Luhan menoleh ke samping untuk merenggangkan otot lehernya. Ia cukup lelah karena terlalu lama membaca buku sampel sambil berdiri tegak. Itu resikonya; kalau kau tidak ingin membeli buku yang kau baca sementara di toko buku tempat kau singgahi itu tidak menyediakan tempat duduk satupun.

Luhan menghela nafas berat. Mungkin cukup sudah kau dia selama tiga jam kurang lebih; berdiri dengan kepala sambil ditundukan dan tenggelam dalam buku sampel yang disediakan pihak managemen toko buku. Luhan lelah—sekali lagi diucapkan.

Istirahat di apartemennya, dan besok harus datang pagi ke kampus karena rutinitas pagi klub sepak bolanya—jogging bersama.

Maka diletakkannya buku dengan cover berwarna biru keunguan ke rak tempat dia mengambil awalnya, merenggangkan tubuhnya dengan kedua tangan direntangkan ke belakang.

Dan dari sanalah awalnya dimulai.

Ketika Luhan hendak beranjak pergi tanpa belanja buku satu pun, matanya sekilas menangkap seseorang yang menatapnya dengan intens. Karenanya, Luhan secara refleks ikut menatap pria tampan berjas formal berwarna abu – abu hangat beberapa langkah di depannya.

Ia terpaku; tidak mempedulikan bising di sekitar tempatnya berdiri. Ia lebih memilih peduli pada sosok yang tertangkap oleh retina mata rusanya.

Pria itu tinggi, tegap (lebih tegap dan perkasa dari pada dirinya yang sedari SMA mengikuti klub sepak bola), berambut pirang pucat dan memakai kacamata. Salah satu tangannya di masukkan ke dalam saku jas bermerek tersebut, sementara tangannya yang satu lagi di biarkan menggantung bebas. Pria itu tampan—sangat tampan seperti tokoh Edward Cullen dalam film vampire yang disukai oleh Xiumin; tetangga apartemennya; meskipun ia melihat jelas ada jenggot tipis dan beberapa kerutan di sekitar mata dan sudut bibirnya.

Luhan memperhatikannya—lebih tepatnya ia bingung dengan tatapan orang yang beberapa tahun lebih tua darinya.

Tatapan orang itu… sangat… uh.., intens. Dengan warna pupil yang menggoda dan tampak bening terawat; meskipun pria itu memakai kacamata mode saat ini.

Tapi ekspresinya… sangat… datar.

Terlihat jika ia seperti ingin menelanjangi tubuh mungilnya yang layaknya anak gadis.

Membuat Luhan gugup dan memutuskan untuk segera pergi; daripada ia yang tidak dapat menahan diri dan menjadi lemas tubuhnya.

Namun belum lima langkah ia berjalan robot (dia salting, kau tahu?), ada seseorang yang menggenggam erat telapak tangannya yang berkeringat dingin. Luhan berbalik dengan spontan; ingin melihat orang yang telah berani mencengkram telapak tangannya yang putih dan mulus (ia rajin untuk luluran; lulur bengkoang kalau penasaran kenapa ia memiliki jam mandi yang cukup sangat lama).

Tapi yang ada, dia justru melongo dan bengong.

Ternyata yang menariknya adalah pria yang tadi menatap intens dirinya. Pria yang membuat Luhan salting di dalam hati; lompat – lompatan hingga gelindingan sambil tersipu nista di relung hatinya.

Terdiam sejenak, saat Luhan ingin menyuarakan pertanyaan umum yang ada di pikirannya; orang itu terlebih dulu menyela dengan suara datar, dewasa, dan terdengar cukup keras :

"I know this is crazy,but you are my wife."

.

.

.

Chapter 1 of 2

.

.

.

Wife

.

Screenplays!HunHan

.

M

.

Ao Alice

.

All of character is not mine, just a fic

.

Yaoi/ BL/ Be eL/ Boys Love/ Alternative universe with much typo

.

