Chonurullau40 a.k.a Miss Zhang
Proudly present:
"Rough"
Cast: Mingyu, Wonwoo, and others seventeen members
Genre: Romance, angst, fluff
Rated: T
Warning: YAOI, BoysLove, Typos, maybe OOC
Summary: Mingyu dan Wonwoo bertemu dalam bus yang membawa jiwa kelelahan mereka pulang. Tetapi, tanpa mereka sadar, mereka telah bertemu sebelumnya. "Apa-apaan ini? Takdir konyol ini membuatku ingin menangis," –Wonwoo. "Jadi yang ada di foto itu adalah seseorang yang sekarang berstatus kekasih Boo Seungkwan? Jeon Wonwoo, kalau begitu jadilah kekasihku. Aku siudah muak dengan keadaan seperti ini," –Mingyu.
A/N: Hai, ini Meanie kedua buatan Miss Zhang. Maaf ya, jika feelnya kurang dapat. Oh, ada beberapa cast yang marganya sengaja diubah untuk keperluan cerita. Mohon dimengerti. Selamat membaca! Jangan lupa review ya? /flykiss/
.
.
.
.
.
Februari 2016, Seoul Grand Park
.
.
.
"Ayo putus saja.."
"Apa?"
"Ayo kita putus saja.. aku ingin menghentikan semua ini. Aku lelah dengan hubungan semacam ini.."
"Hah? Kau bercanda? Kita sudah menjalin hubungan hampir dua tahun! Dan kau dengan mudahnya mengakhiri ini?"
"Ayolah.. karena kita sudah menjalin hubungan hampir dua tahun, itu membuatku sangat mengenal dirimu. Jangan memaksakan diri, aku tahu kau juga lelah. Hubungan ini terlalu monoton. Kita mengalami stagnasi yang menjengkelkan.."
"Ah.. araseo," setelahnya pria yang mengenakan setelan jas abu – abu itu pergi meninggalkan sosok dengan tatapan datar di depannya. Menjauh dari keramaian taman malam itu.. Ya, mereka sedang menghadiri pesta ulang tahun salah seorang temannya. Seharusnya mereka bersenang – senang hari ini. Tetapi takdir berkata lain. Pria itu berjalan terburu – buru. Perasaannya jelas kacau, ia baru saja diputuskan! Ia bahkan tak sempat memperhatikan jalan yang ia lalui.
'BRUGH'
Ia menabrak seseorang, hingga keduanya jatuh terduduk bersamaan. Keduanya sibuk mengelus pantat mereka yang tadi terjatuh di tanah terlebih dahulu. Keduanya tengah sibuk dengan pikiran masing – masing.
Keduanya segera bangkit berdiri dan memungut barang yang terjatuh akibat insiden barusan. Setelahnya tanpa suara sedikitpun mereka kembali bejalan dan saling menjauh. Bahkan sebuah kata maaf sangat jauh dari pikiran kacau mereka.
.
.
.
.
.
Mingyu tergesa menuju kamar setelah baru saja memasuki rumah minimalisnya. Bahkan ia tidak menghiraukan panggilan kakak iparnya yang memanggilnya dengan khawatir. Cepat, setalah masuk ke kamarnya ia menutup pintu itu dan menguncinya. Lalu berbalik dan bersandar pada daun pintu kamarnya. Ia menghela nafas berat, lalu jatuh terduduk. Seolah kakinya tak cukup kuat menahan beban tubuhnya.
Pikirannya melayang pada kejadian beberapa waktu yang lalu. Itu meremukkan hatinya. Kemudian perlahan ia menekuk kakinya hingga sejajar dengan tubuhnya lalu memeluknya erat. Menenggelamkan wajahnya di antara kaki jenjangnya. Berharap setelah ia mengangkat wajanya nanti, masalahnya akan segera menguap.
"Mingyu? Kau baik – baik saja? Boleh hyung masuk?" –itu suara kakak sulungnya, Seungcheol. Pasti kakak iparnya tadi yang memberitahu suaminya tentang Mingyu, ya, Seungcheol telah menikah dengan pria cantik yang super galak bernama Yoon Jeonghan. Mingyu memang anak terakhir dari tiga bersaudara. Kakak keduanya bernama Junhui, ibunya adalah seorang Chinese, jadinya anak kedua mereka diberi nama mandarin.
