Disclamer : Masashi Kishimoto
Genre: Romance & Drama
(Miss Typo, OOC dan semua kekurangan lainnya)
Happy Reading !
Deidara. Pemuda cantik yang sering dikerjai kedua kakaknya. Dimana orang-orang tak ada yang mau mendekatinya. Lalu, seorang siswi baru malah terus membuntuti dirinya. Kemudian sampai dimana, Deidara mulai terbiasa akan kehadiran siswi tersebut.
Chapter 1
"TIDAK!... Tidak mau!" teriak Deidara. Berlari sebisanya. Menghindari kejaran penuh nafsu dari kakak-kakaknya.
" Oh ayo lah Dei-chan! Bukan kah sudah biasa melakukannya?" rayu salah satu dari mereka yang memiliki penuh tindikan dikedua telinganya. Pemuda berambut jingga itu menyeringai lebar sambil mengedipkan sebelah matanya, membuat Deidara merinding hebat karenanya.
Deidara masih tetap berlari hingga tembok ruang keluarga memojokkannya. Aquamarinenya menatap horror ketiga kakaknya. Pain yang berada di depannya memasang seringai paling lebar. Membuat Deidara ingin muntah melihat seringai menyebalkannya. Lalu disamping kiri dan kanannya ada Hidan dan Kisame si manusia hiu?
"Hidan! cepat pegang kedua tangannya!" perintah Pain pada Hidan yang sejak awal memasang wajah ogah-ogahan. 'Dewa Jashin, ampunkan lah Pain kakakku!' doanya dalam hati. Sedangkan si pirang menatap memelas pada Hidan seolah berkata 'ku mohon jangan!'. Tatapan itu hampir menghipnotis Hidan. Namun tatapan mematikan sang kakak lebih mengerikan. Dengan terpaksa pemuda berambut perak itupun memegang kedua tangan Deidara. Menguncinya dengan kuat.
"HUUUAAAA... KAA-CHAN! TOLONG DEI!" lagi, Deidara kembali menjerit histeris. Meminta pertolongan pada sang kaasan yang sedang sibuk menyiapkan makan malam di dapur. Namun sayangnya nihil. Sang kaasan hanya menghembuskan nafas kesal. Lalu kembali berkutat pada kegiatan sebelumnya. Memotong berbagai sayur untuk kemudian diolah menjadi sup kesukaan sang suami. Bukannya kejam. Hanya saja, wanita paruh baya itu sudah terlampau menyerah dengan kelakuan nakal anak-anaknya.
Kisame tersenyum mengejek, menampakkan sederetan gigi runcingnya "Lihat! Tak ada yang bisa membantu mu!". Di tangannya terdapat berbagai benda yang begitu dibenci Deidara.
"Sudah, mulai saja acara intinya!" Pain ngedumel. Tidak sabar dengan rencananya. Lalu pemuda itu membuka paksa kaos hitam yang dikenakan Deidara. Pemuda pirang itu memberontak tak terima.
Pain menghentikan aktivitasnya sesaat. Mendelik tajam pada adiknya. "Kau bisa diam tidak sih! Seolah-olah aku akan memperkosamu saja!" gerutunya .
Kesal dengan pemberontakan adik pirangnya. Yang dibalas gelengan kuat dari si pirang. Pain mendengus. Tak ingin terlalu menghiraukan berbagai pemberontakan sang adik. Pemuda tampan itu kembali melanjutkan tugasnya. Sesudah kaos itu terlepas. Kini giliran Kisame memakaikan berbagai benda yang sedari tadi di pegangnya. Selesai akan semuanya. Kedua makhluk kejam itu tersenyum puas akan hasil karyanya. Berbeda dengan Hidan yang sejak tadi berdoa meminta ampun pada Dewa Jashin.
"Lihat! Kau tampak cantik dengan semua aksesoris ini Dei-chan!" puji Pain. Menilai hasil karyanya yang disetejui sang adiknya, Kisame. Kini Deidara tampak seperti seorang gadis remaja. Memakai dress biru cerah selutut dengan hiasan bunga mawar dilingkar pinggangnya. Pemuda itu menekuk wajahnya kesal. Kakaknya selalu saja seperti ini. Meninjak harga dirinya sebagai lelaki sejati. Kadang dia ingin marah pada kedua orangtuanya. Tak terima, kenapa lahir dengan wajah cantik seperti wanita begini. Kaasannya ngidam apa sih semasa mengandung dirinya?
Sejak berumur sembilan tahun. Pain dan Kisame selalu membullynya. Memaksanya memakai gaun dan aksesoris wanita dengan alasan karena mereka ingin memiliki adik wanita yang imut dan manis. Biasanya akan ada Sasori. Kakak tertua mereka yang akan membelanya. Namun, sejak sasori melanjutkan studynya di Suna dua tahun terakhir ini. Tak ada yang menolong Deidara yang malang. Bahkan Kaasannya saja tidak bisa membantunya.
