Chapter 1: First Meet
Sincerity of A Relationship
»«
.
.
.
»«
Summary: Ada bagian di hatiku yang memiliki kekosongan abadi. Bukan hanya karena kehendakku sendiri, tapi juga karena keserakahan manusia. Untungnya, hal itu tidak aku temukan dalam hatimu. Terima kasih. I don't want you to grow up./AU/SasuSaku
»«
.
.
.
»«
Disclaimer © Masashi Kishimoto
Story © Uchiha Raikatuji
Rate: T+ (Ambil Aman)
Genre: Romance
Pairing: SasuSaku
Warning: Miss typo(s), GJ, AU, alur aneh, etc.
Words: 1.383
»«
.
.
.
Happy Reading!
.
.
.
Don't Like Don't Read!
.
.
.
»«
Seorang bocah berumur 7 tahun yang berbaring di padang rumput itu menggeliat kecil lalu mengucek matanya. Dia mengedarkan pandangannya.
"Di mana aku?" dia memijat pelipisnya.
"Ini seperti hutan." kata pria itu pada dirinya sendiri dan menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Rumah itu… apa ada penghuninya?"
Pria itu bangkit sambil membersihkan celananya yang kotor karena tanah.
"Yah.. tak ada yang tahu kalau tidak dilihat."
Dia kini berjalan ke arah barat daya. Seratus meter di depannya memang terlihat sebuah atap rumah di kejauhan.
Perlahan dia membuka gerbang tinggi yang terlihat berkarat itu. Halaman rumahnya luas dan rapi. Terlihat tertata dan terawat. Hanya cat rumahnya yang mulai kusam dan sedikit mengelupas. Pria itu terlihat mengagumi sekitarnya. Bahkan satu komplek di dekat rumahnya takkan bisa menyaingi rumah ini. Luas sekali. Mungkin satu hektar hanya untuk halaman depannya saja.
Rumah ini terlihat seperti rumah bangsawan kuno. Terlihat elegan dan berkelas.
Saat sampai di pintu besarnya yang tingginya mencapai tujuh kali tingginya itu, ia mengetuknya dengan sebuah benda besi berbentuk singa berwarna emas.
"Apa ada orang?" tanyanya. Dia kembali mengetuk tiga kali. Lebih keras.
Secara tiba-tiba pintu itu terbuka lebar seakan mengundangnya masuk. Dari lorong pertama di sebelah kiri, terlihat seorang gadis kecil sedang bersembunyi. Kedua iris mereka bertemu. Sang pria sedikit kaget. Apalagi gadis kecil itu. Refleks, gadis itu berbalik hendak kabur.
"Hei, tunggu. Aku Uchiha Sasuke. Aku mau tanya sesuatu."
Langkah gadis kecil itu terheti.
"Kau bisa melihatku?" tanya gadis dengan gaun selutut tanpa lengan yang berwarna pink.
Lelaki bernama Sasuke itu mengedipkan matanya beberapa kali sebelum menjawab, "Ya. Tentu. Kenapa?"
Gadis kecil itu keluar dari persembunyiannya. Dia menyentuh pipi Sasuke dengan telapak tangannya.
"Kau merasakan sentuhanku?" tanya gadis itu lagi.
Sesuke mengangguk yakin.
Dia menarik tangannya dan menatap onyx kelam Sasuke. "Aku Sakura. Haruno Sakura." Gadis itu mengulurkan tangannya yang segera disambut pria raven itu dengan senyuman lebar di bibirnya.
"Nama yang cantik." puji Sasuke tulus. "Sama seperti pemiliknya."
Wajahnya berubah kemerahan.
"Te-terima kasih."
Tanpa peduli perubahan ekspresi gadis yang dipujinya, Sasuke mengedarkan pandangan.
"Kau tinggal di sini?" tanyanya ragu.
Sakura mengangguk semangat dengan senyuman manisnya.
"Sendirian?"
"Tentu."
Sasuke tercengang. "Lalu siapa yang merawat tamanmu?"
"Itu rumput sintetis. Pohon lainnya bisa hidup sendiri walau tanpa disiram." jawab Sakura lugas.
Sasuke kecil hanya mengangguk-ngangguk kepala bagian belakangnya yang tidak gatal.
"Boleh aku panggil Sakura?" tanya pria itu sopan. Melihat anggukan sang gadis, Sasuke tersenyum lagi. "Oh iya, aku tersesat.s"
Sakura mencoba berpikir, bagaimana bisa seorang pria 7 tahun sepertinya tersesat di tempat terpencil ini?
"Rumahmu di mana?" tanya Sakura sembari berjalan pelan. Sasuke mengikuti gadis itu.
"Di Konoha."
