Disclaimers: Saint Seiya dan Van Helsing BUKAN milik saya!

Aquarius Camus, Cygnus Hyoga and Frog Zelos ©Masami Kurumada and Toei Animation

Dracula (Count Vladislaus Draculeia), Verona, Marishka and Aleera © Stephen Sommers and his companion

A/N: Ini fanfik Cross Over saya yang pertama. Saya tidak pernah menulis fanfik dengan tipe yang satu ini sebelumnya. Penokohan saya pada karakter Count Dracula dan para Pengantinnya mungkin tidak sepenuhnya tepat karena saya sudah lama tidak menonton Van Helsing.

Genre: Humour, Horror, Angst

Specter VS Para Penghisap Darah

Bagian 1: Penggangu di Malam Hari

Hangat, sunyi dan temaram menyelimuti suasana tidur seorang pemuda berambut pirang. Pemuda itu tidurnya pulas sekali sampai ia mendengar suara batu yang sedang dilempar ke arah pintu. Awalnya, ia acuh dan tidak berusaha mengambil pusing dengan suara-suara kecil yang menggangu tidurnya.

"Ah, mungkin itu hanya suara batu-batu es!" katanya dalam hati.

Di Siberia, tidak hanya salju, aurora dan badai salju saja yang terjadi, kadang-kadang hujan es juga terjadi. Oleh karena itulah, pemuda itu tidak merasa aneh atau pun terganggu dengan kejadian itu. Namun, rasa nyaman dan tenang si pemuda mulai terganggu lagi dengan suara pintu yang diketuk-ketuk. Sekali dua kali, ia tidak peduli karena ia berpikir bisa saja pintu itu berbunyi karena terpaan angin kencang. Begitu pintu itu diketuk untuk yang ketiga kalinya dengan suara yang lebih keras. Pemuda berambut pirang itu pun bangkit dari sofa sembari mengerang kesal.

"Aaaah! Siapa sih yang ketak ketok pintu dari tadi? Orang masih jam sebelas malam juga!"

Pemuda yang pernah mengalahkan saint Aquarius itu pun berjalan cepat ke arah jendela dan menyingkap tirainya. Pemuda bermata biru itu melihat ke segala arah dan tidak menemukan sesuatu atau bahkan seorang pun di luar. Pemuda itu menghela napas keras-keras dan kembali berbaring di atas sofa yang tidak jauh dari perapian.

Untuk beberapa lamanya tidak ada satu orang pun penghuni gubuk yang terganggu dengan suara-suara berisik yang sebenarnya disebabkan oleh sesosok hitam.

"He..he…he..heh….Kalian sebentar lagi pasti akan terbangun saint Athena. Aku ingin memotret wajah kalian yang mengantuk dan menunjukkannya kepada Yang Mulia Hades," ujar sosok hitam tersebut sembari tersenyum curang.

Tiga jam sudah berlalu semenjak pemuda yang tidur di atas sofa menerima gangguan. Pemuda itu tampak larut dalam mimpinya. Tidak seperti gurunya yang sekarang tampaknya sedang terjaga di dalam kamarnya yang gelap. Ia mendengar jendela kamarnya seperti dilempar oleh batu-batu kerikil kecil. Jendelanya memang tidak pecah tapi bunyi yang ditimbulkan oleh hantaman bebatuan itu cukup menggangu.

"Siapa sih yang berisik malam-malam begini? Menggangu orang yang sedang tidur saja!"gumam pemuda berambut hijau kebiru-biruan dari balik selimut.

Sama seperti pemuda yang tidur di sofa, awalnya ia tidak peduli. Namun, begitu jendela tersebut dihantam oleh bebatuan kecil untuk yang ketiga kalinya. Ia pun mulai merasa kesal.

TOK! TOK! TOK!

"Berisik…."

Pemuda pemegang jubah emas Aquarius itu bangkit perlahan-lahan dari tempat tidurnya dan mengintip dari tirai yang menutup jendelanya. Awalnya ia tida melihat apa-apa. Namun, setelah ia menajamkan matanya barulah ia menyadari bahwa ia sebenarnya sedang dikerjai oleh seseorang yang dulu pernah menghantamnya sewaktu ia sedang dalam keadaan tidak berdaya.

Orang itu adalah: Frog Zelos. Meskipun demikian, Camus berusaha tetap bersikap tenang dan mengamati setiap gerak gerik Zelos tanpa menimbulkan suara sedikit pun. Ia mengamati Zelos yang sepertinya mulai bosan melempar batu-batu kecil ke arah jendelanya pergi ke arah pintu utama.

Camus yang mengetahui gerak-gerik Zelos segera bangkit dari tempat tidurnya dan beranjak ke ruang tamu dimana murid kesayangannya, Hyoga, sedang tertidur pulas. Ia ingin memastikan bahwa muridnya tidak akan terbangun dan melakuka penyerangan yang sia-sia pada Specter usil itu. Setibanya di ruang tamu, ia mendengar pintu yang sedang diketuk-ketuk dan melihat muridnya mulai beranjak dari sofa. Melihat muridnya kan membuka pintu, Camus pun menegur Hyoga melalui telepati.

"Jangan buka pintunya, Hyoga! Tidurlah lagi!"

