The Last Number
Disclaimer: Semua karakter dari anime "Naruto" dan "Highschool DxD" bukan milik saya, saya hanya meminjamnya saja.
Main Cast: Naruto .U.
Pair: Naruto .U x ?
Summary:
Dia adalah nomor terakhir yang berhasil bertahan dan menjadi kunci bagi Galaksi, bertahan diantara makhluk-makhluk aneh untuk bersembunyi. Ada kalanya dia harus bertempur demi bertahan hidup dan keutuhan Galaksi.
Warning: Author Newbie, Abal-abal, Semi-Canon, Typo, Miss Typo, Human!Naruto, Strong!Naruto, Smart!Naruto, Read 'n Review and Not Like Don't Read.
Prolog...
Eight Down, One More Ago...
Syut!
Sebuah peluru berwarna merah melesat dengan kecepatan sangat tinggi menargetkan seseorang yang berlari, berusaha menjauh dari orang yang baru saja melesatkan peluru itu dari senapan besar yang dibawanya.
Bwussh!
Dengan kecepatan yang tak bisa dilihat oleh mata biasa sosok itu berhasil mengelak dari kejaran peluru merah tersebut lalu peluru itu meledak ketika menabrak batang pohon dan membakar pohon tersebut, sosok yang berlari tadi hanya memperhatikan api yang melahap pohon tepat di depannya. Dadanya yang naik turun menandakan jika dirinya sudah lelah terus berlari dari kejaran makhluk-makhluk yang memburunya bagaikan hewan liar.
Blast!
Bwussh!
Sosok itu kembali menghindar dengan kemampuan yang ia miliki untuk menghindari peluru yang kembali mengarah padanya, kakinya bergerak secepat mungkin agar makhluk-makhluk itu tak bisa mengejarnya dan memperlebar kesempatannya untuk melarikan diri. Jujur saja, peluangnya untuk memenangkan pertarungan hidup dan mati ini sangatlah kecil. Dia memang makhluk yang diberkahi dengan kekuatan satu bintang dari kesembilan bintang penguasa, tapi dia sudah kalah jumlah dan pastinya pemburu-pemburunya itu sudah mengepung hutan ini.
'Aku harus mengabari nomor 9 tentang hal ini, dia pilar terakhir yang akan menjadi penentu keutuhan seluruh Galaksi,' batin sosok itu dengan kedua kakinya terus bergerak lurus melewati beberapa batang pohon yang tumbang di jalur larinya.
"Graaa!"
Orang itu menghentikan langkah kakinya saat mendengar suara keras yang lumayan memekakan indra pendengarannya, dia tahu makhluk itu. Dia adalah makhluk penguasa udara yang tak kenal ampun dengan didasari perintah dari tuannya, jika suara itu terdengar berarti makhluk itu berada di sekitar sini. Kepalanya mengadah keatas guna mengetahui jika dirinya tidak ada di dalam jarak pandangnya, makhluk itu dapat melihat dengan jelas di siang ataupun malam hari. Ini memang sudah berakhir.
Orang itu bersembunyi di salah satu batang pohon yang cukup melingkupi tubuhnya lalu memejamkan matanya guna menghubungi orang yang akan menjadi target selanjutnya, dia hanya mendecih tak suka saat dirinya tak bisa berkonsentrasi sedikitpun untuk menghubungi orang tersebut. Adrenalin yang terpacu di dalam tubuhnya tak mungkin bisa membuatnya tenang, itu malah akan memperburuk keadaan. Dia harus menyampaikan pesan ini kepada orang yang ditujunya bagaimanapun caranya, dia harus memperingati nomor selanjutnya agar berhati-hati.
Krak!
Wush!
Orang itu mengadahkan kepalanya keatas saat mendengar jika pohon yang ada di belakangnya mengeluarkan suara asing di telinganya "Groooaaa!" makhluk itu berteriak tepat di depan wajahnya, orang itu menghilang meninggalkan debu biru di depan makhluk yang sudah mematahkan pohon tempat persembunyian orang tadi.
