You Do Not Know
Author : Ryeong
EXO Member : Kim Jongin and Do Kyungsoo
Disclaimer : EXO Belong To Themselves, Their Family and God.
888
Bagi Do Kyungsoo, hidupnya adalah sebuah kesalahan.
Di benaknya, terlahir dalam keluarga berkecukupan, mempunyai prestasi yang menjanjikannya lulus tes masuk perguruan tinggi bergengsi, ibu yang selalu memberikannya semangat setiap hari, semua itu belum cukup tanpa pengakuan dari seorang Ayah.
Ayahnya adalah seorang pekerja keras dengan sifat dingin dan penuh wibawa. Sosok Do Seungsoo yang mempunyai garis wajah yang tegas menunjukan kerasnya pengalaman yang telah ia lewati. Pemikirannya yang cerdas telah membawa perusahaannya memayungi daratan Asia dan Amerika. Sifatnya yang workaholic membuatnya selalu sibuk meski ia telah menikah dengan ibunya, Lee Kyunghee. Menjadikan pasangan itu hanya mempunyai satu anak laki - laki, anak tunggal, Do Kyungsoo.
Ayahnya jelas menginginkan sosok anak laki - laki yang kelak akan didiknya untuk menjadi seperti dirinya. Meski Ibunya selalu berkata bahwa ia masih kecil dan belum waktunya untuk dididik sang Ayah, Kyungsoo tahu, jika Ayahnya tidak menginginkan sosok anak laki - laki seperti dirinya.
Kyungsoo mewarisi otak cerdas sang Ayah, sayang fisiknya tidak pernah sama dengan sang Ayah. Ia terlahir dengan tubuh kecil dan lemah. Kyungsoo sering sakit, bahkan tidak jarang mengikuti ujian dengan gelang rumah sakit melingkar di pergelangan tangannya.
Hal tersebut yang menjadikan Ayahnya tidak pernah melihat sosoknya meski ia mengalungi medali emas olimpiade. Berpuluh piala sengaja dipajang Ibunya di ruangan utama, bermaksud agar Ayahnya melihat semua itu namun sosoknya tidak pernah digubris oleh sang Ayah.
Bahkan, hari ini, hari kelulusannya dari sekolah menengah atas. Ia menjadi lulusan terbaik, Ibunya membawa sebuket bunga dan kamera DLSR hanya untuk mengabadikan moment berharga anaknya. Namun, Ayahnya bahkan tidak sudi untuk menghadiri upacara kelulusannya.
Kyungsoo berbohong pada Ibunya bahwa setelah upacara kelulusan ia akan berkumpul bersama temannya yang lain untuk merayakan kelulusan mereka. Namun setelah melihat Ibunya telah menghilang di balik tikungan dengan mobil mewahnya, Kyungsoo yang telah menitipkan piagam serta medali miliknya pada sang Ibu, berbalik dari kerumunan teman - temannya dan berjalan menjauh.
Hanya dengan kemeja yang membalut tubuh kecilnya, Kyungsoo tahu dalam beberapa jam lagi ia akan jatuh sakit karena tubuhnya tidak tahan dengan angin malam dan sekarang ia hanya memakai pakaian tipis bahkan tanpa jas.
Kyungsoo membawa kakinya melangkah hingga kini iris hitam kelam miliknya menemukan sungai dengan pantulan cahaya lampu kota metropolitan didepannya. Ia mendudukan dirinya di atas sebuah rumput dan memeluk lututnya.
"Setelah berjalan tanpa arah, dan akhirnya kau berhenti disini, eh, Do Kyungsoo?"
Kyungsoo memutar bola matanya malas, suara ini, suara yang ia kenal. Dan menjadi beban nomor kesekian baginya. Entah kenapa orang itu berada di tempat seperti ini, seharusnya ia sedang berada di klub malam dikelilingi gadis - gadis seperti yang sering dibincangkan teman - temannya tentang pemuda itu.
"Kau mengikutiku, eh—"
Siapa yang tidak tahu jika orang ini yang selalu membuat kepalanya berdenyut karena memikirkan kasus anak berandal yang harus ia tangani langsung sebagai presiden siswa. Anak yang sayangnya seorang pewaris tunggal dan peringkatnya selalu membayangi Kyungsoo semenjak sekolah dasar,
"—Kim Jongin?"
"Kalau iya, apakah sekarang kau mengakuiku, Putra Do Seungsoo?"