No like, don't read!

.

Summary!:

Ketika sedang berkunjung ke toko buku, Xi Luhan tanpa sengaja bertatap mata dengan seorang pria dewasa yang berwajah expressionless. Namun begitu ia hendak pergi, tiba – tiba tangannya dicengkram erat dan pria dewasa itu berkata dengan ekspresi wajahnya yang datar : "I know this is crazy, but you are my wife."

Jadi, wajar 'kan jika respon Luhan ialah menamparnya, menjerit kaget dan pingsan karena kalimat 'luar biasa' dari pria minim ekspresi itu..?

My first fanfiction of Hunhan in rated M! :3

With expressionless(always~)-Mature!Sehun and CollegeStudent!Luhan

.

.

.

.

.

Mata yang semula tertutup itu mengerjap. Berkali – kali, sampai retinanya berhasil menyesuaikan diri dengan cahaya yang menyorot baik padanya. Luhan menatap langit dengan mata sayu dan pandangan kosong, berusaha mengingat apa yang terjadi sebelum ia terdampar di sini; di sebuah ruangan yang serba putih dan bau obat yang khas. Kenapa aku bisa di ruangan ini?, pikirnya.

'ini rumah sakit atau klinik..? eh, memangnya aku sakit, ya..?' gumam Luhan tanpa suara. Ia bangun dari posisi tidurnya, dan lebih memilih untuk duduk menyender kepala ranjang sambil bersidekap manis.

Matanya memandang ke sekeliling sambil berpikir sesuatu—alasan mengapa ia bisa berada di ruangan ini. Alasan apa yang terjadi sebelumnya dengan dirinya sebelum terbangun dan mengetahui dirinya di sini.

Tapi ketika Luhan berusaha untuk mengingatnya, ia justru merasa pusing. Maka dari itu, ia bawa jemari tangan kanannya untuk memijit pangkal hidung—berusaha mengurangi rasa pening yang menyerangnya langsung dengan rasa sakit yang amat sangat.

Sampai sebuah suara menghentikannya dari kegiatan pijat – memijat itu.

"kau baik-baik saja?"

Luhan menoleh ke sumber suara—menatap Pria yang sedang menggendong anak kecil yang menatapnya dengan tatapan polos. Sedangkan pria itu, mengkipun nadanya terdengar khawatir namun berbanding terbalik dengan ekspresinya yang datar sama seperti pertama kali mereka bersirobok mata.

Ya, pria berdarah asli cina itu sadar bahwa pria yang masih berdiri di ambang pintu ruangannya itu adalah pria yang sama yang tertangkap basah menatap intens dirinya di toko buku.

"um..," Luhan menunduk kecil. Sejujurnya, dia agak malu jika di tatap oleh mata cantik pria beranak satu itu dengan sebegitu melekatnya. "ya.., seperti yang kau lihat."

"kau lapar? Apa kau butuh sesuatu..?" Luhan menggeleng. Lalu matanya bertatapan dengan anak lelaki yang pipinya bersemu merah. Anak lelaki itu—ia rasa mirip dengan pria yang menggendongnya dan…. Dirinya.

Mata rusa Luhan menelusuri wajah anak lelaki itu. Rambutnya yang berwarna hitam legam; mata tajamnya yang mirip dengan pria yang kini telah duduk di samping ranjang tempat Luhan berada; hidung dan bibir anak itu yang sama seperti Luhan; dan rahang yang kokoh dan tegas yang sama dimiliki pria berwajah tanpa ekspresi itu. Tidak, Luhan tidak lupa dengan tatapan datar yang anak lelaki itu layangkan padanya—mirip seperti sang ayah yang sedang memboyongnya.

Tiba – tiba Luhan merasa malu; anak itu tampan seperti ayahnya—begitu pikir mahasiswa semester lima jurusan manajemen bisnis di kampusnya.