"Adik ku benar-benar manis!" pain dan Kisame menepuk pelan kepala pirang Deidara yang dihiasi Bandana merah terang. Pemuda cantik itu hanya mendengus sebal saat telinganya menangkap cekikikan bahagia kedua kakaknya. Arrrrghhh! Kenapa harus ada kakak sekejam mereka di dunia ini? Batin pemuda itu frustasi. Hidan sebagai kakak yang baik hanya bisa memberi support dalam hati. Menyerukan kata sabar berkali-kali dalam hatinya. Berharap sang adik mendengarnya hingga kemudian akan bersikap sabar. (yang benar saja? -_- )
.
.
.
"Makan yang banyak adik ku tersayang!" ucap Pain. Menyumpitkan beberapa potong ikan bakar dan menaruhnya pada mangkuk Deidara. Deidara mendelik tak suka yang ditanggapi seriangan puas sang kakak.
"Jangan memulai keributan, Pain!" sang kaasan memperingati anak keduanya itu. Takut jikalau mereka akan membuat keributan di meja makan seperti seminggu yang lalu. Dimana Pain yang memulai menggoda adik cantiknya hingga berakhir dengan Deidara yang menyiramnya dengan kuah kari.
Mendengarnya, Deidara tersenyum penuh kemenangan dan Pain hanya mendengus malas.
"Ah ya, perhatikan lagi pelajaranmu. Jangan sampai tidak lulus lagi tahun ini!" sambung Tousan mereka. Memberi sedikit wejangan pada putranya yang agak bersikap berandalan itu. Onixnya menangkap wajah kesal Pain kala dirinya menyelesaikan kalimatnya. Lalu, onix itu beralih menatap satu persatu putranya. Bermulai dari Pain. pemuda penuh tindikan di telinganya itu tak capek-capeknya tersenyum aneh sambil memperhatikan Deidara makan. Lalu onixnya berlanjut menatap Hidan yang makan dengan tenang kemudian Kisame yang makan dengan lahap bak orang kelaparan sampai pada Deidara yang makan dengan manisnya. Kepala hitamnya hanya menggeleng-geleng pelan. Tatkala memperhatikan dandanan putra bungsunya. Pasti ulah Pain dan Kisame yang memakaikan dress dengan semua aksesoris wanita itu pada si bungsu. Pria paruh baya yang lebih di kenal dengan nama Itachi itu tau betul. Kedua anaknya itu memang suka sekali mendandani adik bungsu mereka. Padahal mereka sudah remaja.
Dia jadi ingat. Kejadian delapan tahun yang lalu. Dimana dirinya tertipu mentah-mentah ulah dua bersaudara nakal itu. Saat dia pulang bekerja dan begitu histeris mendapati seorang gadis kecil berambut pirang panjang duduk manis di ruang keluarga rumah mereka. Menonton serial doraemon kesukaan Deidara. Hampir saja dirinya menelpon polisi untuk memberitahukan ada anak hilang yang tersesat di rumahnya. Hingga akhirnya Karin, sang istri tercinta menjelaskan dengan sabar jikalau gadis manis itu putra bungsu mereka. Uciha sulung itu nyaris pingsan saat mengetahui kebenarannya dan berakhir dengan dirinya yang ditertawai habis-habisan oleh Pain dan Kisame.
Kembali dari ingatan memalukan itu. Itachi menghela nafas.
"Ada apa?" tanya Karin khawatir. Wanita berambut merah itu langsung menoleh tatkala pendengarannya menangkap helaan berat suaminya. "Apa ada masalah di kantor?"
Itachi menggeleng pelan. "Tidak ada!" jawabnya sambil tersenyum. Melihat senyum simpul sang suami. Karin pun percaya dan kemudian kembali melanjutkan makannya.
'Bukan masalah kantor. Tapi masalah putra-putra kita yang aneh ini!' Itachi menambahkan dalam hati. Mirisnyaaa.
.
.
.
Sepanjang perjalanan melewati koridor sekolah. Aura hitam mengerikan tak henti-hentinya mengelilingi sekitar tubuh pemuda pirang itu. Padahal ini masih pagi. Apa yang menyebabkan pemuda cantik itu menyebarkan aura seram?
"Suit...suit! Dei-chan, hari ini cantik sekali!"
"Dei-chan! Kenapa rambutnya dikucir?"
"Akan lebih cantik kalau di uraikan! Hahahaha..."
"Hei..hei... itu Deidara-chan? Wah, dia selalu tampak cantik dan menggemaskan ya?"