Hyoga menoleh ke kanan dan melihat Camus sudah berdiri tidak jauh darinya.

"Tapi guru….."

"Tidak ada tapi-tapian! Tidurlah lagi!"

Hyoga mengangguk pelan dan kembali tidur. Camus terus mengamati muridnya hingga ia yakin bahwa muridnya benar-benar tidur. Sebelum kembali ke kamarnya, Camus menatap pintu dan jendela ruang tamu.

"Bermainlah sepuasmu, Specter! Mari kita lihat apa kau bisa bertahan dari dingin dan kerasnya alam Siberia. Mari kita lihat apa Specter sepertimu dapat bertahan di Alam Manusia."

Keesokan harinya...

"Tolong!"

Mendengar seseorang menjerit minta tolong di pagi hari, Hyoga bangkit dari tidurnya dan melihat ke jendela. Melalui jendela yang kini tirainya sudah dibuka Hyoga melihat seseorang sedang berteriak-teriak minta tolong lantaran seekor beruang kutub sedang menjadikannya bola. Merasa kasihan pemuda itu berniat ingin menolongnya. Namun, baru saja ia membuka pintu. Tiba-tiba ia merasa bahunya dicengkram erat-erat oleh seseorang.

"Mau ke mana Hyoga?" tanya sebuah suara yang ia yakini milik gurunya. Hyoga menoleh ke samping kirinya dan melihat Camus yang sedang menatapnya dengan tatapan sejuk. Walaupun wajahnya dingin dan tidak ada ekspresi apa pun tetapi Hyoga dapat merasakan bahwa gurunya tidak sedang marah atau pun cemas.

"Guru, di luar ada orang yang meminta tolong karena seekor beruang kutub sedang mempermainkannya. Lihat guru! Beruang kutub itu menganggap orang itu bola!" kata Hyoga sembari menunjuk ke arah beruang kutub yang sedang bermain dengan "mainannya".

Beruang itu tampak senang memutar-mutar "bola" itu dengan kaki-kakinya lalu melemparnya ke dinding es terdekat, mengambilnya dan melemparkannya lagi ke pohon terdekat. Beruang kutub itu terus menerus berbuat seperti itu dan kelihatannya ia sangat menikmati permainan yang ia buat sendiri.

Camus menatap ke luar jendela. Setelah itu, ia mendesah dan memutar badannya.

"Sudahlah Hyoga, kau tidak perlu menolongnya!" ujar Camus sembari berjalan ke arah dapur.

"Tapi guru…"

Camus berhenti berjalan dan menatap tajam ke arah anak didiknya melalui pundaknya. Hyoga tidak melanjutkan perkataannya setelah ia menerima tatapan tajam gurunya. Meskipun demikian, ia tetap berdiri di dekat jendela untuk memantau perkembangan situasi dari persitiwa yang sedang terjadi dihadapannya.

Setelah dua jam berlalu, beruang kutub itu terlihat bosan dan pergi meninggalkan mainannya sendirian.

"Aku harus menolongnya," pikir Hyoga.

Hyoga membuka pintu perlahan dan berjalan ke arah orang yang sudah manjadi mainan bagi si beruang. Hyoga berlutut dan membalikkan tubuh orang yang menjadi korban kejahilan si beruang.

Begitu ia melihat wajah si korban Hyoga terkejut dan mundur beberapa langkah.

"O..Orang ini…"

"Ya Hyoga, dia Zelos. Kau masih ingat dengannya bukan? Apa kau masih ingin menolongnya?" tanya Camus yang sekarang sudah berdiri di belakang Hyoga.

Hyoga tidak menjawab. Ia ingat siapa korban si beruang kutub. Orang itu adalah orang yang sama yang pernah menganiaya Camus, gurunya. Mulut Hyoga sempat tergangga. Namun, pemuda itu segera menutup mulutnya. Wajah dan tatapan matanya yang semula ramah, cemas dan prihatin berubah menjadi dingin, kaku dan datar sama seperti ekspresi Camus saat ini. Ingin rasanya pemuda itu menendang Zelos hingga masuk ke dalam danau yang berair dingin. Namun, pemuda itu membatalkan niatnya karena baginya percuma saja ia menghantam orang yang sudah tidak berdaya.

"Aku tidak ingin menolongnya guru," kata Hyoga singkat sembari berjalan ke dalam gubuk yang diikuti oleh Camus.

Kedua pemuda itu pun kembali memasuki gubuk nyaman di mana mereka berdua tinggal. Tepat setelah mereka masuk ke dalam, kedua pemuda itu menyaksikan si beruang kutub yang sedang membawa ikan di mulutnya berjalan ke arah Zelos yang masih tidak sadarkan diri. Setelah beruang kutub itu menghabiskan ikan yang tadi ia bawa, kini ia membawa Zelos dengan mulutnya. Saat Specter itu membuka kedua matanya ia merasa sesuatu sedang mengcengkram tengkuknya dan ia melihat bahwa dirinya berada beberapa meter dari permukaan tanah. Merasa sangat lelah Specter itu kembali tak sadarkan diri. Sebelum ia kehilangan kesadarannya, ia merasa sesuatu yang besar, berbulu putih dan bau ikan membawanya dan menaruhnya di dalam suatu tempat yang hitam dan dingin.

Bersambung…..