Sosok itu sudah berlari tunggang langgang tak menentu agar dirinya bisa terbebas dari makhluk yang ada di belakangnya saat ini, dia tak boleh menyerah sampai disini. Ini sama sekali belum berakhir.
Bruk!
Batang pohon jatuh tepat di hadapannya membuat orang itu harus menghentikan langkahnya, otaknya berputar agar dirinya bisa terus melarikan diri dari sini. Dia memutuskan untuk mengambil jalan kearah kanannya...
Brak!
"Groaaar!"
Makhluk itu sudah berdiri di depannya dengan mata merahnya yang menatap bringas kearahnya, orang itu mundur secara perlahan menjauhi makhluk besar yang ada di depannya. Kaki belakangnya tersandung sesuatu hingga dirinya jatuh terduduk di permukaan tanah hutan yang tak rata itu, kaki dan tangannya terus bergerak menjauhi makhluk besar yang ada di depannya. Sepertinya sudah tak ada tempat untuk dirinya melarikan diri.
"Sudah puas main kejar-kejarannya, hm?"
Orang itu menolehkan kepalanya ke belakang saat mendengar seseorang bertanya padanya, makhluk berwajah seram berpakaian serba hitam dengan kedua tangannya memegang senapan yang lumayan besar serta beberapa peluru terpajang di tubuhnya. Sepertinya pemburu itu sudah berhasil memojokan dirinya, energi dan staminanya sudah habis untuk melarikan diri yang sudah dipastikan gagal. Jika dirinya mati sekarang, maka tinggal satu langkah mereka bisa menguasai seluruh Galaksi di jagat raya ini.
"Delapan Jatuh, Tinggal Satu lagi," ucap makhluk berwajah seram itu sambil mengarahkan senapannya kearah orang itu.
-0-0-0-
Seorang remaja bersurai pirang keemasan jabrik terduduk di kursi putarnya dengan lampu berukuran sedang menyinari buku yang berserakan di atas mejanya, tangannya bergerak keatas-kebawah ataupun kekanan-kekiri mengikuti jalur yang sudah dibuat di dalam bukunya. Bola matanya terus bergerak kearah buku tebal yang ada diatas buku tulisnya lalu melanjutkan apa yang sempat tertunda karena membaca buku tebal tersebut, jika saja bukan karena tugas yang harus ia kumpulkan besok, dia tak akan rela melakukannya malam-malam seperti ini.
"Aakkhhh!"
Remaja pirang itu menggeram kesakitan dengan ekspresinya yang seperti sedang menahan rasa sakit, salah satu tangannya mengarah pada salah satu kakinya lalu membuka kain celana yang menghalangi kakinya. Cahaya terang layaknya lampu neon putih berbentuk lingkaran berdiameter 10 cm muncul dari betis kaki kanan remaja tersebut, cahaya tersebut mampu menerangi setiap sudut ruangan kamarnya bahkan bisa terlihat beberapa meter jauhnya. Sudah kedelapan kalinya dia mengalami kejadian seperti ini, rasa sakit yang menyengat kakinya layaknya ditembus timah panas selalu ia rasakan.
Kedua tangannya berusaha menghalangi cahaya terang tersebut agar tak terlihat keluar ruangannya karena bisa terjadi hal yang tidak diinginkan jika sampai tetangga sekitar mengetahui tentang perihal ini "Gaaahhh!" remaja pirang itu terus berteriak kesakitan sambil memegangi salah satu kakinya yang terasa sangat sakit itu.
Bruk!
Dia terjatuh diatas lantai kamarnya dengan kedua tangannya yang masih berusaha meredam rasa sakit itu, tetapi tetap saja rasa sakit itu tak berkurang sama sekali. Rasa sakit itu semakin bertambah setiap waktunya, ini lebih sakit daripada sebelum-sebelumnya.
Brak!
"Naruto?!"
Seorang pria paruh baya bersurai putih panjang jabrik masuk tanpa permisi ke dalam kamar tersebut dengan membanting pintu tersebut sekeras mungkin dan menemukan remaja pirang itu sudah telungkup diatas lantai dengan kedua tangannya yang memegangi salah satu kakinya, dia berlari kearah remaja pirang itu lalu menopang tubuh remaja itu dengan tubuhnya "Kau tak apa-apa 'kan?" tanya pria itu dengan nada khawatir, sepasang iris hitamnya menatap kearah sinar yang berasal dari salah satu kaki milik remaja bernama Naruto itu.
