Dimusim dingin ini semua dimulai. Di musim apakah ini semua akan berakhir?

Naruto © Kishimoto Masashi

Fuyu no Minuet © NatsumiHyuuga

.

.

.

.

.

.

.

Salju turun perlahan. Jam kota sudah menunjukkan tepat pukul setengah 12 taksi berwarna kuning meluncur dengan cepatnya dari arah Oxford Street. Taksi itu tiba-tiba berhenti. Terlihat sang sopir yang membuka pintu belakang penumpang dan mengeluarkannya dengan paksa. Perempuan yang dilempar dari taksi itu terduduk tak berdaya di atas aspal yang dingin, mengingat ini adalah musim dingin dengan salju yang mulai turun.

"Wanita sialan! Kau pikir aku mau jadi taksi gratis?"

Terlihat segelintir rasa kasihan di mata sopir itu, tapi tanpa memperdulikan rasa kasihandan moral, ia lebih mementingkan uang jasa yang tidak didapatnya dari penumpang gratis ini. Dan melihat wanita cantik dengan lekuk tubuh seperti ini, mungkin akan lebih baik kalau ia bisa mendapat sedikit hiburan malam ini.

"Kalau begitu, kau harus membayar jasaku dengan tubuhmu, miss."

Langsung, penumpang ini dicekam rasa takut yang luar biasa. Oh tuhan! Ia tidak ingin nasib dankeperawanannya diambil begitu saja oleh seorang sopir taksiPerempuan ini berteriak sekeras-kerasnyaingin meminta tolong, namun apa mau dikata, suaranya seperti mau habis gara-gara udara dingin yangterasa semakin mencekik tenggorokannya.

Bahkan mungkin keesokan harinya, beberapa surat kabar akan memberitkan seorang perempuan yangditemukan dalam keadaan tidak berbusana di Damp Alley.

Begitu ia akan memberontak melepaskan tangannya dari cengkeraman sopir itu, tiba-tiba suara seorang lelaki lain yang lebih bersih menghentikan aktivitas mereka berdua. Dilihatnya tangan putih orang asia pada umumnya sedang menahan tangan lelaki barat yang menahan penumpang wanita ini. Seorang lelaki tampan bersurai hitam kelam dan bola mata yang segelap malam tak berbintang.

"Sebaiknya anda hentikan perbuatan nista yang akan anda lakukan,"

Walaupun masih terlihat marah, tapi sopir ini juga menyayangkan kesempatannya untuk dapat tidur dengan seorang wanita Jepang yang cantik berkulit putih seperti salju.

"Maaf bocah, tapi nona ini tidak bisa membayar jasaku. Apa kau mau aku dan keluargaku mati kekurangan makanan karena tidak ada uang?"

Terlihat lelaki asia itu mengeluarkan beberapa poundsterling dari dompet kulit hitamnya.

"Kalau kau memang menginginkan uang, maka ambil saja uang ini. Aku juga sudah melebihkanjumlahnya. Sekedar tip untukmu, mesum."

Mau tak mau, sang sopir harus segera pergi dan meninggalkan si wanita jepang cantik. Sebenarnya iaingin sekali mengambil upah 'khusus' dari penumpang gratis tersebut. Tapi apa daya, kekasihnya sudah datang. Daripada ia dibawa ke yard karena dituduh atas pelecehan seksual, lebih baik ia pergi sekarang.

.

.

.

.

Setelah taksi itu pergi, perempuan itu melirik ke samping kanannya di mana lelaki yang tampaknyaserumpun bangsa dengannya itu. Dengan malu-malu, wanita itu membuka mulutnya untuk mengucapkanterima kasih.

"Tidak perlu berterima kasih."

Seperti sudah tahu maksudnya membuka mulut, perempuan itu kembali menutup mulutnya yang sudah pucat karena uap-uap nafas keluar dari mulut dan hembusan hidungnya.

"Emmm... Aku H-Hyuuga Hinata. Kau siapa?"

"Uchiha. Uchiha Sasuke."

Tanpa Hinata sadari, pundaknya yang sejak tadi kedinginan kini menjadi lebih hangat berkat sebuah jas abu-abu gelap yang senada dengan pakaiannya saat ini. Hinata menganggap bodoh dirinya. Kenapa ia malah memakai kaos abu-abu biasa dengan sweater tipis?

