Title : Okãsan
Author: Micky_Milky
Genre: Romance/ Drama
Rate : T (Mungkin akan bertambah)
Disclaimer: Shizu-chan punya saya, Durarara entah punya siapa (Kabur)
Pairing: ShiZaya
Length: Chaptered
Warning : Typo, Yaoi, Ooc, Oc, alur kecepatan. Dll
.
.
.
Chap 1
Enjoy reading
.
.
Berkali-kali Shizuo melirik jam di dinding ruang tamu rumahnya sambil kembali melirik pintu dan kembali melirik lapptopnya, dan itu sudah dilakukannya berulang kali sampai dia merasa pusing sendiri. Ini sudah pukul sebelas malam dan putra sekaligus anak sematawayangnya belum juga pulang, hah~ salahkan sifatnya yang terlalu menghawatirkan putranya yang sudah berumur tujuh belas tahun itu.
Kali ini dia benar-benar tak konsentrasi lagi pada pekerjaannya karena putranya itu belum pulang juga, sebelumnya Tsukishima tak pernah pulang selarut ini, bahkan dia tak pernah pulang malam, anaknya itu adalah orang baik-baik dan dia tahu betul bagaimana anaknya itu bersikap. Menghela napas berat pria berumur empat puluh lima tahun itu kembali menatap lapptopnya yang menyala menampilkan deretan angkah-angka dan tabel yang sedari tadi dikerjakannya.
Shizuo Heiwajima kepala keluarga dari keluarga Heiwajima itu adalah pria tampan yang sudah menyandang status duda, tampan dan kaya, ya... di umurnya yang baru menginjak empat puluh lima tahun itu, Shizuo sudah menjadi pengusaha besar di bidang otomotif, anak semata wayangnya bernama Tsukishima Heiwajima, pemuda berumur tujuh belas tahun itu adalah hasil buah cintanya dengan Izaya Heiwajima, wanita berwajah manis berambut hitam dengan manik semerah Rubby yang meninggal setelah melahirkan putra mereka, ah... ironis sekali, tapi itulah takdir, disaat seharusnya dia berbahagia dengan wanita yang sangat di cintainya itu orang yang di cintai pergi untuk selama-lamanya.
Semenjak kepergian Izaya tujuh belas tahun yang lalu, tak sedikitpun Shizuo berniat untuk menggantikan wanita yang sangat dicintainya itu dengan orang lain, walau terlalu sering Shizuo mendapatkan ajakan kencan atau pernyataan cinta dari wanita yang lebih cantik dari Izaya, siapa yang bisa menolak karisma, ketampanan dan kekayaan seorang Shizuo Heiwajima, tapi pria itu tak pernah menggubris, dia benar-benar kehilangan rasa mencintainya selain untuk sang putra seorang, itu karena Izaya berpesan sebelum mautnya untuk menjaga anak mereka dengan baik, dan Shizuo berjanji dengan wanita itu dan juga dirinya untuk menjaga Tsukishima dengan baik, nama Tsukishima sendiri diberikan oleh Izaya sebelum meninggal.
Cklek...
Serasa terangkat dari alam khayal, pandangan Shizuo bertumpuh pada pintu rumahnya yang besar terbuka sedikit, dia tersenyum saat melihat surai pirang mengintip malu-malu dari balik pintu, menghela napas kali ini dia juga bisa melihat tubuh tegap seorang pemuda yang memiliki wajah nyaris serupa dengannya (minus kacamata yang bertengger di hidung sang pemuda) masuk dengan takut-takut, bunyi suara pintu yang di tutup menggemah didalam rumah besar itu, ternyata putranya belum tahu jika dia sedang duduk santai sambil memperhatikan tingkah sang putra. Dia bersyukur seluruh pelayan sudah tidur.
"Tsukishima-kun, dari mana saja? Kenapa baru pulang?"
Tubuh pemuda itu menegang, kali ini kepala Tsukishima memutar melihat sang ayah yang berjalan mendekat, dua manik berbeda warna itu saling beradu, yang satu menatap tajam, yang satu menatap takut, gemetar hebat, pemuda itu menunduk dalam.
"O-otousan?"
Tsukishima semakin menunduk dalam, menyembunyikan manik merah Rubby turunan dari sang ibu, Shizuo menghela napas berat saat sang putra menunduk takut.
"Baru kali ini Tousan melihatmu pulang larut, kau menyelinap masuk ke rumah?"