"Aku ingin sendiri, tenang saja.. tadi aku hanya tertimpa sedikit masalah. Jangan khawatir, hyung.." Mingyu berujar dengan nada yang sengaja ia buat ceria untuk mengelabuhi kakaknya yang terdengar terlalu mengkhawatirkannya. Selalu begitu, mungkin karena kedua orang tua mereka telah meninggal dunia dua tahun lalu. Seungcheol jadi merasa bertanggung jawab untuk menjaga kedua adiknya, walau kedua adiknya itu sudah cukup dewasa untuk dapat menjaga dirinya sendiri. Junhui sudah berada di semester empat, sedangkan Mingyu baru saja lulus sekolah menengah atas beberapa hari yang lalu.
"Arraseo, kalau ada apa – apa jangan lupa beritahu ya? Hyung tidak suka dibohongi, mengerti?" kata Seungcheol yang diakhiri dengan ancaman. Kemudian Mingyu dapat mendengar suara langkahnya yang menjauhi kamarnya.
"Mianhae.. aku berbohong padamu, hyung."
Ia kemudian berdiri, mengganti pakaian dengan setelan kaos dan celana selutut. Membuang jas abu – abunya sembarangan di sisi ranjangnya.
'Pluk'
Ia mendengar sebuah suara benda terjatuh, ah.. pasti dari saku jasnya. Ia kemudian memungut benda tersebut, ah. Dompetnya. Dia kemudian membukanya, ia ingin mengambil fotonya bersama seseorang dari masa lalu dan ingin membuangnya jauh. Namun yang ia dapati malah foto orang asing yang saling merangkul sambil tersenyum, sosok tampan yang terlihat berdarah campuran tersenyum lebar sedangkan pria berwajah manis satunya hanya tersenyum sekenanya. Mingyu terkejut setengah mati. Ia kemudian menggeledah isi dompet tersebut, dan nihil, ia tidak mendapatkan apa – apa selain uang beberapa puluh ribu won. Tidak ada kartu identitas atau semacamnya.
Ia ingat, tadi kalau tidak salah ia tidak sengaja bertabrakan dengan seseorang. Mingyu mengamati bentuk dompetnya dengan seksama. Persis seperti miliknya! Dari sekian juta model dompet yang ada, mengapa ia bertemu dengan pemilik model dompet yang sama persis dengannya?!
"ARGH! DOMPET SIAPA INI?" teriaknya frustasi memecah keheningan malam.
"YA! INI SUDAH MALAM!" itu suara galak Yoon Jeonghan, dalam sekejap Mingyu langsung bungkam.
.
.
.
.
.
Wonwoo masuk ke dalam rumahnya dengan tergesa sambil sesekali mengusap matanya yang terus–terusan mengeluarkan tetes demi tetes kesedihannya. "Aku pulang!" ia berucap pada penghuni rumah sederhana miliknya itu. Namun tidak ada balasan sedikit pun, rumah itu terlalu sunyi. Tentu saja, karena ia mungkin menjadi orang pertama yang pulang sesaat setelah acara ulang tahun sepupunya itu dimulai. Ada sebuah alasan yang membuatnya harus pulang lebih cepat.
Ia mengunci pintu kamarnya lalu segera menjatuhkan diri di ranjangnya cepat, menenggelamkan wajahnya di bantal yang dibalut dengan kain lembut berwarna biru cerah itu guna meredam suara tangisnya. Wonwoo terus terisak keras. Bahkan ia tak sempat berganti pakaian tidur atau sekedar melepas jas abu – abunya. Pikirannya melayang pada kejadian beberapa saat yang lalu..
"Ayo putus saja.." seorang pria berparas tampan berbicara pada Wonwoo dengan datar sambil meneguk jus yang disajikan di acara ini santai. Wonwoo yang berdiri di sampingnya memandang pria tampan berdarah campuran itu dengan heran.