"I-ini tidak mungkin," ucapnya dengan nada tak percaya, pertanda itu sudah muncul sebanyak delapan kali dan meninggalkan bekas bulatan berdiameter 10 cm di betis Naruto dengan pola yang berbeda-beda, itu menandakan jika kedelapan nomor sebelum remaja itu sudah berhasil tertangkap oleh pemburu itu. Dia kembali mendudukan pemuda itu diatas tepian ranjang milik Naruto, bulatan itu masih saja bersinar di betis Naruto.
Wush!
Tiba-tiba saja angin kencang bertiup masuk ke dalam kamar Naruto melalui jendela yang dibiarkan terbuka itu, debu-debu lumayan banyak masuk ke dalam kamar tersebut lalu berhenti ketika berhadapan dengan pria tersebut. Sosok transparan tercipta dari kumpulan debu tersebut menandakan jika sosok tersebut mengirimkan pesan kepadanya.
"Apa kau pelindung dari nomor 9?" tanya sosok tersebut dengan kepalanya yang terarah pada pria bersurai putih itu.
"Ya, aku pelindung nomor 9, Jiraiya. Apa kau nomor 8?" tanya balik pria bernama Jiraiya itu.
Sosok itu mengangguk perlahan "Aku kesini hanya ingin menyampaikan pesan bahwa mereka sudah berhasil menangkapku dan yang tersisa kini adalah nomor 9, dengan kata lain dia adalah pilar terakhir dari keutuhan antar Galaksi dan kunci kedamaian seluruh makhluk yang hidup di planet ini. Aku berharap kau bisa melindunginya hingga akhir Jiraiya dan beritahukan ini padanya saat dia sadar, aku akan memberikan kekuatan dan kemampuan yang kumiliki agar bisa bertahan menghadapi mereka, semoga ini sangat bermanfaat untuknya," jelas sosok transparan itu panjang lebar dengan matanya yang melirik kearah remaja pirang tadi.
Sepasang mata hitam itu mengeluarkan air dari dalamnya menandakan jika salah satu pejuang itu sudah gugur dalam tugasnya "Tentu saja, Demi Planet Lorien dan sembilan bintang penjaga, aku akan melindungi nomor 9 ini dengan nyawaku sendiri," ucap pria itu dengan nada bergetar, dia tak sanggup menahan kesedihannya. Delapan kali pihak mereka harus kehilangan pejuang dan selanjutnya si nomor 9 ini akan menjadi sasaran para pemburu itu. Ini memang tak bisa dibiarkan.
Cahaya di kaki Naruto akhirnya meredup seiring berjalannya waktu membuat rasa sakit yang teramat itu juga mulai mereda, bulatan pola ke delapan tercipta di betis itu bersama dengan ketujuh bulatan lainnya sebagai pertanda jika kedelapan nomor itu sudah gugur. Perlahan-lahan sosok itu mulai melebur dengan debu yang menyusunnya mulai menghilang "Jaga dia baik-baik, Jiraiya," ucap sosok itu lalu menghilang tanpa jejak sama sekali.
Pria itu menatap kearah Naruto yang sudah tak sadarkan diri karena rasa sakit yang dialaminya tadi, dia pun membaringkan tubuh remaja pirang itu diatas kasurnya lalu menyelimutinya sebatas lehernya "Ini akan menjadi tanggung jawab yang besar bagimu, Naruto. Tapi aku juga akan berjuang bersama denganmu," ucap Jiraiya dengan matanya yang masih menatap kearah Naruto.
"Mungkin aku juga harus melatih kemampuanmu mulai dari sekarang, itu sangat dibutuhkan sekali olehmu saat pertarungan dengan mereka nanti," ucap pria itu sambil melangkahkan kakinya menuju pintu kamar tersebut lalu menatap lagi kearah Naruto sebelum keluar dari kamar tersebut "Dan besok kita akan pindah untuk menghilangkan jejak."
