XiRuLin proudly present

'LOVE SCENARIO'

ㅡ[bagian pertama]

.

.


aku tidak tahu apa yang terjadi dengan diriku. yang ku tahu, hidupku terasa lebih indah dan bersemangat saat pertama kali melihatmu


.

.

"Sebutkan nama dan nomor registrasimu."

Siapa ini?

Tampan sekali.

"A-ah, maaf sunbae-nim. Aku Jeon Jungkook, yang mengambil formulir dua hari yang lalu. Aku tidak punya nomor registrasi."

"Kenapa? Kau menghilangkannya? Semua siswa yang mendaftar selama ini wajib memiliki nomor registrasi. Itu kau dapatkan di loket, kan?"

Wajahnya menelisik tajam ke arahku. Alisnya yang tebal tertaut hampir menyatu, menatapku dari ujung kaki hingga kepala. tangannya terlipat di depan dada, angkuh seolah ingin di hormati lebih dari ini.

Tipikal kakak kelas sekali.

Kujilat bibir bawahku cepat, mengusap tengkuk canggung. "Aku ambil formulir lewat Jimin sunbae. Uh, kita tetangga jadi dia secara esklusif memberikanku."

"Ah, pilih kasih lagi si pendek itu." Dia mendengus pasrah. Satu tangannya di kibaskan, memberi gestur kalau dia menyetujui kehadiranku. "Cepatlah masuk, orientasi anggota baru akan dimulai dua menit lagi."

Senyumku mengembang.

"Terima kasih, sunbae."

Kaki ku melangkah hendak melewati dia, tapi tangannya lebih dulu menghalangi.

Aku mengeryit heran.

Dia menatapku tepat di mata.

"Omong-omong, aku Kim Taehyung. Salam kenal, Jeon Jungkook. Semoga kita lebih sering bertemu setelah ini."

.

.


ㅡCinta tidak hanya pikiran dan kenangan. Lebih besar, cinta adalah dia dan kamu, berinteraksi


.

.

Pemateri kedua telah selesai memberikan materi, kami di beri waktu sepuluh menit istirahat dan setelahnya lanjut ke pemateri ketiga. Kotak makanan di bagikan oleh panitia, sebagian besar peserta memilih untuk berdiam di tempat.

Awalnya aku juga mau seperti itu. Istirahat kami hanya sepuluh menit, tidak akan cukup apabila aku bergerak keluar ruangan dan memakan bekal di taman.

Tapi, tatapan seseorang yang menatapku dalam-dalam dari deretan kursi pejabat penting organisasi di depan panggung sana benar-benar mengusikku.

Itu Kim Taehyung yang tadi.

Dari awal dia melangkah naik ke panggung bersama rekan-rekannya dengan jubah menyapu lantai yang menambah aura angkuh para kakak senior, tatapannya sudah terkunci denganku. Seketika aku menyesali keputusanku yang duduk di barisan dua paling depan.

Kim Taehyung duduk di kursi kebesaran, menopang dagu, sekilas menatap ketua panitia yang sedang memaparkan aturan main selama orientasi berlangsung untuk dua hari kedepan, lalu entah mengapa pandangan kami kembali bertemu. Dia tersenyum tipis, beralih untuk terus-terusan menatapku.

Ya, mana bisa aku fokus kalau pemuda tampan sepertinya selama dua puluh menit terakhir terus memandangiku.

Aku jadi takut bergerak asal-asalan atau bertindak konyol, setiap kali aku melirik untuk memastikan apa dia masih memperhatikanku atau tidak, pipi ku berakhir bersemu merah saat pandangan kami bertemu dan dia menyunggingkan senyuman.

Tampan sekali, sial.

Jadi, kuputuskan untuk istirahat kali ini aku akan keluar ruangan. Mencoba mendinginkan wajahku yang terasa sangat panas, sebenarnya.

"Sendirian?"

"Uhuk! Uhuk!"

"Hei, santai saja, Jungkook-ah."

Aku menegak minuman terburu-buru, menghela nafas saat makanan yang tadi tersangkut di tenggorokanku akhirnya turun. Ku tatap orang yang dengan tiba-tibanya menghempaskan pantat di bangku di sampingku.

"T-Taehyung sunbae."

Dia tersenyum, mengangguk. "Kupikir kau lupa namaku. Syukurlah kalau tidak."

Bagaimana bisa kulupa kalau tiga puluh menit ini hanya kau yang ada di pikiranku.

Niatku yang pergi dari ruangan untuk menghindarinya malah menjadi bumerang.

"Kenapa makan sendiri?"

"Aku belum punya teman, sunbae."

"Ah, panggil Taehyung hyung saja, kau temannya Jimin, kan? Berarti kita juga berteman."

Kuanggukkan kepala ragu. "Baiklah, Taehyung hyung."

Senyumnya semakin mengembang. "Anak pintar."

Aku merona di panggil seperti itu.

Cepat-cepat fokusku kembali ke kotak makanan.

"Kenapa memilih masuk ke klub baseball?"