"...hei," Lelaki bernama Uchiha Sasuke itu menatap Hinata dan berpikir sejenak sebelum melanjutkan kata-katanya.

"Apa yang dilakukan seorang wanita sepertimu di tengah malam seperti ini?" ya, setidaknya ia mencoba untuk peduli kepada wanita malang yang mengalami pelecehan seksual. Lagipula, Sasuke juga manusia yang memiliki empati.

Merasa kecurigaan Sasuke, Hinata cepat-cepat menggelengkan kepalanya.

"Aku cuma mentraktir beberapa s-sahabatku dari jepang. Karena uangku k-kurang, yah, bisa kau proses sendiri bagaimana selanjtnya..."

"Hn."

Terdiam selama 2 menit lebih, Sasuke kembali mengeluarkan dompet hitam miliknya dan memberikan 40 poundsterling kepada Hinata. Hinata yang tidak mengerti maksud baik Sasuke, mengembalikan uang itu kepada sang empunya.

"Ambil saja. Agar tidak terjadi hal seperti tadi."

Hinata bertanya-tanya mengapa orang yang baru dikenalnya rela menolongnya? Mungkin orang yang bernama Uchiha Sasuke ini memang tulus menolongnya.

"K-kalau begitu, hontou ni arigatou,Uchiha-san."

Menariknya, Hinata sama sekali tidak sadar bahwa ia sudah mulai tertarik kepada lawan bicara yang ada di depannya ini. Pemuda baik yang menolong dan memberikan uang untuknya. Bagi Hinata, Sasuke bagaikan seorang samurai berkuda hitam yang datang menolongnya dari tangan penjahat asing.

"Hn. Baiklah, aku pergi dulu. Sayonara, Hyuuga."

Sebelum sang lelaki membalikkan punggungnya, ia sempat tersenyum kecil pada Hinata yang disusul dengan lambaian tangan. Oh kami-sama, kau berhasil menanam benih-benih cinta di hati sang lagi-lagi, ia tidak sadar bahwa kini wajahnya sudah memerah dengan hebatnya.

.

.

.

.

3 hari sudah berlalu, sekarang saatnya kembali menjalani hari-hari sibuk sebagai mahasiswi jurusan seni di University Of London. Waaupun begtu, Hinata tidak bisa berkosentrasi sedikitpun, kepalanya hanya dipenuhi seorang lelaki bersurai hitam tampan yang sudah menolongnya.

Tanpa ia sadari, SirThomassudah berdiri di depan mejanya sambil mengetuk-ngetukkan phanthofel hitam berkilau miliknya.

"MissHyuuga, apa yang sedang anda pikirkan?"

Seperti kata-kata sang ayah, cinta dapat mengalihkan duniamu.Tapi kan ini bukan cinta, ini cuma rasa penasaran yang ditimbulkan akibat bertemu dengan saudara serumpun yang tampan, cool,dan tinggi layaknya seorang samurai yang benar-benar keluar dari dalam novel. Lagi-lagi, khayalannya berhasilmenbuat dirinya harus rela dikeluarkan dari kelas Sir Thomas selama minggu ini. Apalagi mengingat Sir Thomas bukanlah orang yang mudah reda emosinya, maka dapat dipastikan bahwa ia pasti dikeluarkan dari kelas si grumpy itu lagi sampai minggu depan.

Mungkin berjalan-jalan di sekitar kampus bukanlah hal yang buruk, terutama untuk menghilangkan ingatan tentang si samurai tampan itu.

.

.

.

.

Hari ini tampaknya bukan hari keberuntungan Sasuke. Tadi pagi, dia terpaksa mengerjakan beberapa tugas tambahan dari Profesor Asuma. Bahkan dia harus rela membiarkan perutnya hanya terisi setengah oleh 1 potong roti bersama tuna kaleng. Jangan bilang ini gara-gara ia memberikan beberapa uangnya 3 hari yang lalu kepada wanita bernama Hyuuga itu. Walaupun keluarganya merupakan salah satu pengusaha besar di Jepang, jangan disamakan dengan biaya hidup kota tua negara Britania Raya ini -London.

