A/N :: Cerita Vanilla Drops gue publish ulang, karena ternyata pas gue baca itu berantakan banget pada bagian awalnya. Gak jamin sih kalau publishan ulang ini lebih rapih, tapi gak ada salahnya kan gue edit lagi?
Cerita jelas gak berubah. Kecuali penambahan dan penghapusan beberapa kata aja. Dan mungkin ide. Setelah gue baca lagi, ada part yang gak selaras karena perubahan tujuan cerita yang gue lakuin tanpa sadar. Mungkin gak keliatan perbedaannya bagi readers, tapi gue nyadar banget.
Chapter 1: Prolog
Hujan turun begitu deras dan anak laki-laki itu menatap nanar pemandangan didepannya. Sekali lagi dia ditinggalkan oleh yang dia cintai. Apakah dia begitu pantas untuk dibuang? Dicampakan? Dan ditinggalkan? Jika mencintai begitu sakit dia tidak butuh bentuk perasaan seperti itu.
Anak laki-laki berusia tujuh tahun itu meraih, menggendong tubuh anjingnya yang sudah tak bernyawa. Memeluk tubuh yang mulai kaku tersebut, berharap didunia ini dia masih memiliki pegangan. Namun dirinya telah tenggelam dalam kegelapan.
Senyum sang malaikat telah menghilang. Dunianya hanya berupa gambaran kelam, luka yang tergores sejak usianya yang belia terpatri jelas didalam hati. Membekas dan meredupkan cahayanya. Emosinya terkubur didalam hati, tak pernah terukir dalam paras manisnya. Kosong dan hampa.
.
.
.
Disclaimer.
Chara : Tadatoshi Fujimaki & Hyra Z to OC
Original Story : Hyra Z / Hir(z)a
Genre: Sho-ai, Drama, Romance, Family, Friendship, Hurt/Comfort.
Rated: T
Character: Kuroko. T, Akashi. S, Ogiwara. S, Amane Shiori (OC)
WARNING::
Cerita ini mengandung unsur boy love, dan beberapa kesalahan dalam penulisan.
.
Saya tidak menerima Flame.
.
Saya tidak memiliki jangkauan waktu untuk mengupdate cerita ini.
.
Prolog
.
"Tetsuya!" teriak seorang wanita yang bernama Ringo, bibi dari anak laki-laki yang dipanggil namanya tersebut.
Dengan berlari-lari, Tetsuya kecil menghampiri wanita tersebut. Ringo menyipitkan mata saat melihat penampilan Tetsuya yang sangat kotor dan lusuh.
"cih, bocah sial. Apa yang kau lakukan? Kenapa kau kotor seperti itu? kau ingin mencemari rumahku ini ya!"
"Maaf, ba-san. I-ini karena…" Tetsuya mengigit bibir bawahnya, tak sanggup berkata-kata mengingat kejadian didepan rumah. Anjing yang sudah dianggapnya sebagai teman satu-satunya telah mati dan terkubur di tanah dingin belakang rumah.
"Sudah, aku tidak butuh penjelasanmu. Rapihkan rumah ini, aku tak ingin rumah ini tampak lusuh dan menjijikan sepertimu." ujar Ringo. " Pantas saja ayah dan ibu mu tidak menginginkan mu. Ibu mu juga hanya menitipkan mu disini dan bersenang-senang di luar sana. Jika bukan karena uang yang setiap bulan ibumu kirimkan jangan harap aku membiarkanmu tinggal disini."
Tetsuya menundukan kepalanya, hatinya serasa diremas dan air mata tampak menggenang disudut matanya.
"heh, kau menangis bocah? Cih, kau tidak kusuruh untuk menangis! Ambil sapu dan mulai bersihkan. Parasit sepertimu memang tak berguna selain menjadi pesuruh."
Setelah puas memaki Tetsuya, Ringo berjalan keluar rumah. Menggunakan waktunya untuk menghabiskan beberapa uang dan meneguk bir bersama pria-pria yang lebih suka menatap nakal tubuhnya.
Tetsuya meringkuk setelah sosok bibinya menghilang dibalik pintu. Kini rasa sesak didadanya menjadi dua kali lipat dari sebelumnya. Tetsuya hanya menangis dalam kebisuan sesekali terisak pelan tanpa memanggil sebuah nama seperti, 'Okaa-san' atau 'Otou-san'.
― Karena nama itu tak lebih dari luka itu sendiri.
.
oOo oOo
.
Usia Tetsuya menginjak dua belas tahun saat dia kembali melihat ibunya, dan dibawa keluar dari rumah Ringo. Wanita yang menjadi ibu kandungnya memiliki suami baru yang juga memiliki seorang anak seusianya, Tetsuya tinggal bersama mereka dan hidupnya berubah. Bukan lagi alat untuk membersihkan dan merapihkan, bukan lagi sebagai anak yang tak diinginkan. Tapi rasa pahit dan luka yang besar tak bisa hilang dan terlupa begitu saja.
Kebahagiaan polos khas anak-anak telah hilang sejak lama, senyum tulus yang harusnya menghiasi wajah manis itu tak pernah mengembang. Tubuh mungil dan lembut itu telah berdiri tegak dari segala kepahitan yang dialaminya, walau kini warna hatinya telah berubah. Tenggelam diselimuti bayang-bayang, matikah? Tidak ada yang cukup jauh memasuki hatinya untuk bisa tahu.
Tidak ada sampai kisah ini dimulai
.
.
.
I look at my hands and feel sad
Cause the spaces between my fingers
(Vanilla Twilight.)
.
.
.
To Be Continued
.