"Uh, itu.. Baseball terlihat menarik."

"Benarkah?" Dia terkekeh pelan. "Tidak takut kulitmu yang cantik itu akan menggelap?"

Pipiku merona.

Pandai sekali menggombalnya.

"Tidak, hyung. Lagipula kulit Jimin hyung tidak menggelap."

Taehyung hyung mengibaskan tangan, tertawa lepas. "Itu karena dia memang jarang turun ke lapangan. Jimin bendahara klub, lebih sering berkutat dengan uang daripada dengan bola dan sarung tangan."

Oh, aku baru tahu akan fakta itu. sialan, apa itu tandanya kulitku akan benar-benar menggelap? Kulirik Taehyung hyung yang sedang menguyah permen karet sembari bersedekap dada. Di balik jubah hitam dari bahan beludru yang melekat di badannya, samar-samar lengan kekar yang berwarna tan terlihat.

Aku menegak ludah.

Apa aku juga akan bernasib sama?

"Tapi tidak perlu khawatir." Ia berbicara, seolah mengerti apa isi pikiranku.

"Aku akan melindungimu, jadi kulitmu yang cantik itu tidak akan ternodai warna gelap setitik pun."

Kali ini tidak hanya pipiku yang bersemu, tetapi detak jantungku juga berdebar cepat.

Aku menggigit bibir, tersenyum canggung ke arahnya. "Uh, terima kasih, Tae hyung."

Taehyung hyung balas tersenyum, satu tangannya mengelus pucuk kepalaku.

Apa-apaan ini.

"Siang ini para senior akan menampilkan demo dari cara latihan, cara bermain kami, dan tips-tips lainnya untuk kalian. Kau bawa celana training, kan?"

Aku mengangguk. "Apa, hyung baru saja membocorkan agenda kalian kepadaku?"

Dia terkekeh, mengacak surai ku dengan lembut. Tangannya dengan santainya masih bertengger di atas kepalaku.

Kutebak wajahku pasti sudah seperti kepiting rebus sekarang.

"Jungkook-ah, mau bertaruh?"

"Bertaruh apa, hyung?"

"Tahun ini, aku yang akan menjadi batter. Bagaimana kalau kita taruhan, jika aku berhasil melakukan home run, maka kau harus melakukan sesuatu untukku. Sebaliknya, kalau aku gagal maka aku harus melakukan sesuatu untukmu."

Aku mengerjap bingung. Sesuatu yang harus dilakukan? Aku baru mengenal Taehyung hyung pagi ini, aku tidak tahu apa yang akan kulakukan untuknya, dan apa yang harus kuberikan untuknya.

"Yatuhan, Wajah bingungmu menggemaskan sekali." Satu tangan Taehyung hyung mengapit hidungku, tawanya terdengar. Aku tanpa sadar mengerang, menggapai tangannya untuk menjauhkannya dari hidungku yang kini terasa sakit.

"Hyung, sakit!"

Taehyung hyung tertawa. "Oke, oke maaf." Kemudian kembali mengusak gemas surai hitam legamku.

Ini aneh. Kenapa kami bertindak seperti teman lama? aku saja tidak pernah bercanda penuh afeksi seperti ini dengan Jimin hyung. tapi kenapa aku malah membiarkan Taehyung hyung menyentuhku semau dia?

"Bagaimana, Jungkook-ah? Menerima tawaranku?"

Ku kedikkan bahu. "Terdengar menarik. Berarti kalau hyung kalah hyung akan melakukan apapun untukku, kan?"

"Iya. Sebaliknya juga demikian."

"Baiklah. Setuju." Aku mengangguk.

Satu sudut bibirnya tertarik keatas, menyeringai senang. "Oke, akan kubuat kau menyesal karena telah menyetujui perkataanku, Jeon Jungkook."

Wajahku merengut. Seketika aku baru sadar apa yang telah terjadi. "Hyung pasti jago dalam home run, kan?! Sengaja membuat taruhan ini cuma untuk menyiksaku. Kau pasti akan berhasil!"

Tawa Taehyung hyung meledak. Aku melotot tidak terima. "Dasar senior menyebalkan!" Tudingku.

Namun aku berakhir tertawa saat Taehyung hyung terbatuk keras akibat tersedak air liurnya sendiri karena tergelak kelewatan.

Tawanya terhenti. Kedua tangannya tiba-tiba meraih kedua pipiku. Aku terkesiap. Refleks kupejamkan mata kuat-kuat saat wajahnya semakin mendekat kearahku.

Apa dia akan menciumku?

Namun Taehyung hyung ternyata hanya menggesekkan pucuk hidungnya di hidungku. Cukup lama.

Pipiku panas. Detak jantungku menggila.

"Kenapa kau menggemaskan sekali, Jungkook-ah." Taehyung hyung mendesah pelan, berbisik penuh arti.

Tanpa sadar ku cengkram jubah hitamnya erat-erat.

Apa maksudnya ini?

.

.


ㅡbersambung


Sincerely,

XiRuLin.