-0-0-0-
"Hey, Naruto."
Pemuda bersurai pirang itu menghentikan acara makannya saat mendengar orang yang ada di depannya memanggil namanya dengan nada yang bisa di dengar olehnya, iris biru safirnya menatap kearah Jiraiya dengan pandangan heran dan bingung "Ya, ada apa?" tanya Naruto.
"Bagaimana dengan kakimu sekarang?" tanya Jiraiya yang menanyakan keadaan Naruto pasca kejadian semalam.
"Ya, masih terasa ngilu dan berbekas," jawab Naruto lalu memasukan makanan ke dalam mulutnya dan memutuskan pandangannya dari Jiraiya.
"Baguslah kalau begitu," Jiraiya hanya mengangguk mengerti mendengar jawaban dari Naruto lalu mencondongkan tubuhnya kearah pemuda pirang itu dengan perlahan "Setelah kakimu itu sembuh, kita harus segera pindah dari sini," Jiraiya memang harus memberitahukan kabar ini secepat mungkin karena mereka harus segera bergerak sebelum para pemburu itu mengetahui keberadaan mereka.
"Memangnya kita akan pindah kemana?" tanya Naruto dengan acara makannya yang sudah berhenti karena mendapatkan pemberitahuan dadakan dari pria di depannya, pasti saja setiap kejadian itu terulang mereka harus pindah kembali.
"Kau tahu Azazel?"
Naruto hanya menganggukan kepalanya saat mendengar nama yang tak asing di telinganya "Bukankah dia saingan dan juga temanmu saat Festival memancing saat aku masih berusia sekitar 10 tahunan? Atau temanmu saat mengobrolkan hal yang tak senonoh? Memangnya kenapa kau menanyakan soal dia padaku," ujar Naruto yang agak bingung.
"Kita akan ke kota dimana temanku itu berada dan menurut kabar, jika sekarang dia sudah mengajar di salah satu sekolah lokal swasta yang cukup terkenal di kota itu," ucap Jiraiya yang berusaha menjawab kebingungan Naruto dan tak menggubris pertanyaan yang lumayan menyinggungnya.
"Baiklah, aku mengerti," Naruto hanya tak mengerti dengan pola pikir pria yang ada di depannya, setiap kali kakinya bercahaya maka mereka harus pindah ke suatu tempat yang belum mereka singgahi sebelumnya "Kenapa kita harus pindah lagi? Aku sudah nyaman berada disini," ujar Naruto yang sudah menghabiskan makanan yang ada diatas piringnya.
Jiraiya hanya tersenyum menanggapi pertanyaan dari Naruto dan sudah sepantasnya pemuda itu tahu dengan asal sebenarnya mereka ini, salah satu tangannya merogoh sesuatu di dalam saku celananya lalu meletakannya di tengah meja makan itu. Sinar kebiruan transparan keluar dari bagian tengah benda berbentuk lingkaran itu lalu membentuk sebuah bola layaknya replika sebuah planet "Apa kau pernah mendengar jika ada kehidupan lain selain di Planet Bumi ini?" tanya pria itu dan membiarkan Naruto memikirkannya.
Pemuda itu hanya menganggukan kepalanya perlahan pertanda jika dirinya memang pernah mendengar kata-kata itu lalu atensinya terarah pada replika planet yang ada di depannya "Bukankah ini Planet Bumi?" tanya Naruto berusaha memastikan jika apa yang dilihatnya memang tak salah sama sekali.
Pria bersurai putih itu hanya tersenyum kecil saat mendengar pernyataan dari Naruto "Coba kau lihat lebih teliti lagi," titah Jiraiya.
Naruto terheran mendengar perkataan dari Jiraiya lalu memperhatikan replika planet itu dengan lebih seksama, iris biru safirnya membulat sempurna saat melihat daratan yang ada di planet itu berbeda dengan daratan yang ada di Planet Bumi "Apa maksudnya ini?" tanya Naruto yang meminta penjelasan dari pria di depannya.
"Sebenarnya kita berdua bukan berasal dari sini, Naruto."