"ano…" setelah hening canggung selama beberapa menit, Luhan membunuh kecanggungan di ruangan tersebut. "kenapa aku bisa ada di sini ya, ahjusshi..?"

"kau lupa?" pria itu membuka kacamatanya. Menyimpannya di tempat kacamata portable dan dimasukkannya ke dalam saku. Sedangkan anak yang kini ia pangku, terlihat terkantuk – kantuk. Namun masih dengan tatapan mata yang tertuju pada kakak cantik yang menjadi objek pandangnya.

"kau pingsan di toko buku 2 jam yang lalu. Karena aku takut kau kenapa – kenapa, aku membawamu ke klinik sekitar toko buku. Ngomong-ngomong, namaku Oh Sehun."

Pria itu menepuk lembut kepala anak lelaki yang telah terlelap. "dan ini anakku, Oh Sehan."

Ah…, Luhan ingat sekarang.

Alasan kenapa ia bisa pingsan dan mengetahui jika ia terdampar di klinik ini; adalah bukan lain karena mendengar kalimat pertama yang ahjusshi—um; yang Sehun ucapkan padanya. Ucapan yang membuat jantungnya berdetak kencang sekali, lalu sebagai balasan atas ucapan yang membuat dirinya dan Sehun menjadi pusat perhatian itu…. Adalah.… adalah…..

Luhan meringis begitu ia mendapati ada bekas lebam kecil dan berwarna luka bengkak. Secara tidak sadar, ia tangannya mengerat pada selimut yang ia kenakan di tubuhnya. Berkeringat dingin.

'pasti sakit.., pantas saja aku merasa tanganku terasa kasar dan sedikit nyeri..' batin Luhan merasa bersalah.

"ngomong – ngomong..," Sehun memperbaiki pangkuannya agar sang buah hati tidak jatuh. "tamparanmu lumayan juga."

Luhan menunduk dalam. Dia mengigit kecil bibirnya dan matanya melihat ke seluruh objek sekitar ruangan kecuali pria di sampingnya. Meskipun merasa takut, namun rasa bersalah mendominasi relung hati. Maka dari itu, setelah ia menghirup – menghembuskan nafas secukupnya, ia berujar dengan nada lirih yang terasa canggung.

"maafkan aku.., Sehun Ahjusshi."

"nggak. Aku tahu, mungkin kamu kaget. Dan.., hm.., jadinya kau refleks."

Untung saja suara pintu yang terbuka menjadi celah dimana Luhan dan Sehun terjebak di keheningan canggung lagi. Di ambang pintu sana, berdirilah seorang dokter tampan dengan rambut ikal berwarna coklat kemerahan dan suster pria manis dengan rambut hitam legamnya yang tampak rapi dan stylish. yang saling tersenyum ke Luhan dan Sehun.

Dokter dan suster itu membungkuk sedikit—memberi sapa; lalu sang dokter yang memiliki nama Cho Kyuhyun di name tag itu mengambil map dari suster bernama Lee Sungmin.

"ah, ternyata anda sudah siuman, Nyonya Oh.."

"ha?" Luhan melongo. "anda berbicara pada siapa, dokter Cho..?"

"tentu saja dengan orang yang bangun dari pingsannya, nyonya." Kyuhyun tertawa renyah. "dan itu adalah anda, Nyonya Oh.." Luhan mengernyit lagi. Ternyata memang Kyuhyun memanggilnya dengan sebutah 'Nyonya Oh'.

"nyonya Oh..? maksudnya saya..?" Kyuhyun mengangguk sambil melirik ke sosok yang duduk tenang di sebelah ranjang tempat Luhan berada.

"pria itu bilang bahwa anda adalah istrinya.., jadi, tentu saja aku harus memanggil anda Nyonya Oh, bukan?" Kyuhyun mengedipkan sebelah matanya yang terlapisi kacamata.