Kyungsoo berdecih, namun hal tersebut membuat pemuda yang berdiri disampingnya terkekeh pelan dan mulai mendudukan dirinya disamping Kyungsoo. Sedangkan pemuda mungil itu menatap lurus sungai dihadapannya tanpa melirik pemuda disampingnya yang kini menatapnya. Dan lama kelamaan hal tersebut membuat Kyungsoo risih.
"Kau menyukaiku?" tanyanya sarkastis, bola matanya bergulir menatap sepasang bola mata obsidian dihadapannya. Sayangnya Kyungsoo selalu mengambil langkah yang salah setiap matanya menatap iris kelam Kim Jongin.
"Tentu."
"Sial,"
Jongin, atau orang - orang memanggilnya Kai, mulai tertawa. Namun Kyungsoo menafsirkanya sebagai tawa mengejek yang selalu pemuda itu lakukan. Dan Kim Jongin telah masuk ke dalam daftar orang yang ingin ia goreng bersama ayam - ayam yang selalu dibeli Ibunya.
"Wajahmu manis, tapi sayangnya mulutmu tidak semanis wajahmu."
"Berisik."
Hening membuat Kyungsoo cukup penasaran mengapa pemuda ini diam. Biasanya Kim Jongin akan mengejeknya tanpa henti hingga Kyungsoo yang harus mengalah dan menyembunyikan dirinya di perpustakaan atau toilet.
"Aku serius." Dahi Kyungsoo mengerenyit, tidak mengerti dengan apa yang baru saja diucapkan pemuda disampingnya. "Maksudmu?"
Terdengar helaan nafas, Jongin kini membawa matanya menatap sungai dihadapan mereka. Hening kembali sebelum ia berujar,
"Aku serius. Aku mengikutimu sejak upacara, melihatmu ragu - ragu kemana kau melangkah, dan aku tahu, kau membohongi Ibumu."
"Kau tidak tahu apapun, termasuk Aku membohongi Ibuku atau-"
"Aku mengetahuinya, Kyungsoo. Aku tahu. Termasuk bagaimana perasaanmu terhadap Ayahmu dan bagaimana beliau memperlakukanmu. Kau bersamaku semenjak kita kecil, Kyungsoo."
Kyungsoo memandang Jongin sarkastik, namun seringai dibibirnya menghilang saat wajah itu kini mentapnya dengan serius. Hingga perasaan kesal kini mulai muncul ke permukaan,
"Kau tidak tahu apapun."
"Aku mengetahuinya."
"Kau tidak-"
Kyungsoo tertegun, matanya membulat begitu Jongin menatapnya terlalu dalam hingga matanya hanya memantulkan sosoknya yang kini tersulut amarah.
"Ayahmu tidak mengakuimu, bukankah begitu-"
Kyungsoo muak, kesabaran yang telah ia pendam bertahun - tahun kini telah mencapai batasnya. Ia muak dengan apa yang selalu orang katakan tentang dirinya yang berbeda dari Ayahnya. Dengan wajah memerah menahan tangis dan amarah, Kyungsoo berdiri tegak dan menatap Jongin yang balas melihatnya dengan raut wajah yang Kyungsoo tidak ketahui.
"Kau tidak tahu apapun!" Kyungsoo menjerit, air mata mulai mengalir membasahi pipi bulatnya. Tubuhnya bergetar, ia telah mencapai batasnya.
"Kau tahu," Kyungsoo menghirup nafas sebelum mengeluarkannya dengan perlahan, Jongin menatapnya menanti apa yang ia hendak ucapkan. "Aku memang mempunyai Ayah yang dapat dibanggakan, kau juga. Tetapi kau mempunyai Ayah yang membanggakanmu,"
Jongin diam. Perlahan Kyungsoo melengkungkan sebuah senyuman kecut, "Tidak ada anak laki - laki yang ingin diabaikan Ayah mereka. Dan Aku merasa gagal,"
"Kau tidak diabaikan, Kyungsoo."
"Lalu kau sebut ini apa?!"
Angin berhembus kuat, dan hanya terdengar suara isak tangis Kyungsoo yang kini tak dapat dibendung lagi. Pemuda kecil itu mulai merasa seluruh tubuhnya ngilu, tubuhnya mulai tidak sejalan dengan hatinya yang terus bertahan.
