Cold
Chapter 1
.
Cold belongs to me
Shingeki no Kyojin belongs to Hajime Isayama
.
Maaf tidak sebagus yang kalian pikirkan, dikarenakan ini fict romance pertama saya (biasa bikin action dan mystery di akun yang satunya). Jadi mungkin pilihan kosa katanya kurang bagus. Oleh karena itu mohon bantuannya.
.
Enjoy
.
.
Normal Pov
.
Hawa dingin terus menusuk kedalam sum-sum tulang gadis itu. Mikasa. Dengan cerobohnya ia tidak membawa jaket saat berangkat sekolah tadi pagi. Padahal ia tau bahwa ini sudah memasuki musim dimana kepingan kristal kecil nan dingin yang biasa disebut salju itu tengah menghujani sebagian besar negara non-tropis di belahan bumi bagian timur.
Ia merutuki kebodohannya tersebut yang membuatnya terpaksa harus menunggu bus di halte ditengah cuaca yang teramat dingin ini. Satu-satunya pelindung yang ia gunakan saat ini hanyalah seragam tipis dan juga rok diatas lututnya.
Sekitar 20 menit ia menunggu bus dengan keadaan yang cukup mengenaskan tadi, akhirnya bus yang ditunggu datang. Yah, setidaknya ia bisa pulang dengan keadaan yang cukup hangat di dalam bus itu.
*ckiit
Bus itu mengerem, pintu terbuka. Mikasa lekas masuk kedalamnya. Sungguh, gadis itu sangat tersiksa dengan cuaca diluar, mengingat sedang keadaan badai dan ia tidak memakai jaket.
'sial.'
Itu adalah kata pertama yang terlintas dibenaknya saat ia baru masuk kedalam bus dan melihat semua kursi didalamya telah ditempati oleh orang lain.
Ia terpaksa berdiri selama perjalanan pulangnya. Yah, ini lebih baik daripada harus berada diluar dengan kondisi terkutuk itu.
"Hei. Mikasa?" ucap seseorang dari arah paling belakang bus.
Mikasa melihat kearah sumber suara tersebut. Seorang lelaki bersurai coklat gelap memanggilnya.
"kemarilah." Sambung lelaki tersebut.
Sungguh, Mikasa tidak kenal dengan lelaki itu. Tetapi entah mengapa ia melangkahkan kakinya ke arah lelaki tersebut.
"kau memanggilku?" tanya Mikasa dengan raut wajah yang biasa mendominasi mukanya, datar.
"Duduklah." Ucap lelaki itu sembari mengangkat tas yang ada di bangku sebelahnya.
"Tadi kupikir semua orang telah mendapatkan kursi. Jadi kutaruh tasku di bangku ini." Sambungnya sembari menepuk kursi di sebelahnya, seolah mengisyaratkan kepada Mikasa untuk lekas duduk di bangku itu.
"Terima kasih."
"Tak masalah."
Hening. Tak ada seorangpun dari mereka yang ingin melanjutkan obrolan. Mikasa lebih memilih untuk sedikit menghangatkan tubuhnya dengan cara menggosok kedua telapak tangannya. Memang terasa sedikit lebih hangat, tapi hawa dingin akan kembali marasukinya ketika ia menghentikan kegiatan tersebut. Sedangkan lelaki di sampingnya lebih memilih melanjutkan kegiatan membacanya.
"Haah~" lelaki tersebut menghembuskan nafas panjang seraya menutup buku yang tengah ia baca itu.
"Tak kusangka kita pulang dengan bus yang sama, Mikasa. Hehe." Ucapannya itu membuat Mikasa kaget dan langsung menoleh kearahnya.
"Maaf, apa kita saling kenal?" tanya Mikasa ke lelaki itu. Ia sungguh tak kenal dengannya.
"Bukan kita, lebih tepatnya hanya aku" apa maksudnya? Mikasa sungguh bingung.
"kau mengenalku?" jujur, Mikasa mulai sedikit risih sekarang.
"hahaha, kau sungguh lucu Mikasa"
"eh?"
"siapa siswa SMA Shigansina yang tak kenal dengan Mikasa Ackerman?"
Mikasa melirik kebagian dada kiri lelaki itu, lebih tepatnya bagian sakunya. Ternyata memang terdapat logo yang sama dengan logo yang ada di saku Mikasa.