Luhan melongo. Matanya membulat—nyaris menyamai bola mata alami hoobaenya di kampus—bibirnya menganga yang semakin lama semakin lebar.

"A—APA?!"

.

.

.

.

Luhan berjalan dengan perlahan di belakang pria itu. Kepalanya sedikit menunduk. Walau terkadang ia mencuri pandang ke sosok tegap yang berada di depannya.

Sementara ia menggendong Sehan yang masih tertidur—anak pria itu; Sehun memilih untuk membawakan belanjaan bulanan Luhan.

Tentu saja, setelah menyelesaikan masalah yang—well…, membuat Luhan terkena serangan jantung ringan (tapi rasa kagetnya benar – benar luar biasa); begitu urusan administrasi dan pembayaran lunas, Luhan pun berterima kasih sudah merepotkan pria berumur 31 tahun itu. Tentu saja, sudahlah dia pingsan, dia pun dibiayai pembayaran kliniknya.

Pada awalnya, Sehun berniat untuk mengantar Luhan pulang ke apartemen. Namun Luhan menolak, sebab ia masih punya jadwal untuk membeli belanjaan bulanan dapurnya. Atas kesepakatan sepihak (dan tatapan datar Sehun pada Luhan yang entah kenapa membuat Luhan merasa segan untuk menolak), akhirnya Sehun menunda diri untuk mengantar pria cantik asal cina itu untuk kembali ke apartemen; menuju ke pusat perbelajaan tempat dimana mereka bertemu pertama kali.

"… dingin.." leguh Sehan yang langsung merapatkan rangkulannya pada leher Luhan. Luhan tersenyum kecil dan menambah eratan pelukannya. "sabar ya, adik kecil. Setelah ayahmu mengantarkanku sampai depan pintu, kau akan pulang dan bertemu dengan ranjang hangatmu." Sehan hanya mengangguk kecil.

Menatap kumpulan bintang yang ikut menemani bulan purnama. Bulan itu bercahaya terang, meskipun jarak antara dirinya dan sang bulan jauh. Luhan yang hanya bisa melihat dari jendela di dinding yang terdapat anak tangga itu cukup puas; pasalnya minggu terakhir ini, setiap malam selalu mendung hingga bintang dan bulan pun tak tampak.

Beberapa orang yang melintasi mereka saling membalas senyum—tapi tidak untuk pria yang ada di hadapannya; tetap sibuk pada belanjaan di tangan dan jalan yang ditunjukan Luhan menuju pintu apartemennya.

Ah ya, jangan lupa dengan bibirnya yang terus mengatakan : "dia adalah istriku, dan yang digendongnya adalah anak kami." Pada orang – orang.

Membuat Luhan memekik tertahan dan menjelaskan yang sebenarnya pada orang – orang yang merautkan wajah syok dan terkejut ketika mendengar ucapan Sehun. Sedangkan sang biang onar, hanya kembali melanjutkan perjalanannya dengan tak acuh.

Walaupun terkadang pula, ia justru di beri selamat atas pernikahannya yang bahkan ia sendiri serius belum melepas masa lajang di bawah altar.

Kalau sudah begitu, Luhan hanya bisa pasrah sambil menerima ucapan selamat itu dengan tawa canggung. Padahal hatinya miris karena tak ada yang mempercayai ucapannya.

Sambil berjalan, Luhan kembali memikirkan kejadian pertama kali mereka bertemu dan ucapan dari dokter muda di klinik tadi.

Ucapan dari pria berwajah minim ekspresi namun seorang duda yang tampan yang membuatnya tercengang sekaligus berharap.

'istri, ya..' batin Luhan sambil mengendus bau tubuh Sehan yang masih dalam gendongan hangatnya. Bau khas anak kecil menghuar di rongga hidungnya. Membuat pria yang sebenarnya penyuka anak kecil itu merasa nyaman.

