Summary: Kandata melihat ke atas pada seutas tipis benang laba-laba yang menjuntai dari kahyangan. Tangannya terjulur ke atas. Ia terjatuh... Tapi Diedrich bukanlah laba-laba ataupun Shakyamuni. Die tidak akan melepaskan tangannya, kalau perlu ia akan ikut jatuh ke neraka! #CrackPairingCelebration
.
.
.
Kenapa harus Diedrich?
Sebegitu bencinyakah Vincent padanya? Apa menurut Vincent dia masih punya rasa tanggungjawab dan moral? Atau mungkin karena ia gampang dikerjai?
Ia berpacu dengan waktu. Di atas dashboard, amplop itu duduk manis bersandingan dengan secarik kertas kecil yang sebelum ini menjadi isiannya. Tulisan tangan khas milik Vincent digoreskan di sana. Diedrich menginjak pedal gas lebih dalam. Mobilnya meraung garang, melesat dua detik lebih cepat dari lampu merah. Keringat dingin mengalir di pelipis kirinya.
'Sialan!'
Mobil-mobil di depannya berjalan lambat-lambat, membuat Diedrich harus merongrong mereka dengan klakson. Coupe hitamnya melesat di antara ramainya kendaraan. Die sangat menyukai tunggangannya tersebut. Tapi kali ini mungkin dia tidak akan ambil pusing jika catnya tergores.
22.50, Sekolah.
Sekali lagi Vincent telah mengirimkan memo kepadanya. Laki-laki itu tahu benar kapan rekannya akan menemukannya. Vincent tidak perlu secerdas Moriarty untuk memastikan di mana sebaiknya ia meninggalkan pesan itu pada Die. Ia cukup meletakkannya di dalam case gitar akuistik sang Rekan. Semua orang tahu kalau Diedric protektif pada gitar kesayangannya itu—semua majalah mempublikasikannya besar-besaran. Sekali lagi pula Diedrich tidak perlu meminjam kemampuan Sherlock untuk tahu arti dari memo singkat yang dikirimkan Vincent. 'Datang atau kaulah yang telah membunuhku'.
Vincent Phantomhive akan melakukannya lagi!
.
.
.
Disclaimer: Yana-sensei (Square Enix)/Yuki-sensei (Hakusensha)
Warning: jaman die ma vincent masih muda lho ya, jadi si die masih kurus *hehehehe*, suicidal behaviour (?), typho, short story based on 'Kaine', summary ngambil dan modif dari 'Kumo no Ito' karya Akutagawa Ryunosuke
.
Good Companion
(uki the great)
.
.
.
Setelah menghisap dan menikmati asap tembakaunya, perlahan Vincent membuka mata. Tangan kanannya meraih batang rokok dari bibirnya dan membuangnya ke bawah. Helai rambutnya mengikuti arah angin bertiup.
Di tempatnya berpijak, Vincent bisa melihat tangan-tangan yang menjulur dari kegelapan menggapai-gapai, seolah ingin menariknya turun. Si pemilik wajah rupawan sekaligus vokalis Endorphines itu malah tersenyum antusias. Yah, ia pun ingin sekali terjun dan berada dalam genggaman tangan-tangan hitam itu. Untuk itu ia berada di sini, bukan?
Kaki kirinya sudah tidak lagi berpijak, mengambang di udara dengan kaki kanan masih menopang tubuhnya. Laki-laki ini membiarkan gravitasi menariknya sedikit demi sedikit. Tinggal melepas pegangan kedua tangannya pada pagar atap almamaternya dan Vincent akan bebas, meluncur dan menghempas permukaan semen di bawahnya.
Vincent menutup matanya lagi.
Lengan kuat melingkar di pundaknya, mencegah Vincent untuk melompat. Si pemilik berkata, "Save!"
"Ck!" Kembali Vincent gagal mencabut nyawanya sendiri.
"Apa kau tahu seharusnya malam ini aku berkencan dengan Mary? Bisa-bisanya kau membuyarkan rencanaku!" Die merutuk sambil mengangkat vokalis band-nya dan membawanya menjauh dari pagar.
"Oh, apa karet pengamanmu akan kadaluwarsa? Atau takut spermamu basi karena lama disimpan?" tanya Vincent.
Die tidak segera menjawab, ia memaksa Vincent memakai jaket kulitnya lagi. "Jangan mengoceh, dasar pemabuk!"
"Mau main di hotel atau di apartemenmu? Boleh ikutan tidak?" Vincent berdiri tidak seimbang, tanda kadar alkohol di dalam tubuhnya sudah melebihi dari yang diperbolehkan dalam berkendara.
"Fuck off!" Die mengacungkan jari tengah pada Vincent.
Gelak tawa Vincent Phantomhive berderai.
Diedrich membiarkan si pemabuk tertawa sendirian. Satu per satu botol-botol bir dimasukkannya ke dalam kantong plastik yang ada di sana. Jelas sekali Vincent yang membeli dan menghabiskan semuanya sendirian. Tapi Die tahu kalau Vincent tidak perlu mabuk untuk berani mengakhiri hidupnya.