Ia berjalan mendekati pembatas, pemuda itu menatap tanah dibawahnya yang berhadapan dengan sungai yang dalam dan dingin. Ia mulai membayangkan jika ia dapat menenangkan diri disana, tanpa siapapun yang dapat mengganggunya.
Kyungsoo memejamkan matanya, anak rambutnya terbang dengan nakalnya menggelitiki dahi. Ia memejamkan mata, dan tubuhnya mulai terasa ringan dan tanpa sadar tubuhnya terhuyung kedepan.
"Sedikit lagi, Kyungsoo. Bertahanlah, bukankah saat ini Ayahmu mengajarkanmu bagaimana cara bekerja keras dan bersabar? Hidupmu baru 17 tahun, dan bayangkan, berapa tahun Ayahmu bekerja keras hingga seperti sekarang?"
Hangat memeluk tubuh Kyungsoo, sepasang lengan melingkar di bahu dan pinggangnya. Kyungsoo menutup matanya saat mendengar hembusan nafas Jongin yang menyapu lehernya.
"Ayahmu memulai karir bisnisnya sejak ia berumur 17 tahun. Tanpa kuliah di universitas dan jatuh berkali - kali karena ditipu rekan bisnis, ia harus melanjutkan perusahaan Ayahnya karena kedua orang tua beliau meninggal karena pembunuhan berencana. Cobalah hitung, berapa tahun ia bersabar hingga kini ia mencapai puncak karirnya sekarang?"
Jongin mengeratkan pelukannya di tubuh Kyungsoo,
"Aku mengetahuinya karena Ayahku menceritakannya padaku. Ayahmu adalah orang yang menjadikan Ayahku sukses seperti sekarang. Jangan menyalahkan Ayahmu, Kyungsoo. Ia mempunyai sifat yang tertutup hingga ia menjadi dingin seperti sekarang. Dan apakah kau tahu apa yang sering diucapkan Ayahmu saat ia berkunjung di kantor Ayahku?"
Kyungsoo membuka kedua matanya, merasa tubuh yang direngkuhnya bergerak, Jongin melepaskan tautan lengannya untuk melihat pemuda itu berputar dan menatapnya.
"Anakku, Do Kyungsoo, adalah anugrah tuhan yang diberikan padaku dan Kyunghee."
Kyungsoo menangis, dan Jongin merengkuh kembali Kyungsoo agar ia menumpahkan seluruh tangisannya. Jongin terdiam saat mendengar tangis itu kian memilukan dan memecah telinga. Ia tahu seberat apa beban yang dibawa pundak kecil ini,
"Ayahmu hanya tidak tahu bagaimana cara mengungkapkan perasaannya padamu, Kyungsoo. Ia juga tidak pernah mendidikmu langsung karena ia ragu, jika ia akan melukaimu. "
"Apa kau mengetahui ini? Ayahmu hampir gagal dalam sebuah meeting dengan investor besar karena beliau selalu tidak fokus. Ia berulang kali menatap ponselnya, berharap ibumu memberi kabar, Apakah anak mereka dapat tetap bertahan?"
Kyungsoo meremas kemeja belakang Jongin dengan kuat, membuat kemeja itu kusut untuk kesekian kalinya. Hening, hanya terdengar deru angin dan tangisan Kyungsoo yang mulai mereda.
"Brengsek,"
Jongin terkejut, ia melepas pelukannya pada Kyungsoo dan menatap pemuda itu nyalang, "Ya! Kau tidak boleh—"
Kyungsoo memukulkan kepalan tangannya di dada Jongin, semakin lama dan ia menumpahkan kesalnya dengan memukul Jongin, "Kau brengsek, Kim Jongin! Kenapa kau memberitahukannya padaku hah?! Aku membencimu! Aku benci—"
Jongin tertawa keras, terang saja jika pemuda di depannya tengah malu. Kyungsoo selalu mengumpat untuk mengekspresikan rasa malunya. Rona merah di pipi, dan kepalan tangannya yang memukulnya tanpa tenaga. Jongin kembali menarik Kyungsoo kedalam pelukannya. Tawanya mengalun bersama dengan rengekan Kyungsoo,
"Aku membencimu!"
Jongin tidak dapat menahan senyumannya saat pemuda itu berucap benci padanya, saat lengan itu memeluknya begitu erat.
"Ya, kau 'membenciku' Do Kyungsoo."