"Apa?" Wonwoo mencoba memastikan kembali apa yang dikatakannya. Hello? Apa dia tidak salah dengar? Di tengah keramaian begini, kekasihnya itu meminta putus darinya? Bahkan, saking ramainya pembicaraan mereka pun tidak ada yang peduli. Semua orang terlalu fokus pada sosok yang tengah berulang tahun malam ini diatas panggung kecil sana, sedang bernyanyi dengan suara indahnya. Apa dia gila?! Ini adalah pesta ulang tahun sepupunya! Seharusnya menjadi moment bahagia, kan?
"Ayo kita putus saja.. aku ingin menghentikan semua ini. Aku lelah dengan hubungan semacam ini.." pria itu menjelaskan. Kali ini menatap Wonwoo serius. Wonwoo menatapnya juga, Wonwoo tampak tak suka dengan apa yang dikatakan pria itu.
"Hah? Kau bercanda? Kita sudah menjalin hubungan hampir dua tahun! Dan kau dengan mudahnya mengakhiri ini?" protes Wonwoo tak terima. Ia dapat mendengar calon mantan kekasihnya itu menghela nafas berat.
"Ayolah.. karena kita sudah menjalin hubungan hampir dua tahun, itu membuatku sangat mengenal dirimu. Jangan memaksakan diri, aku tahu kau juga lelah. Hubungan ini terlalu monoton. Kita mengalami stagnasi yang menjengkelkan.." Wonwoo kehilangan kata – katanya saat mendengar ucapan itu. Benar sekali, sebenarnya ia juga bosan. Tetapi.. tidak harus sekarang kan putusnya? Mengapa tidak bisa bersabar sedikit setelah pesta ulang tahun saudaranya berakhir. Kenyataan.. pesta ini baru saja dimulai!
"Arraseo.." Wonwoo hanya bisa menjawab itu.
Wonwoo mengambil dompet yang ia simpan di dalam sakunya tadi. Ia sempat ragu untuk membukanya, ia ingin melihat fotonya bersama mantan kekasihnya itu untuk terakhir kalinya sebelum membuangnya. Ia kemudian membukanya. Matanya terbelalak melihat isi dompet tersebut.
"Dompet siapa ini?" ia bermonolog ria. Wonwoo cepat menggeledah isi dompet tersebut. Tak ada uang sepeserpun di dalamnya. Wonwoo hanya menemukan beberapa nota hasil belanja dengan kartu kredit, tetapi tak menemukan kartu apapun disana pula. Sebenarnya tawa Wonwoo hampir meledak saat menyadari kejadian tak terduga yang mungkin menyebabkan hal ini terjadi. Lucunya, mengapa dari sekian banyak model dompet yang ada, mengapa milik mereka berdua mirip?
"EH?" Wonwoo menemukan sebuah lipatan kertas diantara banyak nota yang ada. Itu adalah tiket masuk untuk pesta ulang tahun sepupunya hari ini. Memang hanya teman terdekat yang diundang dan karena sepupunya itu anak dari orang yang sangat terpandang di Seoul ini, sehingga pesta ulang tahunnya dirayakan secara besar – besaran dan tak sembarang orang boleh masuk. Kecuali saudara bebas keluar masuk tentunya.
Tiket itu atas nama: Kim Mingyu.
Wonwoo tersenyum tulus dengan mata sembabnya. Sepertinya ia harus berterima kasih pada sosok Kim Mingyu yang menjadi orang pertama yang menghibur dirinya malam ini. Dengan perasaan ringan, Wonwoo memutuskan untuk pergi tidur. Tanpa melepaskan jas abu–abu kesayangannya itu.
.
.
.
.
1st April 2016, Seoul University
.
.
.
"Bagaimana dua bulanmu kemarin? Apa menyenangkan?" itu suara Seokmin, sepupu Wonwoo yang ulang tahunnya dirayakan dua bulan yang lalu juga. Di depannya ada Wonwoo yang hanya meminum jus kalengan beliannya tadi dengan tak bersemangat, berbeda jauh dengan sepupunya yang selalu penuh semangat.
"Lumayan menyenangkan, sayangnya akan berubah menjadi menyedihkan karena liburanku akan segera berakhir. Mengingat aku akan segera berkuliah disini mulai besok. Kurasa liburanku sangatlah kurang," Wonwoo menatap sekelilingnya tanpa minat. Mereka sedang berada di kafeteria calon kampus mereka berdua. Seokmin dan Wonwoo memang mendaftar di universitas yang sama tetapi berbeda jurusan. Untungnya keduanya juga diterima di universitas incaran nomor satu di Korea Selatan dengan usaha yang luar biasa keras juga.