Kini Sakura menggembungkan kedua pipinya. Berpikir. Matanya berputar ke kanan dan kiri.
"Itu jauh sekali." kata Sakura. "Aku tidak bisa mengantarmu ke sana."
Sasuke tiba-tiba terlihat lesu dan tidak bersemangat.
"Tapi kau bisa tinggal di sini bersamaku jika kau mau." tawar Sakura.
Sasuke mengernyit, lalu berkata polos, "Kata kaa-san, tidak baik seorang laki-laki dan perempuan tinggal di rumah yang sama."
Sakura mengedipkan matanya beberapa kali. Kelewat polos, pikirnya.
"Di dekat sini ada sebuah rumah pohon." usul Sakura. "Apa itu akan baik-baik saja?"
"Tentu. Aku suka rumah pohon." kata Sasuke dengan semangat berapi-api. Pria itu sontak memeluknya. "Terima kasih." ucapnya girang.
Sakura merasa perasaan aneh menggelitik perutnya.
"Sa-sama-sama."
»«
.
.
.
»«
Aku bersandar di dinding dekat Sasuke-kun di halamanku. Setelah perjumpaan pertama kami, dia bilang dia melupakan segalanya. Yang dia ingat hanya wajah keluarga kecilnya. Terutama kakaknya, Uchiha Itachi. Entah apa yang diingatnya tentang sang kakak, dia terlihat sedikit kesal sesekali.
Tak ada ragu dalam hatiku untuk kembali mengajaknya menginap di rumah yang sama saat ulang tahunnya yang ke-15 bulan lalu. Aku tahu, dulu dia hanya masih terlalu kecil untuk mengerti. Dan tentu saja, dia tidak menolak. Yah… aku bosan sendirian di tempat seluas ini.
"Sasuke-kun," panggilku sambil tiduran di pangkuannya.
Dia menjawab dengan gumaman tak berarti sambil menatapku.
"Kau masih belum ingat kenapa kau bisa di sini selama ini?" tanyaku memastikan. "Kau tahu, aku bukannya tidak suka itu. Aku hanya kasihan kenapa kau ditinggal sendirian. Meskipun aku suka sekali kalau kau bersedia untuk tetap di sini."
Aku menelan ludahku dengan susah payah.
"Aku masih tidak tahu."
Kini aku bangkit dan berhadapan dengan Sasuke. Tanganku menyangga tubuh. Kedua kakinya berada diantara tubuh dan tanganku.
"Sasuke-kun, aku dan kamu sama-sama tahu kalau kita sudah besar." aku menatap onyx miliknya yang berada tepat di depanku. "Aku menyukaimu."
Aku mendekatkan wajahku padanya.
Saat jarak diantara kami nyaris saja terhapus, dia menahan pipiku.
"Kaa-san mengajariku untuk melindungi wanita, Sakura." bisiknya. Aku bisa merasakan napas hangat itu di pipiku. "Dan aku pikir ini masih terlalu cepat. Kita masih 15 tahun, Sakura."
Onyx indah itu menunjukkan keseriusannya. Aku terpesona.
"Kau bisa saja melakukan apa pun padaku dengan tatapan seperti itu." ucapku. Jantungku memompa darah lebih cepat membuat tubuhku kepanasan.
Aku kembali mendekatkan bibir kami, namun dia menahannya dengan menutup bibirku dengan telapak tangannya.
"Maaf." Dia merubah tatapannya seperti biasa dia menatapku. "Sepertinya aku akan di rumah pohon untuk malam ini." tambahnya sambil bangkit meninggalkanku.
Aku tersenyum lembut padanya.
"Tentu. Lakukan apa yang kau suka."
"Aa. Jaa." dia menghilang di lorong rumah.
"Jaa ne…"
Aku melambaikan tanganku.
Mungkin karena tidak memiliki teman, dia menjadi dingin sekali dan jarang berbicara panjang. Namun aku tahu seberapa manis sikapnya. Aku tahu seberapa lembut hatinya. Aku bisa merasakan apa yang ia coba ungkapkan.
Setelah aku yakin dia pergi ke rumah pohon, aku menutupi semua jendela dan semua pintu. Dan berakhir di kamar tidurku. Berbaring untuk istirahat sekali pun malam belum menjelang. Sebuah kebiasaan saat pria tampan itu tidak ada.
Lambat laun aku sudah dibuai mimpi.
»«
.
.
.
»«
Sasuke terdiam di kamarnya. Ia terduduk di sebuah kursi di sudut kamar. Ada sebuah meja kecil berbentuk seerempat lingkaran. Tangannya bertumpu di meja itu. Menyangga kepalanya. Otaknya dipenuhi banyak pikiran.
Dia menggeram rendah setengah menjambak rambutnya. Kelopak matanya menyembuyikan kristal kelam nan indah itu untuk sementara waktu.
