamu kesini sekarang. kau, kejarlah mimpimu dan jadilah dokter yang hebat."
Ia tersenyum dengan remah-remah pastry di bibirnya, "tentu saja."
"Kau lihat TV kemarin? Kise-kun tampil di acara musik internasional."
"Tidak, tak usah repot-repot," ia menunjukkan raut wajah malas, mengacungkan telunjuknya dan menunjuk ke arah sebuah banner iklan telepon genggam di luar, "aku tak pernah merindukannya. Dia ada dimana-mana."
Aku tertawa, "Benar juga. Kurasa yang seharusnya dirindukan itu Midorima-kun, kudengar ia tak pernah keluar dari laboratoriumnya di Illinois."
"Tidak, tidak. Kurochin lah yang benar-benar menghilang. Semenjak ia pindah mengajar di TK kota sebelah, ia seperti hilang ditelan bumi. Ponselnya tidak aktif, aku juga tak tahu dia ada dimana." Lagi-lagi aku tertawa, pemain bayangan ke-6 kami memang bukan Kuroko namanya kalau tidak kasat mata.
"Kalau Akashi-kun sih, seluruh dunia juga kenal dia. dialah yang menemukan tambang berlian di Antartika."
Mukkun menyesap apple tea-nya, "hmm benar juga, hanya Aominechin yang jadi atlit basket NBA."
Aku tertawa, "itu kan karena hanya itu yang bisa ia lakukan."
Entah sudah kue keberapa yang masuk ke mulut Mukkun, yang jelas nampan besar ini hampir kosong. "Jadi, kapan kau akan menikah dengan Aominechin?"
Sial pipiku memerah, "ah Dai-chan.. itu, aku tidak tahu."
"Begitu. Aku titip salam untuknya jika euhmm.. ia pulang nanti."
"Baik, tentu saja." Hari mulai menggelap. Aku.. tidak ingin hari ini berakhir. Aku jelas tidak tahu kapan akan bisa melihat laki-laki besar ini lagi.
"Tempat ini, suatu saat nanti kita dan Kiseki No Sedai akan berkumpul dan makan patiserrie buatanku disini."
Mukkun yang telah menghabiskan kue-kue di nampan itu mendongak dan memandang lurus ke arahku, "itu tentu saja, Momochin."
Ia menyeka air mata yang jatuh di pipiku, "Mukkun, cari pacar yang manis di tempat barumu nanti di Berlin, lalu kenalkan padaku. Dan juga, kau tidak boleh belajar terus, sesekali pergilah wisata dengan rekan kerjamu nanti."
Mukkun mengacak rambutku, "selamat atas diresmikannya toko kuemu, aku akan kesini lagi kelak." Ia berhenti sebentar, kemudian meneruskan, "hiduplah dengan baik dan jaga dirimu, Momochin."
Ia tersenyum dan mengecup keningku,
"sampai jumpa lagi."
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
終わり
Owari
.
.
.
.
.
.
.
.