"Kukira kau habiskan dua bulan liburan hanya untuk belajar move on dari-"
"Bicara tentang itu lagi, akan kusumpal mulutmu dengan sepatuku." Potong Wonwoo cepat. Ia kemudian menatap Seokmin tajam. Seokmin bergidik ngeri melihatnya lalu bungkam seketika. Sepupunya memang sangat buas saat sedang marah, apalagi kalau ada seseorang yang mengingatkannya dengan kejadian masa lalunya.
"Maaf, aku tidak enak dengan kejadian ini.. padahal aku sedang berpesta tapi kau malah.." Seokmin berucap lirih. Wonwoo melembutkan pandangannya. Lalu tersenyum manis.
"Aku bersumpah tidak akan datang ke acara ulang tahunmu lagi," Wonwoo berujar sambil tetap tersenyum manis. Sebagian orang di kafeteria itu bahkan sampai terpesona melihat senyumnya itu, walau tanpa sengaja melihatnya. Sementara Seokmin mengganggap itu adalah senyuman paling mengerikan yang pernah ia lihat. Wonwoo berdiri dari kursinya, kemudian pergi meninggalkan Seokmin yang masih menatapnya ngeri.
"Ya! Jeon Wonwoo, mau kemana kau?" Seokmin sedikit berteriak.
"Jadi namanya Jeon Wonwoo?"
"Oh, namanya indah juga.."
"Apakah dia kuliah disini? Aku ingin mendekatinya.."
Seokmin lebih bergidik ngeri saat mendengar bisikan bisikan dari sekitarnya. Andaikan mereka mendengar apa yang diucapkan Wonwoo, pasti mereka juga akan bergetar sepertinya saat ini. Tak ingin semakin mendengar bisikan aneh serta tertinggal lebih jauh oleh Wonwoo, Seokmin bangkit dari kursinya juga dan segera berlari mengejar Wonwoo.
"Ya! Wonwoo-ya! Mengapa aku ditinggal?" Seokmin mengerucutkan bibirnya untuk menunjukkan pada Wonwoo bahwa ia sedang kesal.
"Jangan bersikap kekanakan, Seokmin.. kita sudah calon mahasiswa sekarang. Aku tidak meninggalkanmu, aku hanya ingin pergi ke ruang panitia untuk meminta daftar barang yang harus dibawa untuk mengikuti OSPEK besok. Bukannya tujuan kita kesini untuk itu?" Wonwoo menjelaskan dengan nada datarnya tanpa melirik Seokmin sedikit pun.]
"Oh! Astaga! Benar juga," Seokmin menepuk dahinya keras. Kemudian berjalan beriringan dengan Wonwoo menuju ruang panitia OSPEK.
Setelah dari ruang panitia dan menerima daftar barang bawaan untuk hari pertama OSPEK mereka besok, Seokmin tak henti – hentinya mengomel sepanjang perjalanan pulang. Hampir saja Wonwoo akan menyumpal mulut Seokmin dengan sepatu kalau saja Jisoo –kekasih Seokmin sekaligus calon sunbaenya di Seoul University- meneleponnya dan sejenak membuat Seokmin sibuk dengannya hingga berhenti mengomel.
Wonwoo juga ingin mengomel sebenarnya sejak tadi. Bibirnya sudah gatal untuk mengutarakan segala macam isi kepalanya yang akan meledak kapan saja. Pasalnya, panitia OSPEK universitasnya itu seolah – olah ingin membunuhnya dengan tugas yang diberikan ini. Terlebih lagi ia mengambil jurusan, College of Art and Design yang memberikan tugas untuk melukis sebanyak lima puluh gambar! Dan dikumpulkan esoknya. Gila! Pelukis ternama saja belum pasti bisa melakukannya. Apalagi Seokmin yang mengambil jurusan College of Political Science and Economics, oh! Tidak terbayang seberapa sulit tugas yang diberikan padanya.
