When I fall...

You're save me

Even if...

I'm nothing

.=.=.=.=.=.=.=.=.=.=.=.=.=.=.=.=.=.=.=.=.=.=.=.=.=.=.=.=.=.=.=.=.=.=.=.=.KimTaeHyung

.

Mimpi buruk menghampiri, tak ada selingan indahnya daun maple yang jatuh ditengah musim dingin, burung enggan berkicau, matahari berlindung dibalik awan, jaket tebal melekat pada tubuh kurus yang menggigil, tak ada pelukan kasih sayang, tak ada kaus kaki berwarna, hanya sepasang sepatu kumuh yang berlubang, tak layak pakai dan robek di setiap sisi.

Susunan kardus cukup untuk membuat seorang Kim Taehyung bertahan, ia tak memiliki apapun, kemampuan spesial dalam dirinya tak membuktikan kepribadiannya yang labil, terkadang ia tegas, terkadang ia menjadi seorang yang mudah mengalah, 'Menyebalkan' Tae menggerutu ketika jemarinya mulai membeku. Tak ingin membatu dan menjadi bangkai berbau, Tae bangun dari tidur, menelusupkan telapak tangannya pada saku, memendekkan ceruk dan berjalan gontai menginjak putihnya salju.

.

Sebuah mobil melaju kencang, pengemudi merasa pada klimaks sperma-nya mendengar desahan wanita jalang yang mendesah kenikmatan "ah, ah, ah, ah, Jiwon-shi, ah. Aku sudah tidak tahan, Jiwon-shi" tuannya, Kim Jiwon mempercepat gerakan pinggulnya, menyodokkan kejantanannya pada lubang kecil hangat, rok pink yang dipakai sang wanita mengkerut hingga pusar, paha mulusnya terbelah dua, mereka berada di kursi penumpang sedang bercinta, dan seorang pemuda bersurai coklat melintas di zebracross, kaca mobil yang transparan memperlihatkan tragedi mengerikan, hingga pecahan kaca terjun kedalam mobil.

BRAK, PRANG, Jiwon menghentikan aktivitas panasnya, tubuhnya menerjang keras wanita dibawahnya, sekarang wanita itu mengadu kesakitan, sungguh tubuh Jiwon itu atletis, tegap, besar dan berat, tidak salah lagi tubuh semok seputih susu milik wanita tersebut akan membiru setelahnya.

Jiwon membuka paksa pintu mobil sambil membenarkan resleting celananya, sang supir sudah keluar dari tadi, ia melihat pemuda yang ditabraknya tergenangi darah yang mengucur dari kepalanya. Jiwon yang hilang kesabaran langsung menendang supir yang gelagapan hingga babak belur, awalnya Jiwon tidak tau sang supir menubruk apa, ia hanya ingin menghabisi bawahannya yang tidak becus dalam bekerja dan ketika darah yang mengalir di aspal sampai pada sepatu hitam kinclong Jiwon, ia terlonjak kaget.

Pemuda asing berandal yang berpakaian asal, tak punya style dan landasan itu tergagap dalam mengeja kata, nafasnya putus-putus "Arg, ha, ha" seakan menjemput ajal, arwahnya mungkin akan terlepas dari tubuhnya jika saja Jiwon sang Malaikat, tidak membawa Kim Taehyung yang meneteskan air mata ke rumah sakit super besar, mewah, mahal dan nomor 1 di Kota.

.

Sudah satu tahun Taehyung terlelap, mengalami koma di ruangan putih didominasi AC yang menusuk kulit, alat bantu pernafasan dan makan dipakai, tabung oksigen tepat berada disisi tempat tidur, tubuh Taehyung yang telanjang tertutupi selimut tipis bergaris.

Kim Jiwon berada di pinggir jendela rumah sakit, punggungnya menyandar pada tembok "Jika kau tidak bangun sekarang, matilah" ucap Jiwon sinis dengan seringaian di bibir, ia muak dengan insiden yang menjeratnya, Jiwon dihukum oleh ayahnya untuk 1 tahun lamanya, ia disuruh untuk mengurus perusahaan di luar negeri.

Sungguh pekerjaan yang dilaksanakan begitu rumit, membuat pusing, dan menumpuk setiap harinya. Jiwon selalu lembur dua bulan penuh setelah selang 1 bulan ia istirahat namun tetap bekerja, dan hanya dikasih waktu libur 3 minggu sekali. Bisa dibayangkan, hasil yang didapat juga kurang memuaskan tapi cukup untuk membuat Jiwon jera, jika Jiwon berniat untuk kabur, ia akan dilumpuhkan dengan satu besetan pedang oleh seorang pria berotot suruhan ayahnya yang selalu menutupi mukanya dengan topeng, jadi Jiwon tak ada niatan balas dendam karena tidak tau pelakunya.