Mikasa harus mengakui, dirinya memang termasuk siswi populer di sekolahnya. Cantik, cerdas, dan sikap yang baik membuat ia menjadi idola di sekolahnya. Dan oh, jangan lupakan sifat 'dingin'nya yang menambah daya tarik tersebut.
Lelaki tersebut tengah tersenyum sembari menggaruk bagian belakang rambutnya.
"Kau kedinginan Mikasa? Kau tidak memakai jaket dan bajumu terlihat sedikit basah." Ucap lelaki itu sembari perlahan melepas syal merah yang tengah bertengger dilehernya kini.
Tunggu. Eh? Lelaki itu sekarang melilitkan syal yang baru dilepasnya tadi ke leher Mikasa.
"Pakailah, maaf jika tidak banyak membantu menghangatkanmu." Lanjutnya seraya merapihkan syalnya yang kini tengah berada di leher Mikasa.
Oh Tuhan, kalian harus tau seberapa panasnya wajah Mikasa saat ini. Timbul semburat merah di pipinya yang seolah membuat warna wajahnya menyatu dengan warna syal itu.
Mikasa mengkat wajahnya menghadap ke wajah lelaki itu. Iris emerald dan iris onyx keduanya kini tengah beradu.
Keduanya saling diam di posisi tersebut, saling menatap mata sang lawan. Entah mengapa seolah ada sihir yang membuat mereka terpaku saat kedua matanya saling bertatap satu sama lain.
"mohon perhatian. Kita akan sampai di halte berikutnya, tolong bersiap."
Kalimat sang supir melalui speaker barusan sontak membuat kedua orang tadi kaget. Mereka segera mengarahkan wajahnya ke arah berlawanan.
"a-ano... aku harus berhenti di halte ini, Mikasa." Ucap sang lelaki dengan nada yang gugup.
"e-eh? B-baik" ternyata Mikasa tak kalah gugupnya dengan lelaki itu.
*ckiit
Bus berhenti. Lelaki itu lalu itu bersiap untuk melangkah pergi. Tetapi Mikasa menahannya.
"s-siapa namamu?" ucap Mikasa tiba-tiba sembari menarik kecil baju lelaki yang hendak keluar dari bus itu.
"Eren. Eren Yeager." Ucapnya dengan senyuman sembari menggaruk rambut belakangnya yang ia rasa tidaklah gatal.
"ano... aku harus segera turun Mikasa." Mikasa sempat terpaku saat mengetahui nama lelaki tadi, dan ia sadar ia harus melepas pegangannya pada baju Eren.
"eh? m-maaf." Mikasa melepas cengkraman kecilnya tersebut.
Eren pun melangkah turun dari bus, lalu membalikkan badannya.
"sampai jumpa Mikasa~" ucapnya sembari melambaikan tangannya.
"sampai jumpa. Eren." Ucap Mikasa
Pintu bus tertutup, membuat Mikasa tak bisa melihat sosok lelaki itu lagi.
'Eren...'
Entah mengapa selama perjalanan pulang wajah Eren selalu merasuki pikiran Mikasa. Lelaki itu mengalungkan syalnya ke leher Mikasa. Sebenarnya itu bukanlah hal yang mengejutkan seorang Mikasa mendapatkan hadiah dari pria, mengingat ia adalah siswi yang popouler di sekolahnya. Tetapi, entah mengapa syal dari Eren terasa sangatlah spesial untuknya.
.
Mikasa kini telah sampai di depan pintu rumahnya. Tak tahan dengan cuaca yang seakan ingin membunuhnya secara perlahan, ia segera masuk kedalam rumahnya.
"aku pulang..."
"oh, sudah pulang rupanya." Ucap seorang lelaki yang tiba-tiba keluar dari dapur dengan posisi menggenggam spatula.
"bagaimana? Tadi pagi kan sudah kubilang untuk membawa jaket, lihat dirimu sekarang, kau terlihat seperti mayat sekarang." Sambungnya.
"huh. Iya kak." Ucap Mikasa.
"dasar Levi pendek." Sambung Mikasa dengan nada yang pelan, berusaha agar tidak didengar kakaknya itu.
"kau bilang sesuatu?"
"eh? t-tidak. Hehe." Mikasa lalu segera pergi ke kamarnya, lalu mengganti seragamnya dengan baju hangat.
.
Mikasa melepas syal pemberian Eren, lalu menatapnya.
"mungkin ini akan kusimpan..."
.
.
.
TBC
.
Mind to review?