"Wonwoo, maaf ya.. aku harus menemui Jisoo hyung sekarang. Katanya dia akan membantuku mengerjakan tugasku dan mempersiapkan barang bawaan untuk besok. Yah, karena kita satu jurusan. Kau pulang sendiri tak apa kan? Semoga berhasil dengan tugasmu juga, ya.." Seokmin berujar lesu setelah menutup sambungan telepon dengan Jisoo.
"Hm.. semoga berhasil dengan tugasmu juga." Wonwoo bergumam pelan. Seokmin mengangguk lesu lalu berbelok ke kiri menuju tempat janjiannya dengan Jisoo. Meninggalkan Wonwoo yang sedang berkutat dengan pikirannya sendiri.
Wonwoo keluar dari kawasan universitas. Ia menuju halte bus terdekat yang dapat membawanya sampai rumah. Ia harus meyiapkan semua barang bawaan terlebih dahulu sebelum mulai membuat lima puluh gambar yang harus dikumpul besok juga. Bus yang akan ditumpangi Wonwoo telah tiba, tanpa menunggu waktu lebih lama lagi ia segera memasukinya. Ia memilih duduk di bangku dekat pintu, ia berpikir akan lebih mudah untuk keluar saat bus mulai ramai penumpang nantinya. Wonwoo sedang terburu-buru itu sebabnya ia harus memikirkan pilihan yang tepat.
"Ah! Sialan, tahu begini aku tidak akan mendaftar di universitas itu. Para panitia itu gila! Mana bisa aku mencari hal seperti ini. Surat cinta? Konyol sekali, mereka pikir ini masa orientasi siswa menengah pertama?" Wonwoo sedikit melirik ke arah seorang pria yang duduk di sampingnya. Ia merasa sedikit terganggu dengan monolognya itu. Matanya melebar saat tanpa sengaja dirinya membaca selembar kertas yang dibawa oleh seseorang itu.
"Seoul University.." tanpa sadar ia bergumam, itu berhasil menarik atensi dari sosok itu.
"Kau juga dari Seoul University?" tanya pria itu cepat. itu membuat Wonwoo sadar lalu menatap pria di depannya itu yang tengah menatapnya juga dengan penasaran. Wonwoo mengangguk kecil.
"Aku calon mahasiswa disana. Kebetulan kita satu fakultas juga." Wonwoo menambahkan. Pria di depannya itu tersenyum tipis. Hampir tak terlihat.
"Aku Kim Mingyu. Mau mengerjakannya bersama? Aku kesulitan memahami teka-teki seperti ini. Sebagai gantinya aku akan menggambar separuh bagianmu, bagaimana? Aku lumayan cepat juga dalam hal itu," Mingyu menawarkan diri. Dalam kertas selebaran yang telah diberikan memang tercantum daftar barang-barang yang diminta untuk dibawa besok. Tetapi tidak semudah itu, hampir seluruhnya dituangkan dalam sebuah teka-teki. Misalnya saja, air lumpur atau buah selimut. Tak mungkin sungguhan membawa lumpur kan? Atau buah apel dengan selimut? Tidak seperti itu. dan Mingyu paling lemah dalam hal seperti ini.
Wonwoo terdiam. Kim Mingyu, sepertinya familiar dalam pikirannya. Tapi siapa? Kalau wajahnya, Wonwoo yakin ini kali pertamanya bertemu. Namun nama itu.. seperti ada sesuatu yang sulit disampaikan.
"Jeon Wonwoo. Boleh saja, kuterima tawaranmu." Wonwoo menjawab pada akhirnya. Mingyu tampak mengangguk puas.
"Jadi, kapan kita akan mulai menyiapkannya?"
"Yang pasti secepatnya. Tetapi aku harus pulang dulu untuk menyiapkan beberapa hal yang ada di dalam sini, kebetulan aku punya beberapa di rumah." Wonwoo menunjukkan selebaran miliknya yang sama seperti milik Mingyu itu. Mingyu mengangguk setuju-setuju saja.
"Kalau begitu aku juga akan mulai menyelesaikan gambarnya," Mingyu kemudian mengeluarkan ponsel dari saku jaketnya. Menyerahkannya pada Wonwoo tanpa berucap apapun tetapi sangat dimengerti oleh Wonwoo apa maksud pria itu, tanpa pikir panjang juga Wonwoo menerima ponsel Mingyu. Wonwoo segera mengetikkan nomor ponselnya dan menyimpannya dengan nama 'Stranger Jeon'. Kemudian memberikan ponsel itu kembali pada sang pemilik.