KLEK, pintu terbuka, memperlihatkan sepasang manusia paruh baya yang akan rekreasi ke negeri paman Sam, Jiwon berdecak, ia tidak peduli dan hanya menunduk, bukan karena merasa rendah diri tapi ia tak mau mendengar nasihat konyol yang terus terpatri dalam benaknya. "Jiwon-a kau harus bertanggung jawab atas perbuatan hina-mu, berterimakasih kepadanya" ayah Jiwon menunjuk dengan dagunya lalu tersenyum setelahnya "Dia menjebakku agar memberimu pelajaran berharga"

"Berkat Tuhan selalu melindungi kita chagi, benarkan Jiwon-i?" sang istri bapak Kim menimpali, ia orang yang religius dan fanatik, hal itu membuat Jiwon geli, ia menyungging senyum ejekan yang tersembunyi dibalik rambutnya yang tertata rapih dengan jel pelembab agar terlihat segar.

Jiwon itu atheis, ia tidak percaya Tuhan dapat membantu situasinya yang sedang kacau, memarahi-Nya pun enggan, bisa dianggap orang gila jika ia berteriak di tengah jalan ataupun di apartemen tempatnya dikurung karena takdir yang telah dituliskan oleh Tuhan dengan tinta ajaibnya yang tak dapat diubah.

Ayah Jiwon beranjak pergi, ia hanya menjenguk keadaan dua insan dengan beberapa pengawal berjas beberapa menit, sang ibu tiri Jiwon menyusul dari belakang dan sebelum pintu tertutup, mulut berbisa ibunya mengecap "Berhentilah menjadi gigolo anak haram" Jiwon menenggak, ia gerang, langkah tegas mengiringinya, mungkin ia akan memberi bogem mentah pada sang ibu, tak lupa menonjok mulut manis yang selalu memuji sang ayah sampai tak terbuka.

Statistik dilayar komputer bergerak cepat, angka detak jantung Tae meningkat, dan "HAH!" Tae terduduk di tempatnya, nafasnya menderu.

Jiwon melotot, baru saja kakinya melangkah 3 kali, tiba-tiba saja ia dikejutkan dengan sadarnya orang tak dikenal sampai-sampai kakinya mundur lagi ke belakang.

"Appa? Omma?" Tae histeris, ia melirik kesana kemari, kanan kiri, atas bawah, semua sudut ia jelajahi, matanya tak menangkap orang yang dicarinya, maka yang ia lakukan adalah menyentuh dadanya, mencari sebuah kalung berbentuk salib disana, namun rabaan telapak tangannya tak menemukan benda tersebut maka yang Tae lakukan adalah berteriak "GOD" Tae mulai terisak "TOLONG AKU..." Tae terbata "KUMOHON, AKU BERJANJI... TAKKAN MENGULANGINYA LAGI" Jiwon membelalak tak percaya dengan rangsangan yang diterima gendang telinganya, tubuhnya menegang.

Alarm berdering, sebagian perawat dan dokter tergesa-gesa menuju ke ruangan tempat Tae dirawat, setelah Tae dibius karena ditakutkan akan membahayakan dirinya sendiri, setelah Tae bertindak sesuka hatinya, dari menjambak rambut berponi miliknya sampai mengacak setiap laci meja, Jiwon dan beberapa pengawal yang mencoba menghentikan pergerakkan gesit Tae sampai kewalahan, sungguh sepertinya Tae jago bela diri, ia bisa menepis segala serangan yang dilayangkan, masalah utamanya Tae seperti bayi, tanpa busana, semuanya dapat melihat kemolekkan tubuhnya.

Untungnya sensor menghalangi semua pandangan mereka, bukan buram tapi mereka mencoba menatap atap, Jiwon yang memberi perintah. Jiwon menatap tajam pasien stress yang tergeletak dikasur dan tertidur pulas.

Dokter akhirnya bersuara setelah mengecek bola mata Tae dan denyut nadinya "Dia syok, mungkin akan merepotkan jika fikirannya ngaur, tubuhnya menjadi kuat seketika, obatnya hanya berefek 2 jam, jadi tetaplah terjaga Jiwon-shi, tugaskan pengawalmu untuk kerja ekstra sekarang." Supaya keadaan aman dan tentram, akhirnya Tae dipakaikan baju.