'aku ini namja, tapi masa' dia mengakuiku bahwa aku adalah istrinya..? bertemu saja baru hari ini! Humph! Dasar ahjusshi muka datar!' menggembungkan pipi dan menatap sebal pada punggung pria yang kini sedang menoleh ke kanan – kiri; melihat angka nomor pintu apartemen Luhan.

Ia ingat kembali, ketika dirinya dengan mati – matian mengatakan bahwa ia bukanlah istri dari seorang Oh Sehun, sementara Oh Sehun sendiri bukannya bantu untuk meluruskan masalah ini, yang ada dia justru sibuk dengan Sehan yang merengek ingin pulang.

Di sisi lain dokter yang telah menikah dengan suster yang bersamanya itu; hanya tertawa evil dan mengatakan bahwa ia tak perlu malu dengan status yang seorang istri dan ibu dari dua sosok yang ditujuknya—dan dokter itu tahu sejak awal jika Luhan bukanlah wanita. Membuat Luhan jengkel, panic, dan rasanya ingin menangis saja. Tak ada yang percaya pada ucapannya yang benar nyata adanya.

Apalagi, belum sempat Luhan menghapus kepercayaan dokter Cho tentang statusnya yang bukan sebagai istri dari Oh Sehun, pria berkacamata yang tampak kewalahan dengan Sehan yang menangis sesenggukan karena ingin tidur di ranjang rumah—menarik pinggangnya, mengecup sudut bibirnya tiba – tiba dan mengajak pulang. Menimbulkan siulan menggoda dan kikikan geli dari dua sejoli dokter – suster di hadapannya.

Saat itu, Luhan tidak lagi memikirkan masalah tentang statusnya yang diaku Sehun; apalagi ejekan dan gurauan godaan yang dilayangkan untuknya.

Sebab ia lebih memilih tenggelam dalam sensasi dimana Sehun mengecup lembut sudut bibirnya—walaupun hanya beberapa detik.

Dan ia lebih merasakan debaran jantung yang cukup kencang juga kenaikan suhu tubuh yang tiba – tiba hingga terkumpul di wajahnya. Menggelitik—sangat menggelitik.

….. jujur—

….—Luhan menyukai kedua sensasi menggelitik itu.

.

.

(apa aku boleh berharap untuk benar – benar bersanding denganmu…?)

.

.

.

.

.

[To Be Continued]

.

.

A/N :

#background music: Eternal Flame – Atomic Kitten

Heiyooo~~ kemarin di review ff pecandu bau tubuh; siapa yang minta HunHan..? #nyalainconvetti

Dan~ ada yang tahu dengan kalimat yang diucapkan someone..? #tunjuksummary #naikturunalis

Ada yang kenal personifikasi negara Sweden dan Finland dari anime Axis Power Hetalia..? hahahahaha.., kalian betul sekaliii~~ inspirasinya dari ucapan Berwald (Sweden) tentang Tino (Finland) bahwa si Tino adalah istrinya kepada semua personifikasi negara..!

Lihat ekspresi kagetnya si Tino lucu banget! Ciyus..! belum lagi ekspresi kaget para personifikasi yang mendengarnya! XD

Jadi, tiap Berwald ngomong gitu soal Tino, ekspresinya ya itu-itu saja, datar, flat, poker. Mirip sama mas – mas ganteng sebelah.. #LiriktuanmudaOh

By the way, ini adalah anime lama yang mengusung tentang sejarah WW 2, dan berbau YAOI! Y. A. O. I! dan pengarangnya adalah pria—yang kemungkinan dia fudanshi! XD

Intinya, dari anime inilah Al kenal dunia per-yaoi-an! #kecupAntonio(personifikasiSpanyol)

Oh ya, Al Spamano shipper! #kibarkolorLovino| kalau kalian tahu anime ini; bisa sebutkan pairing kesukaan kalian..? :3

(ngomong – ngomong, Al suka ketawa kalau baca summary-nya FF ini! Hahaha!)

Jaa,

Want to review..? :D