Mingyu memicingkan matanya saat melihat nama kontak Wonwoo di ponselnya. Ia mengendikkan bahunya tak peduli sesaat kemudian. Memasukkan ponselnya ke dalam saku jaketnya lagi. "Akan kuhubungi nanti," kemudian saat bus berhenti di halte berikutnya Mingyu keluar. Wonwoo bahkan tidak bereaksi apapun saat Mingyu tiba-tiba berdiri dan meninggalkan tempatnya semula.
Pertemuan pertama yang singkat dan datar. Sedatar ekspresi mereka sejak tadi.
'Yeoboseyo?'
"Ne, yeoboseyo. Mingyu?"
'Ya, ini aku..'
"Oh.. ya. Ada apa?"
'Kau sudah selesai dengan urusanmu?'
"Sudah. Tapi masih perlu membeli beberapa barang. Kau sudah selesai?"
'Belum, tertinggal sepuluh gambar lagi yang belum selesai.'
"Hmm.. baiklah. Ayo beli sisanya bersama."
'Aku tunggu di pusat perbelanjaan dekat kampus. Aku akan kesana,' setelahnya Mingyu memutus sambungan telepon secara sepihak tanpa menunggu jawaban Wonwoo selanjutnya. Tetapi itu juga sama sekali tidak mengganggu Wonwoo. Ia bersikap biasa saja. Memasukkan ponsel ke dalam saku mantelnya, segera memasukkan barang yang harus dibawa besok ke dalam ranselnya dan akan diberikan kepada Mingyu nanti. Sementara menyisakan yang lain untuk dirinya.
"Mau ke kampus lagi?" Mingyu menoleh ke arah sumber suara dan mendapati kakaknya berjalan ke arahnya dengan sesekali memainkan kunci mobil di tangannya. Mingyu mengangguk sebagai jawaban. "Mau kuantar?"
"Tidak merepotkanmu, hyung?" Mingyu bertanya dengan ragu.
"Tidak sama sekali."
"Terima kasih, Junhui hyung." Mingyu berujar singkat. Junhui merangkul adiknya itu cepat, lalu mengusak surai caramel itu gemas. Sementara Mingyu berusaha untuk melepaskan diri dari kakaknya itu.
"Oh iya, aku jarang melihat Seungkwan akhir-akhir ini." Mingyu mendengus kesal saat mendengar nama itu disebutkan oleh kakaknya. Junhui menatapnya heran. Lalu membuka suaranya kembali.
"Hei! Kau ada masalah, eum? Kalau dilihat-lihat kau berubah menjadi sangat diam. Apa yang terjadi? Sejak pulang pesta kau-"
"Tak apa, hyung. Aku baik-baik saja. Junhui hyung jadi mau mengantar tidak?" potong Mingyu cepat. Junhui menjadi gencar mengusak rambut adiknya itu saking gemasnya. Sampai-sampai Mingyu harus mengerang kesal.
"Junhui, cepat antar dia. Jangan membuatnya kesal terus. Kau ini.. dia pasti sedang tertekan karena menyiapkan tugas OSPEK untuk besok. Kau harus membantunya bukan malah menjahilinya terus-terusan." Seungcheol berjalan menuruni anak tangga sambil menggeleng-gelengkan kepalanya melihat tingkah kedua adiknya itu. Junhui hanya nyengir saat diomeli kakak tertuanya itu. Sementara Mingyu tetap tanpa ekspresi.
"Habisnya aku jarang melihatnya merajuk seperti tadi dalam beberapa bulan terakhir ini. Aku kan jadi gemas, hyung. Ya sudah. Kami berangkat dulu, hyung.. bye!" Mingyu hanya menurut saja saat kakak-super-berisik-nya itu menarik tangannya dengan cepat. Meninggalkan Seungcheol yang hanya tersenyu maklum di ruang tengah rumah minimalis itu.
"Hati-hati!" teriaknya kemudian.
"Kau yakin pergi sendirian?" Junhui mengucapkan pertanyaan yang sama berulang kali sepanjang perjalanan. Mingyu mulai malas menjawab pertanyaan kakaknya itu. Jadinya untuk menjawab pertanyaan yang entah ke-berapa kalinya itu dengan gumaman kecil saja.