888
Do Seungsoo menutup pintu utama rumahnya. Ia baru saja menghadiri meeting dengan investor Jepang untuk perusahaan cabangnya. Rumah megah dan luasnya sepi. Jelas karena sekarang pukul 2 pagi, istri serta anaknya pasti sudah terlelap.
Ia melangkahkan kakinya sedikit lunglai akibat lelah yang ia derita. Pekerjaannya begitu menumpuk, dan tidak semua bawahannya dapat ia percaya kecuali Kim Dongwoo. Tubuhnya telah bertambah usia, dan membuatnya harus menemukan secepat mungkin penerus saat ia pensiun nanti.
Seungsoo menaiki anak tangga satu persatu, hingga ia berhenti di anak tangga ke sepuluh saat menyadari seseorang berdiri di bawah tangga.
"Abeoji,"
Seungsoo tidak bergeming. Ia tetap pada pendiriannya yang tidak berbalik ke belakang untuk menatap putranya yang kini berdiri dengan kaki bergetar.
"Apa abeoji pernah melihatku, untuk satu kali saja?"
Seungsoo tak menjawab, namun diamnya itu membuat anaknya yang berdiri di bawah tangga mulai terisak,
"Abeoji, aku belajar hingga larut hanya untuk membuatmu bangga. Aku menjatuhkan lawanku di olimpiade hanya untukmu, Abeoji. Aku.. Aku bahkan tidak menyantap makan siangku dan memilih membaca buku - buku tebal itu. Aku melakukan semua ini karena Aku ingin Abeoji melihatku."
"Aku tidak ingin mengecewakanmu, Abeoji. Aku tidak peduli jika setiap tahun Omonim yang membawa laporan hasil belajarku. Aku bahkan tidak peduli, jika Abeoji memilih rapat dengan investor dari Jepang itu daripada menghadiri upacara kelulusanku."
Seungsoo menghela nafasnya, detik kemudian ia mendengar jeritan anaknya saat kakinya mulai melangkahi anak tangga,
"Aku, Do Kyungsoo, adalah putramu Abeoji!"
Teriakan itu menggema di tengah luasnya rumah yang ia miliki. Seungsoo menutup matanya saat mendengar tangisan pilu anaknya. Seungsoo menarik nafas dalam sebelum mengucapkan sebait kata untuk putranya.
"Do Kyungsoo..."
Kyungsoo membuka telapak tangan yang semula menutupi kedua wajahnya, dan apa yang diucapkan Ayahnya membuatnya terbelalak dan memaksa air mata meluncur kembali dari kedua matanya.
"..kau adalah anugrah tuhan yang aku miliki."
Sesak di dadanya menghilang, dan Kyungsoo dapat melihat sosok Ayahnya yang berbalik menatapnya di atas tangga. Segaris senyum sosok Ayah yang ia rindukan tercipta untuknya.
"Bangunlah, Nak."
Kyungsoo tak dapat lagi membendung hatinya yang dibanjiri rasa bahagia. Begitu membuncah dan melimpah saat Ayahnya mengulurkan tangan dan Kyungsoo segera memeluk erat tubuh Ayahnya untuk pertama kalinya.
Kyungsoo menangis, ia menangis di pelukan Ayahnya.
"Aku mencintaimu, Appa."
Seungsoo menepuk kepala Kyungsoo saat putranya itu berucap demikian. Ia tersenyum pada sosok istrinya yang telah berurai air mata di balik dinding.
Kyungsoo menemukannya. Sosok Ayahnya yang ia rindukan selama ini.
888
Kim Jongin melangkahkan kakinya dengan angkuh di sebuah lorong perusahaan raksasa milik keluarga Do. Ia berhenti di depan sebuah lift, dan melangkah masuk ke dalam lift kosong tersebut. Ia menekan lantai dasar dan lift mulai meluncur.
Pintu lift terbuka saat ia berada di lantai 7. Jongin menunduk begitu mendapati sosok itu adalah Do Seungsoo.
Pintu lift kembali tertutup, lift itu mulai bergerak mengantarkan Jongin dan Do Seungsoo.
"Kau yang memberitahunya?" suara itu berujar dingin dan tegas, Jongin hanya mengangguk pelan,
"Ya, sajangnim."
Sosok itu berbalik, menatap Jongin dengan seringai yang menjadi senjata Do Seungsoo menjatuhkan lawan bisnisnya, "Aku harus menghukummu, anak nakal."
Jongin tersenyum kecil, dua sosok itu saling melempar seringai,
"Dengan senang hati, Do Sajangnim."