Dirinya sendiri bukanlah anak kecil, maupun remaja. Kini ia seorang lelaki dewasa. Tidak pantas rasanya jika ia harus meminta anggaran bulanan kepada orangtuanya. Jadi sekarang, apa yang harus dia lakukan?

Fuh, mungkin lebih baik jika ia menenangkan perutnya dengan menghirup udara segar di dekat taman sambil melihat tumpukan salju segar. Atau mungkin jika perutnya sudah tidak tahan, sebaiknya salju itu dikunyahnya saat itu juga.

Benar-benar pikiran gila.

.

.

.

.

.

Scenerydi sekitar kampus memang pantas untuk dilihat. Tumpukan benda putih nan dingin menyelimuti taman bunga yang biasa Hinata lewati. Walaupun tidak ada warna-warni di situ, tapi salju itu sendiri mampu menciptakan perasaan senang dan damai. Bahkan langit abu-abu London begitu mendukung suasana indah hari ini.

Ngomong-ngomong... Bagaimana ya kabar tuan samurai itu?

Ah, gawat. Pikiran Hinata tidak lebih dari sebuah labirin yang berputar-putar di sekitar pemuda bernamaUchiha Sasuke. Malah, ia berhalusinasi melihat sebuah -atau lebih tepatnya seseorang dengan warna rambut yang begitu kontras dengan putihnya salju. Rambut yang menyerupai pantat bebek itu juga mengingatkannya pada Uchiha-san.

Merasa sedikit –sangatrindu, didekatinya sosok halusinasi -setidaknya itu yang dia pikirkan, dan mencoba untukmenepuk bahu yang ditutupi dengan jaket biru tua. Walaupun Hinata merasa bodoh akan dirinya, tapi tetap tidak ada salahnya untuk mendekati halusinasi akan pria itu.

Ditaruhnya telapak tangannya di bahu sang halusinasi.

PLOK

Seperti film-film action, halusinasi itu menoleh perlahan-lahan kebelakang.

"...Hyuuga?"

"U-Uchiha... -san?"

Saat itu, Hinata sadar bahwa dia tidak akan bisa menyingkirkan sosok samurai berambut pantat bebek dari benaknya.

.

.

.

.

Kini, jalanan di Royal Street menjadi lebih sepi dari biasanya. Bisa dimaklumi jika menyangkut musim dingin. Saat yang tepat untuk mengurung diri di rumah dan menikmati perapian sambil menyeruput segelas coklat panas. Tapi apa mau dikata, Hinata lebih memilih memasuki sebuah coffee house bersama seorang lelaki Asia di sampingnya. Nafas yang mengepul-ngepul dengan jelas terlihat di hidung dan mulut masing-masing.

"Uchiha-san, s-silahkan pesan yang diinginkan,"

Saat kebaikan kita dibalas dengan kebaikan juga, maka hati akan terasa senang dan dua sudut bibirmu akan memaksa otot wajahmu untuk tertarik ke atas, membentuk sebuah senyuman. Uchiha Sasuke -pria berharga diri tinggi dengan wajah besi yang jarang sekali tersenyum. Namun kali ini dia mau tersenyum walaupun sedikit.

Bagaimana tidak mau, perut dan dompet yang tadi kosong -lebih tepatnya perut, kini bisa ter-refill kembali karena kebaikan wanita didepannya ini bersedia mentraktir makanan sebagai tanda balas jasa.

"Kalau begitu, Macaroni Schottel dan kopi hitam."

"E-eh? Itu saja? Boleh pesan lebih, kok. A-aku tidak-"

"Itu saja."

"-keberatan.."

Hinata menundukkan kepalanya. Padahal ayahnya sudah mengirimkan uang bulanan untuknya, bahkan uang bulanan itu lebih dari cukup. Tapi sekarang,samurai-sama malah menolak kebaikannya. Jujur,hatinya yang lembut itu terasa tersayat duri. Padahal, baru bisa bertemu dengannya lagi saja sudah cukup membuat hatinya meloncat ria.