"Mengapa kau mengendarai mobil pelan sekali hyung?! Temanku pasti sudah menunggu. Aku pikir akan sampai dari tadi kalau kau tidak mampir ke rumah Minghao dulu." Mingyu tidak bisa tidak memasang wajah masam pada kakaknya. Pasalnya seorang Kim Junhui yang mengaku akan mengantarnya tadi malah membawanya mampir ke rumah teman sekelasnya –yang sekarang berbeda universitas dengannya- yang merupakan kekasih kakaknya itu. Xu Minghao namanya, pangeran manis dari negeri Tiongkok.
"Mengapa kau bilang begitu? Minghao itu calon kakak iparmu kelak. Kau harus berhubungan baik dengannya." Junhui berusaha membela diri. Dia juga ikut-ikutan memasang wajah masam. Junhui paling tidak suka ada yang melarangnya menemui kekasih lollipopnya itu.
"Mengapa kau berkencan dengan teman sekelasku hyung?" tanya Mingyu kesal. Itu sedikit mengganggunya karena kakaknya mengencani sosok yang dua tahun lebih muda darinya, terlebih lagi itu adalah teman Mingyu sendiri. Entah kapan dan dimana mereka bertemu lalu saling menyukai, Mingyu bahkan tak pernah memikirkan hal itu.
"Apa salahnya? Kalau kau mau, kau bisa menjalin hubungan dengan teman sekelasku juga. Mau kukenalkan dengan primadona kampusku? Namanya Jihoon. Oh aku lupa, dia masih menyukai mantan kekasihnya, Soonyoung kalau tidak salah. Aku tidak tahu mengapa mereka putus, kudengar dulu mereka pernah back street sewaktu masih SMA. Tapi sepertinya sekarang Soonyoung malah menyukai Jisoo. Padahal Jisoo sudah punya kekasih, adiknya Jihoon sendiri. Kasihan Jihoon, dia gagal move on." Junhui berucap panjang lebar.
"Tunggu dulu, Hong Jisoo? Jihoon, Lee Jihoon? Kwon Soonyoung?"
"Hmm.. kau mengenal mereka? Bagaimana bisa?"
"Tidak bisa disebut begitu juga, Hong Jisoo kekasih temanku. Jihoon itu kakak temanku itu, yang berkencan dengan Jisoo. Lagipula mereka bertiga sunbaenim sewaktu masih SMA juga." Mingyu menjawab dengan malas. Junhui langsung memekik keras.
"Lihat kan! Hubungan dengan seseorang yang terpaut jauh umurnya tidak terlalu masalah. Lagipula apa-apaan itu, oh! Jihoonie yang malang, orang yang disukainya malah menyukai kekasih adiknya sendiri. Dunia ini memang penuh dengan kejutan," Junhui berkata dengan sesekali menggeleng-gelengkan kepalanya heran. Dan Mingyu hanya berdecak kesal mendengarnya.
"Biarlah mereka menyelesaikan masalahnya masing-masing, mereka sudah cukup dewasa untuk hal yang seperti ini. Lebih baik Junhui hyung menginjak gas dengan keras, aku harus cepat sampai." Mingyu memeberikan penekanan pada akhir kalimatnya. Junhui hanya mengangguk kikuk mendengarnya, ia sadar betul bahwa adik bungsunya itu sedang kesal padanya. Ia menuruti saja apa yang diminta Mingyu, mempercepat laju mobilnya menuju tempat yang diminta adik kesayangannya itu.
Junhui mengurangi kecepatan mobilnya saat mereka sampai di sebuah pusat perbelanjaan yang tak bisa sepi akan pengunjung. Ia menepikan mobilnya dan menatap Mingyu, "Temanmu di sebelah mana?"
Mingyu menatap ke luar melalui kaca jendela mobil, pandangnya menyapu seluruh tempat yang terjangkau olehnya untuk mencari sosok Jeon Wonwoo, pria asing yang ditemuinya beberapa jam yang lalu. Dan ia menemukannya, Wonwoo yang akan menyeberang jalan menuju sisi dimana ia berada saat ini juga. Tanpa sadar Mingyu berujar girang, "Itu dia, hyung! Aku pergi dulu ya!"