Manik coklat madu Shizuo kembali melihat reaksi gemetar dari sang putra, walau memiliki sifat pelupa akut dan mata yang minus anak itu benar-benar manurut sifat sang ibu yang suka seenaknya menyelinap masuk sana-sini seperti mafia atau pencuri.
"Gomen-ne, Tousan."
"Jadi, Tsukishima-kun dari mana?"
"Etto... aku di ajak teman untuk bermain game, lupa waktu aku kemalaman dan tadi sempat nyasar."
Hampir saja Shizuo terpingka karena penuturan polos dari sang putra, oke, untuk sifat satu ini dia tak tahu dari mana sang putra dapatkan, seingatnya dia dan Izaya tak memilki sifat sepolos itu, kedua pria yang memiliki tinggi hampir sama itu kembali terdiam, sesaat Shizuo melirik foto seorang wanita berambut hitam panjang se pinggang dengan manik merahnya sambil tersenyum bahagia, di samping sang wanita terlihat dirinya yang juga tersenyum bahagia.
"Kali ini Tousan maafkan, kalau terjadi lagi Tousan tak akan membiarkanmu keluar rumah selama sebulan, mengerti...!"
"I-iya. Aku kekamar, Otousan."
Shizuo mengangguk sekali, buru-buru Tsukishima berjalan menuju ruang tengah, lalu menaiki tangga menuju kamarnya. Shizuo melihat punggung sang putra yang menjauh, kali ini manik coklatnya menatap dalam foto pernikahannya dengan Izaya, manik coklat itu terlihat sedih, foto besar itu sengaja di pajang di ruang tamu untuk mengingatkan jika Shizuo Heiwajima adalah milik Izaya Heiwajima seorang, dan foto yang sama juga di pajang di ruang tengah dan lantai dua agar sang putra bisa mengenal, siapa ibunya, dan bagaimana rupa sang ibu yang rela mempetaruhkan nyawa hanya untuk melahirkannya. Wajah ibunya yang tak pernah dilihatnya sekalipun saat berada di dunia.
"Hah... seharunya kau bisa melihatnya tumbuh, Izaya. Lihat... dia sudah menjadi besar dan tampan."
Senyum manis terkembang dari pria berumur empat puluh lima tahun itu. menghela napas sekali, Shizuo kembali duduk di sofa ruang tamunya lalu kembali mengerjakan pekerjaannya.
Pagi itu Shizuo menyantap sarapannya dengan santai, dia mengambil cuti beberapa hari hanya sekedar ingin istirahat, tubuhnya akhir-akhir ini sering pegal, dan dia juga merasa kehilangan banyak waktu untuk bersama dengan sang putra. Melirik para maid yang sibuk hilir mudik menata makanan untuknya, wajahnya mengkerut saat tak melihat keberadaan putranya pagi ini, biasanya sang putra sudah bangun dan sarapan bersamanya, kemana perginya pemuda itu.
"Kadota-san, kemana Tsukishima-kun? Kenapa belum terlihat."
Pria berambut coklat itu menunduk sesaat lalu melihat sang majikan, Kadota Kyouhei orang kepercayaan Shizuo itu melirik ke semua maid yang sedang berdiri menunggu Shizuo sarapan, tak mendapat apa yang diinginkan kembali Kadota menunduk hormat.
"Maaf Shizuo-Sama, mungkin belum bangun."
Brak... Bruk... Duakk...
Baru saja Kadota selesai berujar, suara berisik memenuhi indra pendengaran Shizuo, buru-buru pria berumur hampir setengah abat dengan wajah yang masih terlihat sangat tampan itu berlari ke ruang tengah dan melihat sang putra sudah tersungkur dengan wajah menghantam marmer, Kadota menatap hal itu sambil tersenyum tipis, begitu pula Shizuo, dia bisa melihat beberapa maid berlari dan membantu pemuda berumur tujuh belas tahun itu berdiri.
"Tsukishima-sama tidak apa-apa?"
"Apa ada yang terluka, Tsukishima-sama?"
Dan begitu pertanyaan yang didengar Kadota dan Shizuo dari para pelayan, Shizuo berjalan mendekat lalu berjongkok melihat kondisi sang putra yang terlihat tak apa-apa walau sedikit meringis.
"Tak apa-apa?"
"Ma-maaf, Tousan. Aku hanya tak melihat tangga tadi."