888
"Appaaa!"
Seungsoo menarik nafas dalam dan kembali mengambil korannya yang terjatuh, disampingnya istrinya kembali merangkai bunga. Seungsoo hendak menyeruput kopi nya kembali sebelum sepasang lengan pucat milik anaknya melingkari pundaknya.
Seungsoo tersenyum kecil saat putra satu satunya itu merengek manja dan meluluhkan sifat kerasnya. Tubuh kecil Kyungsoo kemudian menyelip di bawah lengannya. Seungsoo menepuk pucuk kepala Kyungsoo saat putranya menyerahkan lembaran kertas dihadapannya.
"Jadi, apa yang membuatmu mengejutkan Appa dan Eomma?"
Kyungsoo tersenyum lebar, "Appa, Appa, aku diterima di SNU!"
"Benarkah?" tanya Seungsoo, Kyungsoo mengangguk "Tentu saja, Appa! Aku peraih nilai terbaik, meski ugh, berbeda satu angka dari Jongin, tapi aku peringkat satu seperti permintaan Appa!"
"Jadi Kai ada di bawahmu? Appa tidak percaya, anak itu…"
"Appa memanggilnya Kai?"
Seungsoo mencubit main main pipi tembam anaknya yang kini menggembung kesal, "Kenapa Appa memanggilnya dengan nama seperti itu? Aku cemburu, Appa. Eomma juga!" ujar Kyungsoo saat Ibunya tertawa halus mendengar ucapannya.
"Jadi, apa besok kita pergi ke Jepang?" tanya Kyungsoo
Kyunghee mengangguk, "Tentu, sayang."
"Aku mencari paspor dulu," Kyungsoo berlari dengan tawa riang. Pemuda tujuh belas tahun itu terasa berada di mimpi, namun sayangnya kakinya yang tergelincir membuatnya sadar, jika Ayahnya melihatnya sekarang.
"Hati-hati, sayang!" Kyunghee berseru saat putranya bangkit berdiri dan kembali berlari menuju lantai atas. Wanita paruh baya itu menatap suaminya yang kini menyesap kopi nya dengan santai. Seakan tidak menyadari bahwa putranya baru saja jatuh tergelincir.
"Bagaimana bisa?" tanya Kyunghee.
Seungsoo yang menyadari pertanyaan itu terlontar padanya segera menyimpan cangkir kopi miliknya. Ia menaikan kaca mata bacanya yang sedikit melorot, "Kai dan Kyungsoo memiliki kecerdasan yang sama. Hanya saja Kyungsoo belum mempunyai pengalaman seperti Kai. Kurasa bocah itu sedikit mengalah pada Kyungsoo."
"Jadi, apa Kai yang memberitahukan Kyungsoo tentang hal itu?"
Seungsoo mengangguk, "Ya. Dan aku memberikannya sanksi atas tingkahnya selama ini pada anak kita. Kudengar ia sering mengejek Kyungsoo di sekolah. Tapi, meski sejahat apapun Kai padanya, bocah itu masih mencari cari Kai saat ia mempunyai masalah."
Dahi Kyunghee berkerut, "Sanksi?"
Seungsoo menyeringai, ia melemparkan sebuah amplop berwarna merah darah ke atas meja bulat di atasnya. Kyunghee menatap suaminya tak percaya, "A-Apa?"
"Anak itu berencana melakukannya di Jepang."
"Hah?"
Engagement Invitation
Proud Of Family
Kim Jongin and Do Kyungsoo
Japan, 21 April 20xx
A/N
Annyeonghaseyo! Fanfic Kaisoo untuk chingudeul, maaf ya absurd, kkk
Sebelumnya, Ryeong ingin ngucapin terimakasih yang sudah baca maupun review Fanfic Ryeong sebelumnya, maaf nggak bisa bales review nya satu-satu,
Tapi, kita bisa berteman kan? Ryeong on Facebook
Dan, jika berkenan, chingudeul mau baca FF Ryeong lainnya? Chingu bisa lihat di profil Ryeong, disana ada Fanfic Taoris couple dan Chanbaek. Untuk couple lain menunggu ya~
Maag Ryeong cuma bisa publish Oneshot saat ini, tapi ada kabar gembira buat chingu semua *iklan* Ryeong udah nyiapin sequel FF ini, kalau pembaca suka dan mau, Ryeong pasti publish!
Annyeong! *^▁^*