Keadaan tubuh Tae ini bisa dibilang seperti tersengat listrik, gerak reflek katanya, otaknya langsung bisa mendapat sinyal ketika kenangan bergulir.

Jiwon merebahkan badannya di sofa empuk, setelah seharian penuh menjaga anak muda yang berulah, ia akhirnya bisa menjemput mimpinya yang sempat terselewengkan, pukul 3 dini hari, ok karena rumah sakitnya terletak di pinggir pantai besok pagi jam 5 Jiwon pasti akan menikmati matahari terbit dari ufuk yang tak pernah digubrisnya. Daun telinga Jiwon bergetar akibat jeritan massal, suara Tae yang melengking, memekik telinga Jiwon, "oh ayolah, jangan lagi" Jiwon mulai memohon ampun.

"Argghh! Akhhhhh" mata Tae terpejam, ia terus-terusan menjerit, pita suaranya mungkin akan rusak jika terus dibiarkan. Maka Jiwon akan mengatasi dengan membanting meja.

BRUGH "DIAMLAH!" kelopak mata Tae berkedut, seperti kerasukan, ia menutup kedua telinganya, matanya menukik Jiwon yang menjadi dalang terbenturnya bokong Tae ke lantai, dan piring cantik yang berkilau kini hancur berantakan. Tae membisu dan Jiwon dengan cekatan menggendong Tae yang mulai tenang ala pengantin ke atas kasur. Tae menurut, penyebabnya bentakan, Tae menjadi sensitif jika menyinggung kata yang patut digaris bawahi itu.

Tae berpaling ke kanan, menghindari wajah tampan Jiwon yang sibuk membalik kertas, Tae yang terusik mulai tak nyaman dengan posisi miring, yang terjadi selanjutnya, Tae membalik bantal yang ada dibawah kepalanya menjadi diatas dan mengubah posisi tubuhnya menjadi tengkurap.

Jiwon yang sedang membaca majalah mulai beralih pandang 'Aneh' terbesit difikiran dengkinya. Jiwon teringat sesuatu yang membuatnya bangkit dari duduk, ia menarik tangan Tae tapi tubuh Tae terlalu melekat pada kasur, seperti ada lem tak kasat mata yang melumnasi. "Kau belum mandi selama satu tahun, pasti badanmu terasa gatal" Jiwon berkata lembut, Tae tetap pada posisi, tak menggeleng, tak bergerak sedikitpun. "Apa kau malu? Bukankah selama ini kau dirawat oleh suster yang setiap hari membersihkan tubuhmu dengan lap, dan meraba setiap inci alat vitalmu" pipi Tae merona, para pengawal yang ada di ruangan menatap tuannya gusar, Jiwon yang merasa terlena dengan ejekannya, langsung menyadari bahwa tidak hanya dirinya dan pemuda langsing yang masih berkutat pada egonya, bisikkan 'dunia ini milik bersama Jiwon-a, mengapa kau jadi bodoh' menyergap hatinya yang berterus terang. "Aku tidak mesum!" Jiwon meluruskan fikiran negatif para pengawalnya "Lebih baik kalian diluar" para pelayan berjas itu membungkuk hormat setelah diusir oleh sang tuan.

Jiwon membawa tubuh Tae yang meronta di bahunya, ia bersyukur dengan daya tahan tubuhnya yang menghanguskan segala goncangan. Air bathub telah terisi penuh, Tae yang berada di dalamnya melamun, ia terus melihat ke dasar, Jiwon yang ada di depan pintu menganga ketika air keluar dari sela bawah pintu kamar mandi, tanpa pikir panjang ia langsung mendobrak pintu, Tae melongo dan ketika menyadari seseorang menatapnya lapar, ia langsung menutupi tubuh bugilnya dengan kedua tanganya. Tae geram, ia menjepit bibirnya dengan gigi dan mencipratkan air yang menjadi senjata andalannya. Jiwon yang sudah terlanjur basah kuyup bertindak gegabah, bukannya menghindari Tae ia malah mendekat "Kurasa aku harus melanjutkan apa yang sudah kau mulai, bertindak setengah-setengah bukanlah pilihanku, kau yang memaksanya."