Junhui mengikuti arah pandang Mingyu lalu tersenyum simpul tanpa rekayasa, "Wah, jadi hubunganmu dan Seungkwan sudah berakhir? Kurasa kau menemukan pengganti yang lebih manis darinya."
"Hyung! Sudah kembali temui kekasih lollipopmu itu saja sana!" Mingyu berujar kesal yang dibuat-buat. Entah mengapa disaat seperti ini kakaknya yang usil itu berhasil menggodanya. Mingyu berlari menjauh dan menghampiri Wonwoo, sementara Junhui hanya terkikik geli melihat adiknya yang menurutnya semakin dewasa semakin menggemaskan saja.
"Jeon Wonwoo!" Mingyu sedikit berteriak memanggil pria manis itu. Kalau dilhat-lihat lagi, wajah Wonwoo itu memang manis, walau tanpa ekspresi sekalipun. Wonwoo menoleh dan menunggu Mingyu sampai di tempatnya. Wonwoo sedikit tersenyum saat keduanya telah saling berhadapan. Mingyu mau tak mau membalasnya dengan senyuman juga.
Bulan Sabit
Bantal
Batu bata belanda
Biji kehidupan.
"Apa ini?" tanya Mingyu setelah membaca selembar kertas kecil dari Wonwoo.
"Barang yang akan kita beli saat ini, aku tak punya ini di rumah." Wonwoo menjawab dengan entengnya. Sementara Mingyu sudah tak bisa stay cool lagi. Ia membuka mulutnya selebar yang ia bisa. Tak percaya dengan apa yang dibacanya, ia kembali membacanya sekali lagi, tidak, berulang kali lagi. Wonwoo yang melihatnya tak bisa menahan tawa. Ia tertawa keras sampai matanya berair.
"Mana ada yang jual bulan sabit! Memang ada yang menjual tata surya? Apa ini, mengapa harus membawa bantal ke kampus segala? Apa kita harus pergi ke Belanda hanya untuk membeli batu bata? Biji kehidupan? Bukankah itu terlalu konyol," Mingyu jadi seperti ibu-ibu yang memprotes karena tagihan air meningkat. Persetan dengan motto stay coolnya, ia tidak bisa bersikap biasa. Mingyu menatap kesal Wonwoo yang malah terus tertawa.
"Terima kasih, Mingyu.. aku sangat terhibur. Sudah lama aku tidak tertawa selepas ini.."
.
.
.
.
.
TBC
.
.
.
.
Hai! Miss Zhang is back xD maaf ya malah balik dengan membawa cerita baru chaptered lagi :3 tapi tenang saja, ini cuma two shoot. Chapter depan udah end, dan ga bakal terlalu rumit masalahnya. Cerita ini didapat saat Miss Zhang udah kehabisan ide buat ngelanjutin Biru Langit yang cast nya juga Meanie itu. padahal ceritanya udah ditentuin, tapi bawa buat bisa menuju inti cerita itu agak sulit. Karena genrenya yang berat juga sih :') ada yang ingin memberi sedikit pencerahan tentang itu?
Hai! Carats, kalian ngikuti OFD kah? Sumveh, Meanie moment bertebaran :') bahagia saya demi apa.. kalian gimana? Oh, ga sabar nunggu album barunya SVT yang rilis tanggal 25 besok. Kalian sudah lihat once a day? Lucu banget demi apa baru nonton bagian Wonu sama Jun doang sih (karena mereka UB saya di 17 xD)
Okay, gimana dengan cerita ini? ada yang sudah bisa menebak jalan ceritanya? ini ada sedikit sangkut pautnya dengan ff Miss Zhang yang judulnya 20 (SeokminxJisoo) *promosi* yang berkenan, bisa mampir baca dan meninggalkan sedikit review disana ^^ rencana habis ini tamat, bakal bikin trilogy yang SoonHoon version.. ada yang mau baca? Hehe..
Readernim yang tercinta, maukah kalian memberikan sedikit kritik dan saran? Silahkan tuliskan itu dalam kotak review.
Terima kasih sudah membaca sampai bagian ini...
With love,
Chonurullau40 a.k.a Miss Zhang