Shizuo tersenyum lagi, Tsukishima melihat dari balik kacamatanya sang ayah kembali berdiri lalu mengulurkan tangannya untuk sang putra, menyambut uluran itu Shizuo menarik tubuh Tsukishima untuk berdiri.
"Sebagai seorang Heiwajima, kau memang harus tahan banting. Nah... sarapanlah, nanti terlambat, Seiji-san sudah menunggumu."
"Ah, apa Tousan tidak pergi ke perusahaan? Kenapa masih berpakaian rumah?"
"Aku ambil cuti, cepat pulang, kita akan ziara ke makam ibumu hari ini."
"Ba-baik."
Shizo berjalan berlalu meninggalkan Tsukishima diikuti Kadota yang mengekor di belakang Shizuo.
"Hah... ittai... bokongku sakit sekali."
Tsukishima mengelus bokongnya yang tadi sempat mencium pegangan tangga, beruntung dia tak apa-apa, hanya bokongnya yang sedikit sakit. Mata merah itu kali ini melirik figur wanita cantik yang tersenyum manis bersama sang ayah di sebelahnya. Figur sang ibu, ah... betapa dia merindukan sosok yang tak pernah di lihatnya itu, dia benar-benar ingin merasakan bagaimana di manja oleh seorang ibu, bagaimana di teriaki dan di marah oleh ibunya seperti yang teman-teman sekelasnya rasakan dan sering menjadi bahan keluh kesah dari teman-temannya, sungguh, dia merasa iri, di saat banyak temannya menyumpahi sang ibu dan mengatakan sang ibu cerewet dan sering memarahi mereka, Tsukishima adalah satu-satunya yang sangat menginginkan hal itu, dia tak perduli seberapa cerewetnya sosok Izaya Heiwajima jika masih hidup, dia akan benar-benar menyayanginya dan dia benar-benar akan melindungi ibunya. sayang itu tak pernah tersampaikan, dia bahkan tak pernah melihat sosok itu dalam hidupnya.
"Okaasan, aku mencintaimu, lindungi aku dari surga. Bukan hanya aku, Otousan juga sangat mencintaimu."
Tersenyum sekilas pada figur itu, Tsukishima berjalan menuju ruang makan, melihat para maid yang berjejer rapi menunduk saat kedatangannya dia juga bisa melihat Seiji yang menunduk hormat lalu tersenyum.
"Ma-maaf, Seiji-san, aku kesiangan.'
"Tidak apa-apa, Tsukishima-sama, saya akan menunggu di mobil."
"I-iya."
Seiji tersenyum maklum, dia tak mengira seorang Tsukishima adalah putra tunggal sekaligus penerus tunggal dari keluarga Heiwajima, dia kenal betul dengan Shizuo dan Izaya, Shizuo adalah pria dengan kesabaran yang tipis dulunya, bahkan setelah bertemu Izaya, beruntung setelah menikah sifat Shizuo berubah seiring berjalannya waktu, dan Izaya adalah gadis lincah yang sempat menjadi musuh besar bagi Shizuo, entah apa mulanya sampai keduanya saling jatuh cinta dan menikah. Seiji sendiri adalah teman mereka berdua saat sekolah, walau tak seperti Kadota yang sangat dekat dengan kedua majikannya itu, Seiji cukup tahu keduanya.
Berbanding terbalik dengan kedua orang tuanya, Tsukishima adalah pemuda yang pemalu, baik dan ramah, itu benar-benar berbanding terbalik untuk kedua manusia yang menjadi orang tuanya, jika saja paras Shizuo tak melekat sempurna pada Tsukishima dan manik merah itu tak dimiliki pemuda itu, sudah pasti Seiji meragukan jika pemuda itu keturunan Shizuo dan Izaya.
"Aku sudah selesai, mari pergi, Seiji-san."
Tsukishima menatap malu-malu pada beberapa gadis yang melingkar memenuhi mejanya. Di sekolahnya Tsukishima memang terkenal karena tampan dan menawan serta tubuhnya yang atletis belum lagi rumor yang menyebar jika Tsukishima adalah pewaris tunggal kekayaan Heiwajima yang menjadi donasi tertinggi untuk sekolahnya, walau sifatnya yang malu-malu dan terkadang sedikit pelupa dan sering nyasar saat pergi terlalu jauh dari rumah dan sekolahnya, tapi pemuda itu benar-benar mendapat perhatian lebih dari semua siswi di sekolahnya.