"Yah, kalau aku ingin lagi, aku tinggal pesan saja kan? Toh kau yang membayar. Hm?" Sasuke memang pandai untuk menilik suasana hati orang lain. Pria terpelajarseperti dirinya tidak mungkin kan, membiarkan seorang wanita yang baik seperti Hinata berwajah kusut.

Syukurlah, Hinata kembali tersenyum.

"Boleh panggil 'S-S-Sasuke-san' saja? Aku tidak nyaman m-menyebutmu 'Uchiha-san' terus-menerus.."Wajah putih mulus itu kini sedikit memerah di kedua tulang pipinya.

"Silahkan. Kalau begitu aku panggil kau 'Hinata-san' saja, ya?"

Dengan cepat, Hinata mengangguk-anggukkan kepalanya. Tak terasa 5 menit sudah berlalu. Makanan belum datang, dan suasana menjadi sangat sepi. Tidak ada satu patah kata-pun yang keluar.

"Sasuke-san-"

"Hinata-san-"

Sasuke diam saja, dan duduk tenang sambil memperhatikan Hinata yang kini tengah tertawa tersenyum. "Heh. Kau saja yang bicara"

Seperti biasa, Hinata sedikit terbata-bata saat akan bicara. "Eh... U-umm... Sasuke-san, kau-"

"S'cuse me,ini pesanan anda. Satu macaroni schottel, satu spaghetti carbonara dan secangkir kopi hitam serta teh Darjeeling."

Setelah itu sang pelayan kembali meninggalkan dua konsumen berwajah oriental tersebut. Sasuke kembali memeriksa Hinata yang terkesan kalang kabut untuk menyantap makanannya. Sungguh, ingin rasanya ia menertawakan tingkah laku Hinata yang pemalu.Jangan-jangan perempuan ini menyukaiku.

"Sasuke-san, silahkan dimakan."

Tidak bergeming sedikitpun, Sasuke masih memperhatikan wajah Hinata yang sedikit yang putih mulus, ditambah rona merah jambu yang begitu kontras dan bola mata ungu bening berupa kaca itu begitu indah dipandang. Belum lagi bibir penuh berwarna merah natural yang terlihat menggoda setiap ia bicara.

"Kau akan menjadi model yang cantik,"

Tanpa ia sadari, Sasuke menyuarakan pikirannya. Dan ia sadar, Hinata -si wanita pemalu nan manis itu sudah lebih memerahkan pipinya. Garpu yang ia gunakan untuk menyantap carbonaraitu menjadi tak tersentuh, dan garpu tersebut sudah jatuh sejak 5 detik yang lalu.

"M-m-mak..sud Sasuke-san a-apa?"

Sebenarnya, kalau boleh Sasuke membenamkan wajahnya dikedua tangannya, mungkin ia akanmelakukannya sekarang juga. Tapi, harga diri tingginya tidak mengizinkan perilaku konyol seperti ya, Sasuke adalah mahasiswa jurusan bisnis di University of London. Dan lagi, Sasuke bekerjasambilan sebagai fotografer model di agensi majalahSee It!

Mungkin sebab itulah ia mencintai seni fotografi dan ia juga menyukai memotret orang-orang yangdianggapnya memiliki nilai seni. Dan contohnya seperti Hinata ini.

"Maafkan ketidak sopananku, Hinata-san. Silahkan lanjutkan makanmu."

Hinata mengangguk sambil tersenyum, lalu menyeret kakinya pergi untuk mencuci dagunya yang tadi dengan sialnya terkena saus keju. Melihat Hinata yang sedang mencuci dagunya itu, ia memanggil pelayan dan meminta garpu satu lagi.

Satu setengah jam kemudian, mereka berdua menyelesaikan makanan masing-masing. "Sasuke-san, yang menjual g-gulali! Aku mau membelinya sebentar. A-apa Sasuke-san mau?"

Kini, Sasuke sedang duduk di kursi taman sambil menggambar lingkaran di salju dengankakinya. Aneh memang, seorang penjual gulali berjualan di musim dingin. Walaupun salju tidak turun lagi, tapi tetap saja hal yang aneh dimatanya. Seingatnya, benda merah muda berupa kapas itu hanya dijual jika sedang musim panas, apalagi kalau menyangkut festival musim panas -setidaknya itu yang terjadi di Jepang. Namun lagi-lagi, ini bukan Jepang, ini London.