Napas pemuda pirang itu terasa tertahan di tenggorokannya saat mendengar kata yang keluar dari mulut pria itu "A-apa maksudnya?" tanya Naruto sekali lagi.
"Planet Lorien adalah planet tempat asal kita, layaknya bumi disana juga memiliki kehidupan yang sangat tinggi dan makhluk disana juga sama seperti makhluk di Planet Bumi ini terkecuali hewannya saja. Tapi sekarang, Planet Lorien hanya tinggal namanya saja. Planet itu hancur karena pertempuran besar," jelas Jiraiya.
"Pertempuran besar?"
"Ya, The Mogardians menginginkan kekuatan dari kesembilan anak pemilik kekuatan dari kesembilan Bintang Agung di Planet Lorien untuk tujuan menguasai seluruh Galaksi di Jagat Raya ini," jawab Jiraiya "Dan kau ingat delapan tanda yang ada di kakimu?" tanya balik Jiraiya.
Naruto hanya menganggukan kepalanya "Tentu saja, terkadang aku melihat seseorang dibunuh oleh orang berwajah mengerikan ketika kakiku ini bersinar," jawabnya.
"Yang lainnya berusaha memberitahukan kepadamu agar berhati-hati dengan mereka, kedelapan nomor itu sudah mati di tangan The Mogardians dan mereka sekarang mengincar nomor terakhir untuk mencapai tujuan mereka."
"M-maksudmu? Aku?" tanya pemuda pirang itu sambil menunjuk dirinya sendiri.
"Ya, karena kau nomor 9, dengan kata lain kau nomor terakhir. Jika kau mati, maka kehancuran Galaksi akan terjadi setelah kau mati," ujar Jiraiya.
Naruto hanya meneguk ludahnya setelah mendengar perkataan dari Jiraiya, ternyata kematiannya saja membuat semua Galaksi yang ada di Jagat Raya ini akan hancur "Sebenarnya apa yang mereka inginkan dengan menghancurkan semua Galaksi?" tanya Naruto yang tak habis pikir dengan tujuan sekonyol itu.
"Kekuasaan dan Kejayaan, jika mereka bisa membuat semua Galaksi berada di dalam genggaman mereka maka tak akan ada yang bisa menghalangi mereka membuka distorsi waktu untuk pergi ke masa lalu."
"Apa?! Itu sangat tak mungkin, di dunia ini tak akan ada yang bisa memutar waktu ke belakang."
"Memang, tapi mereka bisa. Jika sampai itu terjadi maka mereka akan mengganggu alur waktu yang ada, mereka akan mengubah sejarah dan mereka akan membuat yang ada menjadi tiada atau sebaliknya," ujar Jiraiya yang berusaha meyakinkan Naruto.
"Itu sangat mengerikan."
"Maka dari itu aku mengajakmu untuk pindah darisini agar mereka tak mencium keberadaan kita disini dan tugasku untuk menjagamu akan semakin berat, Naruto."
Raut wajahnya semakin serius setelah mendengar alasan kenapa dirinya harus segera pindah darisini, The Mogardians pasti akan melacak keberadaan mereka dan selagi masih ada waktu mereka akan melarikan diri dari sini.
"Lalu bagaimana aku menjaga diriku sendiri? Aku juga ingin membantumu jika bertempur nanti," pinta Naruto dengan nada serius.
"Aku sudah merencanakan untuk melatih kekuatan yang ada di dalam dirimu dan setelah sampai di kota itu, aku akan melatihmu sekeras mungkin," ucap Jiraiya dengan seringai kejamnya.
Glek!
"I-itu mengerikan!" ucap Naruto sambil menelan ludahnya sendiri.
"Sebaiknya kau berangkat, ini hari terakhirmu sekolah 'kan?"
Naruto mengangguk pelan lalu mengambil tas selempang yang ada di atas kursi yang ada di sebelahnya "Kalau begitu aku berangkat," pamit Naruto menuju pintu keluar rumahnya.
"Ingat! Jangan melakukan hal-hal yang mencolok di sekolah."
"Iya!"
[To Be Continued...]