Perempatan siku-siku makin tercetak jelas di pelipisnya. Tatkala kembali mendengar seruan-seruan memuakkan itu. Berusaha untuk tak menggubrisnya. Deidara berjalan cepat menuju kelasnya yang lumayan tenang menurutnya. Ah beruntung juga. Tousannya menyekolahkannya terpisah dari kakak-kakaknya. Mungkin sekolah akan jadi lebih mengerikan jikalau ada dua makhluk itu.
"wah...Dei-chan sombong sekali hari ini!" olok siswa-siswa bandel yang sedang nongkrong tak di jelas di depan kelas. Tawa riuh terdengar nyaring dari sekelompok anggotanya. Membuat Deidara makin geram. Bukan kah sejak awal mereka mengoloknya. Tak sekalipun dia berniat menjawab sapaan mereka? Jadi, apanya yang sombong? Lagipula, kenapa semua orang melihatnya seperti wanita sih? Arrrghh...ingin rasanya Deidara menyerang dan memukuli mereka hingga puas kemudian baru akan berhenti setelah mereka mengakuinya sebagai seorang pria. Menyedihkan.
Oh Tuhan, bisakah ada keajaiban di sini? Hati kecil Deidara berdoa dengan ikhlas.
Entah mengapa, Deidara berdoa kali ini. Ataukah karena merasa sangat dongkol dengan kelakuan-kelakuan mereka semua? Cukup sudah. Kesabarannya mulai habis.
BRAKKK
Puluhan pasang mata langsung melihat kesumber suara. Saat telinga mereka menangkap suara tas yang dihempaskan kepermukaan meja. Terlihat seorang pemuda berambut pirang panjang yang dikucir rapi menghempas duduk di kursinya. Kemudian, setelahnya beberapa kaum hawa itu akan saling berbisik. Bergosip ria ala mereka. Menjadikan si pemuda cantik yang menimbulkan suara berisik tadi topik hangat dalam gosip menghebohkan. Kemudian, Deidara akan dengan sabar mendengar bisik-bisik mereka yang terlampau keras.
.
.
.
"Perhatian semuanya!"
Seorang guru muda bermasker berteriak malas pada anak didiknya.
"Ya!" hanya beberapa siswa yang mau memperhatikan guru mereka yang dikenal dengan nama Hatake Kakashi.
Deidara yang sejak tadi memperhatikan luar jendela menolehkan aquamarinenya sebentar. Pria tinggi dengan rambut perak mencuat melawan gravitasi yang menyapa penglihatannya dan tunggu dulu. Disamping guru pemalas itu ada seseorang lagi. Seorang gadis dengan rambut indigo panjang berdiri gugup sambil memegang ujung roknya.
"Kita mendapat teman baru. Siswi pindahan dari Suna Gakuen. harap kalian bisa berteman dengannya." Jelas Kakashi. Yang kemudian disambut dengan sorak-sorak tak sopan dari beberapa siswa.
"Nah Hyuuga! Perkenalkan namamu!" sambung guru tampan itu lagi. Gadis di sampingnya mengangguk mengerti.
"P...perkenalkan. nama saya Hyuuga Hinata! Salam kenal!" gadis yang mengaku nama Hinata itu menunduk.
"Kau bisa duduk di sana, Hinata!" Kakashi menunjuk satu-satunya kursi tak berpenghuni di samping Deidara. Tak butuh waktu lama untuk Hinata menuju kursinya.
"Yahhh Sensei, tukar saja dengan Kiba! Biarkan Hinata-chan duduk di samping ku!" protes salah satu dari mereka yang bersorak tadi. Sirambut jabrik, Naruto. Kakashi hanya diam tak menghiraukan. Protes seperti itu sudah terlampau biasa.
"H...hei... kenapa tidak kau saja?" siswa yang bernama Kiba balas menunjuk Naruto dengan tampang kesalnya. Kemudian terjadilah keributan kecil diantara mereka.
"Jika kalian tak bisa diam! Silahkan berdiri dengan satu kaki di depan!" lerai kakashi mengancam mereka. Dirinya mulai malas mendengar keributan itu. Naruto dan Kiba menurut. Meski tampak sekali jikalau mereka terpaksa.
"S...salam kenal!" Hinata tersenyum dan sedikit membungkuk sopan pada pemuda pirang di sampingnya. Kemudian dibalas dengan tatapan 'jangan dekat-dekat padaku!' dari sipemuda pirang. Melihatnya, Hinata memilih diam dan mendengarkan Kakashi menjelaskan beberapa materi pelajaran matematika mereka. Padahal Hinata sudah bersusah payah menghilangkan gugupnya hanya untuk menyapa teman sebangkunya.
To be continue
Terima kasih sudah mau membaca!
Maaf, jika masih banyak kalimat-kalimat yang berantakan dan monoton.
Sampai jumpa dichapter selanjutnya! ^-^
Mohon kritik dan sarannya dari para readers!
Arigatou ''-''