Tae meringis, ia cemberut dengan handuk kecil putih yang dikalungkan dilehernya, jangan tanya Jiwon apa yang terjadi, ia pasti akan tertawa puas dengan tindakan senonohnya tadi. Jiwon yang melihat jam tangan menunjukkan pukul 13.30PM bangkit dari duduk, mengambil jas yang sempat ia selewengkan lalu beranjak pergi dari sana, namun lengan kemeja putihnya tertarik, matanya melirik seorang pemuda yang gelisah "Kau tak akan kabur dan meninggalkanku untuk membayar tagihan kan?" tanya Tae dengan suara bass sedikit serak, memandang tautan jemarinya tanpa melihat mata legam Jiwon yang menelisik.

"Jika kau tidak membayar tagihan, harus ada harga lain yang ditukar" Jiwon melihat ke arah lain, keangkuhan menyelimuti jejaknya, mengabaikan tatapan Tae yang berubah sendu "Uang tidak punya maka tubuh yang akan berkorban" jawab Jiwon sarkastik.

Kecelakaan setahun yang lalu, asli kesalahan Tae, sebab ia berjalan di trotoar ketika lampu hijau menyala. Pada saat itu badai salju, angin bergemuruh, Tae mengabaikan lampu hijau yang memancar.

Sudah 3 jam Tae berada diruangan kedap suara, ia merasa bosan sekarang, sifat hiperaktifnya memang tak bisa dihilangkan sejak dulu, 2 jam yang lalu ia diinterogasi oleh seorang wanita ramah yang diyakini sebagai pengacara, mulut Tae sampai berbusa karena ia bercerita panjang kali lebar, dan sekarang ia ngidam es krim vanila berlapis coklat. Tae melompat dari kasur.

Tae duduk di kursi taman sekarang, kakinya yang menggantung kini mengusak pada rerumputan, geli yang dirasa menyenangkan, ia mengunyah wafel renyah yang akan segera menggelincir ke kerongkongannya. Ketika manik Tae menangkap kalung salib perak yang berkilauan, ia mendekat, nalurinya kuat untuk selalu dekat dengan Tuhan, ia meminta izin kepada seorang wanita berambut hitam panjang dengan topi merah, wajahnya tertutupi burkat, "Permisi, boleh aku meminjamnya sebentar" Tae mengacungkan telunjuknya ke arah yang dituju.

Wanita tersebut mengangguk mengiyakan "Tentu saja" wanita itu langsung meloloskan rantai panjang yang terselip di kerahnya.

Dengan suara lirih, Tae berdoa dengan khusyu "Bapak di surga, bantulah aku yang terpuruk ini, bimbinglah aku agar selalu mengikuti cahaya ilahimu, selamatkan aku yang tersesat" samar-samar dibalik senyum manis wanita tersebut ada maksud tersembunyi di dalamnya

Pria bermarga Kim itu memasuki sebuah diskotik, dentuman musik yang dimainkan DJ menggema di ruangan yang berventilasi, Hanbin, ia dihidangkan segelas minuman beralkohol yang menyengat, penjualan pelacur dimulai, nada slow mengiringi. Beberapa wanita berpakaian tak layak berputar di ronde, angka kecil dipasang, harga terendah mencapai 10 juta dollar, ada satu remaja yang mengumpat dibalik tirai, Hanbin yang merasa janggal segera bertanya pada bartender familiar yang sedang mengelap gelas "Jae" Hanbin menunjuk dengan dagu.

"Aaahh!" Jae mengangguk mengerti "Aku juga tidak tau nasibnya bagaimana, kepala bar ragu untuk memperdagangkan budak, dia itu masih perawan, bibinya yang menyerahkannya dengan tujuan yang tidak diketahui. Tapi anak ingusan itu malah menyetujuinya tanpa syarat ataupun elakan. Pertama kali aku melihat dia, mukanya banyak bercak biru, bahkan mulutnya mengeluarkan darah segar, padahal bibinya itu biarawati loh, tapi kok bisa ya nyiksa orang ga kenal ampun" Jae melihat ke arah bangku yang tak berpenghuni lagi, ia menghela nafas merasa pegal.

.

"Sisanya, aku yang mengurusnya" Hanbin menutup ponselnya, ia diantar ke sebuah ruangan dan beberapa polisi mendobrak pintu utama, semua pelanggan berhamburan untuk keluar, bebeberapa orang digeledah. Sebuah pistol ditodongkan kepada boss besar, segala jenis ampunan meraung dimana-mana, tapi tak ada yang menghiraukan, mereka terlalu panik hingga peluh mengerayangi.