"Kau tahu, apa yang akan dilakukan kepala sekolah kalau sampai botol-botol ini ditemukan di tempat sampah sekolah?" tanya si gitaris.
"Apa peduliku, eh?"
"Kau memang brengsek."
"Kau juga, Berandalan."
Die menghela napas. Diliriknya jam tangan, sudah lewat dari dua jam dari waktu bertemu. Kencannya malam ini benar-benar kandas. Dahinya mengernyit dan tatapan matanya serius tertuju pada Vincent yang kini menyanyi lalu berteriak dan tertawa.
"Apa kau tidak capek mengurusnya, Die?"
"Haah ..." Sambil menenteng sekantong botol bir bekas, Die mencoba memapah rekannya. "Ayo pulang."
Vincent yang menyandarkan kepalanya pada bahu Diedrich bertanya, "Ke apartemenku, atau apartemenmu?"
"Diam kau!"
...
Diedrich sudah berusaha untuk menopang Vincent, tapi ia kesulitan untuk membuka pintu apartemen. Ia melepaskan tangannya dari si pemabuk yang kini sudah kehilangan kesadaran dan berkonsentrasi pada lubang kunci yang jadi perkara. Vincent merosot dan bersandar pada kaki Die. Sebelah matanya tertutup oleh rambut poni.
"Hup!" Die mengangkat dan menyeretnya masuk.
Dua sahabat karib itu menginjakkan kaki tanpa melepas sepatu. Sebuah botol bir kosong nyaris mencelakakan mereka berdua. Tirai jendela yang tidak ditutup membuat cahaya lampu dari luar masuk.
Diedrich memapahnya ke kamar. Seluruh anggota Endorphines pernah bermalam di sini, tentu saja ia tahu tanpa perlu bertanya pada Vincent.
Lampu kamar dinyalakan dan Die menjatuhkan Vincent ke atas kasur. Ruangan ini jauh lebih rapi dibandingkan dengan ruang tengah tadi. Di atas meja di samping tempat tidur ada sebuah foto. Vincent dan adik kembarnya.
"Mmm ..." Vincent menggumam tidak jelas.
Die berjongkok dan mulai melepaskan sepatu Vincent. Ia juga melepaskan jaket kulit temannya itu.
"Kau ini menyusahkan," keluh Die pada temannya. Laki-laki yang masih memiliki kesadaran itu meluruskan tangan dan memijat sedikit bahunya.
"..." Pandangan mata Die jatuh pada foto yang ada di samping tempat tidur. Dua pemuda yang memiliki rupa identik saling berangkulan. Senyum keduanya mengembang. "Wajah kalian benar-benar serupa," gumamnya.
Diedrich menoleh dan memandang pada sosok Vincent yang kini tertidur. Pada wajah elok yang selalu dipuja-puja oleh penggemar mereka. Pada kedua mata yang kini tertutup, yang menyembunyikan sesuatu dibalik keegoisannya.
Perlahan tangan kanan Diedrich meraih sisi wajah Vincent. Tanpa bersuara ia menyentuh rambutnya dengan punggung jari lalu bergerak menelusuri tulang alis, mata dan tulang pipi yang dipahat Tuhan begitu sempurna. Jari-jari itu turun mengikuti kontur sisi kiri leher Vincent dan berhenti di kerah bajunya. Ia mencengkeramnya. Wajah Diedrich bergerak maju, hidung mereka nyaris bersentuhan. Sambil memejamkan mata, ia memberi sebuah ciuman pada pipi Vincent.
"..." Die beranjak dan mematikan lampu kamar, lalu menutupnya.
Botol kosong di ruang tengah ia buang ke tempatnya. Kunci milik Vincent diletakkan di atas meja. Diedrich membiarkan tirai jendela tetap terbuka dan keluar, mengunci apartemen temannya dengan kunci cadangan yang ia punya.
Malam ini malam yang sangat panjang, dan Die tidak tahu harus pergi ke mana.
Selesai.
Pojokan author:
Percobaan bikin parodi serius dengan maksa die+vincent nya 'Kuroshitsuji' ikut karakter die+kaine nya 'Kaine'. Untuk lebih jelasnya silakan cari 'Kaine' buatan Yuki-sensei, fanfiksi ini ngambil timeline sebelum kisah komiknya dimulai (makanya ga ada Shinogu ma pemakaman). btw ada yang kepikiran ga kalo masih hidup si vincent juga ndut+keriput kayak diedrich sekarang? Si vincent lebih tua beberapa tahun dari bokapnya lizzie kan *lari dari amukan fans vincent*
Unek2 author:
Eh siapa bilang crack pair dilarang di sini? Siapa bilang rate M cuma buat lemon ma gore doang? M di situs ini buat 16+ keles. Motonya emang Unleashed your imagination sih iya, tapi tetep ada guidelines lah! Yang ga suka crack pair, coba deh dipake filtering nya *kesulut junkfic* viva #CrackPairingCelebration!