"Tsukishima-kun, ayo kita jalan-jalan." Tsukishima melirik wanita berambut panjang di depannya yang tersenyum genit.
"Ya... ya, ayo kita pergi kencan." Kali ini yang di kuncir kuda memberi intruksi.
"Tsukishima-kun belum punya pacarkan? Mau jadi pacarku?" nah... yang ini yang berambut coklat mulai menggoda. Mikado dan Masaomi yang duduk di belakang saling adu pandang sambil tersenyum memandang tingkah malu-malu teman baik mereka yang sangat terkenal itu, hah... Masaomi membuang napas melihat pemuda itu tersenyum canggung kesana-kesini dengan wajah merona, Masaomi tak habis fikir bagaimana pemuda yang belum sama sekali pacaran dan terlihat kaku itu bisa digilai banya wanita, hei... apa mereka tak melihat dirinya yang tampan itu. melirik teman akrabnya Mikado membuat gestur untuk Masaomi menolong teman mereka dari para wanita-wanita genit itu.
"Kida-kun, bantu Tsukishima-kun."
"Hoooiii... siap kapten."
Pemuda bersurai pirang itu berdiri dari duduknya lalu berjalan menerobos gerombolan gadis-gadis itu dengan santai sambil melambai riang dan tersenyum lima jari.
"Ohayou... perempuanku, bagaimana kalau kalian semua kencan denganku, kelihatnnya tuan besar Heiwajima benar-benar tak bisa ikut bersama kalian."
Mendengar gombalan dari Kida Masaomi itu sontak seluruh perempuan yang tadinya mengelilingi Tsukishima bubar membuat Mikado tertawa keras sambil melihat wajah Masaomi yang kesal parah, sedangkan Tsukishima hanya tersenyum lembut.
"Hahaha... maaf Kida-kun, kelihatannya rayuanmu tak di gubris."
"Cih... kuso, mereka hanya tak tahu bagaimana pesona Kida Masaomi saja."
"Maaf, Masaomi-kun, kamu dipanggil Shinra-sensei ke UKS."
Masaomi melirk Anri yang menatapnya takut-takut, mendengar itu kepala pemuda pirang itu menatap Anri bingung.
"Untuk apa?"
"Aku tidak tahu."
Masaomi berjalan santai meninggalkan kelas menuju UKS, menelusuri lorong SMA Raira sambil tersenyum cerah dan melambai dengan narsisnya kearah siswi yang dia lewati. Tak sengaja bahunya menyenggol bahu seorang pemuda seumurannya dengan menggunakan pakaian berbeda dari siswa lainnya, pemuda itu melangkah mundur lalu menggosok bahunya yang ditabrak keras oleh Masaomi.
"Ah, gomen."
"Oh tak apa-apa. Kau siswa sini kan? Boleh aku bertanya dimana ruang kepala sekolah?"
"Kau anak baru? Terus saja, lalu kau harus naik tangga berjalan sedikit nanti kau bisa melihat ada tulisan 'Ruang kepala sekolah' di atas pintu, nah itu dia."
"Oh... trimakasih."
Masaomi melirik pemuda yang mengucapkan terimakasih padanya, wajahnya lumayan tampan walau masih tampan dia, mungkin bisa dikatakan manis, tubuhnya cukup tinggi dari Masaomi sendiri, lalu senyumnya itu yang membuat Masaomi kesal, kalau berterimankasih padanya kenapa senyum itu terlihat licik, manik pemuda itu mirip seseorang... tunggung siapa orang yang memiliki manik merah seperti itu, ah... dia menjentikkan jarinya, dia ingat, manik itu mirip teman sekelas dan teman dekatnya, Tsukishima Heiwajima. Dia mengira hanya Tsukishima orang aneh yang memiliki manik semerah itu tapi ada juga orang aneh yang punya manik seperti itu.
Mengabaikan otaknya yang terus berfikir, pemuda itu berjalan kembali menelusuri lorong sekolahnya, dia tak ambil pusing, mau pemuda itu matanya mirip Tsukishima atau bahkan Celty-sensei guru Sejarahnya yang juga istri dari Shinra-sensei guru Biologi mereka, bahkan Celty-sensei tak pernah berbicara hanya selalu memberi catatan dan memakai helm kucing kemana-mana itu, dia tak perduli yang penting dia harus sampai UKS saat ini.