"Hn. Tidak, aku tidak suka makanan manis."

"Baiklah. Tunggu sebentar."

Saat Hinata berjalan menuju penjual gulali, Sasuke mengeluarkan kamera SLR Canon kesayangannya. Dan dengan sedikit meng-adjust pencahayaan di kamera, ia mencoba memotret sebuah pohon tanpa daun. Saat terasa klop dengan angle yang diambilnya, jari telunjuk kanan itu mulai menekan perlahan tombol kamera dan membiarkan benda canggih itu memfokuskan lensa di objek yang dipilihnya.

Namun entah kenapa, Sasuke menjadi tidak berminat saat merasakan kursi yang ia duduki terasa diduduki oleh orang lain juga. Menoleh ke samping kirinya, dia mendapati Hinata yang kini sedang memakan gulali itu dengan wajah persis seperti anak kecil.

Mata tertutup sepenuhnya, dan seulas senyum terpampang di wajahnya.

Ingin rasanya Sasuke memotret wajah Hinata yang begitu natural di matanya. Memotret wanita di sebelahnya, kemudian menyimpan foto itu untuk dikoleksinya. Ia juga tidak tahu kenapa ia ingin mengabadikan wajah cantik di sampingnya ini.

Tapi…

"Sasuke-san, gulalinya enak sekali. K-kau benar tidak mau?"

Hinata tanpa sadar menjulurkan lidahnya keluar untuk menjilat bekas gulali di dekat bibir bawahnya. Bagaikan terhipnotis, Sasuke menganggukkan kepalanya perlahan.

Tidak memperdulikan segala logika dan harga diri yang berkutat di dalam dirinya, Sasuke memegang pergelangan tangan Hinata dan mendekatkan benda lembut pink itu ke dekat mulutnya dan menggigit gulali itu. Setelah berhasil merasakan rasa manis dan tekstur yang menghilang di lidahnya, Sasuke menatap kembali tatapan Hinata dengan tajam.

DEG!

Bola mata hitam kelam itu kini sedang menatap lurus bola mata berwarna kontras dengan milik Sasuke. Perasaan yang membuat jantung Hinata berdebar ini benar-benar mengingatkannya pada arcade uji nyali di Tokyo Disneyland beberapa tahun lalu.

Saat ia menemani adiknya yang sudah merengek-rengek ingin bermain di arcade menakutkan itu. Tapi bagusnya, debaran hati Hinata kali ini benar-benar berbeda rasanya. Rasa yang kali ini lebih indah, lebih berwarna. Dan rasa ini hanya bisa didapatnya apabila manik kelam itu menatap matanya.

"Lumayan juga."

"Y-ya. S-s-sasuke-san m-mau… lagi?"

Menggelengkan kepalanya, Sasuke kembali berkutat dengan kameranya. Tak ada pilihan lain bagi Hinata untuk bertanya lagi. Sebenarnya ia sangat bahagia akan fakta bahwa Sasuke sudah berbagi ciuman tidak langsung dengannya.

Yah, setidaknya itu yang ada di dalam kepala Hinata sekarang. Dan ia juga tidak menyadari bahwa Sasuke kini sedang mengambil wajah melamunnya dengan benda berlensa yang sejak tadi berada di tangan sang fotografer, Uchiha Sasuke.

.

.

.

.

.

.

Akhirnya, selesai juga.

Kaya'nya Natsu sudah lama ga publish atau update cerita ya ._.

Sekitar... 1 tahun? Kimi ni Todoke belum update, Tetangga Cantik juga belum. Sebenarnya sihgara-gara laptop Natsu kena virus, akibatnya semua data hilang, bahkan chapter-chapter selanjutnya yang sudah siap di-publish juga hilang T.T

Oke, akhir kata, maaf untuk kesalahan-kesalahan atau ketidaknyamanan saat membaca fic ,, baru pertama kali ngetik menggunakan polar office ._.v

Sekali lagi, akhir kata, mohon review serta saran-saran yaaaa :D

Onegai neee M(_ _)M