Jungkook masih termenung di sebuah kurungan besi, seperti burung yang tertangkap, Hanbin menatapnya iba, ia membuka selot cak agar Jungkook bisa bebas dari tempat hina berbau air mani yang berceceran. Jungkook yang melihat orang asing mencoba untuk meraihnya langsung merengut kesisi kosong, matanya menyiratkan Hanbin untuk menjauh, Hanbin jadi memutar otak agar pemuda di depannya ini terbujuk rayuannya, maka dari saku celananya ia mengeluarkan satu permen lolipop simpanannya. Jungkook akhirnya terbujuk dengan ajakan bertemannya ala Hanbin, ia meraih tangan Hanbin yang tersodorkan, setelahnya Jungkook digendong Hanbin dengan selimut yang melapisi tubuhnya.

.

Walaupun telah seminggu tinggal satu atap bersama Hanbin, Jungkook masih enggan bersuara, entah apa yang membuat mulutnya terkunci, Hanbin tidak mempermasalahkannya, kalau Jungkook belum siap membuka diri, maka tak ada hubungan dengan Hanbin, ia hanya ingin menolong orang yang membutuhkan bantuannya, latar belakang Hanbin yang sebelumnya berprofesi sebagai pendeta dan tekun beribadah membuatnya harus menebus dosa dengan memberikan kasih sayang yang ia punya kepada orang yang membutuhkannya.

Taehyung menutup rapat mulutnya, sang pembantu mulai jengah dengan tugasnya, bubur hangat yang sebelumnya dibuatkan pastinya sudah dingin sekarang dan Tae masih terdiam seperti patung liberty yang anggun. BRAKK, Tae langsung menjajah pintu yang tertutup, suara bising itu terlalu mencurigakan, Tae menyibak selimutnya dan mulai meninggalkan kamar bernuansa biru dodger yang telah ia tinggali selama 3 hari. Baru saja Tae memutar knop pintu, lengannya sudah tertarik kebelakang "Jangan tuan! Saya mohon" perempuan muda itu membulatkan matanya, ia mencoba mencegah sang tuan yang penasaran, setelah beberapa detik perempuan itu menunduk, ia tau sikapnya ini tidak sopan. Tangan Tae melepaskan genggaman di perpotongan sikunya dengan lembut, lalu satu hentakan kaki menandai tindakan menentang Jiwon yang akan diadili nantinya.

.

"Kau tau berapa jumlah utangmu saat ini. 300 juta... oh yang benar saja kau meminta perpanjangan waktu, kau akan segera dipancung besok" Jiwon memandang rendah Yunhyeong yang berlinang air mata dan berlutut dihadapannya.

"Aku mohon beri aku waktu" Yunhyeong langsung mengecupi sepatu kilat Jiwon.

Urat di leher Jiwon naplak "BERHENTILAH BERSUJUD YUN! TIDAK ADA..."

BRAKK "Andwee!" alis Tae menyatu, ia merasa tak tega, langkah kakinya yang tegas menuntunnya pada Yunhyeong yang terisak, ia memegangi bahu Yunhyeong yang bergetar dan mengusapnya sebentar memberi kekuatan "Aku akan mengurusnya" Tae memberi perintah seolah ia bos-nya, rahangnya yang gembul tak memperlihatkan keganasannya "Tolong bantu dia" pinta Tae pada pembantu wanita yang tadi mengintilinya. Semua bawahan Jiwon langsung meninggalkan ruangan dan membiarkan kedua orang yang sedang uring-uringan bercakap.

Jiwon dengan kerutan di dahinya langsung merogoh pematik dan menyelipkan sebatang rokok di sela bibirnya. Tae yang merasa diabaikan meraih rokok tersebut lalu membuangnya kesembarang arah.

Jiwon menarik bibirnya dan menatap Tae yang marah besar padanya, Jiwon akan memberi peringatan pada Tae karena telah membuatnya kehilangan selera mengecap tembakau "Apa kau tau apa yang terjadi jika nikotin itu tidak mengerayangi paru-paruku" Tae menyipitkan matanya benci "Heuh, kau ternyata bodoh ya" Jiwon lansung menarik ceruk leher Tae dan menempelkan bibirnya pada bibir Tae yang berbau manis.

TBC

.

.

.

Cie yang balik lagi dengan ff baru, BRRRR ff lama gak dilupain kok, cuman butuh sedikit referensi 2 atau 3 hari terus bakal dimunculin setelah ff ini. Masih bertema iKONxBTS, versi Tae sm Bob, ditunggu vote comment-nya.