"Tou-sama, kumohon jangan."
Cengkraman tangan Sasuke terlihat lebih erat mendengar suara itu menggaung di telinganya.
"Tak akan kubiarkan, Tou-sama."
Sebuah kernyitan di kening Sasuke tergambar jelas menandakan sebuah rasa sakit di kepalanya. Terasa berdenyut dan menyiksa.
Visualisasi di otaknya berhenti. Seiring dengan terhentinya kilasan tersebut, kernyitan di dahi Sasuke memudar. Cengkraman jari-jarinya pada ravennya melemah. Kelopak matanya kembali membuka. Napasnya sedikit tidak teratur.
"Ck." dia berdecak kesal. Setelah menghela napas panjang, dia memilih berbaring di kasurnya dan tertidur beberapa menit kemudian.
Keheningan malam dan beberapa suara serangga membuat ia semakin terlelap dalam tidurnya. Dengkuran halus terdengar nyaman memenuhi ruangan.
Hari berlalu begitu saja tanpa berpamitan.
Sakura meringkuk dalam tidurnya. Secara tiba-tiba ia membuka matanya ketika mendengar suara pintu dibuka dan ia merasakan sebuah aura berbeda. Aura yang tidak begitu dikenalnya.
Dengan siaga dan takut-takut ia berjalan ke ruang tamu di rumah itu.
"Sasuke -kun?" tanya Sakura setengah tidak percaya. "Aku rasa ada yang berbeda."
Sasuke mengernyit mendengar ucapan gadis yang dari dulu menolongnya itu. "Hanya perasaanmu."
"Ada yang terjadi semalam?" tanya Sakura berusaha meyakinkan Sasuke.
Jeda lebih dari lima sekon menandakan kebohongan.
"Tak ada."
Sakura tersenyum lembut. "Baiklah, bukan masalah kau tak mau menceritakannya."
Gadis pink itu berlalu hedak bergegas mandi. Begitu juga Sasuke. Ia memakai sebuah kamar mandi di lantai dua. Pakaian yang biasanya dipakai adalah pakaian ayahnya Sakura yang secara misterius pas di tubuhnya yang masih belum bisa disebut dewasa.
"Sasuke-kun ingin makan sesuatu?" tanya Sakura saat mereka sudah selesai membersihkan diri.
"Aku ingin tomat."
Sakura menahan tawanya. "Oh, maksudku hal yang lebih spesifik, bukan bahannya, Sasuke."
"Tidak ada, aku tidak pemilih."
Sakura terkekeh.
"Siap, akan selesai dalam 30 menit." pamit gadis bubble gum itu dan melangkah ke satu-satunya dapur di rumah itu.
Akhirnya Sakura memilih memasak ayam bakar suir dengan bumbu sambal tomat dan juga beberapa irisan tomat menghiasi piring Sasuke. Jus tomat untuk Sasuke dan jus stroberi untuknya.
Gadis itu membawa nampan dengan makanan mereka berdua. Berjalan ke ruang makan.
"Maaf aku bingung akan memasak apa." kata Sakura mengusap lehernya, kaku.
Kalau ingin jujur, aura aneh yang tidak dikenal Sakura semakin menguar kuat dari dalam diri Sasuke. Hal ini membuatnya khawatir. Mereka baru saja berteman selama 8 tahun terakhir. Apapun bisa terjadi dalam hubungan mereka.
Perubahan kecil justru hal yang ditakutkan sang gadis. Perubahan yang tidak mungkin untuk disadari oleh orang yang mengalaminya.
"Hn. Bukan masalah. Ittadakimasu."
Sakura duduk di kursinya tepat di seberang meja Sasuke.
"Ittadakimasu!" mereka menghabiskan makanan mereka tanpa banyak bercakap.
Tak banyak yang bisa dirasakan Sasuke. Perubahan kecil memang tidak dirasakannya sama sekali. Namun perubahan kecil itulah yang memengaruhi hatinya. Hati kecilnya kini dipenuhi bercak-bercak hitam yang lama-kelamaan akan memudarkan semuanya.
»«
.
.
.
»«
To Be Continued
»«
.
.
.
»«
Author's Note:
Hai.
Ketemu lagi dengan Rai-chan dalam fic GJ. Langsung saja, terima kasih kepada Ms. Swift untuk inspirasinyaa dari lagu Blank Space. Aku bingung kenapa aku ga pernah bisa bikin fic panjang. -,-
Oke, tunggu chap selanjutnya, yaaa… Jaa..
Menerima review dalam bentuk apapun (flame, pujian, kritik, saran, request kelanjutan (pasti dipertimbangkan selama masih nyambung dengan alurku), dll) ^^