Kelas dua satu terdengar riuh saat ini, jam istirahat pertama baru saja selesai dan Shinra-sensei belum juga datang untuk mengajar Biologi, entah kemana perginya pria yang juga wali kelas dari kelas itu berada. Mendapat jam bebas, tak di sia-siakan para pelajar itu, mereka sibuk melempar kertas, berkejaran, jambak-jambakan dan bahkan saling mencaci, begitu juga Mikado dan Masaomi yang asik berbagi cerita ditemani Anri yang hanya tersenyum kecil mendengar ocehan dari Masaomi yang aneh.
Di bangku paling pinggir yang terletak tepat di baris tengah, seorang pemuda berkacamata menatap awan biru hari ini, dia benar-benar ingin pulang dan tak sabar untuk menyapa sang ibu yang sedang terbaring di antara gundukan tanah. Ayahnya tadi pagi berjanji untuk membawanya berziara, setiap minggu setidaknya seminggu sekali sang ayah sering membawanya ke makam sang ibu sambil berdoa dan meletakkan bunga mawar putih kesukaan sang ibu. walau hanya dibawa seminggu sekali, tapi Kadota pernah bercerita padanya jika ayahnya hampir setiap hari mengunjungi ibunya di sana, dia sangat senang, walaupun sang ayah sangat di incar para wanita baik seumur, lebih tua bahkan yang semuda dirinya, ayahnya tetap mencintai sang ibu. ibunya patut bersyukur memiliki ayahnya, dan dia patut bersyukur memiliki kedua orang tuanya.
Bunyi pintu kelas yang di buka paksa membuat para siswa dan siswi berlari kemeja masing-masing, mereka melihat Shinra masuk dengan tersenyum lebar sambil membawa berbagai macam buku di tangannya. Setelah sampai di meja guru, pria itu meletakkan buku-bukunya di sana dan menatap murid didiknya dengan binar cerah.
"Nah... kalian akan mendapat teman baru, berteman dengannya dan buat dia betah berteman dengan kalian."
Ujar sang guru sambil menatap anak didiknya satu persatu dengan senyuman.
"Nah... Orihara-kun masuklah...!"
mendapat perintah, seorang pemuda berwajah tampan dengan ekspresi santai memasuki kelas itu, melirik semua penghuni kelas dengan senyuman liciknya.
"Loh... itukan anak tadi."
Masaomi menatap Izaya Orihara tak percaya. Pemuda bermata merah itu menatap Masaomi sesaat lalu tersenyum licik, senyum menyebalkan bagi Masaomi.
"Nah, Orihara-kun, silahkan perkenalkan dirimu dengan teman-temanmu disini."
"Izaya Orihara, aku pindahan dari Shinjuku, senang berkenalan dengan kalian, dan mohon bantuannya."
Lagi, pemuda itu tersenyum, membuat beberapa wanita di kelas itu menjerit histeris dan beberapa pria yang bergumam.
"Kakkoi..." ini jeritan dari para wanita
"Kawai..." ini jeritan beberapa pria yang merasa dirinya seme.
"Cih... menyebalkan." Dan ini jeritan frustasi para pria yang merasa di kalahkan.
Mata merah itu kembali menatap satu persatu wajah-wajah dari kelas itu sampai matanya beradu pandang dengan seorang pria bermata sewarna matanya tertutup kacamata minus dengan syal putih melingkar di lehernya, perkataan pemuda itu hampir membuat Izaya terjungkal ke belakang dengan tak elit atau bahkan hampir terserang penyakit jantung dadakan berjamaah dengan para menghuni kelas.
"Okaasan...!"
.
.
.
TBC or END?
AN
No edit... Yooo... fanfic baru di fandom ini^^. Senang bisa nulis ShiZaya. Maaf disini Shizu-chan dll pada oc, dan saya masuki si AE-nya si Shizuo buat jadi anak ShiZaya, haaa... betapa saya mencintai seluruh Heiwajima, dan dari seluruh Heiwajima saya lebih suka Shizu-chan dan Tsukishima, beruntunglah Izaya dan Roppi yang di sanding dengan mereka... aku cemburu...
Ok, sebagai fanfic pertama di fandom ini, saya butuh saran bahkan kritik, mau pedas sampai aneh saya trima, Fanfic ini idenya di ambil dari naska novel saya yang masih nunggu keputusan dari penerbit, ini hanya ide gak semua mirip. Jadi tenang saja^^ ini ff mau di lanjuti apa di End saja sampai sini, ini terserah teman-teman, yooo Repyu please.
.
.
^Micky_Milky^
